Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152194 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumiati Bedah
"Skabies (Kudis=”Gudig”-Jawa) muncul bukan hanya karena satu faktor tetapi disebabkan oleh multi faktor seperti kondisi lingkungan yang padat penghuni termasuk pondok pesantren, personal hygiene, perilaku, sarana sanitasi, manusia sebagai host, dan karakteristik pathogen Sarcoptes scabiei varian hominis (sejenis kutu atau tungau).Sarana sanitasi yang kurang memadai dan personal hygiene yang kurang, menyebabkan skabies menjadi lebih rentan terjadi pada santri. Penyakit ini ditandai dengan keluhan rasa gatal, terutama pada malam hari dan ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui bekas alas tidur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan gejala klinis skabies, menggunakan desain cross-sectional, dengan sampel sebanyak 113 santri Pondok Pesantren Daarul Mughni Al-Maaliki, Klapanunggal Cileungsi, teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, serta cara penentuan gejala klinis skabies dengan observasi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden yang berhubungan secara signifikan dengan gejala klinis skabies adalah tingkat pendidikan (OR=6,2), frekuensi mencuci handuk (OR= 3,2), perilaku pinjam handuk (OR=8,4), perilaku menjemur handuk (OR= 3,6), perilaku pindah tempat tidur (OR=8,9), penggunaan desinfektan (OR = 3,4). Berdasarkan uji analisis multivariat model analisis regresi logistik bahwa variabel yang memiliki hubungan paling kuat (dominan) adalah pendidikan (OR=7,250)dan perilaku kebiasaan pindah tempat tidur dengan (OR =10,392).

Scabies (gudig in Javanese language) is one of the largest skin disease which happens to students who live in pesantren (Islamic boarding school). Scabies is caused by not only single factor, but multiple factors, such as personal hygiene, environmental condition, behavior, sanitation facility, host and pathogen Sarcoptes scabiei characteristic. Poor sanitation facility and low personal hygiene lead students more vulnerable to scabies.
The objective of this research is to learn risk factors which are related to scabies clinical signs. The research was using cross-sectional design, with 133 students of Daarul Mughni Al-Maaliki Islamic boarding school, Klapanunggal Cileungsi, Bogor District as samples. Samples are choosed by total sampling method and scabies clinical sign is diagnosed by observation and interview.
Results showed that the prevalence of scabies clinical signs on students of Daarul Mughni Al-Maaliki Islamic boarding school, Klapanunggal Cileungsi, Bogor District was 67.67%. Bivariate analysis revealed six variables that were significantly related to scabies clinical signs were education (OR=6.2), washing towel habit frequency (OR= 3.2), towel exchange habit (OR=8.4), towel spread out to dry habit (OR= 3.6), sleeping cover exchange habit (OR=8.9), using disinfectant (OR = 3.4). Multivariate analysis indicated that the essential factors related to the occurrence of scabies clinical signs were education (OR=7.250) and sleeping cover exchange habit (OR=10.392).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellysa
"Skabies adalah penyakit infeksi kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis yang dapat ditularkan melalui kontak langsung dan tidak langsung. Skabies merupakan masalah kesehatan di wilayah iklim tropis dan subtropis. Jumlah penderita skabies di dunia lebih dari 300 juta setiap tahunnya. Prevalensi skabies di Indonesia masih cukup tinggi karena Indonesia termasuk negara tropis, yaitu sekitar 6-27 dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Miftahul Aziz Cigombong Kabupaten Bogor jawa Barat tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik sebanyak 236 santri. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling dan analisis yang digunakan dengan metode Regresi Cox.
Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi skabies sebesar 48,7, jenis kelamin PR 2,079 95 CI 1,392-3,104 , pengetahuan tentang skabies PR 1,671 95 CI 1,001- 2,788 , kebersihan tempat tidur PR 1,506 95 CI 1,017-2,232, menggunakan tempat tidur bersama PR 1,645 95 CI 1,033-2,621, dan kepadatan hunian PR 1,865 95 CI 1,128-3,085 mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian skabies. Jenis kelamin merupakan faktor yang paling ominan terhadap kejadian skabies, yaitu santri laki-laki berisiko 2,079 kali 95 CI 1,392-3,104 untuk terjadi skabies dibandingkan dengan santri perempuan. Menggunakan tempat tidur bersama merupakan faktor yang paling besar kontribusinya terhadap kejadian skabies yaitu 63,96 , artinya 63,96 kejadian skabies dapat dieliminasi atau dikurangi bila santri tidak menggunakan tempat tidur bersama/berpindah ndash;pindah tempat tidur.

Scabies is an infectious skin disease caused by Sarcoptes scabiei varian hominis that could be transmitted through direct and indirect contact. Scabies is the health problem in tropical and subtropical climates. The number of people with scabies in the world is more than 300 million every year. Prevalence of scabies in Indonesia is still quite high, which is about 6 27 of the general population and tends to be higher in children and adolescents. The purpose of this study is to determine the factors related with the incidence of scabies in Miftahul Aziz Boarding School Cigombong Bogor West Java in 2018. This research using cross sectional design by interview, observation and physical examination 236 students, total sampling and the analysis using Cox Regresssion method.
The analysis showed that the prevalence of scabies was 48.7, sex PR 2.079 95 CI 1,392 3,104 , knowledge of scabies PR 1.671 95 CI 1,001 2,788, bed cleanliness PR 1.506 95 CI 1.017 2,232, shared bed PR 1.645 95 CI 1.033 2,621, and occupancy density PR 1.865 95 CI 1.128 3.085 had significant association with the incidence of scabies. Sex was the most dominant factor with the incidence of scabies, the male student had 2.079 times 95 CI 1.392 3.104 for being scabies than the female student. Sharing a bed is the most contributing factor with the incidence of scabies 63,96 , it means 63.96 the incidence of scabies could be eliminated or reduced when santri not sharing a bed or moved to another bed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rochis Julia
"Skabies merupakan penyakit kulit endemik dan menular pada masyarakat yang terdapat di semua negara dengan prevalensi yang berbeda-beda. Di Kabupaten Gresik, Kecamatan Sidayu mengalami peningkatan kasus yaitu dari 527 kasus (2010) menjadi 644 kasus (2011) dan meningkat menjadi 833 kasus di tahun 2012. Pondok pesantren terbesar di Sidayu adalah Al-Furqon.Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian skabies di Pondok pesantren Al-Furqon. Desain yang digunakan cross sectional. Jumlah sampel yang diambil adalah semua penghuni asrama putri yaitu sebanyak 170 orang. Data dianalisis menggunakan Chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan kamar (P = 0,006, OR = tak terhingga), kuantitas air (P = 0,000, OR = 14,609) dan perilaku Personal Hygiene dalam ganti pakaian (P = 0,000, OR = 7, 389) dengan kejadian skabies di Pondok pesantren Al-Furqon, sedangkan yang tidak ada hubungan bermakna adalah kebersihan lingkungan (P = 0,753), mandi (P = 0,505), cuci tangan (P = 0,822), tukar baju (P = 0,874) dan tukar handuk (P = 1).

Scabies is an endemic and transmitted skin disease which can be found in almost entire countries with different prevalence. In District of Gresik, Sub district of Sidayu this disease escalates from 527 cases (2010) to 644 cases (2011) and rises to 833 cases in 2012. The biggest Muslim Boarding School in Sidayu is Al Furqon. This research is conducted to know the relationship between environment and behavior to the event of scabies at Al Furqon Muslim Boarding School. Design used is cross sectional. Sampling used is total sampling of the woman boarding house occupant that is 170 people. Chi-square is used for data analysis.
The research result shows that there is a meaningful relationship among room density (P = 0,006, OR = unlimited), water quantity (P = 0,000, OR = 14, 609) and behavior of personal hygiene in changing clothes (P = 0,000, OR = 7, 389) to the event of scabies at Al Furqon Muslim Boarding School and there is no meaningful relationship among environment sanitary (P = 0,753), taking a bath (P = 0,505), washing hands (P = 0,822), switching over clothes (P = 0,874), and switching over towel (P = 1).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52619
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Azka Adriansyah
"Skabies adalah penyakit kulit yang sering dijumpai di pesantren. Untuk meningkatkan kewaspadaan, santri perlu diberikan pengetahuan mengenai skabies. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penyuluhan mengenai penyebab dan gejala klinis skabies pada santri pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain pre-post study. Data diambil tanggal 10 Juni 2012 dengan kuesioner berisi 10 pertanyaan mengenai penyebab dan gejala klinis scabies. Data diolah menggunakan SPSS versi 20; dianalisis dengan uji chi-square dan marginal homogeneity.
Dari 181 responden, sebagian besar berusia <15 tahun (64,6%), laki-laki (60,8%), pendidikan tsanawiyah (60,8%), informasi skabies dari 3 sumber informasi (43,1%), dan pengetahuan paling berkesan dari dokter (71,4%). Sebelum penyuluhan 10,5% santri berpengetahuan baik, 59,1% berpengetahuan sedang, dan 30,4% berpengetahuan buruk untuk penyebab skabies. Sebanyak 24,9% santri berpengetahuan baik, 53,6% berpengetahuan sedang, dan 21,5% berpengetahuan kurang untuk gejala klinis skabies.
Uji chi square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai penyebab dan gejala klinis dengan jenis kelamin dan sumber informasi (p>0,05) namun berbeda bermakna pada usia dan pendidikan (p<0,05). Uji marginal homogeneity memperlihatkan perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan (p<0,05). Disimpulan tingkat pengetahuan santri umumnya tergolong sedang dan penyuluhan efektif meningkatkan pengetahuan santri mengenai penyebab dan gejala klinis skabies.

Scabies is a common disease in boarding school. To increase the students awareness, they need to have knowledge on scabies. Objective of this research is to find out effectiveness of health promotion on etiology and clinical features of scabies on X boarding school students. This research design was pre-post study. Data collected on 10 June 2012 using 10 questions on etiology and clinical features of scabies. Data was analyzed using SPSS 20th version using chi-square and marginal homogeneity.
From 181 respondents most students are <15 years old (64.6%), male (60.8%), tsanawiyah (60.8%), 3 information sources of scabies (43.1%), and most memorable information from doctor (71.4%). Before the health promotion, students knowledge level are 10.5% good, 59.1% moderate, and 30.4% poor on scabies etiology and 24.9% good, 53.6% moderate, and 21.5% poor on clinical features of scabies.
Statistical result found that there is no significant result on gender and information sources (p>0.05) but significantly different on age and level of education (p<0.05). Marginal homogeneity shows there is significant difference between before and after health promotion (p<0.05). In conclusion that mostly students have moderate knowledge and the health promotion is effective to increase students? knowledge on etiology and clinical feature of scabies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hirzi Salsabil Zulkarnain
"Prevalensi skabies di Indonesia tinggi terutama di tempat padat penduduk seperti pesantren. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan karakteristik santri di Pondok Pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian cross-sectional ini dilakukan di pesantren X, Jakarta Timur pada tanggal 10 Juni 2012. Kuesioner dibagikan untuk mengidentifikasi perilaku subjek, diikuti dengan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi untuk menegakkan diagnosis. Subjek adalah semua santri madrasah aliyah dan madrasah tsanawiyah yang hadir pada waktu pengambilan data. Data dianalisis dengan chi-square test.
Hasil menunjukkan bahwa prevalensi skabies di Pesantren X adalah 50%. Ada perbedaan signifikan antara prevalensi skabies dan tingkat pendidikan para santri namun tidak ada perbedaan signifikan dengan jenis kelamin dan perilaku. Lesi kebanyakan ditemukan di daerah sela-sela jari tangan, abdomen, kaki, bokong, dan daerah genital. Area yang paling sering terkena lesi skabies adalah daerah sela-sela jari tangan. Kesimpulannya, ada hubungan antara prevalensi skabies dan tingkat pendidikan, namun tidak dengan tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Juga bisa disimpulkan bahwa lesi paling banyak menetap di sela-sela jari tangan.

Prevalence of scabies in Indonesia is very high, especially in crowded places such as Islamic boarding schools. The purpose of this research is to study the prevalence of scabies and its association with the characteristics of students in Pesantren X, Jakarta Timur. This cross-sectional study was conducted in pesantren X, Jakarta Timur on June 10th, 2012. Diagnosis was performed by anamnesis and dermatological examination, followed by handing out questionnaires to identify subjects? behavior. Research subjects including all madrasah tsanawiyah and madrasah aliyah patients who were present at the time of study. Data was analyzed using chi-square test.
The results show that the prevalence of scabies in Pesantren X is 50%. There is a significant difference between the prevalence of scabies and educational level of the santri but not with gender and behavior. Most lesions are found in interdigital space of the hand, abdomen, leg, buttocks, and genital area. Interdigital space of the hand is the most frequent location infested with scabies lesion. In conclusion, there is an association between the prevalence of scabies with the educational level of the subjects, but not with other characteristics such as gender and behavior. It is also found that interdigital space is the most frequent area in which scabies lesion can occur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Dani Martiwi
"Skabies merupakan penyakit kulit yang banyak ditemukan di pesantren dengan gejala rasa gatal yang hebat sehingga mengganggu aktivitas santri. Untuk itu perlu dilakukan pengobatan serentak yang diikuti penyuluhan sebagai upaya pencegahannya.
Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan santri mengenai gejala klinis skabies di pesantren X, Jakarta Timur. Desain penelitian ini adalah pre-post study menggunakan teknik total sampling sejumlah 140 orang. Pengambilan data pada tanggal 22 Januari 2010 dengan cara responden mengisi kuesioner mengenai gejala klinis skabies sebelum dan sesudah penyuluhan.
Hasilnya menunjukkan 56,4% berusia <15 tahun, 57,9% laki-laki, 51,4% santri tsanawiyah, 36,4% santri mendapatkan sumber informasi kurang sama dengan tiga, dan 62,8% menyatakan dokter sebagai sumber informasi paling berkesan. Sebelum penyuluhan, 2,9% santri tingkat pengetahuannya tergolong baik dan 71,4% kurang. Setelah penyuluhan 28,6% santri tingkat pengetahuannya tergolong baik dan 27,1% kurang.
Uji marginal homogeneity menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan (p<0,001). Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden sebelum penyuluhan dengan karakteristik santri (p>0,05). Uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden setelah penyuluhan dengan karakteristik santri (p>0,05).
Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai gejala klinis skabies tidak dipengaruhi karakteristik santri, namun dipengaruhi penyuluhan.

Scabies is skin disease that cause severe itching that disrupts activity of students in pesantren. For that we need to concurrent treatment and health promotion followed as prevention efforts.
The research objective is to determine the effect of education on the level of knowledge for students about the clinical manifestation of scabies. This pre-post study were taken using total sampling(140). Data is collected on January 22, 2010 by respondents fill out questionnaires before and after health promotion.
The results before health promotion showed 2,9% of students classified as good levels of knowledge and 71.4% less. After the health promotion 28,6% students classified as good and 27,1% less. Marginal homogeneity test showed there were significant differences between the level of knowledge before and after health promotion (p<0.001).
Kolmogorov-Smirnov test showed no significant differences between respondents level of knowledge before education with their characteristic. Chi-Square test showed no significant differences between respondents level of knowledge after health promotion with their characteristic.
It was concluded that the students’s knowledge level about clinical manifestation of scabies didn’t influenced by their characteristic, but influenced by the health promotion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Indra Riyadi
"Latarbelakang: Skabies merupakan penyakit kulit yang paling sering terjadi pada anak-anak di lingkungan padat seperti penghuni asrama. Sebagai bagian dari studi berkelanjutan, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan skabies dengan perilaku hidup bersih (PHB) pada siswa laki-laki di sebuah pesantren di Jakarta Timur.
Method: Penelitian cross-sectional ini dilakukan pada tanggal 8 Maret 2014 dan semua siswa dijadikan subyek penelitian (total sampling). Diagnosis skabies dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis. Data PHB diambil dengan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan mengenai PHB. Pertanyaan diberi skor 0 untuk perilaku buruk dan 1 untuk perilaku baik. Analisis data dilakukan dengan uji chi square.
Hasil: Hasilnya menunjukkan prevalensi skabies adalah 36% dan PHB yang baik 3.4% dan buruk adalah 32.8%. Terdapat perbedaan signifikan antara PHB dan scabies (p=0.008).
Kesimpulan: Disimpulkan, kebersihan pribadi berhubungan dengan skabies.

Background: Scabies is a skin disease that is commonly affecting children in dense environments such as boarding occupants. As part of the continuous study, this research aims to study the relationship of scabies with personal hygienic practices (PHB) in the male students in a boarding school in East Jakarta.
Method: This cross-sectional study was conducted on March 8, 2014, and all students were the subjects of study (total sampling). Diagnosis of scabies was done with history taking and dermatological examination. PHB data was taken with a questionnaire containing 10 questions regarding the personal hygienic practices. The question was given a score of 0 to 1 for bad behavior and good behavior. Data were analyzed by chi square test.
Result: The results showed the prevalence of scabies was 36%, with 3.4% of good personal hygienic practices and 32.8% had poor personal hygienic practices. There are significant differences between the PHB and scabies (p = 0.008).
Conclusion: In conclusion, personal hygiene associated with scabies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anry Umar
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan perbandingan tingkat usia, pendidikan, jumlah sumber informasi, serta sumber informasi paling berkesan dengan tingkat pengetahuan santri tentang pencegahan penyebaran parasit Sarcoptes scabiei sebelum dan sesudah penyuluhan. Para santri pesantren X di Jakarta Selatan dikumpulkan untuk kuesioner pretest, selanjutnya diberi penyuluhan tentang pencegahan scabies, dan kemudian diberi kuesioner posttest setelah penyuluhan. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam komputer kemudian diuji dan dianalisa dengan program SPSS 21. Subjek penelitian ini didominasi oleh siswa SD/Imtihan dan SMP/tsanawiyah (89%), berusia ≥17 tahun (81%), mendapat informasi dari ≤3 Sumber (90%), dan informasi berasal dari petugas kesehatan/dokter (68%). Dari variabel-variabel yang dinilai dalam penelitian ini (usia, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, serta sumber informasi paling berkesan), terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara sampel dengan sumber informasi paling berkesan berasal dari petugas kesehatan dengan non petugas kesehatan (p=0,004), serta terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara sampel dengan jumlah sumber informasi >3 dan ≤3 (p=0,032). Terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan setelah penyuluhan (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa penyuluhan tentang pencegahan Sarcoptes scabiei pada para santri di pondok pesantren X di Jakarta Selatan dinilai cukup efektif.

This study was conducted to determine the distribution and comparison of age, education, number of information resources, and the most impressive information resources about the prevention of scabies before and after counseling in the student of pesantren X at South Jakarta. The students were collected to be given pretest questionnaire, then counseling of scabies prevention, and posttest questionnaire after counseling. The data obtained were entered into a computer and then tested and analyzed with SPSS 21. The subjects of this study were dominated by elementary school/Imtihan and junior high school/Tsanawiyah students (89%), aged ≥17 years (81%), being informed from ≤3 sources (90%), and information derived from the health officer (68%). Of the variables assessed in this study, there are level of knowledge differences about the prevention of scabies in pretest among a sample with the most memorable information from health officers and non-health officers (p=0.004), and there were level of knowledge differences about the prevention of scabies in posttest between samples with a amount of information resources >3 and ≤3 (p=0.032). There were significant knowledge differences between pretest and posttest (p=0.000). Education about prevention awareness against Sarcoptes scabiei to the student of pesantren X in South Jakarta was quite effective."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervandy Rangganata
"ABSTRACT
Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varian hominis. Skabies biasanya menginfeksi lingkungan padat penduduktingkat sosial ekonomi dan hygiene rendah, contohnya pesantren. Prevalensi skabies di pesantren di Jakarta tergolong tinggi (78,7%). Gejala skabies dalam tahap lanjut dapat mengganggu kegiatan belajar santri. Tingkat pengetahuan yang baik mengenai pencegahan skabies diharapkan dapat mengubah pola, sikap, dan perilaku santri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mengenai pencegahan skabies dan hubungannya dengan karakteristik demografi santri meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan desain penelitian studi potong lintang. Santri diberikan kuesioner mengenai sebaran karakteristik demografi mereka dan pengetahuan mengenai pencegahan skabies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa santri yang berpengetahuan baik sebanyak 9,29%, sedang sebanyak 8,57%, dan kurang mencapai 82,14%. Pada uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan mengenai pencegahan skabies dengan usia (p=0,181), jenis kelamin (p=0,605), tingkat pendidikan (p=0,186), dan sumber informasi yang paling berkesan (p=0,697). Uji Kolmogorov-Smirnov memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan dengan jumlah sumber informasi (p=0,999).Santri tinggal dalam ligkungan yang sama dan belajar di tempat yang sama pula. Hal tersebut dapat menyebabkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies dengan karakteristik demografi santri yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan.

ABSTRACT
Scabies is a contagious skin disease which is caused by Sarcoptes scabiei mite. Scabies usually infects lower socio-economics group with dense population and people who live in environment with poor hygiene, such as boarding school. Scabies prevalence at boarding school in Jakarta remains high (78,7%). The symptoms occured bother students? learning activities. Good knowledge about scabies prevention may change the behavior of the students. This research aims to know knowledge level of scabies prevention among boarding students and its association to their demographic characteristics in order to be used as a reference for health promotion. Regarding the goals of this research, this research used cross-sectional study by giving a questionnaire consisting demographic characteristics and questions about scabies prevention to the students.This research shows that the percentage of students who have good knowledge about scabies prevention is 9,29%, while the fair is 8,57% and poor reaches 82,14%. Using chi-square analysis, it is known that there is no significant association (p>0,05) between knowledge level of scabies prevention with age (p=0,181), gender (p=0,605), educational level (p=0,186), and the most memorable information source (p=0,697). Kolmogorov-Smirnov analysis shows that there is no significant association (p>0,05) between knowledge level with number of information sources gotten (p=0,999). Students live in the same environment and learn in the same place. It may cause there is no significant association between knowledge level of scabies prevention among boarding school students with their demographic characteristics including age, gender, educational level, number of information sources, and the most memorable information source.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Shafiq Advani
"ABSTRAK
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh parasit mikroskopis, Sarcoptes scabiei. Hunian yang padat dan kebiasaan buruk mengenai kebersihan adalah faktor predisposisi penyakit skabies. Saat ini, pengobatan metode standar adalah aplikasi permethrin 5% krim ke seluruh tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas permethrin 5% terapi standar terhadap murid pesantren yang memiliki kebiasaan berwudhu lima kali sehari serta padat hunian dengan menghitung angka kesembuhan. Penelitian ini dilakukan di sebuah pesantren yang terletak di Jakarta Selatan dari bulan Juli 2013 sampai September 2013 dengan metode desain eksperimen. Subyek yang positif scabies diobati dengan krim permetrin 5% yang dioleskan ke seluruh tubuh lalu dibersihkan (mandi memakai sabun) setelah 10 jam. Pengobatan dinilai efektif jika angka kesembuhan pada minggu ke-4 lebih dari 90%. Evaluasi pengobatan dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-5. Dari 98 murid yang diperiksa, 67 (68,4%) orang mengidap scabies dengan lokasi lesi paling sering di bokong (75,6%). Evaluasi pada mingguke-4 menunjukkan, angka kesembuhan 90% dan minggu ke-5 adalah93,3%. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada angka kesembuhan minggu ke-4 dan ke-5 (McNemar, p=0,025). Disimpulkan bahwa krim permetrin 5% yang dioleskan dengan metode standar efektif untuk mengobati skabies.

ABSTRACT
Scabies is a contagious skin disease that caused by microscopic mite, known as Sarcoptes scabiei. Overpopulated places followed by unhygienic behavior are predisposing factors to develop scabies infestation. The current standard treatment is topical permethrin 5% cream that applied over the body despite the area of the lesion. In this study, the aim is to assess the effectiveness of permethrin 5% standard treatment in Islamic boarding school students who have habit of ablution five times a day and living in a crowd by calculating the cure rate. It was conducted in an Islamic boarding school in South Jakarta from July 2013 until September 2013. Experimental design was used. Subjects with scabies were given the standard treatment and should be washed (shower and soap was used) after 10 hours. Treatment is considered effective if the cure rate on week IV is equal to or >90%. Evaluation was done on week IV and week IV. Out of 98 examined students, 67 (68.4%) of them were scabies positive with bottom as the most frequent affected area (75.6%). On week IV and week V, most of them were cured with cure rate of 90.0% and 93.3% respectively. However, there is no significant difference (McNemar, p=0.625) between the cure rate on week IV or week V. In conclusion, permethrin 5% cream standard treatment is effective in curing scabies."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>