Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140126 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adiguna Purnama
"Di dalam dunia usaha, merupakan suatu hal yang wajar jika semua pengusaha saling berkompetisi untuk menjual produk-produknya yang berupa barang dan/atau jasa. Pada produk-produk mereka yang dijual di pasaran itu, mereka menggunakan merek dagang sebagai alat untuk mengidentifikasi produk mereka dan membedakannya dengan produk yang dihasilkan oleh pengusaha-pengusaha lainnya. Namun merek dagang yang memiliki fungsi untuk mengidentifikasi dan membedakan suatu produk itu, sering menjadi sasaran penyalahgunaan oleh pihak lain secara melawan hukum. Bahkan merek dagang milik pengusaha lain sering ditiru atau digunakan oleh pihak atau pengusaha yang sebenarnya bukan pemilik yang sah atas merek dagang tersebut, kemudian didaftarkan ke Kantor Merek sebagai usaha mengklaimnya. Untuk melindungi merek-merek yang dimiliki dan digunakan oleh para pengusaha, serta untuk menghindari pelanggaran hukum seperti itu, pemerintah Indonesia membentuk suatu ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang mengatur sahnya pendaftaran suatu merek dagang, yaitu kewajiban beritikad baik dalam mendaftarkan suatu merek dagang. Penelitian ini akan meninjau asas pendaftaran dengan itikad baik dalam merek di Indonesia, kemudian membandingkannya dengan di Inggris yang sama-sama mengacu kepada ketentuan-ketentuan Internasional yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual, khususnya merek dagang.

In the business world, it is a natural thing that all entrepreneurs compete to sell their products in the form of goods and/or services. On their products sold in the market, they use trademarks as a tool to identify and to distinguish their products with other products produced by other entrepreneurs. However, a trademark which has a function to identify and to distinguish a product, often became a target for abuse by other party or entrepreneur unlawfully. Even a trademark of another entrepreneur often imitated or used by the other party who is not the legal owner of such trademark, and then register it to the Trademark Office in an effort to claim it. In order to protect the trademarks that are owned and used by entrepreneurs, as well as to avoid violation of such laws, the Indonesian government established a provision in the Law No. 15 Year 2001 concerning on Marks which regulating the validity of the registration of trademark, namely the obligation of acting in good faith in registering a trademark. This study will review the principle of good faith in the registration of a trademark in Indonesia, and then compare it to the United Kingdom, which equally refer to the International provisions relating to the intellectual property, particularly a trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Widyanti Worowirasmi
"Merek merupakan salah satu elemen yang penting di dalam dunia Perdagangan, keberadaan merek ditujukan sebagai suatu identitas dari pelaku usaha tertentu. Walaupun demikian dalam pendaftarannya sering kali terdapat kendala yaitu adanya penolakan terhadap merek yang serupa atau sama dengan merek terdaftar padahal pemohon tidak memiliki itikad buruk terhadap pendaftarannya tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ditemukan adanya konsep perjanjian yaitu Trademark Coexistence Agreement. Walaupun demikian pembahasan atau pengaturan terkait hal ini belum diterapkan di seluruh negara, salah satunya Indonesia. Sebagai pembanding, pada tesis ini akan dibahas mengenai Trademark Coexistence Agreement di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Singapura. Selain itu, tesis ini juga membahas mengenai penggunaan dari Trademark Coexistence Agreement dan pengaruhnya di dalam pendaftaran merek dan bagi kantor merek seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan bagaimana urgensinya di Indonesia. Metode yang digunakan di dalam tesis ini adalah Yuridis-Normatif yang didukung dengan bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta menggunakan pendekatan konseptual dan komparatif terhadap hukum merek yang berlaku di negara lain.

Trademark is one of the important elements in the world of commerce, as it serves as an identity for a particular business entity. However, during its registration, there are often obstacles such as the rejection of similar or identical trademarks, even though the applicant has no malicious intent towards the registration. To address this issue, the concept of a Trademark Coexistence Agreement has been introduced. However, the discussion and regulation regarding this matter have not been implemented in all countries, including Indonesia. As a comparative study, this thesis will discuss the Trademark Coexistence Agreement in several countries such as the United States and Singapore. Furthermore, this thesis also examines the usage of the Trademark Coexistence Agreement and its influence on trademark registration and intellectual property offices such as the Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, as well as its urgency in Indonesia. The method in writing this thesis is juridical-normative research that also been supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. This thesis also uses a conceptual and comparative approach to trademark law in other countries."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Sugiatno Samingan
"Berkembangnya perdagangan yang melewati batas-batas negara dan adanya perdagangan bebas mengakibatkan semakin terasa kebutuhan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual yang sifatnya tidak lagi timbal balik, tetapi sudah menjadi urusan masyarakat internasional. Organisasi Perdagangan Dunia WTO mengatur dan mewajibkan negara-negara anggotanya untuk memberikan perlindungan yang ketat terhadap hak kekayaan intelektual. Indonesia sebagai anggota WTO telah mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang hak kekayaan intelektual, selain itu negara-negara anggota WTO harus menetapkan otoritas kepabeanan untuk menegakkan hukum hak atas merek dan hak cipta. Dalam posisinya sebagai otoritas pengawas lalu lintas barang baik yang masuk maupun yang keluar dari wilayah pabean Indonesia, otoritas kepabeanan diwajibkan mengendalikan, mengawasi dan menegakkan hukum atas impor atau ekspor barang hasil pelanggaran hak intelektual sebagai lanjutan dari ratifikasi persetujuan WTO untuk memberikan perlindungan kepada pemilik hak. Dengan meningkatnya upaya perlindungan hak atas merek dan hak cipta, peran pihak otoritas kepabeanan dalam melaksanakan perlindungan hak kekayaan intelektual juga semakin penting, karena tugas dan wewenangnya yang sangat efektif dalam menghadapi perdagangan barang khususnya terhadap barang-barang yang diduga melanggar hak atas merek dan hak cipta, baik barang yang dipalsukan maupun barang hasil bajakan sebelum beredar ke pasar domestik atau sebelum barang tersebut di ekspor keluar wilayah pabean Indonesia. Praktek peredaran barang palsu atau bajakan menyebabkan sejumlah kerugian ekonomi. Selain itu, pemalsuan dan pembajakan memiliki efek merugikan bagi kesehatan publik dan keamanan produk. Selanjutnya, pemalsuan merek maupun pembajakan hak cipta merupakan masalah yang perlu dicarikan solusi tindakan untuk memberantasnya. Banyaknya pemalsuan merek, pembajakan hak cipta ataupun pelanggaran hak kekayaan intelektual, konsekuensi logisnya dapat menimbulkan sanksi masyarakat internasional terhadap Indonesia. Sanksi tersebut tidak hanya berdampak ekonomis serta moral yang dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Jika Indonesia tidak dapat melaksanakan penegakan hukum hak atas merek dan hak cipta secara efektif dan memadai, Indonesia akan dikucilkan dari pergaulan internasional. Terdapat beberapa kesimpulan hasil penelitian yang dicapai dari penelitian ini yakni: Pertama, bahwa penegakan hukum hak atas merek dan hak cipta yang dilaksanakan oleh otoritas kepabeanan belum efektif untuk memberikan perlindungan kepada pemilik hak ditinjau dari sudut pandang peraturannya; Kedua, penegakkan hukum hak atas merek dan hak cipta untuk memberikan perlindungan kepada pemilik hak belum efektif karena adanya hambatan dari faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum; Ketiga, dalam upaya mencegah pelanggaran hak atas merek dan hak cipta, perlu dipertimbangkan adanya sistem pengelolaan terintegrasi antar institusi yang berkaitan dengan efektivitas penegakkan hukum oleh otoritas kepabeanan dalam pelaksanaan perlindungan hak.

The development of cross border trade and the presence of free trade have resulted in more senses for the needs of protection against intellectual property rights which its character is no longer reciprocal, but it has become international community affairs. World Trade Organization WTO has regulated and obligated its member countries for providing tight protection against intellectual property rights. Therefore, Indonesia as a member of WTO has promulgated law regulating intellectual property rights. Apart from that, the member countries of WTO have to stipulate customs authorities for enforcing the law on intellectual property rights. In its position as supervisory authority for goods, both entering to as well as outgoing from the Indonesian customs territory, the customs authority is obligatory to control, supervise and enforce the law on import or export of goods resulting from violation to trademark and copyright as continuation from WTO approval ratification for providing protection to the rights holder. By increasing efforts of protection for trademark and copyright, the role of customs authority in implementing protection to trademark and copyright is also getting more important, because their duties and authorities are quite effective in facing trade of goods particularly against goods which are suspected to violate trademark and copyright, both goods which are falsified and goods resulting from the result of piracy prior to circulation to domestic market or before such goods are exported outside the Indonesia customs territories. The circulation of falsified or pirated goods has caused an amount of economic losses. Other than economic impact, falsification and piracy have adverse effect to public health and product safety. Trademark falsification as well as piracy of copyright goods constitutes a problem with needs to look for solution of action for fighting against it. The increasing number of counterfeit trademark, pirated copyright goods or violations to intellectual property rights may arise in international community sanction against Indonesia. Such sanction may have economic as well as moral impact which can reduce the dignity and prestige of the Indonesian nation. If Indonesia is unable to execute the enforcement against trademark and copyright effectively and sufficiently, Indonesia will be isolated from international society. The results as achieved from this research are Firstly that enforcement of trademark and copyright as executed by customs authority have not been effective to provide protection to the owner of right as viewed from the perspective of its regulation. Secondly apart from that, enforcement against trademark and copyright for providing protection to the rights holder has not been effective because there are obstacles from the factors which have influenced the effectiveness of enforcement. Thirdly in the efforts of preventing violation to the trademark and copyright it needs to be taken into account the presence of inter authorities integrated management system in the implementation of trademark and copyright protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
D2341
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Faradissa Testa
"Merek memiliki peran penting dalam jalannya kegiatan usaha terkhusus bagi produsen (pemilik usaha) dan konsumen. UU No. 20 Tahun 2016 memberikan ketentuan terkait kriteria merek yang tidak dapat diterima (Pasal 20) dan kriteria merek yang ditolak (Pasal 21). Dalam hal adanya suatu merek terdaftar yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21, maka pihak yang berkepentingan atau pemilik merek tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan pembatalan merek. Tahun 2021-2022 pemilik Merek Gudang Garam mengajukan gugatan pembatalan atas Merek Gudang Baru sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby sebagaimana dikukuhkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. Pada putusan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan salah satu amar putusan yang pada pokoknya memerintahkan Direktorat Merek untuk menolak seluruh pendaftaran merek-merek dengan basis kata Gudang Baru, Gudang Baru Origin, dan Gedung Baru yang mempunyai persamaan pada pokoknya dan/atau secara keseluruhan dengan Merek-Merek Terkenal Gudang Garam, dengan ketentuan apabila Direktorat Merek tetap mengabulkan permohonan merek tersebut maka pendaftaran merek dengan sendirinya batal demi hukum. Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menyelesaikan dan menjatuhkan putusan a quo tidak sesuai dengan ketentuan, prosedur dan pengaturan terkait pembatalan merek sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Pasal 92 UU No. 20 Tahun 2016, serta pengaturan penolakan pendaftaran merek khususnya Pasal 19 ayat (3) Permenkumham No. 67 Tahun 2016. Seharusnya suatu putusan khususnya putusan perdata tidak memberikan dampak terhadap pihak dan objek perkara diluar sengketa. Bunyi putusan seperti ini merupakan bunyi putusan yang baru dalam putusan sengketa pembatalan merek yangmana juga menimbulkan dampak hukum terhadap permohonan pendaftaran merek yang melibatkan beberapa aspek yakni terhadap Direktorat Merek, terhadap pihak ketiga, dan terhadap konsep pembatalan itu sendiri.

Trademark plays an important role in business activities, especially for producers (business owners) and consumers. Law No. 20 of 2016 regulates criteria for unacceptable trademark (Article 20) and the criteria for to be rejected trademark (Article 21). In the case of a registered trademark does not comply with the provisions of Article 20 and Article 21, interested parties can file a lawsuit for the cancellation of the relevant trademark. In 2021 to 2022 the owner of Gudang Garam Trademark filed a lawsuit for the cancellation of the Gudang Baru Trademark, as decided in Commercial Court Decision No. 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby, as confirmed by Supreme Court Decision No. 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. In this case, the panel of judges issued a ruling that ordered the Trademark Office to reject all trademark application that contains the words "Gudang Baru," "Gudang Baru Origin," and "Gedung Baru" that are substantively similar or identical to the well-known Gudang Garam trademark, and if the Trademark Office still grants the registration of such trademarks, the registration will be automatically considered null and void. The judge, in performing their duties and authority in resolving and issuing the aforesaid decission did not comply with the procedures, and regulations related to trademark cancellation as stipulated in the applicable legislation, particularly Article 92 of Law No. 20 of 2016, as well as the regulations concerning refusal of a trademark registration Article 19 paragraph (3) of Minister of Law and Human Rights Regulation No. 67 of 2016. A judge’s civil decision are not supposed to create impact on parties and matters out of the dispute. Such wording is a new and out of the usual of trademark cancellation disputes, which would have legal implications to trademark application that involves several aspects namely the Trademark Office, third parties, and the concept of cancellation itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradita Lanuansha Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan asas itikad baik kaitannya dengan kebebasan berkontrak dalam sebuah perjanjian khusus yang dalam penulisan ini membahas mengenai perjanjian franchise. Perjanjian franchise merupakan bentuk dari kebebasan berkontrak, maka dalam pembuatannya harus mengandung unsur keadilan. Dengan adanya itikad baik maka diharapkan para pihak, pemberi dan penerima waralaba, memiliki kesadaran tinggi untuk memperhatikan kebutuhan pihak lain dan tidak bertindak sewenang- wenang demi keuntungan dirinya sendiri. Tipe penelitian ini adalah normatif yuridis, dengan melakukan pendekatan dari sisi perundang-undangan dan menganalisis putusan pengadilan menggunakan metode kepustakaan.
The present thesis will discuss the application of good faith principle according to freedom of contract in a special obligation, in this case, is franchise agreement. Franchise agreement is a form of freedom of contract, then it should be having a freedom on its making which fairness should be including. It is highly expected that by implementing good faith principle on a contract, both parties which are franchisor and franchisee will have a high awareness towards the needs of the other party and not to exploit the other party’s weakness in the name of his own interest. Type of the research is normative juridicial, by doing statue approach and analyzing court judgement altogether using the methods of library research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S64837
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Oloan
"Sebagai salah satu wujud karya intelektual merek memainkan peranan yang sangat penting dalam dunia perdagangan barang dan jasa serta perkembangan ekonomi secara global. Selain berfungsi sebagai tanda pengenal atas suatu produk baik barang maupun jasa yang dimiliki oleh seseorang, merek juga berfungsi sebagai pembeda antara produk barang atau jasa dari satu produsen dengan produsen lainnya. Sedemikian pentingnya arti sebuah merek sehingga menjadikannya bagian kekayaan yang sangat berharga secara komersial, yang keberadaanya lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil sebuah perusahaan. Tidak hanya itu pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar seringkali merek dijadikan komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan dan peniruan yang menjurus pada persaingan curang didasari itikad tidak baik yang pada akhirnya akan berdampak kerugian tidak hanya terhadap pemilik merek tetapi juga para konsumen itu sendiri. Adapun motif dan alasannya adalah memperoleh keuntungan dalam waktu yang relatif singkat, dengan cara mendompleng ketenaran merek pihak lain yang sudah tekenal, tanpa melalui promosi yang memakan waktu lama dan biaya yang sangat besar. Mengenai merek terkenal hingga saat ini belum terdapat definisi yang jelas, baik didalam ketentuan internasional maupun nasional sehingga situasi yang demikian sering dimanfaatkan oleh para oknum pengusaha lokal dalam melakukan pelanggaran terhadap merek terkenal di Indonesia. Dari penjelasan diatas terdapat tiga hal yang mendasari tesis ini, yakni Hak-hak apa sajakan yang dimiliki oleh pemilik merek terkenal dalam hal ini Christian Dior Couture sebagai pemilik merek dagang DIOR, Upayaupaya apa yang dapat ditempuh oleh Christian Dior Couture sebagai pemilik merek terkenal terkait dengan adanya peniruan atas merek dagang DIOR, Apakah putusan hakim dalam perkara merek DIOR telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Metode penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan di atas adalah dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sedangkan metode pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui library research yang meliputi sumber hukum primer, skunder dan tersier. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif induktif. Berdasarkan penelitian untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap merek, khususnya merek terkenal disarankan agar dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap Undangundang nomor 15 Tahun 2001Tentang Merek guna efektifitas dari Undang-undang tersebut. Diperlukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan dan integritas aparatur penegak hukum dalam hal ini hakim pada Pengadilan Niaga, sehingga dapat lebih berhati-hati dalam memberikan pertimbangan hukum atas perkara merek yang diperiksa. Begitupun kepada aparatur Ditjen HKI dalam hal ini pemeriksa merek perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kemampuan teknis dan integritas petugas pemeriksa merek tersebut, tidak hanya itu yang tidak kalah penting adalah peningkatan sarana dan prasarana penunjang yang berbasis teknologi modern, guna meningkatkan kualitas sistem pemeriksaan merek sehingga terjadinya pelanggaran merek dapat diminimalisir.

As one form of intellectual work, mark plays a very important role in goods and services world trade, as well as global economic developments. In addition to functioning as the identification of a product of both goods and services of the owner, mark also function as a differentiator between the product or service from one manufacturer to the other manufacturers. The importance of mark makes it a valuable part of commercial, of which its existence is more valuable that the real assets of a company. Not only that, the importance of mark in the market life often made it become a popular commodity for trading, which at the end triggers forgery and fraud/impersonation practices that leads to unfair competition and impact not only to the owner but also to the consumers. Most motives are to gain as much benefits in a relatively short time by hijacking the well-known mark that has already been established, without having to spend more cost on the promotion. In regards to the well-known brand, until now, there has been no clear definition, both in the international and national provisions. This situation is often misused and exploited by unscrupulous local businessmen in violation of a well-known mark in Indonesia. From the above explanation, there are three things that underlie this thesis, namely: What are the rights owned by the owner of the well-know marks, in this case Christian Dior Couture as the owner of the trademark Dior?; What efforts can be reached by Christian Dior Couture as the owner of a well-known mark associated with the imitation of the trademark Dior? Is the Judge's ruling in the case of the trademark Dior has been in accordance to the Indonesian Trademark Law No. 15/2001? The research methodology in assessing and addressing the above matters is with the use of descriptive analysis and normative juridical approach through literature review which include a source of primary, secondary and tertiary law. Then the data were analyzed using qualitative methods so that it can be deduced. As the result of the research, in accordance to provide maximum protection for the well-known marks, recommendations are made to improve the Indonesian Trademark Law No. 15/2001 for the Act to become more effective. Necessary efforts are needed to improve the knowledge and integrity of law enforcement officials in this case, the judge in the Commercial Court, to be more cautious in giving legal opinions on examining marks. Likewise, the DG of Intellectual Property Rights apparatus in this cased to improve the technical ability and integrity of the mark inspectors, also to improve the facilities and infrastructure based on modern technology, and to improve the quality of the brand inspection system so that violations of well-know brand can be minimized.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wienda Messabela
"Setiap individu tentu membutuhkan barang dan/atau jasa dalam kehidupan sehari-harinya. Keberadaan barang dan/atau jasa tersebut tentunya tidak terlepas dari aspek merek. Sebagai salah satu bidang dalam Hak Kekayaan Intelektual, merek, khususnya merek terkenal yang lebih ditekankan disini memiliki suatu nilai tersendiri yang bersifat komersil. Merek terkenal umumnya lebih diprioritaskan seseorang dalam menentukan pilihan, dan dengan sendirinya, menjadikan pemilik dari merek terkenal pada umumnya mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pemilik merek biasa.
Dengan tingginya nilai yang terkandung dalam merek terkenal, maka menimbulkan minat dari pihak lain untuk turut dapat menikmati keuntungan merek terkenal tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Cara yang dimaksud adalah dengan pemberian lisensi. Dinyatakan baik dalam ketentuan internasional melalui Paris Convention dan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dan peraturan perundang-undangan nasional melalui Undang-undang Horror 15 tahun 2001 bahwa pemilik merek berhak dan dapat memberikan izin bagi pihak ketiga untuk dapat turut serta menggunakan nama merek yang dimilikinya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Apabila kita berbicara mengenai lisensi, tentunya berbicara mengenai sejumlah hak dan kewajiban baik bagi pemberi lisensi maupun penerima lisensi. Hal ini dikarenakan pada intinya setiap perjanjian menerbitkan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, serta salah satu pihak lainnya yang berhak akan prestasi tersebut. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan hukum yang ada dalam lisensi, serta kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual maka umumnya pemilik merek mengkaji kualitas dari penerima lisensi terlebih dahulu sebelum memberikan lisensinya. Di sisi lain, penerima lisensi juga mengadakan pengkajian terlebih dahulu terhadap merek terkenal yang dimiliki pemberi lisensi. Hal inilah yang menyebabkan perjanjian lisensi dalam bidang merek umumnya terjadi terhadap merek terkenal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Suryadi Setiawan
"Kepailitan telah dikenal di Indonpsia sejak jaman kolonial Belanda, yang diatur dalaln Faillissements verordening stb 1905 217 jo stb 1906 348. dalam perkembangannya peraturan mengenai kepailitan ini terus berkembang dan terakhir diperbarui dengan Undang-undang No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan (UUK). Sebagaimana ketentuan dalam hukum perdata, bahwa prinsip dari kepailitan adalah sitaan umum atas harta si debitur pailit, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak untuk dijadikan jaminan hutang bagi seluruh %reditur dengan mempertimbangkan asas berimbang menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditur. Sitaan umum tersebut dilakukan oleh Kurator melalui penetapan keputusan pailit. Menjadi persoalan adalah ketika dalam pelaksanaan sitaan umum tersebut terdapat hak merek yang merupakan salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan suatu konsep hak kebendaan (dapat dimiliki) dan termasuk kategori benda bergerak tidak berwujud / intangible moveable goods. Terlebih nilai ekonomis atas hak merek tersebut cenderung lebih ditentukan oleh faktor subyektivitas yang nilainya sulit di prediksikan oleh orang awam bahkan Kurator sekalipun. Oleh karena sifat subyektifnya inilah yang dalam beberapa kasus, menyebabkan Kurator tidak memasukkan hak merek ini kedalam budel pailit. Yang menarik dikaji dasar apakah yang memungkinkan hak merek ini dapat dimasukkan menjadi budel pailit sedangkan dalam pasal 20 UUK secara tegas mengecualikan hak cipta dalam budel pailit? Terkait dengan nilai subyektif tersebut, bagaimana perhitungan nilai ekonomis dan proses pencairan budel pailit dalam lingkup pembagian budel pailit kepada masing¬masing kreditumya berikut peralihan hak merek tersebut dan tanggung jawab kurator atas kelalaiannya bilamana tidak memasukkan hak merek tersebut sebagal budel pailit? Disamping itu akan dikaji pula akibat hukum dari suatu putusan pailit terhadap peijanjian lisensi yang telah diberikan oleh pemegang merek kepada penerima lisensi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Andi
"Dalam praktek pergaulan internasional, HKI telah menjadi salah satu isu panting yang selalu diperhatikan oleh kalangan negara - negara maju di dalam melakukan hubungan perdagangan dan atau hubungan ekonomi lainnya, khusus dalam kaitannya dengan Amerika Serikat misalnya, hingga scat ini status Indonesia masih tetap sebagai negara dengan status 'Priority Watch List' (PWL)' sehingga memperlemah negosiasi, globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan transparansi memberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan HKI di Indonesia dimana situasi ini memberikan tantangan kepada Indonesia karena diharuskan untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai atas HKI sehingga menciptakan persaingan yang sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia karena dengan meningkatnya kegiatan investasi yang sedikit banyak melibatkan proses transfer teknologi yang dilindungi HKI-nya supaya dapat terlaksana dengan baik, apabila terdapat perlindungan yang memadai atas HKI itu sendiri di Indonesia.
Mengingat hal-hal tersebut diatas maka tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat kesadaran akan keberhargaan HKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HKI hams dilakukan pads semua kalangan terkait seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya adalah kalangan pars karena dengan kekuatan tinta kalangan jumalis upaya kesadaran akan pentingnya HKI akan relatif lebih mudah terwujud karena selama ini berbagai usaha untuk mensosialisasikan tersebut tampaknya belum cukup berhasil.
Salah satu komponen HKI yang sangat diperlukan perlindungan adalah merek karena mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga bila terjadi penyalahgunaan maupun pemalsuan terhadap merek suatu produk yang sudah terdaftar akan menyebabkan kerugian secara ekonomi bagi pemilik merek tersebut.
Hak atas merek merupakan hak yang konstitutif dimana siapa yang mereknya terdapat dalam Daftar Umum Kantor Merek dialah yang berhak terhadap merek tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU No 15 tahun 2001 tentang merek yang menyatakan bahwa : "Hak atas merek adalah hak khusus atau ekslusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara beramai-ramai atau badan hukum untuk menggunakannya."
Merk mempunyai suatu ciri khas yang menjadi daya pembeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu produsen tertentu dengan produk atau jasa yang lainnya sehingga konsumen atau masyarakat dapat mengingat serta menggunakannya selain itu dapat juga menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa basil usahanya waktu diperdagangkan dan digunakan oleh konsumen Namun diantara para pengusaha yang mempunyai jenis usaha yang sama banyak sekali terjadi persaingan yang dilakukan baik secara sehat maupun secara tidak sehat dimana salah satu bentuknya dengan menjual barang atau produk mereka dengan meniru merek dari produk yang telah didaflarkan dan dipasarkan serta mempunyai daya jual besar dan telah banyak digunakan oleh konsumen.
Karena pads dasarnya setiap orang adalah konsumen3 dimana manusia sebagai konsumen tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi4 dan sepanjang sejarah manusia, manusia selalu menciptakan teknologi untuk keperluan hidupnya dan teknologi yang diciptakan manusia berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup manusia dari yang sebelumnya5 sehingga menyebabkan produsen saling berlomba dan bersaing untuk menyediakan kebutuhan - kebutuhan tersebut.
Dengan adanya persaingan yang dilakukan oleh para pengusaha yang dilakukan dengan berbagai macam cara dimana salah satunya dengan melakukan peniruan terhadap merek Dari suatu produk terdapatlah pelanggaran terhadap merek sehingga peneliti tertarik mewujudkan permasalahan tersebut dalam judul: "Aspek Hukum Perlindungan Merek Terdaftar Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2001 Tentang Merek: Studi Kasus Merek Extra Joss"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Indra Jaya
"Maraknya permasalahan hukum dalam perdagangan khususnya tentang pelanggaran merek, mendorong Pemerinlah untuk melakukan pengaturan merek dalam hubungannya dengan penegakan hukum di Indonesia. Salah satu upaya Pemerinlah tersebut dituangkan dalam Undang-Undang RI Nomor.15 tahun 2001 tentang Merek. Undang - Undang RI Nomor.15 tahun 2001 tentang Merek, ini diperlukan sebagai pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan perlindungan bagi pemegang merek dagang maupun merek jasa.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ; kriteria apakah yang dipakai untuk menentukan terjadinya penggunaan merek tanpa hak/pemalsuan merek, bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh Dit.Jen Hak Kekayaan Intektual Departemen Hukum dan HAM RI, Direktorat Merek terhadap merek terkenal, bagaimana proses pembuktian terjadinya penggunaan merek tanpa hak di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan deskTiptif kualitatif. Pendekatan yuridif normati dipergunakan dalam usaha menganalisis data dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat.dalam Persetujuan TRIPs, Konvensi Paris khususnya yang berkaitan dengan merek atau trademark dan Peraturan Undang-undang tentang Merek yang berlaku di Indonesia yang dimulai sejak lahimya Undang-Undang RI Nomor.21 tahun 1961 sampai dengan Undang-Undang RI Nomor.I5 tahun 2001, dokumen lainnya seperti buku, majalah, jurnal dan basil penelitian lain dengan pembaca dan mengkaji literature yang relevan dengan materi penelitian.
Penelitian kualitatif yaitu melakukan penelitian langsung ke obyek yang dapat memberikan informasi dan data, dengan mewawancarai respon dart masyarakat yang meliputi unsur Penyidik POLRI; Penitera Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan HAM RI, dalam hal ini Direktorat Merek.
Berdasarkan pembahasan dapat diperoleh basil sebagai berikut:
1. Kriteria terjadinya penggunaan merek tanpa hal/pemalsuan karena adanya unsur
a. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak Iain untuk barang dan/jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan.
b. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danlatau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.
2. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal dilakukan dengan penerapan Undang-Undang RI Nomor.i5 Tahun 2001 tentang Merek yang menyalakan bahwa merek tidak dapat terdaftar pada Direktorat Merek apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur :
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
b. Tidak memiliki daya pembeda
c. Teiah menjadi milik umum
d. Merupakan kelerangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
3. Proses pembuktian terjadinya penggunaan merek tanpa hak didasarkan pada ketentuan Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dalam hal ini Pasal 90, dan 91, yakni Pasal 90 mengatur tentang pelanggaran penggunaan merek tanpa hak pada keseluruhannya dan Pasal 91 mengatur tentang penggunaan merek tanpa hak pada pokoknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>