Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172380 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muthia Syarifa Yani
"Masalah kesehatan respirasi selain banyak terjadi di dunia dan Indonesia, angka mortalitasnya pun cukup tinggi. Perilaku dan keadaan sosiokenomi merupakan faktor penting yang berperan dalam kejadian masalah kesehatan respirasi. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui hubungan antara berbagai perilaku masyarakat di lingkungan kumuh dengan masalah kesehatan respirasi. Penelitian dilaksanakan sejak Mei 2011 - Januari 2013 di lingkungan kumuh Kelurahan Petamburan, Jakarta Pusat.
Penelitian menggunakan desain studi cross sectional, dengan metode sampling consecutive sampling yang melibatkan 107 responden di wilayah RW 03. Pengambilan data pada bulan Januari 2011 ialah dengan metode wawancara berdasarkan kuesioner yang telah divalidasi. Data diolah dengan menggunakan SPSS ver. 11.5 for Windows, dengan menggunakan uji hipotesis x2.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa perilaku yang diuji dengan x2 menunjukkan hubungan dengan masalah kesehatan respirasi (nilai p<0,05), yaitu perilaku mengelap debu pada perabotan secara teratur dan berolahraga secara teratur. Sementara, perilaku lainnya tidak terdapat hubungan (p≥0,05).

Respiratory health problem is commonly found worldwide, including Indonesia. Besides, the mortality rate is also high. Behavior and socioeconomic condition play important role in the occurence of respiratory health problem. The goal of this research is to observe the relationship between some behaviors of people in slum dwelling and the occurence of respiratory health problem. This research was held from May 2011- January 2013 in slum area of Petamburan, Central Jakarta.
This research used the cross-sectional study design. The sampling method used is consecutive sampling, involving 107 respondents in RW 03. Data is taken on January 2011, by direct interview based on questionnaire that has been validated previously. The data is processed with SPSS ver.11.5 for Windows, using x2 test.
The result shows that some behaviors that are tested with x2 hypothetic state are indeed related with respiratory health problem (p<0,05), which are cleaning the dust on furniture and mopping regularly. The other behaviors are not related (p≥0,05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nada Permana
"Di dunia, Asia Tenggara, maupun di Indonesia, penyakit respirasi merupakan masalah kesehatan yang besar karena mortalitas dan morbiditas yang tinggi, terutama pada masyarakat lingkungan kumuh. Penyakit respirasi yang tetap menjadi masalah ialah PPOK, asma, tuberkulosis, dan ISPA. Kesuksesan mengurangi penyakit respirasi ditentukan oleh kebiasaan kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh faktor yang penting, yaitu sikap.Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2011 di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara responden yang berusia di atas 18 tahunmenggunakan kuesioner dan pemilihan responden dilakukan dengan cara cluster consecutive sampling. Sikap yang diteliti yakni sikap mengenai kesehatan respirasi yang terdiri dari sikap mengenai penyakit respirasi, sikap mengenai kesehatan lingkungan, dan sikap mengenai pencegahan penyakit respirasi. Dari 107 sampel, didapatkan hasil sikap yang termasuk dalam kelompok baik sebanyak 36,45% dan kelompok sedang dan buruk 63,55%. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap mengenai kesehatan respirasi terhadap masalah kesehatan respirasi pada masyarakat di lingkungan kumuh (p=0,316), serta tidak terdapat hubungan antara setiap komponen sikap mengenai kesehatan respirasi terhadap masalah kesehatan respirasi.

In the world, Southeast Asia, and in Indonesia, respiratory disease is a major health problem because ofthe high mortality and morbidity, especially in slum neighborhood. Respiratory diseases which remain problems areCOPD, asthma, tuberculosis, and acute respiratory infection. The success of reducing respiratory disease is determined by one's health habits which are affected by the important factors, namely attitude. This study is an observational analytic study using cross-sectional design. Data was collected in January 2011 in Kelurahan Petamburan, District of Tanah Abang, Central Jakarta. Data retrieval is done by interviewing respondents using questionnaires and the selectionof respondentsis done by cluster consecutive sampling. The attitude toward respiratory health consisting of attitude toward respiratory diseases, attitude toward environmental health, and attitude toward prevention of respiratory disease. Of the 107samples, showed that attitude of respiratory health in the group classified as good were36.45% and group classified as moderate and bad were 63.55%. It was concluded that there is no relationship between attitude toward health respirationand respiratoryhealth problems in slum area (p=0.316), and there is no relationship between each component of the attitude toward respiratory health and respiratory health problems.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Theresia Sri Rezeki
"Masalah kesehatan respirasi merupakan masalah kesehatan yang penting karena prevalensinya cukup tinggi di Indonesia. Menurut WHO, beberapa masalah kesehatan respirasi yang prevalensinya cukup tinggi di Indonesia adalah pneumonia, tuberkulosis, asma dan PPOK. Dalam penelitian ini, masalah kesehatan respirasi dikaitkan dengan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan.
Penelitian menggunakan desain cross sectional dan diadakan di Kelurahan Petamburan. Pengambilan data dilakukan sejak 21 Januari 2012 ? 26 Januari 2012 dengan melibatkan 109 responden yang dipilih dengan metode consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner yang telah divalidasi sebelumnya.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi masalah kesehatan respirasi di lingkungan kumuh adalah 5,06%. Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan tidak berhubungan dengan masalah kesehatan respirasi baik untuk kepuasan terhadap hubungan dokter-pasien (p=0,451), fasilitas pelayanan kesehatan (p=0,237) maupun sistem administrasi (p=0,219).

Respiratory disease is an important health problem due to its high prevalence in Indonesia. According to WHO, several respiratory diseases of which prevalence are high in Indonesia are pneumonia, tuberculosis, asthma, and COPD. The goal of this research is to find out the association between respiratory disease and the satisfaction toward health-service.
This research uses the cross sectional design. It was held in Petamburan from January 21st - January 26th in 2012 by involving 109 respondents, chosen by consecutive sampling method. The data was collected by interviewing all respondents with a quesioner that has been validated.
The result shows the prevalence of respiratory diseases in rural area is 5,06%. There's no association between satisfaction toward health-service and the existence of respiratory disease in rural area either satisfaction toward the relationship between doctor-patient (p=0,451), toward health-care facilities (p=0,237), or administration system (p=0,219).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Al Hakim
"Penyakit respirasi termasuk penyebab kematian tertinggi di dunia. Namun prevalensinya pada pemukiman kumuh di Indonesia masih belum diketahui. Penelitian cross sectional kemudian dilakukan di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan teknik cluster consecutive sampling pada 18-26 Januari 2012 untuk mengetahui prevalensi penyakit tersebut dan kaitannya dengan pengetahuan masyarakat, sebagai langkah awal intervensi pendidikan kesehatan.
Hasil penelitian terhadap 104 responden berusia >18 tahun berdasarkan kuesioner: 1) Prevalensi penyakit respirasi sebanyak 5% terdiri dari asma (1,7%), pneumonia (0,2%), TB (2,2%) dan PPOK (0,9%) serta tidak ditemukannya hubungan tingkat pengetahuan dengan penyakit respirasi (p=0,342); 2) Terdapat 3,8% responden dengan tingkat pengetahuan baik, 41,3% cukup dan 54,8% kurang, berdasarkan pengetahuan terhadap penyakit respirasi. Kemudian tidak ditemukan hubungan karakteristik demografi usia (p=1,000), jenis kelamin (p=0,935) dan status pekerjaan (p=1,000) dengan tingkat pengetahuan; 3) Sumber informasi yang sering digunakan adalah televisi dan ditemukan korelasi bermakna antara jumlah sumber informasi dengan skor pengetahuan (p<0,05; r=0,278).
Dalam penelitian disimpulkan masih belum perlunya penyuluhan. Namun perlu ditinjau lebih lanjut hubungan pengetahuan terhadap konsistensi perilaku hidup sehat yang dapat mencegah penyakit respirasi. Selain itu juga perlu diketahui faktor lain yang dapat memengaruhi tingkat pengetahuan, serta perlunya optimalisasi informasi kesehatan respirasi melalui televisi sebagai sumber informasi tersering yang digunakan.

Disease of the respiratory system is one of leading cause of death in the world. However there has not been report about this prevalence in slum neighborhood, especially in Indonesia. Cross-sectional study was conducted in slums area, Kelurahan Petamburan, Tanah Abang, Central Jakarta using cluster consecutive sampling technique on 18?26 January 2012 to know the prevalence of respiratory diseases and its association with level of knowledge as the early step to analyze the need of health education.
The results of research on 104 respondents aged >18 years old using questionnaire: 1) Prevalence of respiratory health problems as much as 5% consists of asthma (1,7%), pneumonia (0,2%), TB (2,2%), COPD (0,9%) and there is no association between level of knowledge and those prevalence; 2) There are 3,8% of the respondents with a good level of knowledge, 41,3% sufficient and 54,8% poor based on respiratory health problems. And the research found that there is no association between socio demographic such as age (p=1,000), gender (p=0,935), employment (p=1,000) and level of knowledge; 3) Frequently used source of information is through television and there is significant correlation between the number of sources information with knowledge about respiratory health problems (p<0,05; r=0,278).
In the study, it was concluded that health education was not yet needed. But the influence of knowledge to the healthy living behavior which can prevent respiratory disease should be analyzed. Besides factors having association with level of knowledge about respiratory health is also needed to be found, and finally it is considered that optimalization of television as the most frequently used source information is needed."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Hertrisno Firman
"ABSTRAK
Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia Masalah tersebut meliputi tuberkulosis asma emfisema dan bronkitis kronik Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditinjau kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan Selain itu diperlukan sistem pendanaan oleh asuransi kesehatan Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi masalah kesehatan respirasi di masyarakat perumahan Jakarta pada tahun 2012 dan hubungannya dengan kedua faktor tersebut Penelitian menggunakan studi cross sectional dan dilakukan di Kelurahan Bintaro Jakarta Selatan Sampel penelitian adalah keluarga yang diwakili oleh kepala keluarga atau istri Sampel dipilih melalui metode consecutive sampling dengan sampel didapat sebanyak 104 orang Sumber data adalah data primer berupa kuesioner yang diisi melalui wawancara dengan variabel terikat yaitu masalah kesehatan respirasi dan variabel bebas yaitu kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan dan kepemilikan asuransi kesehatan Hasil penelitian berupa prevalensi masalah kesehatan respirasi sebesar 27 88 Uji Chi Square terdapat hubungan antara kepuasan dengan prevalensi p 0 001 dan kepemilikan asuransi dengan prevalensi p 0 022 Oleh karena itu perlu menurunkan angka ketidakpuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan dan memperhatikan asuransi kesehatan sebagai sistem pendanaan untuk akses terhadap fasilitas kesehatan Kata kunci masalah kesehatan respirasi kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan kepemilikan asuransi kesehatan masyarakat perumahan Jakarta.

ABSTRACT
The problems of respiratory health are one of the problems of health in Indonesia These problems contain tuberculosis asthma emphysema and chronic bronchitis To solve them we need regardly watch about satisfaction level of health facilities services and we know the effectivity of owning health insurance This study aims to know prevalence problems of respiration health among housing society in Jakarta at 2012 and its relations with satisfaction and health insurance This study uses cross sectional design and takes place in Bintaro South Jakarta Samples in this study are a family that each represented by a husband or a wife Samples are chosen using consecutive sampling Total data collected in this study are 104 subjects Data collected by filling out a set of questionnaire using interview method Dependent variable is problem of respiratory health and independent variables are satisfaction of health facilities services and ownership of health insurance Result reveals that prevalence the problems of respiration health is 27 88 Satisfaction of health facilities services is related to prevalence the problems of respiratory health chi square p 0 001 and ownership of health insurance is related to prevalence of it chi square p 0 022 Because of that we need to decrease the number of dissatisfaction of health facilities services and deliberate health insurances as a financing system to access of health facilities Key words problems of respiration health satisfaction of health facilities services ownership of health insurances housing community Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randi Ridha Mulyadi
"Latarbelakang: Indonesia merupakan negara dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi cukup tinggi di dunia, contohnya TB paru.
Tujuan: Penelitian ini mencari hubungan sikap dengan prevalensi masalah respirasi.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan teknik pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara langsung (guided questionnaire). Penelitian dilakukan di Kelurahan Bintaro yang termasuk daerah perumahan di Jakarta Selatan.
Hasil: Latarbelakang pendidikan dan sosioekonomi responden (n = 97) menunjukkan 41.2% memiliki tingkat pendidikan akhir SMA dan 61.9% memiliki penghasilan keluarga di atas Rp 1.200.000,00 perbulan. Berdasarkan wawancara juga ditemukan prevalensi permasalahan respirasi dialami 29.9% dari seluruh jumlah responden. Analisis chi-square menemukan perbedaan bermakna antara sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari dengan prevalensi masalah respirasi (CI 95%, p = 0.032), namun tidak ada hubungan yang bermakna dengan sikap healthcare seeking (CI 95%, p = 0.376).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara sikap preventif dalam kegiatan sehari-hari dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi

Background: Indonesia is one of the world's highest prevalence in respiratory health problems such as pulmonary TB.
Objective: This study aims to seek out the relationship between respondents? attitude with the prevalence of respiratory problems.
Method: Research design is cross-sectional with questionnaire and direct interview as the data-gathering means for prevalence and attitude. This study was conducted in Kelurahan Bintaro, an urban residential area in Jakarta Selatan.
Result: The respondents? background in this study were generally good in education, the majority of whom were high-school graduates, and also socioeconomically (majority had an income of Rp 1.200.000,00 or higher per month). Direct interview with the respondents also pronounced that as high as 29.9% of respondents has had respiratory problems within the past year. Chi-square analysis found there is a significant relationship between respiratory problems prevalence and preventive attitude on daily routines (CI 95%, p = 0.032), but not with healthcare seeking attitude (CI 95%, p = 0.376).
Conclusion: There is a relationship between preventive attitude on daily routines with the prevalence of respiratory health problems, suggesting more preventive measures be taken and/or encouraged on everyday daily routines."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Faizah
"Masalah kesehatan respirasi termasuk tuberkulosis, pneumonia, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian masalah kesehatan respirasi. Desain penelitian ini adalah potong lintang pada 107 rumah tangga di pemukiman kumuh Petamburan, Jakarta Pusat, dengan consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada responden tentang kejadian masalah kesehatan respirasi. Kondisi lingkungan rumah seperti jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian rumah, lubang asap di dapur, jendela, luas ventilasi, pencahayaan, kelembapan, serta suhu diobservasi dan diukur menggunakan luxmeter, hygrometer, termometer, dan meteran. Data dianalisis dengan chi-square test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan hubungan bermakna antara kejadian masalah kesehatan respirasi dengan luas ventilasi (p <0,001), jendela (p =0,032), kepadatan hunian rumah (p <0,001), dan lubang asap di dapur (p =0,027). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat berhubungan dengan kejadian masalah kesehatan respirasi.

Respiratory health problem including tuberculosis, pneumonia, asthma and chronic obstructive pulmonary disease has high prevalence in Indonesia. This study aims to find out association between respiratory health problems and housing environment. A cross-sectional study was done on a total of 107 households in Petamburan slums, Jakarta, Indonesia. The sampling method was consecutive sampling. Data was obtained by interviewing subjects about incidence of respiratory health problems in their households. Housing environment such as lighting level, humidity, temperature, ventilation, bedroom crowding, smoke hole in kitchen, kind of wall and floor were observed and measured using luxmeter, hygrometer and thermometer. Data were analyzed by chi-square tests. This study found that there were significant association between incidence of respiratory health problem and ventilation (p <0,001), window (p =0,032), house crowding (p <0,001) and smoke hole in kitchen (p =0,027). The result of this study shows that poor housing environment associates with incidence of respiratory health problems."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika Cahya Wijaya
"Pendahuluan: Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu gangguan kesehatan dengan prevalensi cukup tinggi di dunia. Penyebabnya erat kaitannya dengan perilaku merokok. Selain itu, tingkat pengetahuan, sikap, perilaku serta lingkungan juga berperan serta. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi pada penghuni rumah susun di Jakarta.
Metode: Desain penelitian yang dipilih ialah cross-sectional. Data diperoleh dengan mengisi kuesioner yang ditanyakan melalui wawancara. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2012 dengan melibatkan 120 responden. Data yang dikumpulkan akan diuji dengan chi-square dan fisher untuk melihat nilai probabilitas (p).
Hasil: Sebanyak 36% responden pernah mengalami masalah kesehatan respirasi dan 64% lainnya menunjukkan status kesehatan respirasi yang baik. Tingkat pengetahuan responden didapatkan 40,8% dengan pengetahuan di bawah rata-rata dan 59,2% dengan pengetahuan di atas rata-rata. Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan status kesehatan respirasi (p=0,879).
Kesimpulan: Prevalensi masalah kesehatan respirasi pada penghuni rumah susun di Jakarta ialah 36% Tingkat pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan masalah kesehatan respirasi.

Introduction: Respiratory health problems is one of the health problems with a high prevalence in the world. The cause is closely associated with smoking behavior. In addition, knowledge level, attitude, behavior and environment also have a role as well. The purpose of this study is to determine the relationship between knowledge level with the prevalence of respiratory health problems in flats occupants in Jakarta.
Method: The selected research design is cross-sectional. Data obtained by filling out a questionnaire that asked through interview. Data collected was performed in August 2012, involving 120 respondents. The data collected will be tested with chi-square and fisher to see the value of the probability (p).
Result: About 36% of respondents had experienced respiratory health problems while 64% showed good respiratory health status. The knowledge level of the respondents earned showed about 40.8% of respondents with knowledge level below average and 59.2% above average. There is no significant relationship between the level of knowledge with the respiratory health status (p=0.879).
Conlusion: Prevalence of respiratory health problems in flats occupants in Jakarta is about 36%. Knowledge level is not contributing for the prevalence of respiratory health problems."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanin
"Pajanan patogen melalui gastrointestinal pada daerah kumuh lebih tinggi dibanding nonkumuh. Hal tersebut mempengaruhi produksi protein globulin yang salah satunya berperan dalam sintesis IgA. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui perbandingan kadar IgA pada daerah kumuh dan nonkumuh serta hubungannya dengan rasio albumin terhadap globulin. Pengukuran kadar IgA dilakukan menggunakan metode radial immunodiffusion test (RIDT), sedangkan data rasio albumin terhadap globulin didapatkan dari penelitian sebelumnya. RIDT bekerja dengan prinsip difusi radial sampel antibodi menjauhi sumur berbentuk silindris. Pada kit, terdapat anti terhadap antibodi spesifik yang akan diukur. Hasilnya berupa ikatan antibodi dengan anti-antibodi membentuk cincin dan diukur diameternya. Nilai IgA dikonversi ke dalam satuan mg/L. Hasil analisis kadar IgA menggunakan uji Mann-Whitney menemukan kadar IgA daerah kumuh lebih tinggi dibandingkan nonkumuh namun tidak bermakna secara statistik (p=0,620). Kadar IgA dan rasio albumin globulin ditransformasi menjadi variabel kategorik dan dikelompokkan menjadi 4 zona. Pada zona 3 dimana rasio albumin terhadap globulin tinggi dan kadar IgA rendah, proporsi subjek didominasi oleh penduduk daerah nonkumuh dibandingkan kumuh (47% vs. 14%). Hasil uji Chi Square menunjukkan perbedaan proporsi subjek tersebut bermakna secara statistik (p=0,041). Hubungan antara rasio albumin terhadap globulin dengan ekspresi IgA dianalisis menggunakan uji Pearson dan ditemukan adanya korelasi negatif yang bermakna secara statistik (r= -0,319 dan p= 0,048). Oleh karena itu, dapat disimpulkan tingginya tingkat pajanan patogen melalui gastrointestinal pada daerah kumuh menyebabkan produksi IgA sebagai respon imun mukosa lebih tinggi dibandingkan dengan nonkumuh. Sintesis IgA tersebut berhubungan dengan rasio albumin terhadap globulin karena globulin merupakan komponen penyusun IgA.
Pathogenic exposure in slum is higher compared to nonslum area and mainly occurs through the gastrointestinal. It will affect the rate of globulin production which used as a component to synthesize immunoglobulin A (IgA) Therefore, author is interested to investigate comparison between IgA of people living in slum and non-slum area and the relation IgA expression with albumin globulin ratio. Measurement of the IgA was done using radial immunodiffusion test (RIDT), while the data of albumin globulin ratio was obtained from the previous research. Result of IgA analysis using Mann whitney test shows that IgA level of people living in slum area is higher than non-slum area but not statistically significant (p=0.620). Data of IgA level and albumin globulin ratio was transformed into categoric form and classified into four zones. Zone 3, where the IgA level is low and albumin globulin ratio is high, the subjects proportion found in this zone are dominated by people living in non-slum area (47% vs. 14%). This result is also supported by the Chi-square test that shows a significance difference between proportion of people living in slum and non-slum area found in the zone 3. Next, relation between albumin globulin ratio to the level of IgA was analyzed using Pearson test. The result shows that there is a significant negative correlation between albumin globulin ratio and IgA level (r= -0.319 dan p= 0.048). Therefore, it can be concluded that high level of pathogenic exposure through the gastrointestinal tract in slum area will lead to an increase of IgA production resulting higher level of IgA found in the serum. This IgA production on both populations has a relation with albumin globulin ratio since globulin is one of the constituent component of IgA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnelti
"ABSTRAK
Salah satu karakteristik kota adalah jumlah penduduk yang makin banyak dan tingginya kepadatan penduduk. Hal ini menimbulkan dampak terhadap daya dukung kota berupa ketidakseimbangan antara ruang yang dibutuhkan dan jumlah penduduk yang meningkat. Pertumbuhan penduduk kota, terutama dari arus pendatang tidak hanya menyebabkan kota menjadi berkembang, tetapi juga menimbulkan permasalahanpermasalahan baru. Umumnya di negara berkembang, kaum pendatang mempunyai tujuan untuk mencari pekerjaan.
Bertumpuknya penduduk di kota menimbulkan permasalahan yang cukup rumit, baik dari segi fisik maupun non fisik, serta mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan daerah sekitarnya, dan merupakan salah satu sebab timbulnya kawasan-kawasan kumuh di perkotaan.
Secara umum, permukiman kumuh diartikan sebagai kawasan hunian yang tidak layak huni berkaitan dengan kesehatan masyarakat khususnya pada penyakit yang sering berjangkit selama di permukiman. Cermin dari permukiman kumuh diantaranya daerah yang tidak terencana, tidak teratur, dan bersifat informal, kepadatan permukiman yang tinggi serta kondisi lingkungan yang buruk.
Dalam era pembangunan dewasa ini, upaya perkembangan perumahan rakyat mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak pemerintah sebagai upaya mewujudkan salah satu kebutuhan dasar masyarakat yaitu papan.
Dalam perencanaan perkembangan hingga saat ini perkembangan ekonomi masih menonjol, sedangkan pertimbangan kesehatan, khususnya kesehatan masyarakat tampaknya masih belum mendapat perhatian.
Penelitian ini mencoba memberikan gambaran tentang kondisi permukiman kumuh dalam hubungannya terhadap kesehatan masyarakat dari segi lingkungan sosial, lingkungan fisik, sanitasi lingkungan dan pola penyakit yang sering terjangk`it di lingkungan permukiman kumuh. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1 Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah permukiman kumuh.
2 Hubungan variabel-variabel permukiman kumuh terhadap variabel kesehatan masyarakat.
3 Berbagai upaya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di permukiman kumuh.
Lokasi penelitian adalah Kelurahan Penjaringan di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, ditentukan berdasarkan purposive sampling. Dalam Kelurahan ini diambil 3 Rukun Warga (RW) yang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya. Selanjutnya untuk menentukan banyak sampel tiap-tiap RW digunakan cara proposional random sampling yang seluruhnya berjumlah 130 responden.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara berdasarkan kuesioner, wawancara mendalam dengan masyarakat setempat, serta observasi langsung kelapangan. Sedangkan data sekunder di peroleh dari lapangan dan literatur penunjang yang didapat dari instansi terkait.
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan rumus Chi-square yang diteruskan dengan Uji Coefficient Contingency, disertai pula dengan analisis kualitatif.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel-variabel permukiman kumuh mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat
dilihat dari faktor lingkungan sosial, yaitu faktor jenis pekerjaan, crowding index dan jenis pelayanan kesehatan,akan tetapi tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dari faktor pendidikan dan pendapatan. Masyarakatnya mayoritas berpendidikan, pendapatan masih dalam taraf rendah yaitu pendidikan SD, sedangkan pendapatan masyarakat setiap bulan sebagian besar antara Rp 50.000,-sampai dengan Rp 100.000,-.
Variabel lingkungan fisik mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dilihat dari faktor keadaan saluran/got air rumahtangga, kondisi lingkungan jalan, kelembaban udara, sinar matahari, jumlah ruangan.
Variabel sanitasi perumahan lingkungan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dilihat dari faktor, bau/aroma dari air saluran buangan rumahtangga, saluran pembuangan mandi, saluran pembuangan kakus, pembuangan sampah, dan sumber air minum dengan derajat hubungan cukup kuat: Sedangkan terhadap kesehatan masyarakat dari faktor, saluran pembuangan masak, saluran pembuangan air cucian tidak terdapat hubungan.
Dari hasil hubungan antara berbagai variabel tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permukiman kumuh sangat erat hubungannya dengan kesehatan masyarakat.
Perlu dilakukan perlindungan dan peningkatan terhadap kesehatan masyarakat di permukiman kumuh ini, karena permukiman kumuh menurunkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan pencemaran lingkungan. Kurangnya diperhatikan lingkungan sosial, lingkungan fisik, dan sanitasi perumahan lingkungan oleh masyarakat serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan lingkungan di sekitar tempat tinggal akan menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.

ABSTRACT
One of the urban main characteristics is the fast growing number of population and its high density. This causes an impact on carrying capacity in terms of the imbalance between the needed space and the increasing population; particularly as rush of city's newcomers does not only imply city's development, but also generate new environmental problems. In most of developing countries, the main reason for people coming to the cities is seeking for employment. High concentration of people in the cities create complex environmental problems, either physically or non-physically, giving negative impact an the particular surroundings and constitutes one of the main causes for the existence of urban slums.
In general, slum settlement is understood as an urban settlement inappropriate to habitat in terms of the community's health, particularly the incidence rate of diseases. Slum settlement is mostly reflected in its involuntary existence, unorganized, informal by characteristics, highly dense, and bad condition. Even though slum settlement's lands are already determined their infrastructures are still inappropriate, with small alleys, muddy, far from appropriate latrines, bath and washing facilities, and lack of clean water.
In the development periods the Government has given much attentions to the development of public housing as one the Government's efforts in providing the community with shelter facilities.
Even in the national development planning the economic sector development constitutes the first priority, yet health sector, particularly community health development is still considered as insignificant.
The objective of the study is to identify and describe the conditions of slum settlement and its correlations with the community's health, in particular from the aspects of its social environment, physical environment, and environmental sanitation in terms of its disease frequency pattern. The specific objectives are:
Identify the social-economic condition of the community of slum settlement;
The correlations between slum settlement's variable to the community's health.
To provide solution efforts in increasing the community health status in slum settlement.
The areas studied are located in the Penjaringan Subdistrict, Northern part of Jakarta, which for this purpose was purposively taken, in which tree "Kelurahan" were determined as samples in terms of the densest population. Further, sample members were drawn proportional-randomly from each "Kelurahan", numbering 130 respondents.
Primary data collection was conducted by interviews using questionnaires as instrument, depth interviews with selected local respondents, and direct observation in the field. While secondary data were collected from related government agencies.
Data analysis was conducted quantitatively based on non-parametric statistic means, i.e. Chi-square, followed with coefficient contingency test and qualitative analysis.
From the analysis it? was identified that slum settlement's variables significantly correlate with those of the community's health viewed from their social environmental factors, i.e. kinds job, crowding index, and health service, but not significantly correlation with the community's health in terms of education, income, and number of family members. But field data eduction, people income majority education degree is SD (63,9%), indregree income Rp 100.000,- (37,7%).
correlate with the conmunity's health in terms of its factors, i.e. household's sewerage, neighbour hood's streets condition, air humidity, sunlight, and number of rooms with strong correlation, under lining the air humidity as the strongest factor; whereas ventilation received the weakest influence.
Settlement's environmental santitation has significant correlation with the community's health in terms of its factors, i.e. household's sewerage odour, bathroom's sewerage, waste disposal, and drinking water source, showing rather strong correlation. However, when correlated with cooking and washing waste water sewerages, there isn't any correlation to be found. In terms of latrine variable, strong correlation with the community's health has been observed as being exist.
From the variables relationship it was evident that slum settlement strongly correlate with the community's health. Further, there should be improvements in the field of community health in the slum areas, as slum conditions can degrade the community's health status and generate environmental pollution. Lack of attention in the fields of physical, social and sanitary environment could by all means decrease the quality of the community's health and the community's health status itself.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>