Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116494 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Felicia Suganda
"Tatalaksana nutrisi penyakit kritis pada anak dengan pneumonia berat mencakup pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, manajemen cairan dan elektrolit serta monitoring status gizi. Terapi nutrisi yang adekuat harus diberikan pada anak sakit kritis yang dirawat intensif dengan tujuan meminimalkan efek fase akut. Sekitar 15-20% anak masuk perawatan intensif sudah dalam kondisi malnutrisi sebelumnya. Malnutrisi sering terjadi pada pasien dengan penyakit paru. Status nutrisi yang terganggu dapat mempengaruhi fungsi paru pada pasien yang bernapas spontan maupun yang menggunakan ventilator, karena status nutrisi dapat mempengaruhi fungsi otot pernapasan, kemampuan ventilasi, respon terhadap hipoksia dan mekanisme pertahanan paru. Pasien pada serial kasus ini mempunyai rentang usia 3-4,5 bulan. Umumnya keluhan utama adalah sesak napas yang semakin berat, disertai dengan tarikan dinding dada dan malas menyusu. Berkurangnya asupan menyebabkan pasien mengalami masalah gizi sehingga perlu adanya dukungan nutrisi. Terapi nutrisi diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien, yang dihitung dengan rumus Schofield atau rumus White jika menggunakan ventilator, kemudian dikalikan faktor stres dan pemberiannya dimulai dari 80% kebutuhan energi basal, yang secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan total. Kebutuhan protein dan lemak disesuaikan dengan kondisi sakit kritis. Pemantauan terapi nutrisi dilakukan pada delapan hingga sebelas hari. Pemantauan mencakup tanda klinis, toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, balans cairan, parameter laboratorium dan antropometri. Selama pemantauan didapatkan bahwa sebagian besar pasien dapat mencapai kebutuhan energi total pada hari keenam hingga delapan pemantauan. Pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis bersifat individual dan mencakup semua aspek. Dengan tatalaksana nutrisi yang baik, diharapkan kualitas hidup pasien pneumonia berat dengan berbagai penyakit penyerta akan lebih baik.

Nutrition therapy in critically ill children with severe pneumonia includes the provision of macronutrient, micronutrient, specific nutrition, fluid and electrolyte management and nutrition status monitoring. Adequate nutrition therapy should be given in critically ill children in the intensive care to minimize acute phase effect. Approximately 15-20% children admitted to the intensive care already in malnutrition state. Malnutrition is common in patients with pulmonary disease. Altered nutrition status can effect pulmonary function in spontaneous breathing or in mechanically ventilator dependent patient, because nutritional status can affect muscle function, ventilatory drive, hypoxia response and pulmonary defense mechanism. Patients in this case series have an age range from 3 to 4.5 months. Their chief complaints were dyspnoe (difficulty in breathing) with chest retraction and lack of breastfeed. Reduce intake caused patient prone to nutritional problem. Nutritional support is given according to each patient’s requirement, which is calculated with Schofield equation or White equation if the patient on ventilator, using stress factor and the administration starts with 80% basal energy expenditure, which gradually increased to reach the total energy expenditure. Protein and lipid requirement is calculated based on critically ill state. Patient’s monitoring performed on eight to eleven days. Patient’s clinical signs, food intake tolerance, functional capacity, fluid balance, laboratory and anthropometric parameter were taken. During the monitoring it was found that most patients can achieve total energy requirement on day six to eight monitoring. Nutrition in critically ill patients is individualized and includes all aspects. With the management of good nutrition, expected quality of life of patients with severe pneumonia various comorbidities would be better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vetinly
"Sepsis adalah keadaan infeksi yang disertai dengan respon infeksi secara sistemik yang merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pasien dengan penyakit kiritis Penyakit kritis dapat menyebabkan seorang pasien jatuh ke dalam kondisi malnutrisi Prevalensi malnutrisi pada pasien sakit kritis yang dirawat di unit perawatan intensif adalah 50 Tujuan penatalaksanaan nutrisi pasien sepsis adalah untuk menurunkan stres metabolik mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif dan memodulasi fungsi imun Penatalaksanaan nutrisi meliputi kegiatan skrining assessment terapi nutrisi pemantauan dan evaluasi Pasien pada serial kasus ini adalah pasien dewasa dengan diagnosis sepsis yang disebabkan oleh pneumonia 3 pasien dan infeksi intraabdomen 1 pasien Komplikasi sepsis terbanyak dalam serial kasus ini adalah acute kidney injury AKI Kebutuhan energi dihitung berdasarkan rule of thumb yaitu 20 25 kkal kg BB hari pada fase akut dan 25 30 kkal kg BB hari pada fase anabolik Pada pasien yang mendapat continuous renal replacement therapy CRRT diberikan energi 35 kkal kg BB hari Pemberian protein dengan jumlah minimal 1 5 gram kg BB hari diberikan kepada pasien tanpa AKI sementara pada pasien dengan CRRT diberikan protein 1 7 gram kg BB hari Pemantauan terapi nutrisi meliputi tanda klinis toleransi asupan makanan kapasitas fungsional balans cairan parameter laboratorium dan antropometri Selama pemantauan didapatkan semua pasien dapat mencapai kebutuhan energi total dalam waktu kurang dari tujuh hari namun karena terjadi beberapa efek samping seperti peningkatan volume residu lambung dan tekanan karbon dioksida maka dilakukan penurunan asupan pada 2 pasien Pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis bersifat individual dan terintegrasi Tatalaksana nutrisi yang baik diharapkan dapat menurunkan laju morbiditas dan mortalitas pasien dengan sepsis

Sepsis is a state of infection accompanied by systemic inflammatory response syndrome It often associated with increase morbidity and mortality rate in critically ill patient Fifty percent of critically patient admitted in intensive care unit were malnourished Aims of nutritional management of septic patients are to reduce metabolic stress prevent cell damage from oxidative stress and modulate immune function Nutrition intervention in septic patients are including nutrition screening and assessment nutrition therapy monitoring and evaluation Subjects were four adult septic patients caused by pneumonia infection 3 patients and intra abdominal infection 1 patient Most frequent septic complications in this serial case report were acute kidney injury AKI Energy requirementis calculated based on the rule of thumb which is 20 25 kcal kg BW day in the acute phase and 25 30 kcal kg BW day in the anabolic phase Patients whose receiving continuous renal replacement therapy CRRT were given an energy of 35 kcal kg BW day Minimal protein requirement for patient without AKI was 1 5g kg BW day and in patients with CRRT protein intake were 1 7 grams kg BW day Monitoring includes clinical symptoms tolerance of food intake functional capacity fluid balance laboratory and anthropometric findings All patients were able to obtain total energy requirement in less than seven days However reduction of total energy was appied in 2 patients after several days of treatment due to increased gastric residual volume and carbon dioxide pressure Nutrition therapy in critically ill patients is individualized and integrated Proper nutrition therapy may decrease of morbidity and mortality rate in septic patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Amanda
"Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada populasi dunia berusia di bawah 45 tahun. Cedera kepala sedang (CKS) dan berat (CKB) biasanya memerlukan perawatan intensif dan pendekatan medis-bedah. Pasien dengan cedera kepala mengalami peningkatan laju metabolisme sehingga memerlukan tatalaksana medik gizi yang sesuai. Pemenuhan kebutuhan energi yang tidak adekuat dapat menyebabkan peningkatan angka morbiditas, risiko infeksi, dan komplikasi lainnya. Pemberian nutrisi enteral dini dalam kurun 24-48 jam setelah masuk Intensive Care Unit (ICU) dapat memperbaiki luaran klinis pasca cedera.
Serial kasus ini bertujuan untuk melaporkan peran tatalaksana medik gizi pada status gizi, lama pemakaian ventilator, tingkat kesadaran dan kapasitas fungsional pada pasien kritis dengan CKS dan CKB. Empat pasien laki-laki dengan rentang usia 25-46 tahun diobservasi selama perawatan di ICU RS Cipto Mangunkusumo, dua pasien dengan diagnosis CKS dan sisanya dengan diagnosis CKB. Status gizi berdasarkan indeks massa tubuh, dua pasien memiliki berat badan (BB) normal, satu pasien BB lebih dan satu pasien obesitas II. Tingkat kesadaran berdasarkan skor Glascow Coma Scale (GCS) pasien pada saat masuk ICU adalah 6-11.
Selama perawatan keempat pasien mendapat nutrisi enteral dini dan pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap. Pada seluruh pasien, kebutuhan energi dapat dipenuhi sesuai target 25-30 kkal/kg BB. Kebutuhan makronutrien dapat dipenuhi sesuai target, yaitu protein 1,2-2 g/kg BB, lemak 20-30%, dan karbohidrat minimal 100 g/hari. Pada dua pasien dengan CKB, diberikan nutrien spesifik berupa glutamin sebesar 0,2 g/kgBB/hari dan mikronutrien berupa vitamin C, vitamin B kompleks, asam folat, dan seng.
Hingga akhir pemantauan status gizi pada dua pasien CKS dapat dipertahankan, sedangkan dua pasien dengan CKB mengalami penurunan berat badan. Dua pasien CKS hanya menggunakan ventilator selama 4-5 hari, sedangkan dua pasien dengan CKB menggunakan ventilator lebih lama yaitu 12 dan 31 hari dengan disertai komorbiditas pneumotoraks dan ventilator-associated pneumonia. Tingkat kesadaran seluruh pasien mengalami perbaikan. Skor GCS pasien pada akhir perawatan di ICU adalah 7-15. Kapasitas fungsional berdasarkan Indeks Barthel juga mengalami perbaikan pada tiga pasien, yaitu dari ketergantungan total menjadi ketergantungan sedang atau berat.
Dapat disimpulkan bahwa tatalaksana medik gizi dapat berperan dalam mempertahankan status gizi, menurunkan lamanya pemakaian ventilator, memperbaiki tingkat kesadaran dan kapasitas fungsional pada pasien sakit kritis dengan CKB dan CKS. Tingkat keparahan cedera kepala dan komorbiditas dapat memengaruhi luaran klinis dan harus dipertimbangkan dalam memberi tatalaksana medik gizi.

Traumatic brain injury (TBI) is a leading cause of death and disability in the global population under 45 years old. Moderate and severe TBI usually require intensive care and a medical-surgical approach. Patients with TBI experience an increase in metabolic rate and therefore require appropriate medical nutrition therapy. Inadequate energy intake can cause an increase in morbidity, risk of infection, and other complications. Early enteral nutrition within 24-48 hours after ICU admission has been shown to improve clinical outcome.
This case series aims to report the role of medical nutrition therapy on nutritional status and clinical outcomes of critically ill patients with moderate and severe TBI. Four male patients aged 25-46 years were observed during their stay at the ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital. Based on body mass index, two patients were normoweight, one patient was overweight and one patient was class II obese. The Glascow Coma Scale (GCS) scores of the patients on ICU admission were ranged 6-11.
Two of the four patients were classified as moderate TBI and the other two patients were as classified as severe TBI. On monitoring four patients received early enteral nutrition and the nutrition was gradually increased to reach the target of 25-30 kcal/kg body weight (BW). Enteral formula were targeted to achieve protein intake of 1.2-2 g/kgBW, fat intake of 20-30% of energy intake, and carbohydrate intake of at least 100 g/day. Two patients with severe TBI were given specific nutrients in the form of glutamine as much as 0.2 g/kgBW/day and micronutrients in the form of vitamin C, vitamin B complex, folic acid, and zinc. Two patients with moderate TBI received mechanical ventilation for 4 and 5 days, while two patients with severe TBI received mechanical ventilation for 12 and 31 days. In two patients with severe TBI, prolonged use of mechanical ventilation may be associated with the comorbidities of pneumothorax and ventilator-associated pneumonia.
At the end of monitoring, the levels of consciousness were improved in all patients. The patients GCS score at the end of treatment in the ICU were ranged 7-15. Functional capacity based on the Barthel Index also improved in three patients, from total dependence to moderate or severe dependence. Weight loss was experienced in two patients with severe TBI, possibly due to severe and prolonged catabolism in severe TBI. Patients with severe TBI may have higher energy requirements to maintain their nutritional status.
It can be concluded that medical nutrition therapy may play a role in improving the level of consciousness and functional capacity in critically ill patients with moderate and severe traumatic brain injury.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monique Carolina Widjaja
"Luka bakar berat berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Tatalaksana nutrisi pada luka bakar berat diutamakan pada pemberian nutrisi enteral dini (NED). Nutrisi enteral dini diberikan sedini mungkin setelah resusitasi tercapai, bermanfaat sebagai trophic feeding yang terbukti mencegah terjadinya atrofi vili-vili mukosa sebagai upaya mengatasi dampak hipoperfusi splangnikus. Pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai asupan, toleransi, dan keadaan klinis pasien. Serial kasus ini terdiri dari tiga kasus dengan penyebab api dan satu yang disebabkan oleh listrik. Dua kasus dengan trauma inhalasi dan dua kasus dengan kegagalan ginjal akut (AKI). Dua kasus masuk pada hari pertama pasca trauma, dan dua kasus pada hari ke enam dan delapan pasca trauma. Keempat kasus masih dalam keadaan resusitasi cairan, sehingga pemberian nutrisi ditujukan untuk pemberian NED. Monitoring dilakukan pada klinis, asupan dan toleransi, dan laboratorium terutama darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah, laktat, albumin, dan fungsi ginjal.
Asupan keempat kasus tidak pernah mencapai total karena berulang kali dipuasakan untuk pembedahan. Aliran balik yang tinggi menunjukkan intoleransi saluran cerna sehingga perlu diberikan prokinetik. Pemberian antibiotik sebagai suatu kebutuhan mutlak perlu memperhatikan interaksinya dengan nutrien. Pemberian analgetika dan sedatif perlu memperhatikan interaksi dan efek terhadap kebutuhan nutrisi. Trombositopenia yang terjadi pada tiga kasus berhubungan dengan sepsis dan mortalitas. Koagulopati bersama dengan hipotermia dan asidosis menjadi komponen Triad of Death. Hiperlaktatemia harus dinilai bersamaan dengan parameter lain untuk menilai adanya hipoksia jaringan. Dua kasus berkomplikasi menjadi AKI, tatalaksana nutrisi memperhatikan terapi yang didapat pasien. Pemberian medikamentosa untuk perbaikan sirkulasi juga memperhatikan interaksi obat.

Severe burns associated with high morbidity and mortality. Nutritional management of severe burns priority on early enteral nutrition (EEN). Early enteral nutrition is given as early as possible after resuscitation achieved, useful as trophic feeding are proven to prevent the occurrence of mucosal villous atrophy as the effort to overcome the effects of splanchnic hypoperfusion. Providing appropriate nutrition intake gradually increased, due to tolerance, and clinical condition of patients. This case series consisted of three cases the cause of the fire and one caused by electricity. Two cases with inhalation injury and two cases with acute renal failure (ARF). Two cases admitted on the first day after trauma, and two cases in the sixth and eighth days after trauma. The four cases are still in a state of fluid resuscitation, thus giving nutrition aimed at giving EEN. Monitoring conducted in clinical condition, caloric intake and tolerance, and laboratories especially equipped peripheral blood, electrolytes, blood gases analysis, lactate, albumin, and kidney function.
Intake of four cases never reach the total due to repeated fasting for surgery. High-flow indicates that gastrointestinal intolerance should be given prokinetic agent. Giving antibiotics as an absolute necessity need to consider interactions with nutrients. Giving analgesics and sedatives need to consider interactions and effects on nutritional requirements. Thrombocytopenia occurred in three cases and mortality associated with sepsis. Coagulopathy with hypothermia and acidosis become components Triad of Death. Hyperlactatemia should be assessed in conjunction with other parameters to assess the presence of tissue hypoxia. Two cases complicated to AKI, nutritional management of patients gained attention therapy. Giving drug therapy for improved circulation also consider drug interactions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Yuniar
"Anak yang dirawat di ICU cenderung mengalami malnutrisi sejak masuk atau selama perawatan yang dapat memperberat penyakit dasar, memperpanjang lama rawat serta meningkatkan mortalitas. Baik underfeeding atapun overfeeding dapat terjadi di ICU Anak selama perawatan. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang, menggunakan data rekam medis. Selama 3 bulan penelitian. didapatkan 45 subjek penelitian. Dari 45 data pasien didapatkan 127 peresepan untuk menilai keseuaian peresepan dengan pemberian nutrisi pada pasien. Pemberian nutrisi pada pasien yang dirawat di ICU Anak merupakan hal yang sangat penting. Perlu perhitungan kebutuhan nutrisi yang cermat, pemberian nutrisi tepat yang sesuai kebutuhan pasien agar tidak terjadi malnutrisi yang lebih berat lagi.

Children admitted to the Pediatric Intensive Care Unit (PICU) are at risk for poor and potentially worsening nutritional status, a factor that further increases comorbidities and complications, prolongs the hospital stay, increases cost and increases mortality. Both underfeeding and overfeeding are prevalent in PICU and may result in large energy imbalance. This was cross sectional study design, with 3 month consecutive sampling in PICU which met 45 patients as the subject and 127 prescription of nutrition. Nutrition support therapies in PICU is very important .Adequate nutrition therapy is essential to improve nutrition outcomes in critically ill children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikbal Gentar Alam
"ABSTRAK
Pendahuluan: Pasien bedah dengan sakit kritis yang dirawat di ICU cukup sering dijumpai dan menggunakan sumber daya rumah sakit lebih banyak. Sakit kritis dapat menyebabkan pasien menjadi malnutrisi. Malnutrisi pada pasien yang dirawat di ICU akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Terapi nutrisi untuk pasien sakit kritis pascabedah bertujuan untuk menurunkan stres metabolik, memodulasi respons imun, dan membantu penyembuhan lukaHasil dan Pembahasan: Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis pascabedah bergantung pada kondisi klinis pasien. Serial kasus ini menguraikan dua pasien dengan bedah mayor gastrointestinal, satu pasien dengan pembedahan pembuluh darah besar, dan satu pasien dengan pembedahan besar daerah leher sampai mediastinum. Selama perawatan di ICU semua pasien diberikan terapi nutrisi dengan target energi 30 kkal/kg BB dan protein 1,2 ndash;2,0 g/kg BB per hari. Nutrisi diberikan secara optimal sesuai kondisi pasien untuk mendukung perbaikan klinis pasien. Terapi nutrisi secara optimal pada sakit kritis pascabedah dapat menurunkan katabolisme, memodulasi sistem imun, mencegah malnutrisi, serta menurunkan morbiditas dan mortalitasKesimpulan: Terapi nutrisi yang optimal pada pasien sakit kritis pascabedah dapat membantu perbaikan klinis

ABSTRACT
Introduction Surgical patients with critical illness admittted to the ICU are fairly common and use more hospital resources. Critical illness can cause the patients become malnourished. Malnutrition in the ICU patients will increase the morbidity and mortality rates. Nutrition therapy in critically ill postoperative patients aims to reduce metabolic stress, modulate the immune response, and improve wound healingResults and Discussion Fulfilment of nutrition requirements in postoperative critically ill patients depends on the patient 39 s clinical condition. This serial case describes two patients with major gastrointestinal surgery, one patient with major blood vessel surgery, and one patient with large neck and mediastinum surgery. During treatment in the ICU all patients were given nutrition therapy with the target energy of 30 kcal kg and protein 1.2 ndash 2.0 g kg daily. Nutrition is given optimally adjusted to patients rsquo condition to support the patient clinical improvement. Optimal nutrition therapy in critically ill postsurgical patients can reduce catabolism, modulate the immune system, prevent malnutrition, and decrease morbidity and mortality rates.Conclusion Optimal nutrition therapy in critically ill postsurgical patients can support clinical improvement "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Kurniawati
"Pasien pada serial kasus ini adalah empat pasien dewasa dengan luka bakar berat, masuk perawatan dalam kondisi resusitasi. Status nutrisi sebelum sakit adalah overweight dan satu pasien normoweight. Inisiasi nutrisi enteral dilakukan 15-39,5 jam pasca kejadian. Pemberian nutrisi dimulai dari hipokalori (<20 Kkal/kgBB/hari), ditingkatkan bertahap menuju kebutuhan energi total yang dihitung berdasarkan formula Xie dengan berat badan sebelum sakit. Selama perawatan di ICU, pasien mencapai kalori sebesar 60-96% KET, protein sebesar 0,6-1,9 g/kgBB/hari, komposisi lemak dan karbohidrat berturut-turut sebesar 15-25%, dan 50-64%. Jalur pemberian nutrisi parenteral dengan central venous cathether (CVC) sedangkan enteral dengan nasogastric tube (NGT) tetes lambat secara intermiten. Mikronutrien yang diberikan berupa multivitamin antioksidan, vitamin B kompleks dan asam folat. Pemantauan terapi nutrisi meliputi tanda klinis, toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, imbang cairan, parameter laboratorium dan antropometri. Pada kelompok survivor diberikan edukasi nutrisi terkait penyembuhan luka dan preservasi massa otot.

Patients in the case report were four adult patients with severe burns and admitted to the hospital under resuscitation conditions. Three patients were overweight and one was normoweight Enteral nutrition was initiated within 15–39.5 hours post injury. Nutrition administration began from hypocalory (<20 kcal/kg/day), then increased gradually to the total energy requirement using Xie formula based on the pre-illness weight. In the ICU, energy intake achieved 60-96% of total requirement, protein was 0.6 to 1.9 g/kgBW/day, fat, and carbohydrate were 15-25% and 50-64% respectively. Parenteral nutrition was given via central venous cathether while enteral nutrition was dripped intermittently. Micronutrients were given as multivitamin antioxidants, vitamin B complex, and folic acid. The survivors were given nutrition education related to wound healing and preservation of muscle mass.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Mariane Rahardja
"Tatalaksana nutrisi pada beberapa penyakit paru yang disampaikan dalam bentuk serial kasus ini bertujuan untuk mengetahui peran terapi nutrisi yang adekuat pada proses pemulihan penyakit paru Serial kasus ini terdiri dari 1 TB paru aktif dengan basil tahan asam BTA positif 2 Pleuritis TB 3 penyakit paru obstruktif kronik PPOK eksaserbasi akut dengan TB paru relaps dan 4 PPOK eksaserbasi akut suspek kor pulmonale dengan riwayat TB paru Keempat pasien adalah pasien rawat inap di RSUT yaitu salah satu RS jejaring PPDS 1 PSIGK yang mendapat tatalaksana bagi penyakitnya dan diberikan dukungan nutrisi selama kurang lebih delapan hari Pasien pada serial kasus ini berusia antara 17 ndash 72 tahun Umumnya pasien mengalami sesak napas anoreksia penurunan berat badan dan malnutrisi Hasil skrining gizi menunjukkan semua pasien memerlukan tatalaksana nutrisi Pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan masing masing pasien kalori dimulai dari 80 kebutuhan energi basal dan secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan energi total Pemantauan tatalaksana nutrisi dilakukan selama minimal lima hari mencakup toleransi asupan makanan kapasitas fungsional hasil pemeriksaan laboratorium dan antropometrik Hasil tatalaksana nutrisi menunjukkan perbaikan toleransi asupan makanan yang dinilai dari kemampuan pasien menghabiskan makanan Kebutuhan energi total umumnya dapat dicapai pada hari keempat dan kelima perawatan Perbaikan kapasitas fungsional ditandai dengan kemampuan pasien berdiri atau berjalan sendiri Selama perawatan terjadi peningkatan berat badan kecuali satu orang pasien berat badannya menetap Perbaikan hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat dinilai karena tidak dilakukan pemeriksaan ulang Dari serial kasus ini didapat kesimpulan bahwa pemberian nutrisi yang adekuat penting pada tatalaksana penyakit paru Tatalaksana nutrisi yang baik dapat memperbaiki status nutrisi dan imunitas pasien penyakit paru sehingga pemulihan menjadi lebih cepat dan lama rawat lebih singkat Pasien dapat kembali menjalankan aktivitas kehidupannya sehari hari dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik

The aim of nutritional management in several pulmonary diseases presented in the form of a case series is to determine the role of adequate nutritional therapy in the recovery of the diseases The case series consists of 1 active pulmonary tuberculosis TB smear positive 2 TB pleurisy 3 acute exacerbation of chronic obstruction pulmonary disease COPD with pulmonary TB relapse and 4 acute exacerbation of COPD with suspected of cor pulmonale and a history of pulmonary TB The four patients were inpatients of T hospital one of the teaching hospitals of PPDS 1 PSIGK which were examined and given nutritional therapy for about eight days The age of patients on this case series were between 17 ndash 72 years old In general patients experience shortness of breath anorexia weight loss and malnutrition Based on the results of nutritional screening all patients requiring nutritional management Nutritional management was adjusted to individual nutritional requirement provision calories began at 80 of basal energy requirement and gradually increased to achieve the total energy requirement Nutritional management was monitored for a minimum of five days including tolerance of food intake functional capacity laboratory examination and anthropometric assessment The results showed an improvement of dietary intake assessed by patient rsquo s ability to increase their food intake Total energy requirement can generally be achieved on the fourth and fifth day of treatment Improvement of the functional capacity was shown by their ability to stand or walk without any assistance The weight of all patients increased during treatment except one patient had stable weight Improvement of laboratory test results could not be assessed because there was no re examination It can be concluded from this case series that the provision of adequate nutrition is necessary in the management of pulmonary diseases Proper nutritional management can improve the nutritional status and immunity therefore can speed up patients rsquo recovery faster and shorten length of stay Patients can return to their daily activities and have a better quality of life
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Indriani Octovia
"Latar belakang: luka bakar berat dapat disertai dengan trauma inhalasi, yang akan memicu respons lokal dan sistemik, sehingga menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis. Berbagai kondisi ini menyebabkan hipermetabolime dan hiperkatabolisme, yang membutuhkan tatalaksana nutrisi adekuat untuk membantu proses penyembuhan pasien. Berbagai kelompok ahli telah memberikan rekomendasi tatalaksana nutrisi pada luka bakar berat dan sakit kritis. Namun, akibat keterbatasan sarana dan prasarana, tidak semua rekomendasi dapat dilaksanakan, sehingga tatalaksana nutrisi diberikan secara optimal. Metode: serial kasus ini terdiri atas empat pasien luka bakar berat, yang disebabkan oleh api, dan disertai trauma inhalasi, yang menyebabkan berbagai komplikasi, sepsis, multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dan multiple organ failure (MOF). Tatalaksana nutrisi diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien. Pemberian nutrisi diawali dengan nutrisi enteral dini (NED) dalam waktu 2448 jam setelah luka bakar, sebesar 10 kkal/kg BB, menggunakan drip intermiten. Selanjutnya, nutrisi diberikan sebesar 2025 kkal/kg BB pada fase akut dan 2530 kkal/kg BB/hari pada fase anabolik. Setelah pasien keluar dari intensive care unit (ICU), target kebutuhan energi menggunakan persamaan Xie, dengan protein 1,52,0 g/kg BB/hari, lemak 2530%, dan karbohidrat (KH) 5565%. Mikronutrien diberikan berupa multivitamin antioksidan, vitamin B, asam folat, dan vitamin D. Pasien dalam serial kasus ini juga mendapatkan nutrisi spesifik glutamin sebesar 0,3 g/kg BB/hari, selama 510 hari. Hasil: tiga pasien mengalami perbaikan klinis, kapasitas fungsional, dan laboratorium. Pasien selamat dan dipulangkan untuk rawat jalan. Masa rawat pasien yang selamat berturut-turut 33 hari, 70 hari, dan 43 hari. Seorang pasien mengalami perburukan dan MOF, hingga meninggal dunia setelah dirawat selama 23 hari di ICU. Kesimpulan: tatalaksana nutrisi optimal dapat menunjang penyembuhan luka serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien luka bakar berat dengan trauma inhalasi dan sepsis.
;Background: severe burn trauma combined with inhalation injury initiates local and systemic response, resulting in various complications such as systemic inflammatory response syndrome (SIRS) and sepsis. These conditions stimulate hypercatabolic process, leading to the increase of nutrition requirement. Adequate nutritional support is necessary in order to control both inflammatory and metabolic response, and also to improve healing process. To date, nutritional recommendations specific for severe burn trauma and critical illness have been established. However, many problems including patient?s condition and lack of resources exist, so optimal nutritional support that fits our settings was delivered. Method: this serial case focused on four severely burned patients caused by flame. Subjects with inhalation trauma and complications such as sepsis, multiple organ dysfunction syndrome (MODS), and multiple organ failure (MOF) were included in this study. Nutritional support was delivered according to clinical conditions, patient?s tolerance, and laboratory findings. Early enteral nutrition was initiated within 2448 hours post burns, starting from 10 kcal/kg BW/day with intermittent gravity drip method. Nutrition was gradually increased in order to reach the target of energy for critically ill patients, which is 2025 kcal/kg BW/day in acute phase or 2530 kcal/kg BW/day in anabolic recovery phase. Xie Equation was used to calculate target of total energy for burned patient. Protein requirement was 1.52.0 g/kg BW/day. Lipid and carbohydrate given were 2530% and 5565% from calorie intake, respectively. Micronutrient supplementation including antioxidants, vitamin B, folic acid, and vitamin D was also provided. Glutamin as specific nutrient was delivered by 0.3 g/kg BW/day in 510 days. Results: improvement of clinical condition, functional capacity, and laboratory parameters was observed in three patients, who could be discharged from hospital and asked to come back for outpatient care. Their lengths of stay were 33 days, 70 days, and 43 days, respectively. However, one patient experienced worsening of condition and died after 22 days of care in Intensive Care Unit (ICU). Conclusions: optimal nutritional support for severely burned patients with inhalation trauma and sepsis is necessary in order to improve healing process, as well as decrease morbidity and mortality."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novinta Dewi Utami
"Pneumonia merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada anak terutama yang berusia di bawah 5 tahun. Masalah pada bersihan jalan napas menjadi salah satu hal penting yang perlu ditangani pada anak yang mengalami pneumonia. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan pneumonia. Masalah keperawatan yang ditegakkan meliputi bersihan jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, dan kerusakan integritas kulit. Asuhan keperawatan yang diberikan berfokus pada intervensi manajemen jalan napas melalui terapi inhalasi menggunakan bronkodilator. Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pelayanan kesehatan untuk memberikan intervensi keperawatan secara efektif terutama terkait manajemen jalan napas pada anak.
Pneumonia is one of health problems that rapidly happened to children, particularly under 5 years old children. The malfunction of airway clearance become one of important thing that should be treated to children with pneumonia. This scientific work aims to describe nursing care to children with pneumonia. Nursing problem that enforced are ineffective airway clearance, imbalanced nutrition: less than body requirements, and impaired skin integrity. Nursing care given focuses on airway management intervention through inhalation therapy using bronchodilator. This scientific work are expected to be a consideration to health services for giving nursing intervention effectively, especially on children rsquo;s airway management."
2020
Pr-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>