Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76178 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amwalyna Maisya
"Skripsi ini membahas tentang pembatalan perkawinan akibat perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali nikah. Pokok permasalahan dari skripsi ini adalah bagaimana kedudukan wali nikah menurut hukum Islam dan peraturan perundangundangan, bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinan akibat perkawinan tanpa wali nikah menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan, dan apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor 113/Pdt.G/2012/MS-Bna sudah tepat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Sedangkan tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptifanalitis. Salah satu rukun perkawinan yaitu adanya wali nikah dari calon mempelai perempuan. Tidak adanya wali nikah dalam sebuah perkawinan menimbulkan akibat hukum tertentu. Menurut hukum Islam, tidak adanya wali nikah dalam sebuah perkawinan mengakibatkan perkawinan tersebut menjadi batal demi hukum. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, tidak adanya wali nikah dalam perkawinan mengakibatkan perkawinan tersebut menjadi dapat dibatalkan. Dalam kasus pembatalan perkawinan ini, kedua mempelai melaksanakan perkawinan tanpa adanya wali nikah, yang berakibat perkawinan tersebut dibatalkan oleh hakim.

This thesis talk about annulment of marriage as a consequent of a marriage without a presence of the marriage guardian. Subject matter of this thesis is how the position of guardian marriage according to Islamic law and regulations, legal annulment of marriage due to how the consequences of marriage without a guardian of marriage according to Islamic law and regulations, and whether the consideration of judges in a court is Number 113/Pdt.G/2012/MS-Bna is just right. Research methods used in the research library and field research methods. While the type of research used in this thesis is a descripstive research-analytical. One of the pillars of a marriage is existence of marriage guardian from prospective bride. Absences of a marriage guardian raises some legal consequences. According to Islamic law, the absences of a marriage guardian in a marriage, resulting marriage become void by law. Meanwhile, according to The Law Number 1 Year 1974 Regarding Marriage Law, absences of guardian in a marriage, resulting in marriage can be annulled. In this annulment of marriage case, the bride and groom married without the existence of guardian, which the consequences was annulled by judge."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Yustisiani Riaji
"Pembatalan perkawinan yang telah dilangsungkan masih banyak terjadi dalam masyarakat, hal itu disebabkan karena perkawinan yang dilangsungkan tersebut cacat hukum. Pembatalan perkawinan tersebut didasarkan karena adanya syarat-syarat perkawinan yang tidak dipenuhi sehingga menyebabkan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum yang berlaku. Salah satu contohnya yaitu dalam putusan Pengadilan Agama Banda Aceh Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna yang latar belakang pengajuan pembatalan perkawinannya disebabkan karena perkawinan dilangsungkan dengan berwalikan calon mempelai perempuan sendiri dan adanya pemalsuan identitas. Dari uraian tersebut timbulah pertanyaan apakah putusan Pengadilan Agama Banda Aceh Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna bertentangan dengan Peraturan dalam Undang?Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, kemudian bagaimana status terhadap suami isteri, harta bersama dan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah dibatalkan. Untuk dapat mencari jawaban masalah ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan dan didukung dengan wawancara kepada nara sumber. Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna perkawinan dibatalkan karena adanya wali nikah yang tidak sah dan pemalsuan identitas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap dasar pertimbangan Hakim Majelis pada putusan tersebut telah tepat sesuai dengan hukum Islam dan peraturan perundang?undangan yang berlaku khususnya mengenai perkawinan, hanya saja hakim kurang menambahkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang?Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan untuk merujuk pada Pasal 71 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan yaitu segala hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi tidak ada, dan keputusan pembatalan tersebut tidak berlaku surut terhadap anak?anak yang dilahirkan dari perkawinan dan anak tetap menjadi anak yang sah serta terkait harta bersama pembagiannya diserahkan kepada masing?masing pihak sesuai dengan kesepakatan.

Most of the marriage in the community is annulled due to invalidity. The annulment of marriage is resulting from the failure to the terms of marriage thereby making the marriage invalid according to the applicable regulation. One of the examples is judgment of Banda Aceh Religious Court Number Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna that annulled a marriage because the guardian is the bride herself and because of falsification of identify. From the description, there is a question, does the judgment of Banda Aceh Religious Court Number 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna contravene the Law Number 1 Of 1974 and the Compilation of Islamic Law?, and then what is the status of the married couple, mutual property and children born from the marriage so annulled?. To answer the question, the writer uses juridical and normative research method by using secondary data from the literature supported with the interview with the resources persons. In the Judgment of the Religious Court Number 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna, the marriage is annulled due to invalid status of the guardian and falsification of identity. The research to the consideration basis of the Council of Judges indicates that the Judgment is not in contravention of the applicable legislation, particularly that on marriage, but the judges lacks the Article 2 paragraph (1) of Law Number 1 Of 1974 on Marriage to refer to Article 71 point (e) Compilation of Islamic Law. Legal consequences of the annulment of marriage are all rights and obligations of the married couple become non-existing, and the judgment of annulment is not retroactive to the children born from the marriage and the children remain being legitimate children and the division of mutual property is submitted to the respective parties in accordance with the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gideon Mario
"Perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat, dapat diajukan permohonan pembatalan ke Pengadilan. Pada kenyataannya banyak sekali alasan yang dapat diajukan untuk melakukan pembatalan perkawinan. Bentuk penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang secara yuridis mengacu pada norma hukum yang terdapat di peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pembatalan perkawinan. Pada penulisan ini, penulis berusaha melakukan analisis apakah pertimbangan hakim dalam putusan nomor 0294/Pdt.G/2009/PA.JS sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pembatalan perkawinan. Alasan pembatalan perkawinan dalam kasus ini adalah karena kelainan seksual. Kelainan seksual dalam kasus ini baru diketahui setelah pernikahan berjalan 3 bulan. Sehingga dalam penulisan ini penulis mencoba untuk menganalisis apakah kelainan seksual termasuk dalam klausa penipuan dan salah sangka seperti yang terdapat pada Pasal 27 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Ternyata dapat ditemukan bahwa kelainan seksual dapat dijadikan alasan pembatalan perkawinan karena termasuk dalam klausa penipuan dan salah sangka. Penulis menyarankan kepada setiap pasangan yang akan melangsungkan perkawinan untuk lebih terbuka kepada pasangannya.

A marriage which doesn?t fulfill the conditions, can be filed for annulment to the court. In fact many reasons can be proposed to cancel the marriage. The form of this paper is the normative juridical research studies that are legally refers to legal norms contained in laws and regulations relating to the marriage annulment. At this paper the authors try to do an analysis from the verdict of south Jakarta Religious Court No. 0294/Pdt.G/2009/PA.JS. Marriage annulment reason in this case is due to sexual variations. Sexual abnormality in this case be known after the marriage runs 3 months. The author tried to analyze what sexual variations include the clause fraud and one thought as found in Article 27 paragraph (2) of Act 1/74 and Article 72 paragraph (2) Compilation of Islamic Law. Finally author also found that sexual abnormality can be grounds for marriage annukment, including the clause fraud and wrong. Authors recommend to every couple who will be more receptive to mating for the spouse."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cakra Andrey Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pembatalan perkawinan yang diatur dalam ketentuan hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Undang-Undang Nomor 1 Tahuin 1974 Tentang Perkawinan, dan Peratutran Pelaksananya yaitu, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, terhadap perkawinan yang dimohonkan pembatalan di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan Nomor. 317/Pdt.G/2010/PA.JP. serta mengetahui akibat hukum yang terjadi akibat pembatalan perkawinan tersebut. Permohonan pembatalan perkawinan dalam kasus diatas bermula dari diketahuinya status Tergugat yang ternyata ketika menikah dengan Penggugat menggunakan identitas diri yang tidak benar. Kenyataan tersebut merupakan bukti tidak terpenuhinya salah satu syarat perkawinan yang mengakibatkan perkawinan itu dapat dimohonkan pembatalan. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang penulisan Skripsi ini dengan metode pendekatan yuridis normatif, artinya mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat Adanya pembatalan perkawinan tersebut memberikan akibat hukum bagi harta suami istri, Secara prinsip, harta bersama yang diperoleh selama perkawinan menjadi hak bersama, akibat putusan pembatalan perkawinan tidak boleh merugikan pihak yang beritikad baik yang dalam karya tulis ini adalah Penggugat, bahkan bagi pihak yang beritikad buruk harus menanggung segala kerugian. Sedangkan bagi Pihak Ketiga yang beritikad baik pembatalan perkawinan tidak mempunyai akibat hukum yang berlaku surut, jadi segala perbuatan perdata atau perikatan yang diperbuat suami istri sebelum pembatalan perkawinan tetap berlaku, dan ini harus dilaksanakan oleh suami istri tersebut.

This research was aimed to elaborate the regulations regarding marriage annulment in the Law number 1 year 1974, Islamic Law Compilation, and the implementing regulation, including Goverment Regulations No. 9 year 1975, and it’s implementation on request for marriage annulment before the Central Jakarta Religious Court, also the effect resulted from the judgment over the case. The request for annulment was submitted on the grounds of identity forgerys applied by the brides. Such forgery is not in accordance to requirements of marriage lagality, resulting such marriage coul be requested to be annuled. Thus, it is background for the reasearch, which acquired Juridical Normative method. The annulment of the marriage it self has deep impact to the marital property, and the annulment of that marriage shall not resulting the parties to suffer any loss, eith the good faith priciple. To any third party who also the good faith, no retroactive effects of those annulment could be applied. Thus, all of the civil acts or any civil relations personally have been done by the parties before the annulment are still being in force."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naqiya Nazzaha
"Perkawinan yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 adalah perkawinan yang menuju pembentukan keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dalam bahasa umum lazim dinamakan membentuk keluarga yang sakina, mawaddah dan warahmah, penuh dengan kedamaian dan limpahan kasih sayang. Sejalan dengan Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam pada asasnya menganut asas monogami. Namun Agama Islam tidak melarang poligami dengan persyaratan khusus serta adanya pembatasan jumlah istri. Dalam praktek ternyata masih terdapat pelanggaran atas pelaksanaan poligami.
Dalam penulisan ini, kasus yang akan dibahas adalah adanya gugatan pembatalan perkawinan dari seorang istri pertama atas perkawinan kedua suaminya, namun gugatan baru diajukan ketika suami telah meninggal dunia. Dalam penulisan ini permasalahan yang akan dibahas apakah pertimbangan hakim telah tepat dalam memutuskan gugatan pembatalan perkawinan tersebut serta akibat hukum dari putusan tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan data utama yang digunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Hasil dari analisi adalah bahwa Majelis Hakim dalam memutuskan kasus kurang tepat dan cermat karena hanya melihat dari segi formil saja dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain terutama aspek materiil dari perkawinan itu sendiri. Akibat hukum dari putusan tersebut adalah terhadap anak, harta benda selama perkawinan dan pihak ketiga.
Saran dalam penulisan ini adalah bahwa dalam memutuskan perkara Majelis Hakim hendaknya mencari dan menemukan hukum yang sensitif terhadap kebutuhan perlindungan hukum bagi perempuan dan anakanak, khususnya dalam kaitannya dengan poligami yang dilakukan oleh suami.

Marriage referred to the Law No. 1 of 1974 regarding Marriage Law is a marriage that led to the formation of a family or household that is happy and eternal based on God that is in common language commonly called a family who sakinah, mawaddah and warahmah, full of peace and abundance of affection. In line with the Marriage Law, Islamic Law in principle follows the principle of monogamy. But Islam does not prohibit polygamy with special requirements as well as the restrictions on the number of wives. In practice it turns out there is still a violation of the implementation of polygamy.
In this study, a case that will be discussed is the marriage of a lawsuit over the first wife of her husband's second marriage, but a new lawsuit filed when the husband had died. In this paper the issues to be discussed whether the judge has the right considerations in deciding the lawsuit marriage and the legal consequences of the decision.
The method used is a method of research literature normative juridical, with the main data used secondary data obtained from the literature materials in the form of primary legal materials, secondary and tertiary.
The results of the analysis is that the judges in deciding cases less precise and careful because just look at the formal terms only and does not take into consideration other aspects, especially the material aspects of the marriage itself. The legal consequences of the verdict are against the child, property during the marriage and the third party.
The suggestions in this paper is that the judge the judges should look for and find the law that is sensitive to the needs of legal protection for women and children, particularly in relation to marriage by the husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Herma Desfira
"Perkawinan merupakan salah satu cara bagi manusia untuk melanjutkan keturunan. Akan tetapi, perkawinan tidak hanya sekedar suatu hubungan badan, melainkan pula merupakan suatu hubungan perikatan antara suami dan isteri. Dengan adanya hubungan perjanjian perikatan tersebut, maka perkawinan menimbulkan segala akibat hukum di dalamnya. Menurut pasal 2 ayat (1) UU No. 1, suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya. Kemudian, pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, ditentukan bahwa tiap-tiap perkawinan tersebut harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010, pencatatan perkawinan tidak menjadi faktor yang menentukan keabsahan perkawinan, melainkan sebagai kewajiban administratif. Meskipun pencatatan perkawinan tidak menjadi faktor yang menentukan keabsahan perkawinan, tetapi kedudukan pencatatan perkawinan di sini memiliki peranan yang sangat penting untuk memberikan kejelasan pada peristiwa perkawinan yang terjadi. Selain itu, pencatatan perkawinan tersebut juga berfungsi sebagai alat pembuktian yang sempurna di hadapan pengadilan. Undang-undang kita memungkinkan dilakukan pembatalan perkawinan dengan alasan-alasan tertentu. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974, suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pada penelitian ini, Penulis hendak meneliti apakah perkawinan yang tidak dicatatkan dapat dijadikan dasar pengajuan permohonan pembatalan perkawinan. Adapun metode penelitian yang digunakan ialah yuridis-normatif dengan jenis data sekunder. Jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini ialah bahan hukum primer, yaitu KUH Perdata, UU Perkawinan, dan beberapa peraturan perundang-undangan terkait; dan bahan hukum sekunder, yaitu bukubuku hukum, serta jurnal ilmiah.

Marriage is one way for humans to continue their offspring. However, marriage is not just a physical relationship, but also an engagement relationship between husband and wife. With the engagement agreement, the marriage has all the legal consequences in it. According to article 2 paragraph (1) of Law no. 1, a marriage is valid if it is carried out according to the laws of their respective religions and beliefs. Then, in Article 2 paragraph (2) of Law no. 1 of 1974, it is determined that each of these marriages must be registered in accordance with the applicable laws and regulations. According to the Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010, marriage registration is not a factor that determines the validity of a marriage, but as an administrative obligation. Although marriage registration is not a factor that determines the validity of a marriage, marriage registration has a very important role in determining a marriage event that occurs. In addition, the registration of the marriage also serves as a perfect means of proof before the court. Our law supports marriage for certain reasons. Based on Article 22 of Law no. 1 of 1974, a marriage can be annulled if the parties do not meet the requirements to enter into a marriage. In this study, the author wants to examine whether unregistered marriages can be used as the basis for submitting a marriage application. The research method used is juridical-normative with secondary data types. The types of secondary data used in this study are primary legal materials, namely the Civil Code, Marriage Law, and several related laws and regulations; and secondary legal materials, namely books
law, and scientific journals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Al Litani
"Pembatalan perkawinan sebagai suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh putusan pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan batal. Penyebab pembatalan perkawinan adalah perkawinan yang tidak memenuhi rukun dan syarat atau terdapat adanya halangan perkawinan dan kedua disebabkan terjadinya sesuatu dalam kehidupan rumah tangga yang tidak memungkinkan rumah tangga dilanjutkan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim Pengadilan Agama yang mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dan perspektif tujuan hukum Islam dalam putusan hakim Pengadilan Agama yang mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor: 0174/Pdt.G/2020/PA.Tnk. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertimbangan hakim Pengadilan Agama yang mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan semata-mata didasarkan pada bukti, saksi dan fakta persidangan yang terungkap dari pihak penggugat, karena pihak tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan. Majelis Hakim menemukan fakta-fakta bahwa pernikahan antara penggugat dan tergugat terjadi karena adanya paksaan dan ancaman dari orang tua Penggugat yang menjodohkan Penggugat dengan Tergugat, sehingga tidak ada dasar cinta dalam perkawinan tersebut. Majelis Hakim menimbang bahwa dalam perkara ini alasan diajukannya permohonan pembatalan perkawinan terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, bahwa perkawinan yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat dilangsungkan di bawah ancaman dan hal itu melanggar hukum oleh karenanya gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan menetapkan membatalkan Perkawinan Penggugat dengan Tergugat. Putusan hakim Pengadilan Agama yang mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor: 0174/Pdt.G/2020/PA.Tnk sesuai dengan perspektif tujuan hukum Islam (maqashid al-syari’ah) dan sudah tepat atau sesuai karena memberikan maslahat yaitu terlepasnya Penggugat dari penderitaan batin yang dialaminya karena perkawinan di bawah paksaan

Marriage annulment is an action taken to obtain a court decision which states that the marriage is null and void. The cause of the annulment of marriage is a marriage that does not meet the pillars and conditions or there are marital obstacles and the second is due to something happening in domestic life that does not allow the household to continue. The problem in this study is regarding the consideration of the Religious Court judges who granted the marriage annulment suit and the perspective of the objectives of Islamic law in the decision of the Religious Court judges who granted the marriage annulment suit in the Tanjung Karang Religious Court Decision Number: 0174/Pdt.G/2020/PA.Tnk. The method used to answer these problems is normative juridical research, using secondary data obtained through library research. The results of the analysis show that the considerations suit was based solely on evidence, witnesses and trial facts revealed by the plaintiff, because the defendant was never present at the trial. The Panel of Judges found facts that the marriage between the plaintiff and the defendant occurred because of coercion and threats from the Plaintiff's parents who matched the Plaintiff with the Defendant, so that there was no basis of love in the marriage. The Panel of Judges considered that in this case the reasons for submitting the application for annulment of marriage were fulfilled as stipulated in Article 72 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law, that the marriage that occurred between the Plaintiff and the Defendant was carried out under threat and it violated the law, therefore the Plaintiff's claim could be granted with decides to cancel the Plaintiff's Marriage with the Defendant. The decision of the Religious Court judge who granted the marriage annulment suit in the Tanjung Karang Religious Court Decision Number: 0174/Pdt.G/2020/PA.Tnk in accordance with the perspective of the objectives of Islamic law (maqashid al-syari'ah) and is appropriate or appropriate because it provides benefits namely the release of the Plaintiff from the mental suffering he experienced because of a forced marriage"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Wulan Suci Siswanto
"Tulisan ini berfokus pada analisis mengenai pembatalan perkawinan karena salah sangka terhadap diri pasangan dalam Putusan No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn dengan mengacu pada UU No. 1 Tahun 1974 yang diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 (UU Perkawinan). Adapun metode penulisan yang digunakan adalah doktrinal dengan studi kepustakaan. Salah sangka terhadap diri pasangan didefinisikan ahli hukum dan para hakim terdahulu sebagai suatu penipuan identitas yang disengaja mengenai dirinya karena tidak terdapat pengaturan mendetail yang mendefinisikan salah sangka di dalam UU Perkawinan. Selaras dengan hal tersebut, Putusan No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn mengandung pokok perkara mengenai salah sangka mengenai diri istri yang diajukan oleh Pemohon. Pemohon menilai bahwa terdapat kebohongan mengenai latar belakang profesi, pendidikan, domisili, serta sikap Termohon yang tidak sesuai dengan sangkaannya sebelum perkawinan. Hakim dalam perkara mengabulkan permohonan Pemohon selaku suami secara seluruhnya dengan mempertimbangkan adanya kebohongan mengenai identitas diri istri selaku Termohon. Penulis menilai bahwa No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn telah sesuai dengan UU Perkawinan, tetapi tidak menyetujui pertimbangan hakim yang menafsirkan sikap pemarah Termohon dan percekcokan setelahnya sebagai suatu salah sangka, karena tidak relevan dengan penipuan identitas yang dilakukan Termohon dan merupakan sebab akibat dengan hak nafkah Termohon yang tertahan. Dalam menghadapi kekosongan hukum terkait salah sangka, hakim juga tidak mengakomodasi hukum agama Kristen yang dianut Pemohon dan Termohon serta memberi pertimbangan yang kurang cermat yang tidak didasarkan pada pengaturan selain UU Perkawinan. Penulis menilai bahwa hakim kurang mencerminkan penguasaan hukum. Dibutuhkan pula pengaturan yang spesifik mengenai definisi dan kategorisasi salah sangka untuk menciptakan kepastian hukum.

This paper analyzes marriage annulment due to false presumption towards the spouse in District Court Decision No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn with reference to Law No. 1 of 1974 which was amended by Law No. 16 of 2019 (Marriage Law). The writing method used is doctrinal method with literature study. False presumptions as the basis of marriage annulment has been defined by legal experts and previous judges as deliberate identity fraud regarding oneself due to unavailable provisions in defining false presumptions in the Marriage Law. In accordance with this, District Court Decision No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn contains the subject of the case regarding false presumptions submitted by the husband as Petitioner. The Petitioner considered that there were lies regarding the Respondent's professional background, education, domicile, and attitude which did not match Petitioner presumptions before the marriage. The judge granted the Petitioner's petition in its entirety taking into account the lies regarding the wife's identity as the Respondent. The author considers that No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn was in accordance with the Marriage Law, but disagree with the judge's consideration which interpreted the Respondent's temperament and subsequent quarrel as a false presumptions, owing to the fact that it was irrelevant to the identity fraud committed by the Respondent and was a causality of the Respondent's livelihood being withheld. In facing the legal vacuum related to false presumptions, the judge also did not accommodate the Christian religious law adhered to by the Petitioner along with Respondent and gave inaccurate considerations that were not based on regulations other than the Marriage Law. In addition, the author considers that judges do not reflect their mastery of the law. Specific regulations are also needed regarding the definition and categorizations of false presumptions to contribute and construct legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chyka Yustika Anggraini
"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) telah mengatur mengenai Pembatalan Perkawinan dalam ketentuan Pasal 22 sampai dengan Pasal 28. Hal-hal yang diatur mengenai Pembatalan Perkawinan di dalam UU Perkawinan sendiri adalah mengenai alasan-alasan apa saja yang dapat menjadi penyebab dibatalkannya suatu perkawinan. Bahwa secara keseluruhan dibatalkannya suatu perkawinan adalah karena tidak dipenuhinya syarat-syarat bagi suami dan/atau isteri untuk melangsungkan perkawinan. Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa salah satu alasan suatu perkawinan dapat dimohonkan pembatalannya adalah karena terdapat salah sangka atas diri suami atau isteri. Ketentuan inilah yang menjadi dasar adanya permohonan perkawinan yang diajukan Pemohon dalam perkara Nomor 1360 K/Pdt/2012, dimana Pemohon yang berkedudukan sebagai Isteri mendalilkan telah adanya salah sangka terhadap keadaan orientasi seksual Termohon—suami yang dinikahinya. Hakim pada Pengadilan Negeri maupun sampai dengan Mahkamah Agung, menolak adanya permohonan ini dengan alasan bahwa keadaan salah sangka tidak mencakup keadaan orientasi seksual dan perkawinan yang terjadi tidak menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, setelah dikaji lebih lanjut dapat dipahami bahwa perkawinan yang demikian sebenarnya telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan yang mengamanatkan kehidupan perkawinan yang langgeng. Lebih lanjut, dikaitkan dengan kajian psikologis mengenai kelainan orientasi seksual, dapat dipahami bahwa orientasi seksual merupakan bagian dari identitas diri seorang individu, sehingga merupakan bagian dari diri seseorang sebagaimana rumusan dari Pasal 27 ayat 2 UU Perkawinan. Untuk itu perkawinan yang demikian sepatutnya dibatalkan.

Marriage Regulation Number 1 Year 1994 as amended with The First Amendment of Marriage Regulation Number 16 Year 2019 (later on mentioned as “UU Perkawinan”) has regulated the annulment of marriage in the provisions of Article 22 through Article 28. UU Perkawinan regulates regarding what are the reasons that can be the cause of marriage being annulled. In general, the annulment of marriage can happen because of the conditions that already been established in UU Perkawinan is not fulfilled by the husband and/or the wife. In the provision of Article 27 verse (2) mentioned that one of the reason why marriage can be annulled is because there has been such misinterpretation towards the husband and/or the wife. This provision later became the main reason of marriage annulment petition that requested by the applicant in the case number 1360 K/Pdt/2012 in which the applicant has a legal standing as the wife that postulates that there had been some sort of misinterpretation towards her husband’s sexual orientation. Judges in Pengadilan Negeri and Mahkamah Agung rejected this petition with consideration that misinterpretation as mentioned in the provision of Article 27 verse 2 can not be applied for sexual orientation and there was no one in that marriage violates marriage law, thus, the petition can not be granted. However, after further study it can be understood that this kind of marriage is not comply with the provision of Article 1 UU Perkawinan which mandates that any marriage should expected to be last for a lifetime. Furthermore, related with physicology perspective regarding sexual orientation, it can be understood that sexual orientation is a part of the identity of an individual, therefore it is part of oneself as is mentioned in the Article of 27 verse (2) UU Perkawinan. For this reason such marriages should be cancelled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>