Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139017 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boy Prawiranegara
"Kurangnya pemahaman mengenai perbedaan antara perlindungan Hak Cipta dan Merek menyebabkan munculnya sengketa Hak Cipta yang sesungguhnya merupakan sengketa Merek. Pada dasarnya Perlindungan Hak Cipta hanya diterapkan dalam kaitannya dengan komersialisasi Ciptaan. Ciptaan yang dimaksud dalam konteks perlindungan Hak Cipta adalah karya yang memiliki sifat khas dan pribadi yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Dengan demikian yang menjadi objek adalah Ciptaan itu sendiri yang dikomersialkan melalui perbanyakan atau pengumuman. Sedangkan perlindungan Merek pada dasarnya bertujuan melindungi produk, baik itu berupa barang ataupun jasa, dari asosiasi yang keliru terkait sumber dari produk tersebut yang kemudian akan melindungi produsen maupun konsumen atas produk yang bersangkutan. Merek sendiri didefinisikan sebagai tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Perbedaan antara kedua perlindungan diatas sering menjadi kabur terutama ketika kekayaan intelektual yang disengketakan berupa logo yang dijadikan Merek. Perlindungan ganda memang dimungkinkan terhadap logo yang dijadikan Merek namun penerapannya haruslah melihat kembali kepentingan sebenarnya dibalik klaim yang diajukan penggugat. Jika ingin melindungi sebuah Ciptaan dari tindakan yang melanggar hak eksklusif seseorang atas sebuah Ciptaan (baik hak ekonomi maupun moral) maka gunakanlah perlindungan Hak Cipta. Namun gunakanlah perlindungan Merek apabila yang ingin dilindungi adalah sebuah produk (barang maupun jasa) dari adanya pemalsuan asosiasi oleh pihak lain (kompetitor) yang dapat mengganggu tingkat penjualan maupun reputasi produk tersebut.

Lack of understanding of the difference between the protection of Copyright and protection of Trademark led to Copyright disputes which actually, if correctly characterized, at the heart of Trademark domain. Copyright deals with protection of works in the domain of literature, science, and art. The set of rights copyright law offers creators all relate to exploitation of the work itself. On the other hand, Trademark law deals with association of a product, it gives the right holder the ability to attempt to control the association consumers make when they encounter a mark. Trademark law seek to protect a product (services or goods) from false association. Law No. 15 of 2001 regarding Marks defined Trademark as sign in the form of a picture, name, word, letters, numeral composition of colours, or a combination of said elements, having distinguishing features and used in the activities of trade in goods or services.The line between these two different regime is often blurred when it comes to logo. Logo, particularly when they are used as a mark, is one of those spaces of intellectual property where there is great deal of overlap between Copyright and Trademark. Even though Copyright and Trademark protection may be applied to such a logo, its application, when a dispute arise, should depend on the interest the claimant seek to protect. Copyright protection should be applied if the interest seek to protect are the incentives given by Copyright law and the economic rights that come form the limited monopoly copyright law grants. Trademark protection applied when the interest seek to protect inhere in integrity, reputation, or false association of a product."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S54485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mekhdi Ibrahim Johan
"For well-known trademark regulation in Indonesia there is a gap in the legal framework, due to a poor legal system. Indonesia is attractive to some foreign companies in expanding their market, not only because it is a developing country, but also because of its geographical area and fast growing population which are beneficially appealing to foreign companies. Nevertheless, there are still problems regarding well-known trademark in Indonesia, whether it is an infringement, bad faith, or illegal logo replicas. Famous brands have often found themselves struggling with local companies in Indonesia to defend their well-known trademark. Even though the trademark policy has somewhat improved, the case of infringing and bad faith still exists. Therefore, by following the example of the European Union, Indonesia can improve its legal system."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S54149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rico Reynardo
"Skripsi ini menganalisis pertanggungjawaban game developer sebagai penyedia platform user-generated content terhadap pelanggaran merek yang dilakukan oleh penggunanya dan perbandingan antara pengaturan pertanggungjawaban game developer sebagai penyedia platform user-generated content terhadap pelanggaran merek yang dilakukan oleh penggunanya di Indonesia dengan Jerman dan Amerika Serikat. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif. Game developer sebagai penyedia platform UGC kemudian berkewajiban untuk memastikan platform-nya aman, andal, dan bertanggung jawab, sehingga game developer bertanggung jawab terhadap segala konten yang diunggah oleh pengguna game. Apabila terjadi pelanggaran merek, game developer perlu melakukan notice and takedown sebagaimana diatur dalam Permenkominfo 5/2020 dan apabila game developer tidak melaksanakan ketentuan tersebut, maka game developer dapat dimintai pertanggungjawaban menggunakan prinsip contributory infringement atau vicarious liability. Setelah dilakukan perbandingan, diketahui bahwasanya tidak terdapat perbedaan signifikan dalam pengaturan pertanggungjawaban game developer terhadap pelanggaran merek pada game UGC mengingat bahwasanya ketiga negara sama-sama menggunakan mekanisme notice and takedown. Namun, Indonesia belum mengatur secara eksplisit dan khusus mengenai penggunaan doktrin contributory infringement dalam hukum positif Indonesia, berbeda dengan Amerika Serikat yang sudah tercantum dalam putusan Majelis Hakim sebagai yurisprudensi dan Jerman yang sudah menganut ketentuan dari EU Directive. Hal ini juga berlaku dalam vicarious liability, bahwasanya tidak ada pengaturan vicarious liability secara khusus dalam UNU MIG dan peraturan turunannya.

This thesis analyzes the accountability of game developers as providers of user-generated content platforms for trademark infringements committed by their users. It also compares the arrangements for the accountability of game developers as providers of user-generated content platforms for trademark infringements committed by their users in Indonesia, Germany, and the United States. This thesis is conducted using a juridical-normative research method. Game developers, as providers of UGC platforms, are obligated to ensure that their platforms are safe, reliable, and responsible. Therefore, game developers are responsible for all content uploaded by game users. In the event of a trademark violation, game developers need to perform a notice and takedown procedure as regulated by Permenkominfo 5/2020. If game developers fail to comply with these provisions, they can be held accountable using the principles of contributory infringement or vicarious liability. After the comparison, it is found that there is no significant difference in the arrangement of game developer accountability for trademark infringements on UGC games since all three countries use the notice and takedown mechanism. However, Indonesia has not explicitly and specifically regulated the use of contributory infringement doctrine in positive Indonesian law, unlike the United States, which is stated in the judges' decision as jurisprudence, and Germany, which adheres to the provisions of the EU Directive. This also applies to vicarious liability, where there is no specific regulation of vicarious liability in the MIG Law and its derivative regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Arinasari Nadeak
"Dalam Undang-Undang Merek nomor 20 Tahun 2016 terdapat perluasan cakupan perlindungan merek yang meliputi bentuk tiga dimensi, hologram dan suara. Permasalahan penelitian ini difokuskan mengenai bentuk yang memenuhi fungsi dan tujuan dari perlindungan merek. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, melakukan perbandingan undang-undang dengan Uni Eropa dan analisa kasus serta dilengkapi dengan penelusuran bahan hukum primer dan sekunder. Uni Eropa dipilih sebagai negara perbandingan karena dalam peraturan dan prakteknya lebih spesifik untuk memberikan klasifikasi bentuk yang bisa didaftarkan perlindungan merek. Hasil penelitian disimpulkan bahwa peraturan merek mengenai bentuk tiga dimensi di Indonesia tidak cukup untuk memberikan klasifikasi mengenai bentuk yang temasuk cakupan perlindungan merek. Akibat peraturan yang kurang komprehensif dan kekeliruan dari pemeriksa merek, terdapat merek tiga dimensi yang tidak sesuai dengan fungsi merek. Sehingga pemberian hak merek pada bentuk tersebut menyebabkan adanya indikasi monopoli yang diinginkan oleh pelaku usaha.

In the Trademark Law number 20 of 2016 there is an expansion of the scope of brand protection which includes three-dimensional shapes, holograms and sound. The problem of this research is focused on the form that fulfills the function and purpose of trademark protection. The research method used is normative juridical, compares laws with the European Union and analyzes cases and is equipped with primary and secondary legal material searches. The European Union was chosen as a comparison country because in its regulations and practice it is more specific to provide a classification of forms that can be registered for trademark protection. The results of the study concluded that trademark regulations regarding three-dimensional forms in Indonesia are not sufficient to provide a classification of forms that include the scope of brand protection. As a result of less comprehensive regulations and errors from brand examiners, there are three-dimensional brands that are not in accordance with the brand's function. So that the granting of trademark rights in this form causes an indication of the monopoly desired by business actors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Fadhilah Syahputra
"Anime adalah satu dari banyaknya bentuk karya sinematografi yang merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi. Perlindungan tersebut diberikan kepada pencipta serta pemegang hak cipta atas segala tindakan pelanggaran hak cipta seperti pembajakan. Hasil bajakan terhadap anime ataupun tayangan serial anime dapat didistribusikan secara luas baik secara fisik ataupun melalui internet. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif karena penelitian dilakukan menggunakan bahan pustaka atau data sekunder. Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai pemegang hak cipta yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, para pihak yang bertanggung jawab, bentuk pertanggungjawaban, serta cara penyelesaian sengketa yang dapat muncul. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pembajakan anime atau tayangan serial anime yang tersebar di internet.

Anime is one of many forms of cinematographic works which is one of the copyright-protected works. This protection was given to the creators and the copyright holders from all forms of copyright infringement such as piracy. Those pirated content of anime or the show’s serials can be distributed globally both in physical form or through the internet. The research method used in this thesis is normative juridical for which the reason is the use of library materials or secondary data. In this research, the thesis will discuss in regards to the copyright holder who was given the legal protection based on Indonesian Copyright Law, the parties responsible for piracy, the forms of responsibilities, and also dispute resolution that can be taken in terms of a copyright infringement occurs. The research indicates that there is piracy occurring on the internet against anime or the anime serials."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilderoy Lihardo Immanuel
"Perkembangan teknologi yang pesat menghasilkan pertukaran informasi yang semakin mudah tiap hari nya, hal ini tidak terlepas dengan kemudahan untuk mengakses karya cipta melalui akses internet. Kemudahan ini tidak membatasi terjadi nya pelanggaran terhadap karya cipta orang lain, dimana salah satu nya merupakan Tindakan pelanggaran terhadap font dan typeface yang kerap terjadi. Pengaturan terhadap font dan typeface merupakan hal yang penting dikarenakan pengaturan merupakan satu-satu nya metode perlindungan karena belum ada nya sistem perlindungan yang dapat melindungi font dan typeface dari tindakan pelanggaran. Untuk itu, penelitian ini akan menjelaskan terkait font dan typeface beserta pelanggaran yang dapat terjadi kepada font dan typeface. Selain itu penelitian ini juga akan menganalisis terkait pengaturan terhadap font dan typeface di Indonesia dan akan dilakukan perbandingan dengan peraturan di Amerika Serikat dan Inggris. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber penelitian dan data yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pengaturan terkait font dan typeface belum diatur secara eksplisit pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (“UUHC”) dan dirasa perlu nya pengaturan lebih lanjut terkait aspek-aspek pada font dan typeface yang lebih medetail agar tercipta nya kepastian hukum. Sehingga, Indonesia dapat membuat pengaturan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia dengan mengadopsi pengaturan yang telah berlaku di Amerika Serikat dan Inggris.

The rapid development of technology has resulted in an easier exchange of information every day, this is inseparable from the ease of accessing copyrighted works through internet access. This convenience does not limit the occurrence of violations of other people's copyrighted works, where one of them is a violation of fonts and typefaces that often occur. Regulations on font and typeface is important because those regulations is the only protection method available, because there is no protection system that can protect fonts and typefaces from violations. For this reason, this study will explain fonts and typefaces along with violations that can occur to fonts and typefaces. In addition, this study will also analyze the regulations related to fonts and typefaces in Indonesia and will be compared with regulations in the United States and United Kingdom. The research will be carried out using research sources and data obtained through literature studies. The conclusion that can be drawn is that the regulations related to fonts and typefaces have not been explicitly regulated in Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ("UUHC") and it is felt that further arrangements are needed regarding aspects of fonts and typefaces that are more detailed in order to create legal certainty. Thus, Indonesia can make arrangements that are in accordance with the conditions in Indonesia by adopting the arrangements that have been in force in the United States and the United Kingdom."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Anugerah Lase
"Penetapan sementara adalah suatu mekanisme perlindungan bagi pemilik Merek terdaftar dalam hal terjadinya suatu pelanggaran Merek. Penetapan sementara diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Penetapan sementara merupakan perintah Pengadilan Niaga atas permohonan Pemohon dengan tujuan untuk mencegah masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran Hak atas Merek; pengamanan ddan pencegahan hilangnya barang bukti oleh pelanggar; dan/atau penghentian pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar. Oleh karena itu, penetapan sementara merupakan suatu mekanisme yang menghindarkan ataupun meminimalisir kerugian yang akan dialami oleh pemilik Merek terdaftar dari adanya pelanggaran Merek. Apabila melihat pengaturan mengenai penetapan sementara di negara lain, ditemukan suatu perbedaan dan juga persamaan mengenai mekanisme penetapan sementara. Persamaan dari implementasi penetapan sementara di Amerika Serikat dan Australia memiliki tujuan yang sama, yaitu mencegah dan meminimalisir dialaminya kerugian bagi pemilik Merek terdaftar. Perbedaan dari implementasi penetapan sementara di Amerika Serikat dan Australia, yaitu dari dapat diajukannya upaya hukum terhadap penetapan sementara, serta ada atau tidak adanya suatu uang jaminan. Selanjutnya, diketahui bahwa masih terdapat beberapa pihak yang belum mengerti mekanisme permohonan penetapan sementara. Hal ini terlihat dari tidak sesuainya permohonan penetapan sementara berdasarkan UU MIG. Terdapat pihak yang masih mengajukan permohonan penetapan sementara dengan mekanisme gugatan penghentian pelanggaran Merek berdasarkan Pasal 84 ayat (1) UU MIG. Selain permasalahan tersebut, penetapan sementara juga memiliki permasalahan dalam pengaturannya itu sendiri. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis bagaimana pengaturan penetapan sementara beserta dengan perbandingan pengaturan penetapan sementara di Amerika Serikat dan Australia, bagaimana permasalahan pengaturan penetapan sementara, serta kekeliruan pemohon dalam permohonan penetapan sementara.

Injunction is a protection mechanism for registered Mark owners when a Mark infringement occured. Injunction are regulated in Law Number 20 of 2016 about Marks and Geographical Indications. The Injunction is an order from the Commercial Court at the Petitioner's request with the aim of preventing the entry of goods suspected of infringing on Trademark Rights; securing and preventing the loss of evidence by violators; and/or cessation of violations to prevent greater losses. Therefore, a temporary determination is a mechanism that avoids or minimizes losses that will be experienced by registered Mark owners from Mark infringements. The arrangements regarding injunction in Indonesia and other countries, have differences as well as similarities. The similarity of the implementation of injunction in the United States and Australia has the same objective, namely to prevent and minimize losses for registered Mark owners. The difference from the implementation of the injunction in the United States and Australia, namely from the possibility of filing legal remedies against the provisional order, and the obligation of a bail. Furthermore, it is known that there are still several parties who do not understand the mechanism for requesting an interim determination. This can be seen from the incompatibility of the request for a injunction based on the MIG Law. There are parties who are still submitting requests for injunctions with a claim mechanism for ending Mark infringement based on Article 84 paragraph (1) of the MIG Law. Apart from these problems, the injunction also has problems in the regulation itself. By using normative juridical research methods, this paper will analyze how the injunction is regulated along with a comparison of the provisional determination arrangements in the United States and Australia, how are the problems of injunction arrangements, and the applicant's confusion in the application for the injunction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurnsey, John
England: Aslib Gower , 1995
346.048 2 GUR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Claresta Islamey
"Hampir semua produk yang diedarkan di pasar merupakan produk yang hanya dilekati dengan satu merek, namun ternyata saat ini terdapat produk yang dilekati dua merek sekaligus. Skripsi ini membahas mengenai legalitas pelekatan dua merek pada satu produk dan mengenai tanggung-jawab produk dari produk yang dilekati dua merek sekaligus tersebut. Kedua permasalahan tersebut diulas menggunakan metode kualitatif dan ditinjau dari hukum merek dan hukum perlindungan konsumen. Pembahasan menggunakan metode kualitatif. Pelekatan dua merek pada satu produk tidak dilarang menurut hukum merek Indonesia. Dilihat dari hukum perlindungan konsumen, hal tersebut tidak menimbulkan masalah bagi konsumen untuk mengidentifikasi produk. Kedua pemilik merek yang melekatkan mereknya pada produk yang dilekati dengan dua merek sekaligus, masing-masing memiliki tanggung-jawab produk atas produk tersebut.

Almost all of the products which are available in the market are only attached with a trademark, but now there are products which are attached with two trademarks at once. This study examined the legality of attaching two trademarks at once on a product and examine the product liability for a product which is attached by two trademarks at once. Both of those issues were examined using qualitative method and examined in the terms of Trademark Law and Consumer Protection Law. The attaching of two trademarks at once to a product is legal based on Indonesian Trademark Law. In the terms of Consumer Protection Law, the attaching of two trademarks on a product does not interfere the purpose of the establishing of trademark as intellectual property. Both of the trademark?s owner who attach his trademark to a product which is attached of two trademarks at once, both of them have product liability to that product.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Tiku Sarungu
"Undang-Undang Merek No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan definisi merek yang menyatakan bahwa Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/ atau 3 {tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa. Merek dijadikan sebagai unsur pembeda pada sebuah produk dan jasa. Perekonomian dan pengaruh globaliasi yang berkembang menyebabkan kemajuan terhadap berbagai sektor. Penulisan ini mengambil 3 (tiga) pokok permasalahan yaitu bagaimana pengaturan hukum merek terkait dengan pelanggaran merek berupa penjualan produk palsu, bagaimana kebijakan dalam penyedia sarana perdagangan di Indonesia terkait tindakan notice and takedown serta kasus yang terkait dengan tindakan notice and takedown di China dan Filipina, dan bagaimana batasan serta implementasi dari tindakan notice and takedown pada penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik bila terjadi pelanggaran merek berupa penjualan produk palsu pada penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif yang menitikberatkan pada penggunaan norma hukum secara tertulis dan didukung dengan dengan hasil penelitian atas penggunaan norma yang berlaku. Kesimpulan yang didapatkan adalah tindakan notice and takedown yang dilakukan oleh penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik tidakah cukup untuk mengatasi pelanggaran merek secara online karena akan menimbulkan adanya potensi terjadinya pelanggaran merek berupa penjualan barang palsu. Serta dimungkinkan pula adanya potensi permintaan ganti rugi yang akan diajukan oleh pemilik merek kepada penyedia sarana perdagangan melalui sistem elektronik.

Law of the Republic of Indonesia number 20 of 2016 on Marks and Geographical Indications has gi en the definition which states that Mark means any sign capable of being represented graphically in the form of drawings, logos, names, words, letters, numerals, colors arrangement, in 2 (two) and/or 3 (three) dimensional shape, sounds, holograms, or combination of 2 (two) or more of those elements to distinguish goods and/or services produced by a person or legal entity in trading goods and/or services. Trademark is used as a distinguishing element in a product and service. The economy and the growth of globalization have led to advances in various sectors. This paper takes 3 (three) main issues, first is how the legal provisions for trademarks are related to trademark infringement in the form of selling counterfeit goods. Second is how are the policies in trading facilities providers in Indonesia are related to notice and takedown actions, and cases related to notice and takedown actions in China and the Philippines. Lastly, how to limit and implement the notice and takedown actions for providers of trading facilities through electronic systems in the event of a trademark infringement in the form of selling counterfeit goods to providers of trading facilities through electronic systems in Indonesia. The research method used is juridical-normative which focuses on the use of legal norms in writing and is supported by research results on the use of applicable norms. The conclusion is that notice and takedown actions carried out by providers of trading facilities via electronic systems are not sufficient to overcome online trademark infringement because they will cause a potential for trademark infringement in the form of selling counterfeit goods. It is also possible for the potential compensation request to be submitted by the trademark owner to the trading facility provider through an electronic system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>