Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Wijayanti
"Latar belakang: Perubahan dimensi dari gigi sulung ke gigi tetap dapat menyebabkan maloklusi pada usia anak. Pada keadaan tersebut dapat dilakukan upaya interseptif untuk mencegah bertambah parahnya maloklusi. Usia 9-11 tahun merupakan usia yang tepat untuk dilakukan interseptif. Pemeriksaan dini pada populasi anak usia gigi bercampur diperlukan untuk mengetahui keadaan maloklusi.
Tujuan: Mengetahui gambaran maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 9-11 tahun di SD At-Taufiq, Cempaka Putih, Jakarta.
Metode: Digital examination dan analisis profil wajah, untuk menentukan klasifikasi maloklusi dan pengisisan kuesioner Indikator Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IKPO), untuk mengetahui kebutuhan perawatan ortodonti anak.
Hasil: 98 subjek penelitian diperoleh maloklusi kelas I sebanyak 65,3%, maloklusi kelas II sebanyak 31,6% dan maloklusi kelas III sebanyak 3,1%. Keseluruhan populasi yang diteliti terdapat 76,5% membutuhkan perawatan ortodonti dan 23,5% tidak membutuhkan perawatan ortodonti.
Kesimpulan: Subjek dengan maloklusi kelas I paling banyak ditemukan dan sebagian besar subjek membutuhkan perawatan ortodonti.

Background: Dimensional changes from primary teeth to permanent teeth cause malocclusion in children. Interceptive can use for that situation to prevent increased severity of malocclusion. Ages for screening the child population for interceptive orthodontics is 9 to 11 years old. Early examination in mixed dentition age population needed to determine the state of malocclusion.
Purpose: Describe malocclusion and orthodontic treatment need in child 9 to 11 years old in SD At-Taufiq, Cempaka Putih, Jakarta.
Method: Digital examination and analyze of facial profile to know malocclusion and filling of questionnaires orthodontic treatment needs indicator (IKPO) to determine about children orthodontic treatment need.
Result: 98 subject there are 65,3% with class I malocclusion, 31,6% with class II malocclusion, 3,1% with class III malocclusion. From child population about 76,5% need for orthodontic treatment and 23,5% no need for orthodontic treatment.
Conclusions: Subject most found with class I malocclusions and most of subject need orthodontic treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Karisma
"Latar belakang: Perawatan ortodonti interseptif dapat mengurangi prevalensi maloklusi di Indonesia yang tinggi yaitu sebesar 80, namun hingga saat ini faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan subjektif akan perawatan ortodonti interseptif belum diketahui.
Tujuan: Menganalisis hubungan kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif, sikap terhadap estetika gigi, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, jenis kelamin, dan tingkat sosioekonomi dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, subjek penelitian adalah 101 murid SDI Al-Azhar 17 Bintaro berusia 8-11 tahun, yang dilakukan pemeriksaan klinis menggunakan kaca mulut dan probe, sedangkan untuk mengetahui kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif digunakan alat ukur IKPO-I, dan untuk mengetahui variabel lainnya dengan kuesioner. Hubungan antarvariabel dianalisis dengan uji koefisien kontingensi dan uji korelasi Eta.
Hasil: Menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif p-value=0,625, kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif r=0,178, sikap terhadap estetika gigi r=0,059, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut r=0,028, dan tingkat sosioekonomi r=0,068 dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif, sikap terhadap estetika gigi, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, jenis kelamin, dan tingkat sosioekonomi dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif.

Background: Interceptive orthodontic treatment can reduce the high prevalence of malocclusion in Indonesia which is 80, however, factors influencing the perceived need for interceptive orthodontic treatment is unknown.
Objectives: To analyze the relationship between normative orthodontic treatment need, dental aesthetic self perception, oral health knowledge, gender, socioeconomic status, and perceived need for interceptive orthodontic treatment.
Methods: The design of this study is cross sectional, subjects are 101 students at Al Azhar 17 Bintaro Elementary School aged 8 11 years. Data were obtained through clinical examination using dental mirror and probe. IKPO I is used to know the normative interceptive orthodontic treatment need and questionnaire is used to know other variables. The relationship between variables are analyzed with contingency coefficient analysis and Eta correlation analysis.
Results: Showed no significant relationship between gender p value 0,625, normative orthodontic treatment need r 0,178, dental aesthetic self perception r 0,059, oral health knowledge r 0,028, socioeconomic status r 0,068, and perceived need for interceptive orthodontic treatment.
Conclusion: There are no significant relationship between normative orthodontic treatment need, dental aesthetic self perception, oral health knowledge, gender, and socioeconomic status and perceived need for interceptive orthodontic treatment need.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almas Edita Ramadhanti
"

Latar belakang: Maloklusi merupakan masalah gigi dan mulut dengan prevalensi terbayak ke-3 di dunia, menurut WHO. Keadaan ini tidak diimbangi dengan adanya kesadaran mengenai maloklusi dan efek buruknya. Masih banyak anak-anak dan remaja yang belum mengetahui mengenai maloklusi dan menganggap hal tersebut normal. Kesadaran terhadap maloklusi ini dapat memengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui hubungan antara tingkat kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, korelasi komponen ICON dengan kebutuhan perawatan, dan korelasi komponen kuesioner dengan kesadaran maloklusi Metode: dilakukan penelitian potong lintang pada 56 remaja berusia 12-15 tahun. Subjek diberikan kuesioner mengenai kesadaran maloklusi dan kemudian dilakukan pencetakan rahang dan pembuatan model studi untuk dinilai kebutuhan perawatan ortodontinya berdasarkan ICON. Hasil: Berdasarkan uji Chi-square, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti (P>0,05). Berdasarkan uji Kendall’s tau-b, komponen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar terhadap kebutuhan perawatan dan kesadaran maloklusi. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kesadaran mengenai maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, kompnen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar.

 


Background: Malocclusion is the third most common oral problem in the world. This situation is not supported with an adequate awareness of malocclusion. There are still children and adolescents who are not aware about malocclusion and consider the situation is normal. Awareness of malocclusion can influence the need for orthodontic treatment. Objectives: Discover the relationship between malocclusion awareness and orthodontic treatment needs among adloescent, correlation between ICON components and treatment needs, and correlation between questionaire component with awareness of malocclusion Methods: A cross-sectional study was done towards adolescents aged 12-15. They were given questionaire about awareness of malocclusion and jaws impressing were also done which were used to make study models in order to determine the treatment needs according to ICON. Result: According to Chi-square test, there is no statistically significant difference between awareness of malocclusion and orthodontic treatment needs (P>0,05).  Based on Kendall’s tau-b test dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness. Conclusion: There is no relationship between malocclusion awarenes and orthodontic treatment needs among adolescent. Dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Julita Nugroho
"Index Of Treatment Need merupakan indeks digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan ortodonti yang terdiri dari Dental Health Component dan Aesthetic Index. Dental Health Component menilai keparahan maloklusi dengan mengukur lima komponen yaitu missing teeth, overjet, crossbite, displacement of contact point, dan overbite termasuk openbite dapat disingkat sebagai MOCDO. Dental Health Component dapat menilai secara objektif kebutuhan perawatan ortodonti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan keparahan maloklusi pasien di klinik spesialis RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 yang diukur menggunakan Dental Health Component (DHC) dari Index Of Treatment Need (IOTN). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel berupa 52 pasang model studi dari pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGMP FKG UI tahun 2010-2014 menggunakan penilaian berdasarkan DHC dari IOTN. Hasil penelitian memberikan gambaran kebutuhan perawatan ortodonti pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGMP FKG UI pada tahun 2010-2014 yaitu 5 orang pasien (9,6%) memiliki kebutuhan perawatan ortodonti yang sedikit (tingkat DHC 2), 16 orang pasien (30,8%) memiliki kebutuhan perawatan ortodonti yang menengah/borderline (tingkat DHC 3), 29 orang pasien (55,8%) yang membutuhkan perawatan ortodonti (tingkat DHC 4), dan 2 orang pasien (3,8%) yang sangat membutuhkan perawatan ortodonti (tingkat DHC 5).

Index Of Treatment Need is an index that used for determine orthodontic treatment need, it is consist of Dental Health Component and Aesthetic Index. Dental Health Component assess occlusion severity using five components as measurement, that components are missing teeth, overjet, crossbite, displacement of contact point, and overbite including openbite also known as MOCDO. Dental Health Component can assess objectively orthodontic treatment need. This study aimed to find description of orthodontic treatment need based on malocclusion severity on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGMP FKG UI in 2010-2014 that being assessed using Dental Health Component (DHC) from Index Of Treatment Need (IOTN). This study is a descriptive study with a sample of 52 pre-treatment dental cast of patients at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. The result of this study describe about 2010-2014 are 5 patients (9,6%) have  little treatment need (grade DHC 2), 16 patients (30,8%) have borderline for orthodontic treatment need  (grade DHC 3), 29 patients (55,8%) need for treatment need (grade DHC 4), and  2 patients  (3,8%) have a very great orthodontic treatment need (grade DHC 5).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannatul Firdaus
"Latar Belakang: Dental Aesthetic Index DAI merupakan indeks untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan menilai komponen klinis dan estetik. Indeks ini memberikan penjelasan secara objektif mengenai kebutuhan perawatan ortodonti melalui 10 komponen penilaian.
Tujuan: Mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010 ndash; 2014.
Bahan dan Metode: Digunakan 52 pasang model studi awal pasien ortodonti. Dilakukan penilaian DAI dengan melibatkan 10 komponen. Hasil penilaian berupa skor dibagi menjadi 4 kategori. Kategori 1 yaitu tidak/sedikit dibutuhkan perawatan, kategori 2 yaitu dapat dilakukan perawatan sesuai pilihan pasien, kategori 3 yaitu sangat membutuhkan perawatan, dan kategori 4 yaitu harus dilakukan perawatan.
Hasil: Diperoleh gambaran kebutuhan perawatan ortodonti yaitu kategori 3 36,5 , kategori 4 32,7 , kategori 2 25 , dan dan kategori 1 5,8 . Gambaran permasalahan yang banyak ditemukan yaitu ketidakteraturan gigi anterior RB 96,2 dan RA 94,2 , overjet tidak normal 81 , dan hubungan molar tidak normal 76,9.
Kesimpulan: Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 sebagian besar sangat membutuhkan perawatan 36,5 . Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang datang sebagian besar adalah membutuhkan perawatan dan sesuai dengan hasil penilaian DAI pada penelitian ini.

Background: Dental Aesthetic Index is an index to see the orthodontic treatment need by assessing clinical and aesthetic component. This index objectively explains the orthodontic treatment needs based on 10 components of assessment.
Purpose: To identify the description of orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI in 2010 2014.
Materials and Method: 52 pairs of pre treatment orthodontic study models were used. The assessment was based on DAI by involving 10 components. Assessment results in scores and categorized into 4 category. Category 1 is no slight treatment need, category 2 is elective treatment need, category 3 is highly desirable of treatment need, and category 4 is mandatory treatment need.
Result: The description of orthodontic treatment need are, category 3 36,5 , category 4 32,7 , category 2 25 , and category 1 5,8 . The description of problems that were found are mandibular anterior irregularity 96,2 , maxillary anterior irregularity 94,2 , abnormal anterior overjet 81 , and abnormal molar relationship 76,9.
Conclusion: The orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI are mostly patients who need treatment as highly desirable 36,5 . This result shows that the patients who came were mostly patients who need the treatment, and in accordance with the result of DAI assessment in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Yusra
"Disertasi ini merupakan hasil penelitian eksploratif kualitatif dan kuantitatif. Indikator yang dapat menilai kebutuhan perawatan ortodonti interseptif yaitu: frenulum, karies molar kedua sulung, kehilangan gigi anterior, peg shape, kehilangan dini molar pertama dan kedua sulung rahang bawah, pergerakan ke mesial molar pertama bawah, persistensi gigi anterior sulung, kehilangan dini kaninus sulung, gigitan silang anterior, gigi berjejal insisivus permanen, hubungan molar, diastema, jarak gigit, gigitan dalam, gigi supernumerary, gigitan terbuka anterior dan gigitan silang posterior. Pendidikan orang tua signifikan berpengaruh terhadap kebutuhan perawatan ortodonti interseptif. Pendapatan, pengetahuan, sikap orang tua dan umur, jenis kelamin serta tindakan anak signifikan tidak mempengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti interseptif. Indeks Kebutuhan Perawatan Ortodonti Interseptif memiliki kesesuaian dengan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) sebagai indeks pembanding.

This dissertation is the result of qualitative and quantitative study. The indicators of this index are frenulum, caries of second primary molars, missing of anterior teeth, peg shaped, premature loss of mandibular first and second primary molars, mesial drifting of mandibular first molars, prolonged retention of anterior teeth, premature loss of deciduous canines, anterior crossbite, crowding of Incisors, molar relationship, diastema, overjet, deep bite, supernumerary teeth, anterior open bite and posterior crossbite. Education was statistically significant different. No significant differences in Interceptive orthodontic Care Need Index and The IOTN were found by income, knowledge and attitude of parents, age, sex, and children behavior. Interceptive Orthodontic Care Need Index has diagnostic relations with Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), which acts as comparison index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
D1463
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valerie Kartini
"Latar Belakang: Maloklusi adalah ketidakteraturan kesejajaran gigi dan/atau hubungan lengkung gigi dengan gigi yang tidak normal yang diakibatkan oleh berbagai faktor dan dapat menyebabkan ketidakpuasan estetika sampai masalah pada segi fungsional. Pasien dengan maloklusi memerlukan perawatan ortodonti salah satunya untuk memperbaiki maloklusi. Inklinasi dan angulasi gigi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan ortodonti yang stabil dan optimal. Tujuan: Mengetahui gambaran sudut inklinasi dan angulasi gigi anterior pada pasien maloklusi skeletal kelas I pasca perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel berupa data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 96 rekam medik pasien maloklusi kelas I yang telah selesai mendapatkan perawatan ortodonti cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, didapatkan rerata sudut U1-SN sebesar 105,60° ± 5,80°, rerata sudut U1-PP sebesar 114,55° ± 6,21°, rerata sudut L1-MP sebesar 93,63° ± 7,94°, dan rerata sudut IMPA adalah sebesar 96,40° ± 7,96°. Rerata angulasi gigi 11 sebesar 89,03° ± 3,26°, rerata angulasi gigi 21 sebesar 90,35° ± 3,07°, rerata angulasi gigi 31 sebesar 89,28° ± 4,33°, dan rerata angulasi gigi 41 sebesar 90,61° ± 5,04°. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian tentang Gambaran Inklinasi dan Angulasi Gigi Anterior pada Pasien Maloklusi Kelas I Pasca Perawatan Ortodonti Cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, rerata sudut inklinasi gigi anterior pasien termasuk dalam kisaran nilai normal, kecuali pada sudut IMPA. Rerata sudut angulasi gigi anterior pasien relatif tegak dan paralel.

Background: Malocclusion is the irregularity of teeth and is considered as oral health problem resulting from various etiological factors causing esthetic dissatisfaction to functional impartment. Patients with malocclusion require orthodontic treatment to correct the malocclusion. Inclination and angulation of teeth are one of the factors that influence the success of stable and optimal orthodontic treatment. Objective: This study aims to describe the inclination and angulation of anterior teeth on class I malocclusion patients after fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. Methods: Cross-sectional descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: From 96 medical records of class I malocclusion patients who have completed fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the mean U1-SN angle is 105.60° ± 5.80°, the mean U1-PP angle is 114.55°. ± 6.21°, the mean angle of L1-MP is 93.63° ± 7.94°, and the mean angle of IMPA is 96.40° ± 7.96°. The mean angulation of tooth 11 is 89.03° ± 3.26°, mean angulation of tooth 21 is 90.35° ± 3.07°, mean angulation of tooth 31 is 89.28° ± 4.33°, and mean angulation of tooth 41 is of 90.61° ± 5.04°. Conclusion: Based on research on the Inclination and Angulation of Anterior Teeth on Class I Malocclusion Patients after Fixed Orthodontic Treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the inclination of anterior teeth is within the normal range, except at the IMPA angle. The angulation of anterior teeth is relatively upright and parallel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Putu Ayu Septia M.
"ABSTRAK
Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk melihat perbedaan efektivitas jenis media pembelajaran yang mengandung konten prososial untuk menurunkan agresivitas pada anak usia 9-11 tahun. Penelitian dilakukan pada tiga kelompok yang berbeda, yaitu dua kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Masing-masing kelompok beranggotakan 17 orang, sehingga total partisipan berjumlah 51 orang yang berada pada tingkat sosial ekonomi rendah. Kelompok eksperimen pertama diminta menonton tayangan televisi, kelompok eksperimen kedua diminta untuk membaca buku, dan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Ketiga kelompok tersebut diukur agresivitasnya melalui pretest dan posttest menggunakan The Aggression Questionaire. Perhitungan selisih skor menggunakan teknik One Way Anova. Hasilnya menunjukan bahwa F 2,48 =3,041, p=0,057 , artinya tidak terdapat perbedaan efektivitas jenis media pembelajaran yang mengandung konten prososial terhadap penurunan agresivitas pada anak usia 9-11 tahun.

ABSTRAK
This experimental study was aimed to examine the effectivity of instructional media containing prosocial content to decrease aggresivity in children aged 9 11 years old. This study was conducted into three different groups, which are two experimental groups and one control group. Each group was consisted of 17 children from low social economic status, so total partisipants were 51 children. The first experimental group was given treatment to watch television, the second experimental group was given treatment to read the books, and the control group was not given any treatment. All group rsquo s aggresivity were measured through pretest and posttest using The Aggression Questionaire. Score differences were calculated by One Way Anova technique. The result shows F 2,48 3,041, p 0,057 , which means no difference of aggressivity score between the group that was given audiovisual media television , the group that was given visual media book , and the group that was not given any treatment. "
2017
S69259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Renasanti
"ABSTRAK
Keberhasilan perawatan ortodonti, ditentukan oleh penegakan diagnosis yang tepat. Penegakan diagnosis ortodonti berisikan data-data lengkap, yang terkumpul dalam satu bentuk rekam medis terdiri dari anamnesis, analisis wajah, analisis fungsional, analisis kebutuhan ruangan dan analisis radiografi. Pengetahuan untuk menegakkan diagnosis, dan menentukan rencana perawatan ortodonti cekat didapat melalui suatu program pendidikan spesialis yang mempunyai standar kompetensi yang ditetapkan oleh kolegium dan disahkan oleh KKI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana penggunaan prosedur diagnostik ortodonti sebelum perawatan ortodonti dimulai serta melihat gambaran kasus maloklusi yang dilakukan oleh ortodontis dan non ortodontis. Penelitian dilakukan terhadap 61 murid-murid SMP dan SMA Yaspen Tugu Ibu I Depok yang memakai alat ortodonti cekat. Penelitian dimulai dengan pengisian kuesioner yang telah disediakan dan dipandu oleh peneliti sendiri. Penelitian ini dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstra oral berupa digit examination dan pengambilan foto profil untuk pemeriksaan profil wajah dan sudut tangent line. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan prosedur diagnostik ortodonti lebih banyak dilakukan oleh kelompok ortodontis dibandingkan oleh kelompok non ortodontis. Pada gambaran kasus maloklusi yang dilakukan oleh ortodontis dan non ortodontis, terlihat bahwa kelompok non ortodontis melakukan perawatan ortodonti dengan alat cekat pada variasi maloklusi yang sama dengan kelompok ortodontis.

ABSTRACT
The success of orthodontic treatment is determined by correct diagnose. Determination of orthodontic diagnose shall consists of complete data, which was collected in a form of medical record consisting of anamnesis, facial analysis, functional analysis, space requirement analysis and radiographic analysis. Knowledge in determining diagnoses and deciding correct fixed orthodontic treatment plan shall be obtained from specialist educational program which has competency standard issued by collegium and endorsed by KKI. The intention of this research was to see how the implementation of orthodontic diagnostic procedure prior to orthodontic treatment started and to see malocclusion case overview done by orthodontist and non orthodontist. Research was conducted toward 61 SMP and SMA Yaspen Tugu Ibu I Depok students using fixed orthodontic appliance. Research was started by filling in questionnaire prepared and guided by the researcher herself. Research was continued by extra oral examination in the form of digit examination and capturing profile pictures to analyze facial profile and tangent line angle. The result shows that implementation of orthodontic diagnostic procedure is more often done by orthodontist group rather than non orthodontist group. In malocclusion case overview done by orthodontists and non orthodontist, it is shown that non orthodontist group does orthodontic treatment with fixed appliance on the same malocclusion variation with orthodontist group."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Lesmana
"Stres adalah sekumpulan reaksi tubuh terhadap stimuli yang mengancam keseimbangan dan dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Beberapa cara untuk mengukur besarnya stres antara lain melalui pengisian kuesioner dan pengukuran kadar kortisol. Kuesioner Stress in Children didesain untuk mengukur besar stres anak usia 9-12 tahun. Kortisol adalah hormon penanda stres yang bisa didapat melalui saliva. Stres disebutkan sebagai etiologi utama bruxism. Bruxism adalah gerakan involunter berupa menggesekkan atau menggeretakkan gigi dan prevalensinya di anak-anak besar. Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar kortisol saliva anak stres yang bruxism dengan non bruxism usia 9-11 tahun.
Desain penelitian analitik deskriptif potong lintang. Untuk mengukur kadar stres digunakan kuesioner Stress in Children yang diisi subyek. Untuk mendiagnosa bruxism digunakan kriteria diagnostik American Academy of Sleep Medicine AASM yang diisi oleh orang tua subyek dan pemeriksaan klinis keausan gigi. Saliva diambil pada setiap subyek sebanyak 5 mL untuk pengukuran kadar kortisol di laboratorium. Analisa statistik dengan uji T menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna p 0,05 . Disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara anak stres yang bruxism dengan non bruxism sehingga stres bukanlah etiologi utama bruxism dalam kelompok penelitian ini.

Stress defined as a set of body's reactions to stimuli that threaten its equilibrium and can occurs in adults or children. There are some methods to measure stress magnitude for example filling the stress questionnaire or measuring cortisol level. Stress in Children Questionnaire designed to measure stress magnitude in children aged 9 12 years. Cortisol is a stress hormone that can collected from saliva. Stress was suspected as the major cause of bruxism. Bruxism is involuntary excessive grinding or clenching during the nonfunctional movements of the masticatory system and the prevalence in children is high. The aim of the study is to compare salivary cortisol level between bruxism and non bruxism stress children aged 9 11 years.
The study design was analytic descriptive cross sectional. To measure stress level, subjects filled Stress in Children Questionnaire. To diagnose bruxism, questionnaire based on American Academy of Sleep Medicine AASM was filled by subject's parents followed by clinical assestment of tooth wearness. Amount of 5 mL saliva was collected from each subject. Statistical analysis with Independent T Test showed no significant difference between two groups p 0,05 . It was concluded that there is no significant difference between cortisol level of stress children with bruxism and non bruxism, so stress is not the major etiology of bruxism in this population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>