Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136038 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novida Siti Jubaedah
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis integrasi pasar komoditas Cabe
merah antar 23 pasar di lokasi produksi sayuran di Indonesia dan integrasi pasar
antara Pasar Induk di Jakarta dengan 23 pasar produsen Cabe merah di Indonesia.
Data yang digunakan adalah data tahunan mulai dari Januari 2000 hingga
Desember 2011 untuk data harga Cabe merah di tingkat produsen dan data
tahunan mulai Januari 2005 hingga Desember 2011 untuk harga Cabe merah di
tingkat Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta. Selain harga Cabe merah, variabel lain
juga digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada
hubungan antar pasar komoditas Cabe merah antara lain data produksi, populasi,
jarak antar pasar, infrastruktur dan jumlah pasar. Engle dan Granger kointegrasi
tes dan ECM digunakan untuk menganalisa transmisi harga, integrasi pasar dan
dinamika hubungan jangka panjang dan pendek pada pasar komoditas Cabe merah
di Indonesia. Selanjutnya dilakukan analisa deskripsi untuk mengetahui faktorfaktor
yang berpengaruh pada integrasi pasar tersebut. Hasil analisis pada model
1 menyimpulkan bahwa pada umumnya pasar produsen tidak terintegrasi dengan
Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta. Hubungan antar pasar ini cenderung mengarah
pada hubungan jangka pendek saja. Sedangkan, hasil pada Model 2
mengindikasikan bahwa pasar komoditas Cabe merah antar 23 pasar produsen di
Indonesia memiliki hubungan jangka panjang. Selain itu, perubahan harga jangka
pendek yang terjadi di pasar komoditas Cabe merah cenderung langsung
berdampak pada harga komoditas Cabe merah di pasar produsen yang lain. Studi
ini juga membuktikan bahwa integrasi pasar komoditas Cabe merah di Indonesia
dipengaruhi oleh kualitas infrastruktur yang baik, lokasi dan jarak antar pasar,
serta peluang pasar yang diindikasikan melalui besarnya jumlah pasar dan jumlah
konsumen atau populasi di wilayah tersebut.

ABSTRACT
Many researchers have been examined price transmission and market
integration of staple food in Indonesia, while relatively few studies are there on
market integration of vegetable commodities markets. Mostly previous study
assessed the information to what extents and to which markets prices are
transmitted across spatially different markets. However, there is scarce literature
that determines the factors influence market integration or lack of integration in
Indonesia. Thus, the analysis of market integration remains weak without further
analysis on factors that explain such of market integration or segmentation.
Hence, it becomes a gap to be occupied by this research. The author believes that
the study on commodity markets integration might be more useful if it is
complemented with further discussion on factor that could explain the process of
market integration or lack of integration in Indonesia. Therefore, by using prices
dataset from 23 producer markets and wholesale market in Jakarta that covering
the years from January 2000 to December 2011 and from January 2005 to
December 2011 this paper aims to investigate two types of spatial market
integration with focus on red chilli commodity markets.
A series of techniques, such as the Engle-Granger cointegration test and
ECM were used to test red chilli market integration. With this approaches, then it
is possible to analyze price transmission, identify market integration or
segmentation that occurs in red chilli commodity markets in Indonesia, and
specify the long-run and short-run dynamic. Moreover, some variables such as
the number of production, population, distance between markets, the quality of
infrastructure, and the numbers of markets have been obtained to discuss on factor
that might drives interconnectedness between red chilli markets.
The result of model 1 indicates that generally producer markets are not
cointegrate with PIKJ as central market. However, these markets tend to have
short-run relationship. On the other hand, the results of spatial market integration
model 2, which test cointegration across 23 producer markets, imply that red chilli
markets across producer provinces tend to integrate in thelong-run. In addition, in
the short-run changes in the red chilli’s price in one producer market also seem to
have immediate impact on red chilli’s price in other producer markets.
Finally, the research has shown evidences that red chilli commodity markets
integration in Indonesia are influenced by the good quality of infrastructure,
location or distance between market, and trade opportunity that can be indicated
by the large consumer area such as the number of populations and the number of
markets."
2013
T39378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Rudiatin
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi tentang kegiatan ekonomi masyarakat perbatasan di desa Aji Kuning di kecamatan Sebatik kabupaten Nunukan Kalimantan Timur, yang terintegrasi dengan pasar Tawau, wilayah Sabah Malaysia. Dalam penelitian ini, saya menyebutnya integrasi ekonomi. Penelitian difokuskan pada pasar sebagai arena transaksi. Pasar menjadi entry point untuk melakukan pengamatan.
Kondisi paradoks desa Aji Kuning, satu sisi sebagai desa terpencil dan miskin bagi Indonesia, disisi lain strategis sebab dekat dengan Malaysia yang memiliki kondisi sosial-ekonomi lebih baik, membuka peluang-peluang masyarakat desa mengaktifkan potensi sumber daya sosial budaya untuk membangun kepentingan-kepentingan ekonomi bagi kesejahteraannya.
Masyarakat Aji Kuning di perbatasan membangun jaringan ekonomi sebagai bentuk solidaritas sosial bagi kepentingan penguasaan sumber-sumber ekonomi untuk kesejahteraan hidupnya. Negara dalam hal ini institusi politik lokal membuka peluang masyarakat membangun pasar yang sangat fleksibel dalam pengaturan perdagangan lintas batas. Pasar adalah entitas yang tidak sekadar menopang keberlangsungan ekonomi dengan mempertemukan penjual dan pembeli. Pasar memiliki tanggung jawab dan fungsi yang jauh lebih kompleks. Sebagai sebuah sistem kebudayaan, ia menjaga dan menyangga dinamika sosio-budaya masyarakat di perbatasan. Masyarakat Aji Kuning membangun jaringan-jaringan perdagangan yang berkaitkelindan dengan sosial, politik, budaya, kekerabatan dan etnik. Mereka mengaktifkan simpul kekerabatan dan etnisitas untuk membangun jaringan. Identitas etnik bersifat kontekstual bergantung pada kepentingan dan motif ekonominya.
Jaringan perdagangan meliputi berbagai unsur, mulai dari pembeli, penjual, pemodal dan broker, dengan keragaman etnik dan kebangsaan serta pembagian kerja. Jaringan berfungsi banyak, sebagai jaringan komunikasi dan informasi harga dan permodalan serta berbagi keuntungan dan resiko dengan variasi pertemanan, kekerabatan dan patron-klien. Demikian pula meliputi berbagai institusi, pemerintah, kelompok etnik dan aparat perbatasan Indonesia dan Malaysia. Kesemuanya terintegrasi dalam suatu kegiatan ekonomi lokal di perbatasan.
Jaringan etnisitas menjadi basis integrasi ekonomi. Pengamatan terhadap identitas etnik dan pemanfaatannya dalam jaringan ekonomi, ditekankan pada interaksi kelompok-kelompok etnik dalam kegiatan ekonomi di semua jaringan berdasarkan komoditas yang diperdagangkan. Pengamatan terhadap jaringan-jaringan menyimpulkan bahwa integrasi ekonomi sarat dengan berbagai interaksi social, sebagai arena aktivitas budaya dan ekspresi politik, jaringan arus informasi, serta pusat interaksi masyarakat dengan keragaman sosial, ekonomi, etnis dan agama, sekaligus gabungan kelompok2 budaya, yang berbenturan, bekerja sama, berkolusi, bersaing, dan mengalami konflik. Strategi-strategi melintas batas menjadi pilihan rasional, dan bahwa masyarakat perbatasan kerap menggunakan etnisitas dan dwikewarganegaraannya untuk melanggengkan perdagangan melintas batas. Politik menjadi sarana membangun ekonomi, sebaliknya tanpa kekuatan ekonomi kekuasaan politik tidak akan bertahan lama.

ABSTRACT
This research is the study of economic activities in the border villages Aji Kuning in the Sebatik Island, in the district Nunukan of East Kalimantan, which is more integrated with the market Tawau, Sabah area of Malaysia. In this study, I call it economic integration. It focused on the market as an transactions arena. Market as an entry point for making observations.
Aji Kuning village is a paradoxical condition, one side of a remote and poor villages of Indonesia, on the other hand is close to Malaysia, which has socio-economic conditions better. This can open up opportunities for rural communities to enable the potential socio-cultural resources to build the economic interests for their welfare. In the Aji Kuning market community was found that the borderlanders build the economic network as a social solidarity formation for economic resources benefit. The related countries especially the local politic institutions provide more opportunity to the borderlander developing a flexible market for borderland trade regulation. The market is not just an entity that sustains the economic sustainability by bringing together sellers and buyers. The market has a responsibility and a much more complex functions. As a cultural system, he is maintaining and supporting the socio-cultural dynamics in the border communities.
Aji Kuning community build complexity networks. It?s not merely influence the economic dimension but also related to other dimensions especially social, political, cultural, and ethnic kinship. They enable the knot of kinship and ethnicity to build the network. Ethnic identity as a culture identity is contextual and it depends on economic interest and benefit. Trade networks includes a variety ofelements, among others buyers, sellers, investors and brokers, with ethnic and national diversity and the division of labor. The networks have many functions, as communication networks and information and price of capital and share profits and risks with a variety of friendship, kinship and patron-client relationships. Similarly, covering a variety of institutions, governments, ethnic groups and forces the border of Indonesia and Malaysia. All are integrated into a local economic activity at the border.
Network of ethnicity is the base of the integration economy. Observations on ethnic identity and its utilization in the network economy, emphasis on the interaction of ethnic groups in economic activity in all networks based on the commodities are traded.
Observation of the networks concluded that the borderline market is loaded with social interactions. There are arena of cultural activity and political expression, the network information flow. It is also the center of community interaction with the social diversity, economic, ethnic and religious, as well as the combined culture group which are clash, collaborate, collude, compete and conflict. Strategies across borderlinders becomes a rational choice, and that people often use their ethnicity and dual nationality to sustain the trade across borders. In this case, politics became the economic development facility. On the other hand, without economic power, the politic authority will not be long-lasting."
Depok: 2012
D1347
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Griseldis Viona Mufti
"Studi ini menganalisis korelasi volatilitas dinamis dan dampak limpahan indeks harga saham gabungan di 10 negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar, yaitu Amerika Serikat, China, Jerman, Jepang, India, Inggris, Perancis, Italia, Brazil, dan Kanada terhadap Indeks Harga Saham Gabungan atau Jakarta Stock Exchange Composite Index (IHSG) untuk periode 2018 hingga 2023. Dengan menggunakan model Dynamic Conditional Correlation-Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (DCC-GARCH), hasil studi ini menunjukkan bahwa seluruh indeks memiliki korelasi dinamis seiring waktu dengan IHSG namun tidak dengan indeks pasar saham Brazil (BOVESPA) yang memiliki korelasi konstan dengan IHSG. Selain itu, hasil studi juga mengindikasikan adanya dampak limpahan dinamis yang signifikan akibat integrasi pasar di mana seluruh indeks memberikan dampak limpahan asimetri terhadap IHSG, kecuali BOVESPA dan NIFTY (indeks pasar saham India) akibat rendahnya kerja sama dua negara. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan korelasi yang bervariasi akibat pengaruh kekuatan kerja sama ekonomi yang berbeda dimana indeks pasar saham Jepang (NIKKEI) memiliki korelasi positif terbesar dengan IHSG, sedangkan BOVESPA memiliki korelasi negatif dan terlemah dengan IHSG. Hasil penelitian ini menyediakan bukti empiris bahwa ketergantungan pasar memperbesar risiko pasar, sehingga menekankan pentingnya manajemen risiko dan diversifikasi portfolio investasi.

This study investigates the correlation of dynamic volatility and spillover impacts from the composite stock price index in 10 countries with the largest Gross Domestic Product (GDP), namely US, China, Germany, Japan, India, UK, France, Italy, Brazil, and Canada against the Jakarta Stock Exchange Composite Index (JKSE) for the period 2018 to 2023. Using the Dynamic Conditional Correlation - Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (DCC-GARCH) model, the results of this study show that all indices have a dynamic correlation over time with JKSE but not with the Brazilian stock market index (BOVESPA) which has a constant correlation with JKSE. In addition, the results indicate that there are significant dynamic spillover impacts due to market integration where all indices have asymmetric spillover effects on the JKSE, except for BOVESPA and NIFTY (Indian stock market index) which due to low amount of cooperation between the two countries. The results of this study also show that the average strength of correlation varies due to the influence of different strengths of economic cooperation where the Japanese stock market index (NIKKEI) has the largest positive correlation with JKSE, while BOVESPA has the weakest and negative correlation with JKSE. The results of this study provide empirical evidence that market dependence increases market risk, thus emphasizing the importance of risk management and investment portfolio diversification."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjani Ayu Sekar Kusuma
"Tinjauan pustaka ini mengidentifikasi perkembangan integrasi ekonomi di ASEAN sejak pembentukannya pada 1967 yang didorong oleh faktor politik dan strategis, hingga transformasi fokus dari politik ke ekonomi dengan pencanangan ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015. ASEAN memulai langkah integrasi ekonomi dengan Area Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) pada 1992 dan terus memperluas serta memperdalam integrasi ekonomi sebagai respons terhadap perubahan geopolitik dan ekonomi global. Tinjauan ini menggunakan metode taksonomi dengan membagi 55 literatur ke dalam tiga tema besar: 1) perkembangan ekonomi ASEAN; 2) kebijakan dalam strategi integrasi; 3) implikasi integrasi ekonomi ASEAN. Melalui analisis ini, tinjauan ini berupaya menyingkap konsensus, perdebatan, kesenjangan literatur, dan tren seperti persebaran tema, latar belakang akademisi, dan asal penulis. Tinjauan ini tidak hanya memberikan gambaran tentang dinamika integrasi ekonomi ASEAN, tetapi juga relevansinya dalam konteks ekonomi global saat ini serta menawarkan wawasan tentang arah penelitian dan kebijakan di masa depan.

This literature review identifies the development of economic integration in ASEAN since its establishment in 1967, which was driven by political and strategic factors, up to the transformation of its focus from politics to economics with the launch of the ASEAN Economic Community (AEC) in 2015. ASEAN began its economic integration efforts with the ASEAN Free Trade Area (AFTA) in 1992 and has continued to expand and deepen economic integration in response to global geopolitical and economic changes. This review employs a taxonomy method by categorizing 55 pieces of literature into three major themes: 1) the economic development of ASEAN; 2) policy-driven strategies in integration; 3) implications of ASEAN economic integration. Through this analysis, the review aims to uncover consensus, debates, literature gaps, and trends such as theme distribution, the academic background of scholars, and the origins of the authors. This review not only provides an overview of the dynamics of ASEAN economic integration but also its relevance in the current global economic context, offering insights into future research directions and policy-making.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leyden : Budapest : Akadémiai Kiad, 1976
338.91 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Tri Budiarti
"ABSTRAK
Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) merupakan perjanjian kerjasama ekonomi bilateral yang pertama untuk Indonesia. IJEPA diharapkan mampu meningkatkan kompetisi industri manufaktur Indonesia karena telah disepakatinya fasilitas khusus untuk peningkatan kapasitas dan daya saing industri manufaktur, yaitu USDFS dan MIDEC. Setelah implementasi IJEPA, Price-cost margins (PCM) Indonesia berfluktuasi setelah IJEPA. Price-cost margins telah digunakan sebagai indikator persaingan, dikarenakan PCM berhubungan dengan keuntungan rata-rata di sebuah industri.. Penelitian ini menganalisis dampak implementasi IJEPA terhadap PCM industri manufaktur Indonesia dengan menggunakan data panel industri besar dan sedang periode 2004 ? 2012. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa IJEPA mampu menurunkan PCM industri manufaktur Indonesia dengan efisiensi faktor input produksi, penurunan biaya bahan baku industri, dan pencapaian skala ekonomi pada industri tertentu.

ABSTRACT
Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) is the first bilateral economic agreement for Indonesia. IJEPA is expected to increase Indonesia manufacture industry competition because of the establishment of preferential facilities of capacity building and competition for manufacturing industry in Indonesia, they are USDFS and MIDEC. Post implementation of IJEPA, Price-cost margins (PCM) fluctuated. PCM has been generally used as a competition indicator, because PCM related to average profit of an industry. This study analyzes the impact of IJEPA implementation on PCM of manufacture industry in Indonesia using panel data of large and small industry within 2004 ? 2012 periods. The result of this study conclude that IJEPA able to make PCM of manufacture industry fall through efficiency of input factors use, the cost of materials price downfall, and economies of scale in certain industries.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T44893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Sawery Gading Dzetaj Notonegoro
"Sejak pertengahan 1990-an, semakin banyak negara berkembang yang menempuh Integrasi Ekonomi Regional (REI) dengan negara maju melalui Perjanjian Perdagangan Regional (RTA). Negara anggota perjanjian tersebut memberikan perlakuan yang lebih menguntungkan terhadap satu sama lain daripada terhadap mitra dagang lainnya yang bukan negara anggota. Perlakuan diskriminatif ini jelas tidak konsisten dengan kewajiban perlakuan Most Favoured Nation (MFN) WTO. Meskipun kewajiban perlakuan MFN merupakan prinsip dasar, namun WTO memperkenankan anggotanya untuk mengesampingkan prinsip tersebut dan menempuh REI berdasarkan Pasal XXIV GATT 1994 untuk RTA, Pasal V GATS untuk Perjanjian Integrasi Ekonomi (EIA) dan Klausul Enabling. Penelitian ini menganalisa mengapa WTO memberikan pengecualian tersebut. Selain itu, penelitian ini mengeksplorasi kecenderungan di kalangan negara berkembang menempuh REI dengan negara maju serta meneliti bagaimana negara berkembang dapat mengambil keuntungan tanpa mengucilkan sistem perdagangan multilateral WTO.
Berdasarkan analisis hukum, REI sangat bermanfaat bagi negara berkembang WTO. Penelitian ini mendesak KTT APEC ke-21 dan Konferensi Tingkat Menteri ke-9 WTO di Bali untuk digunakan sebagai kesempatan untuk menunjukkan peran aktif dari masing-masing negara berkembang terutama tuan rumah, Indonesia, dalam mempromosikan liberalisasi perdagangan dan investasi secara regional dan global. Penelitian ini menyimpulkan bahwa REI diperlukan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam mewujudkan tujuan WTO untuk menciptakan perdagangan yang bebas dan adil. Selain itu, negara berkembang disarankan untuk menggunakan REI sebagai pilihan kebijakan terbaik kedua dan terus menempatkan prioritas tertinggi pada WTO dengan berkomitmen terhadap modus operandi WTO.

Since mid-1990s, developing countries are increasingly pursuing Regional Economic Integration (REI) with developed countries through Regional Trade Agreements (RTA). In this case, the parties to such agreements offer each other more favourable treatment than they offer to other trading partners that are nonparties. Clearly, such discriminatory treatment is inconsistent with the Most Favoured Nation (MFN) treatment obligation of the WTO. Although MFN treatment obligation is a fundamental principle, the WTO does allow WTO members to set aside the principle and pursue REI under Article XXIV of the GATT 1994 for RTA, Article V of the GATS for Economic Integration Agreement (EIA) and the Enabling Clause. With that being said, this research analyses why does the WTO provides such exception. In addition, it explores the tendency among developing countries to pursue REI with developed countries and and examines how can those developing countries benefit from their pursuit without undermining the multilateral trading system of the WTO.
Based on a legal analysis, this research argues that REI will be highly beneficial for developing countries of the WTO. Furthermore, the research urges the 21st APEC Summit and the 9th Ministerial Conference of the WTO in Bali to be used as an opportunity to demonstrate an active role of each developing economy especially the host, Indonesia, in promoting regional and global trade and investment liberalisation. This research concludes that REI is necessary to take further steps towards realising the goal of the WTO to have a fair and freer trade. Moreover, developing countries are recommended to consider REI as the second best policy option and continue to place the highest priority on the WTO by committing to modus operandi of the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46843
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hassya Aulianisa Hanafatiha Singadimedja
"Pada November 2022, negara anggota ASEAN-5 menandatangani Memorandum of Understanding Advancing Regional Payment Connectivity yang menandakan terjadinya inisiatif pembentukan sistem pembayaran antar wilayah yang terintegrasi, salah satunya berbentuk sistem pembayaran berbasis QR-Code. Kesepakatan dan inisiatif ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas integrasi sistem pembayaran dan bagaimana keberadaan kedaulatan negara, sehingga terdapat dua masalah yang akan dianalisis yaitu bagaimana inisiatif Regional Payment Connectivity ASEAN-5 menurut perspektif hukum perdagangan internasional dan bagaimana konsep penggunaan teknologi QRIS dalam integrasi pembayaran regional ASEAN.
Kedua permasalahan tersebut akan dianalisis menggunakan metode penelitian notmatif karena objek yang diteliti merupakan norma hukum mengenai pengaturan regional payment connectivity dengan mengacu pada hukum perdagangan internasional. Adapun jenis pendekatan yang digunakan untuk menganalisis permasalah diatas adalah pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan menujukkan bahwa Memorandum of Understanding Advanced Regional Payment Connectivity merupakan upaya mencapai integrasi ASEAN yang sebagaimana tertuang dalam ASEAN Leaders’ Declaration on Advancing Regional Payment Connectivity and Promoting Local Currency Transaction pada dan Joint Statement of the 10th ASEAN Finance Minsters’ and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM) dengan ketentuan yang diatur dalam AFIF dan ATiSA untuk meningkatkan integrasi dan efisiensi sistem pembayaran, mempercepat pelaksanaan pasar tunggal ASEAN, dan meningkatkan kekuatan ekonomi regional di mata dunia. Perwujudan kedaulatan dalam sistem pembayaran berstandar QRIS terdapat pada pada konversi mata uang yang dapat langsung ditransaksikan tanpa perlunya mata uang ketiga sehingga biaya yang dibutuhkan untuk pemrosesan transaksi menjadi rendah dan negara dapat menguasai sepenuhnya sistem pembayarannya sehingga dapat mendorong penguatan juga kedaulatan mata uang negara. Selain itu pengelolaan sepenuhnya terhadap skema transaksi, biaya transaksi, perizinan atas lembaga keuangan, hingga fungsi pengelolaan National Merchant Repository. Pengelolaan National Merchant Repository di dalam negeri mencerminkan kedaulatan negara atas keamanan transaksi dan teknologi QRIS karena penatausahaan dan pengolahan data dilakukan didalam negeri.

In November 2022, ASEAN-5 member countries signed a Memorandum of Understanding Advancing Regional Payment Connectivity which indicates an initiative to form an integrated inter-regional payment system, one of which is in the form of a QR-Code-based payment system. These agreements and initiatives raise questions regarding the legality of payment system integration and how the existence of state sovereignty, there are two issues that will be analyzed, namely how the ASEAN-5 Regional Payment Connectivity initiative is from the perspective of international trade law and how is the concept of using QRIS technology in ASEAN regional payment integration.
Both of these problems will be analyzed using a normative research method because the object under study is a legal norm concerning regional payment connectivity arrangements regarding international trade law. The type of approach used to analyze the problems above is a normative juridical approach.
The results of the research and analysis show that the Memorandum of Understanding Advanced Regional Payment Connectivity is an effort to achieve ASEAN integration as stated in the ASEAN Leaders' Declaration on Advancing Regional Payment Connectivity and Promoting Local Currency Transaction and the Joint Statement of the 10th ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors' Meeting (AFMGM) with the provisions stipulated in AFIF and ATiSA to increase payment system integration and efficiency, accelerate the implementation of the ASEAN single market, and increase regional economic strength in the eyes of the world. The embodiment of sovereignty in the QRIS standard payment system is in currency conversion which can be directly transacted without the need for a third currency so that the costs required for processing transactions are low and the state can fully control the payment system so that it can also encourage the strengthening of the sovereignty of the state's currency. Apart from that, full management of transaction schemes, transaction fees, licensing of financial institutions, as well as the management function of the National Merchant Repository. Domestic management of the National Merchant Repository reflects state sovereignty over transaction security and QRIS technology because data administration and processing are carried out within the country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Frederick A. Praeger, 1966
338.98 LAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Agnes Sylvia
"Pasca proses perluasan keanggotaan di akhir dekade 1990-an, diversitas ASEAN telah semakin meningkat baik secara politik maupun ekonomi. Kondisi ini telah memunculkan kondisi two-tiered ASEAN dimana terdapat kesenjangan pembangunan yang besar antara ASEAN-6 dan CLMV. Hal ini menghambat upaya negara-negara anggota ASEAN dalam mencapai Komunitas Ekonomi ASEAN 2015. Berkaitan dengan hal ini, IAI dirancang sebagai sebuah instrumen kerjasama pembangunan regional dalam mempersempit kesenjangan pembangunan di antara negara-negara anggota ASEAN maupun di dalam negara-negara tersebut serta untuk mempercepat integrasi ekonomi negara-negara yang baru bergabung dengan ASEAN (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam). Semenjak implementasinya pada tahun 2002 hingga sekarang, masih terdapat kesenjangan pembangunan yang signifikan, khususnya antara ASEAN-6 dan CLMV. Berkaitan dengan hal ini, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis faktor-faktor yang menghambat IAI dalam mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN.

Following the enlargement process in the late 1990 decade, ASEAN has become increasingly diverse, politically and economically. This condition has generated two-tier ASEAN where the wide development gap exists between ASEAN-6 and CLMV. It obstructs the effort of ASEAN member states in achieving ASEAN Economic Community in 2015. In this regard, IAI is designed as an instrument of regional development cooperation in narrowing development gap among and within ASEAN member states as well as accelerating the economic integration of the newer member states. Notwithstanding, since the implementation in 2002 until now, the development gap, especially between ASEAN-6 and CLMV, remains significant. In this regard, this research aims to explore and examine some factors that inhibit IAI in narrowing the development gap in ASEAN.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>