Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Muhammad Nobel
"Plain film merupakan modalitas standar radiologi semua rumah sakit di Indonesia dan biaya relatif rendah. Dalam diagnosis kanal spinal stenosis , CT scan lebih baik tetapi plain film lebih tersedia .Rerata sagital diameter terbesar pada C6 (18mm) dan yang terkecil C4 (17,0mm). Terdapat perbedaan bermakna berdasarkan jenis kelamin, berat badan, tinggi badan sedangkan usia tidak. Korelasi kuat didapatkan pada pengukuran sagital diameter dari C3-C7 sedangkan interpedikel korelasinya lemah. Didapatkan sagital c3 (r=0,85), c4 (r=0,84), c5(0,84), c6(r=0,81) dan c7(r=0,86) sedangkan interpedikel c3(r=0,23), c4 (r=0,51), c5(r=0,47), c6 (r=0,84) dan c7(r=0,56).

Plain film is modality standar of radiology for all hospital in Indonesia and cost cheaper. In diagnosis stenosis of spinal canal, Ct scan better than Plain film but plain film more avalaible. The mean sagital diameter of the cervical canal at the biggest 18 mm (C6) and smallest 16 mm (C4). There was significantly correlation of sex,body weight, and height but no with age. Result of corelation between plain film and ct scan there was strong corelation at sagital diameter but weak at interpedikel diameter. We can see at C3 sagital (r = 0,85), C4 sagital (r= 0,84), C5 (r=0,84), C6 (r=0,81) and C7 (r=0,86). Otherwise interpedikel diameter C3 (r=0,23, p=0,11), C4 (r=0,51), C5 (r=0,47), C6 (r=0,48), and C7 (r=0,56).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Alhadi
"Pendahuluan: Stenosis kanal lumbal (SKL) adalah gangguan yang disebabkan oleh penyempitan kanal spinal. Derajat penyempitan kanal spinal dapat ditentukan oleh kriteria Herzog yang diukur dengan pemeriksaan MRI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui luaran klinis pasien SKL dengan berbagai derajat stenosis setelah dekompresi dan stabilisasi posterior.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi kohort retrospektif di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dari bulan Agustus hingga September 2017 dengan teknik total sampling. SKL diklasifikasikan berdasarkan kriteria Herzog. Luaran klinis diukur dengan menghitung skor ODI sebelum operasi dan satu tahun setelah operasi.
Hasil: 39 subyek penelitian memiliki rerata usia 58,41±5,86 tahun dan terdiri dari 24 perempuan dan 15 laki-laki. Berdasarkan kriteria Herzog, subyek penelitian yang diklasifikasikan dalam derajat medium 12 (30,8%) dan severe 27 (69,2%). Nilai median skor ODI pada kelompok medium 57 dan severe 60. Setelah operasi, nilai median pada kedua grup turun menjadi 6. Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna nilai skor ODI pada kelompok medium (p 0,002) dan kelompok severe (p 0,001), sebelum dan setelah operasi. Sementara itu, tidak ada hubungan bermakna antara skor Herzog dan ODI sebelum operasi (p 0,192) dan setelah operasi (p 0,249).
Diskusi: Luaran klinis pasien SKL tergolong baik karena skor ODI mengalami penurunan setelah tindakan dekompresi dan stabilisasi posterior sehingga tindakan tersebut mempengaruhi luaran klinis pasien SKL.

Background: Lumbar canal stenosis (LCS) is a disorder that caused by the narrowing of the spinal canal. The stage of narrowing is based on Herzog criteria measured from MRI examination. The aim of study was to know clinical outcomes of LCS patients in different stage of stenosis after decompression and posterior stabilization.
Methods: This research used retrospective cohort study design and carried out at Cipto Mangunkusumo General Hospital from August to September 2017 with total sampling technique. LCS was classified based on Herzog criteria. Clinical outcome was measured by counting The ODI score before the operative procedure, and one year after the operative procedure.
Results: All 39 subjects was 58.41±5.86 years old and consisted of 24 females and 15 males. Based on herzog criteria, the subjects are classified into medium 12 (30,8%) and severe stage 27 (69.2%). The median of ODI score at medium group was 57 and severe group 60. After operative procedure, the median of ODI score at each groups was decreased to 6. Statistically, there was a significant corelation bertween of ODI score in medium (p 0,002) and severe group (p 0,001), to pre and postoperative procedure. No significant correlation between herzog and ODI score preoperative (p 0,192) and postoperative (p 0,249).
Discussions: The clinical outcome of LCS patients is good because the ODI score decreases after decompression and posterior stabilization so the procedure affects clinical outcomes of LCS patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Uun Nurulhuda
"Klien dengan cedera tulang belakang mengalami masa rawat yang larna dan biasanya mengalami perasaan takut untuk melakukan rehabilitasi. Dalam mengatasi rasa takut tersebut klien menggunakan mekanisme koping yang berbeda-beda baik koping yang konstruktif maupun koping yang destruktii Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme koping pada klien cedera tulang belakang yang sedang menjalankan perawatan dan rehabilitasi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 Juli sampai nngan 14 Juli 2001di ruang IRNA C dan Unit Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati dengan 30 sampel dengan teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling jenis convinience sampling. Responden terdiri dari 17 orang laki-laki dan 13 orang perempuan, sebagian besar berpendidikan SMA (33,3 %), bekerja sebagai pekerja swasta (66%) dan berusia antara 15-25 tahlm (26,7 %), Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar klien cedera tulang belal-:ang yang menjalani perawatan dan rehabilitasi menggunakan mekanisme koping yang konstruktif (93,3 %) dan terdapat 6,7 % responden yang menggunakan mekanisme koping yang destruktif. Hal ini dapat disebabkan karena responden sebagian besar telah melalui seluruh tahapan kehilangan yaitu mengingkari (denial), marah (anger), tawar menawar (bargaining), depresi, penerimaan (acceptance), dimana lama masa rawat responden rata-rata >4 minggu (53,3%)"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5052
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Pili
"Latar Belakang: Stenosis kanal lumbal SKL merupakan suatu kondisi yang potensial menimbulkan disabilitas dan seringkali ditemukan seiring meningkatnya usia populasi. Studi bertujuan menganalisa hubungan antara luaran klinis pasien SKL dan klasifikasi stenosis berdasarkan MRI.
Metode: Studi kohort prospektif ini dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM pada januari hingga juli 2016 melalui metode consecutive sampling. Tiga puluh delapan sampel didapat dan kesemuanya dilakukan tatalaksana pembedahan yang sama yaitu dekompresi dan stabilisasi posterior. Subjek dikategorikan ke dalam 4 kategori berdasarakan pemeriksaan MRI menggunakan klasifikasi Schizas. Pemeriksaan pra dan pasca operasi 3 bulan dan 6 bulan dilakukan menggunakan Visual Analogue Scale VAS, Oswestry Disability Index ODI, Japanese Orthopaedic Association Score JOA and Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ. Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan program SPSS v19.
Hasil: Rata ndash; rata usia dari 38 sampel yang didapatkan adalah 58.92 tahun rentang 50-70 tahun. Terdapat 16 orang laki ndash; laki dan 22 orang perempuan. Sebagian besar pasien diklasifikasikan pada grade C berdasarkan klasifikasi Schizas. Perbaikan skor klinis pada subjek laki ndash; laki didapatkan lebih tinggi dibanding perempuan dan hasilnya didapatkan bermakna pada pengukuran VAS pascaoperasi 6 bulan p=0.003 dan JOA pascaoperasi 3 bulan p=0.029. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara derajat klasifikasi berdasarkan MRI dengan skor perbaikan klinis preoperasi, 3 bulan dan 6 bulan pasca operasi menurut VAS p=0.451, p=0.738, p=0.448, ODI p=0.143, p=0.929, p=0.796, JOA p=0.157, p=0.876, p=0.961 dan RMDQ p=0.065, p=0.057, p=0.094.
Simpulan: Terdapat perbaikan klinis setelah dilakukan operasi dekompresi dan stabilisai posterior yang ditandai dengan perbaikan skor VAS, ODI, JOA dan RMDQ pasca operasi 3 dan 6 bulan. Tidak terdapat hubungan antara derajat SKL dengan skor VAS, ODI, JOA dan RMDQ.

Background: Lumbar canal stenosis LCS is a condition which can potentially cause disability and often discovered within the increasing age of population. The aim of this study was to analyze the correlation between clinical outcome of postoperative patients and classifications that are based from MRI assesments.
Method: This prospective cohort study was carried out a Cipto Mangunkusumo General Hospital from January till july 2016 obtained using consecutive sampling. Thirty eight samples were obtained and all of them were managed with same surgical technique that was decompression and posterior stabilization. Patients were categorized in 4 types based on MRI examination using Schizas Classification. Pre and post treatment 3 month and 6 month assessment of the patients was done according to Visual Analogue Scale VAS, Oswestry Disability Index ODI, Japanese Orthopaedic Association Score JOA and Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ. Statistical analysis was performed using statitiscal program for social science SPSS v.19.
Result: From 38 samples that were obtained average age was 58.92 years old range 50 70 years old. There were 16 males and 22 females. Most of patients are classified in type C 21 subjects based on MRI examination. The improvement of clinical score in male subjects were better dan female subjects and significantly different in 6 month postoperative VAS p 0.003 and 3 month postoperative JOA score p0.029. In this study was found that generally VAS, ODI, JOA and RMDQ score improved along follow up time. There was no statistical differences between MRI based classification and clinical outcome in preoperative, 3 and 6 month postoperative according to VAS p 0.451, p 0.738, p 0.448, ODI p 0.143, p 0.929, p 0.796, JOA p 0.157, p 0.876, p 0.961 dan RMDQ p 0.065, p 0.057, p 0.094.
Conclusion: There was clinical improvement after decompression and posterior stabilization in lumbar canal stenosis which were manifested in 3 and 6 months post operation of VAS ODI, JOA and RMDQ score. There was no association between degree of LCS and VAS, ODI, JOA and RMDQ score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Maska
"ABSTRAK
Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan salah satu alternatif pengobatan yang menjanjikan, termasuk dibidang orthopedi. Sumsum tulang masih menjadi pilihan utama sumber sel punca mesenkimal, namun dikarenakan jumlah sel punca mesenkimal yang sedikit, prosedur pengambilan yang invasif dan nyeri, jaringan adiposa mulai digunakan sebagai alternatif dengan kemampuan yang sebanding. Tindakan minimal invasive pada implantasi sel punca pada kasus tulang belakang membutuhkan alat bantu image intensifier C-arm yang menyebabkan sel punca teradiasi sinar X. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek pajanan sinar-x c-arm terhadap viabilitas dan potensi osteogenik sel punca mesenkimal dan membandingkan antar kelompok donor. Bahan dan Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilaksanakan di UPT-TK Sel Punca RSCM januari 2016-februari 2017 . Sampel penelitian adalah sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sumsum tulang pasca kriopreservasi. Sel punca pasca thawing dan propagasi dilakukan pajanan sinar X C-arm dengan berbagai dosis yang dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Ciptomangunkusumo. Sel punca lalu dikultur dan dilakukan diffenrensiasi osteogenik. Peneliti melakukan analisis viabilitas, waktu penggandaan populasi dan potensi osteogenik dengan pewarnaan alizarin red. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20. Hasil. Tidak terdapat perbedaan viabilitas sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sumsum tulang pre radiasi, pasca radiasi serta pasca radiasi dan kultur pada dosis radiasi yang sama p>0,05 . Tidak terdapat perbedaan potensi osteogenik yang bermakna antara sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sumsum tulang p>0,05 . Terdapat penurunan waktu penggandaan populasi sel punca mesenkimal jaringan adiposa pada dosis radiasi > 5,94 mSv. Kesimpulan. Viabilitas dan potensi osteogenik sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan adiposa tidak dipengaruhi oleh paparan sinar X hingga 15,30 mSv. Sel punca mesenkimal jaringan adiposa menunjukkan waktu penggandaan populasi yang lebih pendek pada dosis yang lebih besar. Sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sel punca mesenkimal sumsum tulang memiliki potensi osteogenik yang sebanding

ABSTRACT
Introduction. Mesencymal stem cells MSCs is a promising alternative treatment in medicine, including in orthopedic. Bone marrow is still the main source for MSCs. Because of relative less stem cell number, limited source, pain and invasive procedure to obtain the bone marrow, adipose tissue is also considered as a valuable source of MSCs with equal potency. Minimally invasive MSC injections in spine need image intensifier C arm as guidance that potentially influence the cell viability and osteogenic potency. The aim of this study is to evaluate the radiation effects from C arm on the viability and osteogenicity among two types of MSCs. Material and Methods. This experimental study was held on Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo Hospital January 2016 February 2017 . Study samples were Adipose Tissue derived MSCs AT MSCs and Bone Marrow MSCs BM MSCs , which had undergone cryopreservation. After thawing and propagation process, we gave x ray radiation with a variety of doses to MSCs at the Operation Theater Cipto Mangunkusumo Hospital. After the radiation, MSCs was took back to the laboratory for culture and osteogenic differentiation. Author analyzed the viability, population doubling time, and osteogenic potential by alizarin red stain. All data were analyzed using SPSS 20. Results. There was no significant difference among MSCs groups in term of cell viability before radiation, after radiation, and after radiation and culture p 0.05 . There was also no significant difference of the osteogenic potential between the two MSCs groups p 0.05 . However, there was a reduction in population doubling time of AT MSCs radiated with more than 5.94mSv radiation dose. Conclusions. Viability and osteogenic potential of either AT MSCs or BM MSCs were not affected by x ray radiation up to 15.3 mSV. AT MSCs showed a shorter population doubling time when given larger radiation dose. AT MSCs and BM MSCs had equal osteogenic potency. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewata Aprilia Marilyn
"Latar belakang. Tingginya angka bedah sesar menunjukkan tingginya anestesia spinal, komplikasi yang disebabkan oleh anestesia spinal yang berhubungan dengan morbiditas ibu dan janin adalah hipotensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah posisi reverse Trendelenburg (RT) dapat mencegah atau menurunkan angka kejadian hipotensi pada operasi bedah sesar yang menggunakan teknik anestesia spinal dengan bupivakain dosis 10 mg dengan fentanil 25 mcg.
Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis, acak, tidak tersamar pada pasien yang menjalani bedah sesar dengan anestesia spinal di RSIA Budi Kemuliaan pada bulan Oktober sampai November 2018. Sebanyak 108 subjek diambil setelah memenuhi kriteria inklusi. Analisis data menggunakan uji komparatif non-parametris Chi Square.
Hasil. Angka kejadian hipotensi pada kelompok reverse Trendelenburg 10 derajat sebesar 15/54 (27,8%) sedangkan kelompok posisi netral sebesar 31/54 (57,4%). Posisi RT menurunkan risiko hipotensi sebesar 2.08 kali dibandingkan posisi netral (Risk ratio 0,48) dengan Interval Kepercayaan 95% berada pada rentang 0,3 – 0,8. Secara statistik dengan uji Chi square didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok posisi RT dan netral dalam menyebabkan terjadinya hipotensi dengan nilai p 0,004.
Simpulan. Posisi reverse Trendelenburg 10 derajat menurunkan angka kejadian hipotensi dua kali lipat dibandingkan posisi netral.

Background. The high number of caesarean section procedure describes amount of spinal anesthesia method. Complication caused by spinal anesthesia which related to maternal and fetal comorbidities is hypotension. The main aim of this research is to study reverse Trendelenburg 10 degree position to prevent or lowering incidence of hypotension for patient undergo caesarean section with spinal anesthesia using bupivacaine 10 mg and fentanyl 25 mcg.
Method. This research is randomized but not blinded clinical trial to patient undergo caesarean section with spinal anesthesia at Budi Kemuliaan hospital during October to November 2018. Total 108 subjects were selected after fulfilling the inclusion criteria. Data were analyzed using nonparametric and comparative test with Chi Square.
Results.The incidence of hypotension in reverse Trendelenburg (RT) group is 15/54 (27.8%) while the incidence of hypotension in neutral group is 31/54 (57.4%). RT position lowering the incidence of hypotension in the amount of 2.08 times compared with neutral position (risk ratio 0.48), confidence interval 95% within 0.3-0.8. There is significant difference between groups with p 0.004.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Sukoco
"Latar belakang: Kecemasan prabedah timbul dari aspek pembedahan maupun aspek anestesi. Pencegahan kecemasan prabedah dengan pendekatan non farmakologis misalnya edukasi, dapat mengurangi efek samping dari penggunaan obat-obatan pada intervensi farmakologis. Penelitian ini membandingkan metode audiovisual dan penjelasan secara verbal sebagai medium edukasi untuk menurunkan kecemasan pasien yang akan menjalani operasi dengan anestesia spinal.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang mengikutsertakan 74 pasien dewasa di Poli Perioperatif RSCM. Sampel dibagi 2 kelompok dengan metode acak, 37 sampel di tiap kelompok audiovisual dan kelompok verbal. Penilaian kecemasan dilakukan sebelum dan sesudah edukasi menggunakan kuesioner Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS).
Hasil: Sebanyak 74 subjek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi dibagi dalam dua kelompok, kelompok audiovisual dan kelompok penjelasan verbal. Tingkat kecemasan seluruh pasien sebelum edukasi 11 (4–20). Tingkat kecemasan pascaedukasi di kelompok verbal adalah 8 (4–18), dikelompok audiovisual 8 (4–18). Perubahan tingkat kecemasan pascaedukasi berbeda bermakna pada kelompok audiovisual dibandingkan kelompok verbal, (2 (-3 – 14) vs 1 (-3 – 8); p=0,046).
Simpulan: Metode audiovisual dengan videoedukasi sebagai medium edukasi lebih baik dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani anestesia spinal dibandingkan penjelasan verbal.

Background: Anesthesia and surgery can induce preoperative anxiety. Non-pharmacological approaches like education have been used to alleviate preoperative anxiety and pharmacological interventions. One form of preoperative education is audiovisual method. This study compares preoperative education methods using audiovisual vs standard verbal explanations in reducing preoperative anxiety prior to surgery under spinal anesthesia.
Methods: This research is a single-blind randomized clinical trial including 74 patients at the Perioperative Clinic of RSCM. Subjects randomly divided into audiovisual and verbal explanation group. Preoperative anxiety was assessed before and after education using Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS) questionnaire.
Results: A total of 74 subjects were included in this study. Subjects randomly allocated into two groups: audiovisual (n=37) and verbal explanation (n=37). Median for the level of anxiety for all patients before education was 11 (4–20). Median for post-education anxiety level in the verbal group was 8 (4–18), vs 8 (4–18) in the audiovisual group. Change in anxiety levels was significantly different in audiovisual compared to verbal (2 (-3 – 14) vs 1 (-3 – 8); p=0.046).
Conclusion: Preoperative education using audiovisual method through video is more effective in reducing anxiety level of patients undergoing spinal anesthesia compared to verbal explanations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Salim
"Pendahuluan: Operasi fusi tulang belakang adalah penanganan definitif yang dilakukan untuk mengembalikan stabilitas struktural tulang belakang. Sel punca mesenkimal (SPM) telah diteliti mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan defek pada metafisis tulang dan fusi vertebra. Saat ini, terdapat keterbatasan studi yang menilai capaian fusi vertebrae pada pasien dengan SPM. Metode: Studi ini menggunakan desain systematic review berdasarkan metode Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA) yang dilakukan pada Juni 2020. Data dianalisis mengikuti panduan dari Cochrane Handbook for Systematic Reviews of Interventions dan menggunakan software Review Manager (RevMan, V.5.3). Hasil: Dari 11 studi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, ditemukan perbaikan radiologis yang signifikan pada 3 studi RCT ini yakni OR: 2,46 (95% IK: 1,29-4,68; I2: 68%) pada pemeriksaan CT scan dan 2 studi RCT OR: 3,91 (95% IK: 1,92-7,99; I2: 0%) pada pemeriksaan X-ray. Pada studi pre dan post ditemukan 100% pasien mengalami perbaikan radiologis pada akhir studi. Perbaikan klinis nyeri berbeda bermakna pada pasien dalam waktu 3 bulan pasca tindakan pemberian stem sel dan bertahan dalam waktu 6-12 bulan. Perbaikan hambatan fungsi dengan penilaian skor ODI bermakna dalam 6 bulan pasca tindakan. Efek samping yang banyak ditemukan adalah nyeri. Kesimpulan: Penggunaan sel stem mesenkimal menghasilkan perbaikan radiologis, klinis, dan fungsi yang signifikan pada pasien dengan penyakit tulang belakang degeneratif.

Introduction: Spinal fusion surgery is a definitive treatment to restore spinal structural stability. Although allograft is a gold standard for vertebral fusion, this method associates with high morbiidy. Based on previous studies, mesenchymal stem cell has ability to fix defect of metaphyses of bone and has a role in vertebral fusion. However, studies about vertebral fusion in patient treated with mesenchymal stem cell are still limited. Method: This study was a systematic review which was conducted according to Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA) on June 2020. Data was analysed with guidance from Cochrane Handbook for Systematic Reviews of Interventions using Review Manager (RevMan, V.5.3) software. Results: From 11 studies which satisfy inclusion and exclusion criteria, there were significant radiological improvement in 3 RCT study on CT scan (OR: 2,46 95%CI: 1,29-4,68; I2: 68%) and 2 RCT study on X-Ray examination (OR: 3,91 95%CI: 1,92-7,99; I2: 0%). On pre and post study, 100% of patients showed significant improvement. The pain improved significantly 3 months after the procedure. Functional ability improved within 6 months after the surgery. The most common side effect reported was pain. Conclusion: Mesenchymal stem cell resulted in significant improvement of radiological, clinical, and function of patients with degenerative spinal disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Desy Januarrifianto
"Latar Belakang: Anestesia spinal pada wanita hamil sangat dipengaruhi oleh posisi pasien. Pendant position merupakan posisi yang baru diperkenalkan pada laporan kasus. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keberhasilan penempatan jarum spinal pada usaha pertama antara pendant position dengan traditional sitting position untuk pasien yang menjalani pembedahan Sesar.
Metode: Penelitian ini adalah uji klinik Randomized Controlled Trial (RCT), dilakukan secara terbuka (tidak tersamar). Subjek dilakukan randomisasi untuk menentukan perlakuan pendant position atau traditional sitting position. Keberhasilan penempatan jarum spinal dinilai dari jumlah usaha, jumlah kontak tulang dan lama waktu penempatan jarum spinal.
Hasil: Sebanyak 308 subjek penelitian, tidak ada yang termasuk kriteria penolakan dan pengeluaran. Keberhasilan penempatan jarum spinal pada usaha pertama untuk pendant position lebih baik (142 subjek (92%) vs 121 subjek (78%), p 0,001), total jumlah kontak tulang lebih sedikit (185 vs 421, p<0,001) dan median lama waktu yang dibutuhkan untuk penempatan jarum spinal lebih cepat ( 9 (4-350) vs 12 (5-486) detik, p<0,001) jika dibandingkan dengan traditional sitting position.
Simpulan: Pendant position lebih baik dalam hal keberhasilan penempatan jarum spinal pada usaha pertama untuk pasien yang menjalani pembedahan Sesar jika dibandingkan traditional sitting position.

Background: Spinal anesthesia in pregnant women is strongly influenced by the position of the patient. Pendant position is a new position introduced in the case report. This study aimed to compare the successful placement of spinal needle on the first attempt between pendant position and traditional sitting position for patients who underwent sectio Caesarean.
Methods: The study was a randomized controlled trial (RCT), conducted openly (not blind). Subject randomization to determine treatment pendant position or traditional sitting position. The successful placement of spinal needle judged from the number of first attempt, the amount of bone contact and the duration of the placement of spinal needle.
Results: A total of 308 subjects, none of which include criteria for exclusion and drop out. The successful placement of spinal needle on the first attempt of pendant position is better (142 subjects (92%) vs. 121 subjects (78%), p 0.001), the total amount of bone contact is less (185 vs. 421, p <0.001) and the median length of time required for placement of spinal needle is faster (9 (4-350) vs. 12 (5-486) seconds, p <0.001) when compared to the traditional sitting position.
Conclusion: Pendant position is better in terms of the successful placement of spinal needle on the first attempt for a patient who underwent sectio Caesarean compared to traditional sitting position.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>