Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saragih, Zaini Kadhafi
"Atlet melakukan aktivitas fisik secara terus menerus dengan intensitas tinggi. Keadaan ini diduga dapat mencetuskan terjadinya stres oksidatif yang diketahui berperan dalam mekanisme terjadinya beberapa penyakit. MDA diketahui sebagai salah satu marker terjadinya stres oksidatif. Sedangkan aktivitas SOD eritrosit dapat menggambarkan adaptasi sistem antioksidan terhadap latihan.
Tujuan: Mengetahui gambaran kadar MDA plasma dan aktivitas SOD eritrosit saat istirahat pada kelompok atlet sepakbola profesional Indonesia dan pengunjung pusat kebugaran sebagai kontrol.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan subyek kelompok atlet dan kelompok kontrol. Subyek kelompok atlet adalah pesepakbola dari salah satu klub peserta kompetisi sepakbola tertinggi di Indonesia, sedangkan kelompok kontrol dipilih secara acak dari pengunjung salah satu pusat kebugaran di Jakarta. Dari kedua kelompok akan dikumpulkan data karakteristik fisik, kebiasaan olahraga dan tingkat aktivitas fisik, diikuti dengan pengambilan darah untuk mengetahui kadar MDA dan aktivitas SOD, setelah subyek berpuasa 12 jam dan tidak melakukan aktivitas fisik berat (olahraga) sejak 24 jam.
Hasil: Karakteristik fisik kedua kelompok secara statistik tidak berbeda kecuali pada rerata nadi istirahat (P < 0,01). Hasil GPAQ menunjukkan kelompok atlet 100% tergolong tingkat aktivitas fisik tinggi, sedangkan kelompok kontrol hanya 57%. Kadar MDA kelompok atlet lebih tinggi daripada kontrol (P < 0,01), dan aktivitas SOD eritrosit kelompok atlet lebih rendah daripada kontrol (P < 0,05).
Kesimpulan: Kadar MDA plasma lebih tinggi dan aktivitas SOD eritrosit lebih rendah saat istirahat pada kelompok atlet dibandingkan kontrol. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan intensitas dan jenis aktivitas fisik yang biasa dilakukan.

Athletes perform continuous physical activity in high intensity. This situation expected to trigger oxidative stress, which is known to play a role in the mechanism of many diseases. MDA is known as one of oxidative stress markers and the activity of erythrocyte SOD illustrates the adaptation of antioxidant system to exercise.
Objective: To determine the plasma MDA level and erythrocyte SOD activity at rest on a group of Indonesian professional football athletes and fitness center visitors as control.
Methods: This is a cross sectional study with athlete and control group. The subject in athlete group were taken from one club participating in highest league of football competition in Indonesia, while the control group was randomly selected from visitors of one fitness center in Jakarta. Data of physical characteristics, exercise habits and physical activity levels, followed by blood sampling after 12-hours fasting and 24-hours refrain from high intensity physical activity (exercise) for 24 hours were collected from both group.
Results: The physical characteristics of both groups were not statistically different, except the resting heart rate of athlete group lower than controls (P < 0.01). The GPAQ analysis showed that the athletes physical activity level are all high, compare to 57% of control group . Mean plasma MDA in athlete group is higher than controls (P < 0.01), and erythrocyte SOD activity in athlete group is lower than controls (P < 0.05).
Conclusion: Plasma MDA were higher and erythrocyte SOD activity were lower in athletes compare to controls, during rest condition. This might be caused by the differences in the intensity and type of their usual physical activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leroy David Vincent
"Luka pada kulit dapat disebabkan oleh trauma, hasil tindik pada badan, dan bahkan prosedur operasi. Luka akan diperbaiki melalui beberapa tahapan dan proses untuk mengembalikan struktur kulit kembali normal. Namun, proses tersebut tidak selalu berjalan dengan normal dan dapat berkembang menjadi jaringan parut atau jaringan keloid sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas fibroblas. Peningkatan aktivitas fibroblas ini akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan energi dan oksigen sehingga keadaan hipoksia dapat terjadi dan menyebabkan pembentukan ROS yang dapat berujung pada keadaan stres oksidatif. Antioksidan bekerja untuk mengatasi masalah ini dan salah satu antioksidan adalah katalase. Riset ini bertujuan untuk melihat efek kondisi tersebut terhadap aktivitas katalase di jaringan keloid dan dibandingkan dengan jaringan normal sebagai kontrol yaitu prepusium. Sampel eksperimen adalah jaringan keloid yang didapatkan melalui insisi pada operasi dan jaringan prepusium melalui sirkumsisi masing-masing sejumlah 9 sample. Aktivitas spesifik katalase diukur melalui penurunan kadar H2O2 yang diuraikan oleh katalase dan dibaca serapannya dengan spectrophotometer pada panjang gelombang 280nm. Setelah mendapatkan data, data tersebut dianalisis secara statistik dengan software SPSS. Uji normalitas menunjukan distribusi data yang tidak normal sehingga dilanjutkan dengan uji non parametric yaitu tes MannWhitney. Hasil analisis dengan tes Mann-Whitney menunjukan hasil yang tidak signifikan (p value = 0.021) walaupun terdapat penurunan aktivitas spesifik katalase pada jaringan keloid jika dibandingkan dengan prepusium yaitu 0.528 dan 0.386 (U/mg protein) pada prepusium dan keloid. Hal ini dapat dikarenakan perbedaan reaksi catalase dalam kondisi akut dan kronik dimana stres oksidatif yang sudah terjadi di jaringan keloid dapat menyebabkan katalase tidak mampu mengkompensasi ROS pada jaringan dan keadaan stres oksidatif tersebut. Selain itu. terdapat juga kemungkinan peran dan intervensi dari antioksidan enzimatik yang lain. Kesimpulan penelitian terdapat penurunan aktivitas katalase namun secara statistik penurunan tersebut tidaklah signifikan.

Skin sores can be caused by trauma, body piercing results, and even surgical procedures. The wound will be repaired through several stages and processes to restore the structure of the skin back to normal. However, the process does not always run normally and can develop into scar tissue or keloid tissue as a result of increased fibroblast activity. This increase in fibroblast activity will cause an increase in energy and oxygen requirements so that hypoxia can occur and cause the formation of ROS which can lead to a state of oxidative stress. Antioxidants work to overcome this problem and one of the antioxidants is catalase. This research aims to see the effect of these conditions on the activity of catalase in keloid tissue and compared with normal tissue as a control, namely the prepusium. Experimental samples are keloid tissue obtained through incisions in surgery and prepusium tissue through circumcision of 9 samples each. The specific activity of catalase is measured by decreasing the H2O2 levels described by catalase and its absorption is read with a spectrophotometer at 280nm wavelength. After getting the data, the data is analyzed statistically with SPSS software. The normality test shows that the data distribution is not normal so it continues with the non parametric test, the Mann Whitney test. The results of the analysis with the Mann-Whitney test showed insignificant results (p value = 0.021) although there was a decrease in the specific activity of catalase in keloid tissue when compared with the prepusium which was 0.528 and 0.386 (U / mg protein) in the prepusium and keloid. This can be due differences in catalase reactions in acute and chronic conditions where oxidative stress that has already occurred in the keloid tissue can cause the catalase to be unable to compensate for ROS in the tissue and the oxidative stress state. Other than that. there are also possible roles and interventions of other enzymatic antioxidants. The conclusion of the research is that there is a decrease in catalase activity but statistically the reduction is not significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Yakub
"Penelitian ini membahas tingkat karbonil sebagai penanda dari stress oksidatif di ginjal akibat terpapar oleh hipoksia hipobarik akut interminten. Hipoksia hipobarik rentan terjadi kepada penerbang (pilot) yang sering terpapar oleh kondisi ini. Sebagai salah satu organ penting, ginjal rentan terpapar oleh stress oksidatif akibat hipoksia hipobarik. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. Sampel jaringan yang dipakai adalah jaringan ginjal tikus jantan galur wistar. Sampel ini lalu dikelompokkan ke dalam empat perlakuan dengan perbedaan frekuensi paparan hipoksia hipobarik dari hypoxia chamber dan satu kelompok kontrol. Metode Cayman?s Protein Carbonyl Assay yang telah dimodifikasi oleh departemen biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia digunakan dalam percobaan ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat perbedaan karbonil yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p<0.05). Bedasarkan hasil pada penilitian ini, dapat disimpulkan terdapat peningkatan stres oksidatif secara signifikan pada keadaan hipoksia hipobarik akut intermiten di jaringan ginjal tikus.

This study discussed about carbonyl concentration level as marker of stress oxidative in kidney due to acute intermittent hypobaric hypoxia exposure. Hypobaric hypoxia is prone to occur in aviators (pilots) who usually expose to this condition. As one of important organs, kidney is prone to be exposed by stress oxidative due to hypobaric hypoxia. This study uses experimental design. The sample used in this study was kidney tissue from male rats wistar. This sample then grouped into four different exposed groups which is differed in frequency of hypobaric hypoxia given in hypoxic chamber and a control group. The method used to measure carbonyl concentration was the method from Cayman's Protein Carbonyl Assay Procedure which then modified by biochemistry department Universitas Indonesia. The result from this experiment revealed that there was a significant difference of carbonyl concentration between exposed and control group (p<0.05). This study concluded that there was a significant increase of stress oxidative in acute intermittent hypobaric hypoxia condition in kidney tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imma Fatayati
"Latar belakang: Akumulasi volume latihan fisik yang berlebihan (overtraining/OT), dalam jangka panjang dapat menimbulkan penurunan performa yang disebut overtraining syndrome (OTS). Patofisiologi OTS banyak dihubungkan dengan stress oksidatif, kondisi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen, yang dapat berujung pada gangguan kardiovaskular. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa stres oksidatif dapat dihambat melalui suplementasi antioksidan. Hibiscus Sabdariffa Linn. (H. sabdariffa) adalah tanaman yang mengandung antioksidan tinggi.
Tujuan: Melihat efek OT terhadap tingkat stress oksidatif jantung tikus dan efek pemberian H. sabdariffa terhadap stress oksidatif jantung tikus OT.
Metode: Studi eksperimental menggunakan 25 tikus Wistar dewasa, 8-10 minggu, 300-350 gr, diacak menjadi lima kelompok: Kontrol (C), Kontrol+Hibiscus (C-Hib), Latihan Aerobik (A), Overtraining (OT) dan Overtraining+Hibiscus (OT-Hib). Dosis H. sabdariffa yang diberikan: 500 mg/kgBB/hari. Latihan fisik (A dan OT) dilakukan 5x/minggu selama 11 minggu. Dihitung kadar MDA, SOD dan GSH pada jantung tikus menggunakan spektrofotometri dan Nox2 pada jantung tikus menggunakan ELISA pada akhir Minggu 11.
Hasil: Pada kelompok OT-Hib kadar MDA secara bermakna mengalami penurunan, kadar GSH secara bermakna mengalami peningkatan, didukung dengan kadar SOD yang cenderung meningkat, namun tidak signifikan, dan Nox2 mengalami peningkatan yang tidak signifikan.
Kesimpulan: Overtraining menyebabkan kondisi stres oksidatif pada jaringan jantung tikus dan pemberian suplementasi H. sabdariffa memiliki potensi menangani stres oksidatif pada jantung tikus overtraining

Background: Accumulation of overtraining/OT volume, in the long run can lead to decreased performance called overtraining syndrome (OTS). Pathophysiology of OTS is associated with oxidative stress, a condition of imbalance between free radicals and endogenous antioxidants, which can lead to cardiovascular disorders. Some research shows that oxidative stress can be inhibited through antioxidant supplementation. Hibiscus Sabdariffa Linn. (H. sabdariffa) is a plant that contains high antioxidants.
Objective: This study was to look at the effect of OT on rat heart oxidative stress levels and the effect of giving H. sabdariffa to oxidative stress in OT rats.
Methods: The study was an experimental study using 25 adult Wistar rats, 8-10 weeks, 300-350 gr, randomized into five groups: Control (C), Control + Hibiscus (C-Hib), Aerobic Exercise (A), Overtraining (OT ) and Overtraining + Hibiscus (OT-Hib). Dosage of H. sabdariffa given: 500 mg/kg/day. Physical exercise (A and OT) is given 5x/week for 11 weeks. Calculated levels of MDA, SOD and GSH using spectrophotometry and Nox2 using ELISA at the end of Week 11.
Results: In the OT-Hib group, MDA levels significantly decreased, GSH levels significantly increased, supported by SOD levels which tended to increase, but were not significant, and Nox2 experienced an insignificant increase.
Conclusion: Overtraining can causes oxidative stress conditions in rat heart tissue, and supplementation of Hibiscus sabdariffa Linn. can handle oxidative stress in overtraining rat's heart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Ariyani
"Paparan zat toksik di Iingkungan dapat berkontribusi pada
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Paparan zat toksik ini dapat berasal
dari uap bensin, asap rokok, sinar UV dan radiasi. Dalam Iingkungan Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Umum, banyak terdapat paparan uap bensin yang
banyak mengandung zat-zat karsinogenik yang dapat menghasilkan spesies
oksigen reaktif setelah mengalami metabolisme dalam tubuh. Spesies
oksigen reaktif ini dapat menyebabkan kerusakan DNA, yang mengacu pada
terealisasinya risiko kanker. Salah satu biomarker kerusakan DNA yang
umum dipelajari adalan 8-nidroksi-7,8-clinidro-2’-deoksiguanosin (8-OHc|G).
8-OHCIG ini dapat terekskresikan melalui urin dan dapat digunakan sebagai
biomarker kerusakan DNA. Pada penelitian ini dilakukan studi deteksi 8-nidroksi-7,8-diniclro-21
deoksiguanosin sebagai biomarker oksidatif stress akibat spesies oksigen
reaktif. Dalam Studi ini dilakukan pencarian kondisi optimum pengukuran 8-
nidroksi-7,8-clinidro-2’-deoksiguanosin, serta validasi dan verifikasi metode
dengan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi peralatan yang
digunakan Kondisi optimum yang diperoleh adalah dengan komposisi eluen
metanol: buffer fosfat pH 6,7 = 10:90. Sampel urin diambil dari petugas
SPBU dan kontrol yang tidak bekerja di SPBU dan tidak terpapar banan-
banan toksik dari Iingkungan kerja Sampel urin ditentukan kadar kreatininnya
dengan UV-Vis (λ=486 nm) dan diukur konsentrasi 8-OHCIG dengan instrumentasi HPLC-detektor UV (λ=254 nm). Hasil pengukuran 8-hidroksi-
7,8-clihidro-2’-deoksiguanosin dibagi dengan hasil pengukuran kreatinin untuk
mengetahui kadar 8-OH-CIG dalam kreatinin Limit deteksi (LOD) pengukuran
8-OHCIG dengan instrumentasi HPLC adalah 5.74 pg/L. Bates kuantitasinya
(LOQ) adalah 19.12 pg/L. Konsentrasi 8-OHCIG yang terukur pada sampel SPBU adalah 701,78-21.571,17 sedangkan pada sampel urin kontrol adalah 62,73-7_322,57 pg/g
kreatinin Jadi dapat disimpulkan bahvva kadar 8-OHCIG pada sampel petugas
SPBU Iebih tinggi daripada kontrol"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30466
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiaraima Sisinta
"Partikulat merupakan partikel yang mengandung padatan mikroskopis atau tetesan cairan yang sangat kecil sehingga dapat terhirup. PM2,5 , partikel debu yang sangat ringan dan berdiameter ukuran < 2,5 µm dan mampu menembus hingga ke alveolus bahkan dapat melewati penghalang pernapasan dan memasuki sistem peredaran darah, sehingga dapat menyebar ke seluruh tubuh (Feng et al.2016). Malondialdehyde (MDA) merupakan biomarker dari oxidative stress yang dapat terjadi di tubuh. (Grotto et al, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian oxidative stress melalui pengukuran MDA dalam urin akibat pajanan PM2,5.
Metode penelitian ini mengunakan desain cross sectional. Pemilihan sampel menggunakan stratified random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII sekolah menengah pertama yaitu 68 responden. Pengukuran PM2,5 menggunakan alat HAZ-DUST Epam 5000 dan pemeriksaan kadar MDA dalam urin menggunakan TBARs. Selain itu, dilakukan pemeriksaan kreatinin urin sebagai pembanding kadar MDA.Variabel lain yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, status merokok, aktivitas fisik, dan konsumsi suplemen diukur melalui kuesioner sebagai faktor konfounding (perancu).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar MDA dalam urin pada siswa kelas VIII adalah 32,26 µmol/g kreatinin dan konsentrasi PM2,5 di seluruh area kelas sebesar 29,31 µg/m3. Dalam penelitian ini yang dianalisis lebih lanjut adalah nilai rata-rata lingkungan kelas (gerbang, lapangan, koridor dan kelas) yang telah di ubah dengan Log 10. Berdasarkan uji statistik, PM2,5 tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kadar MDA urin setelah dikontrol dengan jenis kelamin, status merokok, aktivitas fisik, dan konsumsi suplemen (p.value=0,573). Disarankan untuk mengukur biomarker oxidative stress lainnya yang mungkin berperan penting dalam pajanan PM2,5.

Particulates Matters 2.5 (PM2.5) are particles contain microscopic solids or liquid droplets which able to be inhaled. PM2.5 is very light dust particle with diameter <2.5 ?m and able to penetrate to the alveolus and even pass through the respiratory barrier, and enter the circulatory system, which can spread throughout the body (Feng et al.2006). Malondialdehyde (MDA) is one of biomarker of oxidative stress in human. MDA is one of the lipid peroxide products which toxic to cells and can be influenced by any agents from environment. The aim of the study is to analyze the concentration of urinary MDA in junior high school students related to PM2.5 exposure.
Research has been doned by cross sectional design with systematic random sampling method. The respondents are 68 students of VIII grade junior high school. PM2.5 is measured by using HAZ-DUST Epam 5000 and urinary MDA levels using TBARs (Spectrophotometry) from some area in the school and MDA is measured by TBARs method from student's urine and controlled by examine the urine creatinine. Other variables like age, sex, smoking status, physical activity, and consumption of supplements have been asking by questionnaires as the confounding factors.
The results showed that average of MDA levels in urine were 32.26 ?mol/g creatinine and the average concentration of PM2.5 in all classroom areas were 29.31 ?g/m3. We also analyzed the average levels of PM2.5 in gate, sport field, corridor and classrooms, which has been transformed with Log 10. Based on statistical test, PM2.5 did not show any significant association between concentration of urinary MDA levels after being controlled by sex, smoking status, physical activity, and supplements (p.value=0.573). For further research, it may be interesting to explore other oxidative stress biomarker that may be play important role in the exposure of PM2.5.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Gittanaya Anindyanari
"Latar belakang: Ketidak seimbangan dalam kadar antioksidan dan level radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Puasa sudah terbukti dapat meningkatkan kadar antioksidan dan menurunkan produksi radikal bebas, yang akan menghasilkan penurunan stres oksidatif. Selain itu, durasi waktu puasa juga mempengaruhi dampak puasa dalam menurunkan stres oksidatif. Banyak penelitian yang sudah membahas efek puasa tersebut, namun, belum diteliti pada jaringan jantung. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk meneliti perbedaan efek durasi puasa terhadap kadar katalase pada jaringan jantung kelinci New Zealand White. Metode: Sampel dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan perlakuan yang dilakukan selama satu minggu. Kelompok pertama, kelompok kelinci dengan pemberian pakan yang normal. Kelompok kedua, kelompok puasa intermiten dengan 16 jam periode puasa dan 8 jam periode makan. Kelompok terakhir, kelompok puasa berkepanjangan dengan 40 jam periode puasa dan 8 jam periode makan. Selanjutnya, absorbansi aktivitas katalase dan kadar protein diukur dengan spectrofotometer. Pembagian aktivitas katalase dengan kadar protein dilakukan untuk mendapatkan aktivitas spesifik katalase. Hasil: Rata-rata dari aktivitas spesifik katalase pada kelompok kontrol adalah 1,104 ± 0,244 UI/mg protein, rata-rata pada kelompok puasa intermiten adalah 0,892 ± 0,093 UI/mg protein, dan rata-rata pada kelompok puasa berkepanjangan adalah 1,126 ± 0,098 UI/mg protein dengan perbedaan yang tidak signifikan (p > 0,05). Kesimpulan: Perlakuan puasa intermiten dan puasa berkepanjangan selama satu minggu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas spesifik enzim katalase pada jantung kelinci New Zealand White.

Introduction: An imbalance in the antioxidant and free radical levels will develop oxidative stress. Fasting has increased antioxidant levels and decreased free radical production, ultimately reducing oxidative stress. Furthermore, the duration of fasting is also known to have a role in decreasing oxidative stress. Previous studies have been done on the effect of fasting on oxidative stress, however, none has been done on the heart. Hence, this study is aimed to discover the difference of fasting duration on its effect towards catalase level in New Zealand White rabbits. Method: Samples are divided into three groups based on their treatment for a week. First, the control group with a regular feeding schedule. Second, intermittent fasting group with 16 hours of the fasting period and 8 hours of the feeding period. Lastly, prolonged fasting with 40 hours of fasting and 8 hours of feeding periods. Then, a spectrophotometer is used to calculate the catalase activity and protein level. A division of catalase activity by protein level is done to obtain specific catalase enzyme activity. Result: The mean of specific catalase activity in the heart of the control group sample are 1.104 ± 0.244 UI/mg protein, the mean in the intermittent fasting group are 0.892 ± 0.093 UI/mg protein, and the mean in the prolonged fasting group is 1.126 ± 0.098 UI/mg protein with an insignificant difference (p > 0.05). Conclusion: Neither intermittent nor prolonged fasting conducted in a period of one week will have significant effect on the specific catalase activity level in the heart of New Zealand White rabbit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Dyco Fitrahardy
"Latar belakang: Infark Miokard (MI) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Salah satu mekanisme yang mendasari terjadinya MI ialah adanya produksi reactive oxygen species (ROS) berlebihan atau keadaan stres oksidatif. Berbagai tata laksana diupayakan untuk dapat mengatasi penyakit ini salah satunya adalah pengobatan herbal. Tanaman Centella asiatica telah dikenal memiliki berbagai efek farmakologikal yang bermanfaat, salah satunya adalah sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak air daun Centella asiatica terhadap parameter stres oksidatif, khususnya aktivitas SOD dan kadar MDA jaringan jantung tikus yang telah mengalami MI. Metode: Penelitian ini menggunakan sampel jaringan jantung tikus tersedia di laboratorium yang merupakan bagian dari penelitian besar berjudul “Efek Kardioproteksi Tanaman Herbal Indonesia (Moringa oleifera, Centella asiatica, Andrographis paniculata) melalui Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi pada Model Infark Miokard Tikus yang diinduksi Isoproterenol.”. Pada penelitian ini digunakan tiga kelompok dari enam kelompok yang digunakan di penelitian besar tersebut. Kelompok pertama ialah normal tanpa perlakuan, kelompok kedua (Iso) diberi isoproterenol dengan dosis 85 mg/kgBB. Kelompok ketiga (Iso + ekstrak CA) diberi isoproterenol dosis 85 mg/kgBB dan ekstrak air daun Centella asiatica dosis 200 mg/kgBB. Kadar protein jaringan dihitung menggunakan uji Bradford. Aktivitas SOD jaringan diperiksa menggunakan EZSOD Assay Kit sementara kadar MDA diperiksa menggunakan metode TBARS. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak ditemukan adanya perbedaan kadar MDA yang signifikan antar ketiga kelompok (p=0,105). Pada hasil pemeriksaan SOD, ditemukan penurunan yang tidak signifikan pada kelompok Iso (p=0,106) dibandingkan kelompok normal. Pada kelompok Iso + ekstrak CA ditemukan penurunan aktivitias SOD yang tidak signifikan (p=0,490) dibandingkan kelompok Iso. Kesimpulan: Pada penelitian ini, belum dapat dibuktikan bahwa ekstrak air daun Centella asiatica memiliki efek kardioprotektif terhadap aktivitas SOD dan kadar MDA jaringan jantung tikus.

Introduction: Myocardial infarction (MI) is one of the common causes of morbidity and mortality in the world. One of the underlying mechanisms of MI is due to excessive production of oxygen reactive species (ROS) in cells and tissues. This phenomenon is also known as oxidative stress condition. Many therapies are being developed to overcome MI such as medicinal herbs. Centella asiatica has been known for its useful therapeutic potential. For instance, it has some antioxidant compounds which can help reduce free radicals by scavenging them. Thus, this study aimed to analyze the effects of Centella asiatica water extract against SOD activity and MDA levels in isoproterenol-induced myocardial infarction in rats. Method: In this study, we used available rat heart tissues in the laboratory which were part of the previous study. Subjects were devided into three treatment groups as follows: normal, Iso, and Iso + extract CA. Isoproterenol were administered at 85 mg/kg BW and Centella asiatica water extract were administered in the third group at 200 mg/kg BW on the previous study. Bradford tests were performed to measure the concentration of total protein in samples. Activity of SOD were assessed by EZ-SOD Assay Kit. While levels of MDA were assessed by the TBARS assay method. Result: According to the findings of the study, there were non-significant differences in MDA levels among subjects in three groups (p=0,105). There was a non-significant decrease in activity of SOD (p=0,106) in the Iso group compared to the normal group. Also, there was a non-significant decrease in activity of SOD (p=0,490) in the Iso + extract CA group compared to the Iso group. These results are not in accordance with previous studies.Conclusion: In this study, it has not been proven that Centella asiatica water extract has cardioprotective effects against activitiy of SOD and MDA levels in isoproterenol-induced myocardial infarction in rats. This is probably due to some different treatments from previous studies. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Febriani Hayuningrum
"ABSTRAK
Endometriosis merupakan penyakit ginekologi ditandai dengan implantasi jaringan endometrium di luar rongga uterus, berhubungan erat dengan proses inflamasi kronis. Stres oksidatif menjadi aktivator terjadinya proses inflamasi kronis di endometriosis. Oktil galat terbukti lebih efektif menekan proses inflamasi dibandingkan asam galat dan heptil galat pada sel kultur primer endometriosis. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh oktil galat pada proses inflamasi dan stres oksidatif pada tikus Wistar model endometriosis. Tiga puluh ekor tikus Wistar dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok uji, kontrol endometriosis dan kelompok normal. Kelompok uji dilakukan autotransplantasi lalu diberikan suspensi oktil galat dan CMC selama satu bulan. Kelompok endometriosis dilakukan autotransplantasi lalu diberikan larutan CMC selama satu bulan, sedangkan kelompok normal hanya dilakukan laparotomi. Seluruh tikus kemudian dieuthanasia, dari kelompok uji dan kontrol endometriosis diambil jaringan endometriosisnya sedangkan dari kelompok sehat diambil jaringan endometriumnya untuk dianalisis. Analisis MDA (Malondialdhyde) dan SOD (Superoxide Dismutase) dilakukan secara spektofotometri, kadar NF-ĸB dengan ELISA dan IL-1β (Interleukin-1 Beta) dengan LUMINEX. Pemberian oktil galat pada kelompok uji tidak menurunkan kadar MDA namun berpotensi menekan kondisi stres oksidatif dengan meningkatkan kadar SOD. Oktil galat terbukti menekan aktivasi NF-ĸB secara signifikan, namun tidak menekan kadar IL-1β. Oktil galat berperan sebagai antiinflamasi pada tikus Wistar model endometriosis dengan cara induksi peningkatan SOD dan hambatan langsung pada translokasi nuklear NF-ĸB.

ABSTRACT
Endometriosis is a gynecological disease characterized by the implantation of endometrial tissue outside the uterine cavity, related to the chronic inflammatory process. Oxidative stress activates the occurrence of chronic inflammatory in endometriosis. Octyl gallate is more effective in suppressing the inflammatory process than gallic acid and heptil gallate in primary endometriosis culture cells. This study aimed to analyze the effect of octyl gallate on the inflammatory process and oxidative stress in endometriosis Wistar rat models. 30 Wistar rats were divided into three groups, the test group, endometriosis control and normal groups. The test group was autotransplantated and then given a suspension of octyl galate and CMC for one month. The endometriosis group was autotransplanted and then given a CMC solution for one month, while the normal group only underwent laparotomy. All rats were then euthanized, from the test and endometriosis group the endometriosis tissue was taken while from the normal group endometrial tissue was taken for analysis. MDA and SOD were measured using spectrophotometry, NF-ĸB with ELISA and IL-1β with LUMINEX. Induction of octyl gallate in the test group did not reduce MDA levels but could potentially suppress oxidative stress conditions by increasing SOD levels. Octyl gallate significantly inhibit the NF-ĸB activation, but not suppressing IL-1β levels significantly. Octyl gallate act as anti-inflammatory agent in endometriosis Wistar rat model through the enhancement of SOD and direct inhibition to nuclear translocation of NF-ĸB."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Kezia Ellaine Charity
"Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan produksi atau fungsi insulin. Stres oksidatif berperan dalam komplikasi diabetes melalui peningkatan radikal bebas dan penurunan kapasitas antioksidan. Acalypha indica, tanaman herbal kaya fenolik dan flavonoid, memiliki potensi sebagai antioksidan yang dapat mengurangi stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efek ekstrak etanol akar Acalypha indica terhadap kadar malondialdehida (MDA) dan glutathione (GSH) pada tikus diabetes yang diinduksi diet tinggi lemak dan fruktosa (DTFK). Lima kelompok tikus Sprague-Dawley digunakan: kelompok normal, kontrol negatif, kontrol positif (pioglitazone), dan dua kelompok perlakuan (ekstrak Acalypha indica 250 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB). Serum darah dianalisis menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (MDA) dan 412 nm (GSH). Hasil menunjukkan dosis 250 mg/kgBB meningkatkan MDA, sementara 400 mg/kgBB menurunkannya tanpa signifikansi statistik. Peningkatan GSH lebih tinggi pada dosis 250 mg/kgBB dibandingkan 400 mg/kgBB, namun juga tidak signifikan. Sebagai kesimpulan, Acalypha indica memiliki potensi sebagai antioksidan eksogen untuk mengatur kadar MDA dan GSH pada diabetes, namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis dan durasi optimal guna menghindari efek prooksidan.

Diabetes mellitus is a chronic disease marked by hyperglycemia due to impaired insulin function. Oxidative stress worsens diabetes complications by increasing free radicals and reducing antioxidant capacity. Acalypha indica, rich in phenolic and flavonoid compounds, shows potential as an antioxidant to reduce oxidative stress. This study assessed the effects of Acalypha indica root ethanol extract on malondialdehyde (MDA) and glutathione (GSH) levels in diabetic rats induced with a high-fat and high-fructose diet (DTFK). Five groups of Sprague-Dawley rats were used: normal, negative control, positive control (pioglitazone), and treatment groups with Acalypha indica extract (250 mg/kgBW and 400 mg/kgBW). Serum samples were analyzed using a spectrophotometer at wavelengths of 530 nm (MDA) and 412 nm (GSH). The results showed that the 250 mg/kgBW dose increased MDA levels, while the 400 mg/kgBW dose reduced MDA levels, although the changes were not statistically significant. GSH levels increased more with the 250 mg/kgBW dose compared to 400 mg/kgBW, but this increase was also not significant. In conclusion, Acalypha indica shows potential as an exogenous antioxidant for regulating MDA and GSH levels in diabetes. Further studies are needed to refine dosing and minimize pro-oxidant risks."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>