Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tumalun, Victor Larry Eduard
"ABSTRAK
Tujuan penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi
beras merah pecah kulit terhadap kadar malondialdehida plasma postprandial
setelah makan makanan tinggi lemak pada individu dewasa sehat. Desain
penelitian ini adalah desain uji klinis, cross over, tersamar tunggal. Penelitian ini
melibatkan 13 subyek: 8 laki-laki dan 5 perempuan, dengan rerata usia 38,3 ± 6,7
tahun. Subyek penelitian diberikan makanan tinggi lemak dalam tiga waktu
makan, yaitu makan pagi, makan siang, dan snack di antara dua waktu makan
tersebut, dan diberikan juga nasi dari beras merah pecah kulit atau nasi dari beras
putih sebagai kontrol. Total lemak yang diberikan sebesar 140 g. Kadar MDA
plasma diukur pada basal, 2 jam, dan 3 jam setelah makan siang. Hasil penelitian
ini menunjukkan kecenderungan terjadinya stres oksidatif postprandial yang lebih
rendah pada kelompok yang diberikan nasi dari beras merah pecah kulit
dibandingkan dengan kelompok yang diberikan nasi dari beras putih pada jam
kedua dan ketiga postprandial walaupun tidak bermakna secara statistika (p >
0,05). Penelitian ini menunjukkan adanya tendensi konsumsi beras merah pecah
kulit dapat menurunkan stres oksidatif postprandial yang terjadi setelah
mengonsumsi makanan tinggi lemak, pada orang dewasa sehat.

ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the effect of whole red rice on
postprandial plasma MDA concentrations after a high-fat meal intake in healthy
adults. This is a clinical trial, cross over, single blind design which involved 13
subject, 8 men, and 5 women, with aged was 38,3 ± 6,7 years old. The subjects
were given high fat meal for breakfast, lunch, and snacking between them. For
each breakfast and lunch, the subjects were given rice from whole red rice or
white rice as a control. Totally, the fat contents was 140 g. Blood samples for
plasma MDA were assesed at baseline, 2 hours, and 3 hours after lunch. This
study indicate a tendency in which whole red rice did lower degree of postprandial
oxidative stress than white rice on two or three hours postprandial although no
statistically significant (p > 0,05). The results of this pilot study shows a trend that
intake of whole red rice may decreased postprandial oxidative stress that occur
after intake of high fat meal in healthy adults."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahma Luthfia
"Penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisa kandungan metabolomik dan kandungan mineral besi (Fe) dan seng (Zn) pada beras pecah kulit dan biofortifikasi. Metode yang digunakan dalam uji kandungan Fe dan Zn adalah menggunakan Spektofometri Serapan Atom (SSA) dan LC-MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry digunakan untuk mengetahui senyawa metabolomik. Hasil uji Fe dan Zn ekstrak beras pecah kulit lokal (Mentik Susu & Pandan Wangi) dan beras sosoh biofortifikasi (Ciherang & Ir Nutri Zink) adalah kandungan Fe dan Zn pada beras lokal pecah kulit lebih tinggi dibandingkan beras sosoh biofortifikasi. Kandungan  Fe dan Zn tertinggi dimiliki oleh beras lokal pecah kulit Pandan Wangi, Fe (88,20 ppm) dan Zn (35,70 ppm) dan yang terendah adalah beras sosoh biofortifikasi Ir Nutri Zink, Fe (57,47 ppm) dan Zn (19,90 ppm). Kandungan senyawa metabolomik pada analisis model klasifikasi model PCA didapatkan keempat sampel tidak dapat berkelompok dengan baik dengan jumlah R2X= 0,89; Q2=0,2. Pada analisis PLS-DA didapatkan model prediksi SIMCA yang sesuai dengan nilai nilai R2Y=1 dan Q2= 0,89. Pada analisis metabolomik beras lokal pecah kulit (Mentik Susu & Pandan Wangi) dan beras sosoh biofortifikasi (Ciherang & Ir Nutri Zink) terdapat empat senyawa fingerprint yaitu, Oryzamutaic acid B, Oryzamutaic acid J, 4,5,6-Trihydroxy-3-methoxy-5-methyl-2-cyclohexen-1- one dan 3,4,5-Trihydroxy-5-methyl-2-cyclohexen-1-one. Ekstrak metanol beras lokal pecah kulit Mentik Susu dan Pandan Wangi memiliki mutu yang lebih bagus dengan luasan peak yang lebih tinggi pada beberapa senyawa yang sama namun jumlah senyawa yang dimiliki lebih sedikit

This research aims to analyze the metabolomic content and mineral content of iron (Fe) and zinc (Zn) in brown rice and biofortified ice. The methods used to test Fe and Zn content are Atomic Absorption Spectrometry (SSA) and LC-MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry) to determine metabolomic compounds. Fe and Zn test results of local broken rice extracts (Mentik Susu & Pandan Wangi) and biofortified steamed rice (Ciherang & Ir Nutri Zink) where the Fe and Zn content in local broken-hull rice is higher than in biofortified steamed rice. The highest Fe and Zn content is found in local broken-hulled rice Pandan Wangi, Fe (88.20 ppm) and Zn (35.70 ppm) and the lowest was Ir Nutri Zink biofortified rice, Fe (57.47 ppm) and Zn (19.90 ppm). The content of metabolomic compounds in the PCA classification model analysis showed that the four samples could not be grouped. good with the amount of R2 Pandan Wangi) and biofortified rice (Ciherang & Ir Nutri Zink) contain four fingerprint compounds, namely, Oryzamutaic acid B, Oryzamutaic acid J, 4,5,6-Trihydroxy-3-methoxy-5-methyl-2-cyclohexen-1- one and 3,4,5-Trihydroxy-5-methyl-2-cyclohexen-1-one. The methanol extract of brown rice rice, Mentik Susu and Pandan Wangi, has better quality with a higher peak area for some of the same compounds but the number of compounds contained is smaller."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mawaddah
"Beras merah dan beras ketan hitam kaya akan kandungan nutrisi dan serat yang dibutuhkan oleh tubuh. Perbedaan beras merah dan beras ketan hitam terletak pada kandungan pati yaitu amilosa dan amilopektin yang dapat mempengaruhi daya cerna. Beras dengan daya cerna yang rendah dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah sehingga sangat dibutuhkan untuk penderita diabetes dan obesitas. Penelitian ini memodifikasi beras merah dan beras ketan hitam dengan modifikasi tunggal HMT dan Tautan silang serta modifikasi ganda HMT-Tautan silang dengan asam sitrat dan Tautan silang-HMT dengan berbagai variasi kelembapan dan kosentrasi asam sitrat untuk mengetahui sifat fisikokimia dan daya cerna terendah dari beras merah dan beras ketan hitam. Modifikasi tunggal dan ganda dapat menurunkan daya cerna tetapi modifikasi HMT 25%-Tautan silang 20% menunjukkan daya cerna terendah pada beras ketan hitam. Perbedaan kadar amilosa dan amilopektin pada sampel dapat menyebabkan perbedaan penurunan kelarutan dan swelling power. Kelarutan terendah terdapat pada beras merah variasi HMT25%-Tautan silang 20% dan swelling power terendah pada sampel beras merah variasi HMT25%-Tautan silang 20%. Terbentuknya ikatan kovalen baru setelah proses modifikasi ikatan silang dapat diidentifikasi dengan FTIR pada daerah 1735 cm-1

Brown rice and black glutinous rice are rich in nutrients and fiber the body needs. The difference between brown and black glutinous rice lies in the starch content, namely amylose, and amylopectin, which can affect digestibility. Low digestibility rice can lower blood glucose levels, so it is needed for people with diabetes and obesity. This study modified brown rice and black glutinous rice with single modification HMT and Croslingking and double modification HMT-crosslinking with citric acid and Crosslinking- HMT with various variations to determine the physicochemical properties and the lowest digestibility of brown rice and black glutinous rice. Single Modification and Multiple modifications can reduce digestibility, but a modification of HMT 25%-Crosslinking 20% showed the lowest digestibility in black glutinous rice. Differences in amylose and amylopectin levels in the sample can cause differences in the decrease in solubility and swelling power. The lowest solubility was found in brown rice with the HMT 25%- Crosslinking 20% variation, and the lowest swelling power in the brown rice sample with the HMT 25%-Crosslinking 20% variation. The formation of new covalent bonds after the crosslinking modification process can be identified by FTIR in the 1735 cm region. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Goretti,author
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian teh hijau
terhadap stres oksidatif postprandial pasca asupan makanan tinggi lemak pada
individu dewasa muda sehat. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan
desain alokasi acak menyilang tersamar tunggal yang melibatkan 19 orang
subyek, 8 laki-laki dan 11 perempuan, dengan median usia 20 tahun (19–
21tahun). Subyek penelitian diberikan 6 g teh hijau dalam 300 mL air atau air
putih setelah mengonsumsi burger dengan total energi 1066 kkal dan komposisi
lemak 57,71% pada dua kesempatan yang berbeda. Kadar MDA plasma diukur
pada awal dan 2 jam setelah mengonsumsi makanan dan minuman yang
diberikan. Median perubahan kadar MDA plasma pada pemberian teh hijau
adalah 0,04 (-0,19–0,11) dan rerata perubahan kadar MDA plasma pada pemberian
air putih adalah 0,01 ± 0,04. Tidak didapatkan perbedaan bermakna perubahan
kadar MDA plasma 2 jam postprandial antara pemberian teh hijau dibandingkan
dengan pemberian air putih (p=0,296). Pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa konsumsi teh hijau dosis tunggal pasca asupan makanan tinggi lemak tidak
memberikan penurunan stres oksidatif postprandial pada individu dewasa muda
sehat.

ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the ability of green tea cathecins to
modify postprandial oxidative stress after a high-fat meal in healthy young adults.
This is a randomized, single-blind, placebo-controlled trial which involved 19
subjects, 8 men and 11 women, with median age 20 years (19–21 years) After
consuming a high-fat burger (1066 kcal with 57,71% fat), subjects were given 6 g
green tea in 300 ml water or drinking water on two separate occasions. Blood
samples were collected pre-meal (fasted) and 120 min post meal, and assayed for
plasma malondialdehyde (MDA). Median changes of MDA concentration after
green tea was 0,04 (-0,19–0,11) and mean changes of MDA concentration after
drinking water was 0,01 ± 0,04. There was no significant difference of MDA
concentration changes between green tea and drinking water. The data indicate
that consuming single dose green tea after a high-fat meal could not attenuate
postprandial oxidative stress in healthy young adult."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Aprilia Safitri
"Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia saat ini telah beralih dari sekedar pemenuhan kebutuhan dasar menjadi pola konsumsi makanan sehat yang disebut sebagai pangan fungsional. Beras berpigmen masuk kedalam jenis makanan fungsional karena mengandung banyak antioksidan yang berasal dari antosianin. Namun beras berpigmen dinilai mudah apek jika disimpan terlalu lama. Teknologi iradiasi dapat digunakan untuk mengawetkan makanan secara aman dan efektif sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Penyinaran radiasi gamma dengan dosis tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi nutrisi yang terkandung dalam beras. Sehingga perlu dilakukan pengukuran kandungan nutrisi beras berpigmen pasca iradiasi untuk menjamin kesesuaian gizi pada beras tersebut.  Penelitian ini dilakukan untuk membangun sistem multi-output yang mampu memprediksi kadar total antosianin dan kadar air pada beras berpigmen teriradiasi berbasis pencitraan hiperspektral. Evaluasi model dilakukan dengan menghitung nilai root mean square error (RMSE) dan koefisien determinasi R2 dari model multi-output dan membandingkan performanya dengan model single-output. Hasilnya didapatkan bahwa model multi-output Spectral Xception mampu melakukan prediksi yang sangat baik dengan performa pengujian kadar total antosianin menghasilkan nilai RMSE sebesar 0,9105 dan R2 sebesar 0,9963, serta pengujian kadar air bernilai RMSE sebesar 0,2529 dan R2 sebesar 0,9784. Selain itu, model multi-output secara umum lebih efisien dibandingkan single-output karena proses pelatihannya 48% lebih cepat. Pada penelitian ini juga dilakukan evaluasi performa model multi-output Spectral Xception saat menggunakan dataset yang berbeda.

Food consumption pattern of the Indonesian people has shifted from merely fulfilling basic needs to becoming a healthy food consumption which is referred to functional food. Pigmented rice can be categorized as a type of functional food because it contains antioxidants derived from anthocyanins. However, pigmented rice is considered to be easily stale when stored for too long. Irradiation technology can be used to safely and effectively preserve food to extend its shelf life. Utilization of gamma radiation irradiation with certain doses can cause changes in the composition of the nutrients contained therein. So it is necessary to measure the nutritional content of post-irradiation pigmented rice to ensure the nutritional suitability of the rice. This research was conducted to develop a multi-output system to predict total anthocyanin content and water content in irradiated pigmented rice based on hyperspectral imaging. Model evaluation has been carried out by calculating the root mean square error (RMSE) value and the coefficient of determination R2 of the multi-output model and comparing its performance with the single-output model. The results showed that the multi-output spectral xception model was able to make very good predictions with test performance at total anthocyanin content RMSE values of 0.9105 and R2 0.9963, as well as testing for water content RMSE values of 0.2529 and R2 0.9784. In addition, the multi-output model is generally more efficient than the single-output model because the training process is 48% faster. This research also evaluates the performance of the multi-output spectral exception model when using different datasets."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Fitriyani
"Uji klinis paralel alokasi acak tersamar ganda ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kreatin monohidrat sebesar 20 gram/hari selama 7 hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehida (MDA) plasma pasca latihan lari sprint pada atlet laki-laki lari jarak pendek (100 dan 200 meter), usia 18-25 tahun. Sejumlah 20 subyek dipilih dan dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi blok, 10 subyek kelompok perlakuan (KP) dan 10 subyek kelompok kontrol (KK). Subyek KP mendapat kreatin monohidrat 20 gram/hari + maltodekstrin 50 gram/hari, sedangkan subyek KK mendapat maltodekstrin 50 gram/hari. Data yang diambil meliputi usia, indeks massa tubuh (IMT), massa lemak (ML), massa bebas lemak (MBL), cairan tubuh total (CTT), asupan energi, karbohidrat, protein, kreatin, karotenoid, vitamin C, vitamin E, dan kadar MDA plasma. Pemeriksaan kadar MDA plasma dilakukan sebelum dan setelah periode perlakuan. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney dengan batas kemaknaan 5%.
Analisis lengkap dilakukan pada 20 subyek yaitu 10 subyek KP [usia 18,50 (18,00-19,00 tahun)] dan 10 subyek KK [usia 18,00 (18,00-24,00 tahun)]. Kadar MDA plasma sebelum perlakuan pada KP dan KK adalah 0,32 ± 0,11 μM dan 0,33 ± 0,10 μM (p = 0,95). Kadar MDA plasma setelah perlakuan lebih rendah pada KP dibandingkan KK, yaitu KP 0,32 ± 0,11 μM dan KK 0,34 ± 0,13 μM (p = 0,66). Perbedaan perubahan kadar MDA plasma pada KP 0,00 ± 0,16 μM dan KK 0,01 ± 0,17 μM (p = 0,83). Tidak terdapat perbedaan signifikan perubahan kadar MDA plasma setelah pemberian kreatin monohidrat 20 gram/hari pada KP dibandingkan KK. Penelitian ini belum dapat membuktikan pengaruh pemberian kreatin monohidrat 20 gram/hari selama 7 hari berturut-turut dalam menurunkan kadar MDA plasma pasca latihan lari sprint pada atlet laki-laki lari jarak pendek.

This parallel double-blind randomized clinical trial aims to investigate the effect of 20 gram/day creatine monohydrate supplementation for 7 days on plasma malondialdehyde (MDA) level after sprint running in male short-distance runner (100 and 200 meter) aged 18-25 years. A total of 20 subjects were selected and randomly allocated to one of two groups using block randomization, 10 subjects for treatment group (TG) and 10 subjects for control group (CG). The TG received 20 gram/day creatine monohydrate + maltodextrin 50 gram/day, and the CG received 50 gram/day maltodextrin. Data were collected in this study included age, body mass index (BMI), fat mass (FM), fat free mass (FFM), total body water (TBW), intake of energy, carbohydrate, protein, creatine, carotenoid, vitamin C, vitamin E, and plasma MDA level. Assessment of plasma MDA level was carried out before and after supplementation.
Statistical analyses included independent t-test and Mann-Whitney test with significance level was 5%. Twenty subjects completed this study, 10 subjects in TG [aged 18.50 (18.00-19.00) years] and 10 subjects in CG [aged 18.00 (18.00-24.00) years]. Plasma MDA levels before treatment were 0.32 ± 0.11 μM for TG and 0.33 ± 0.10 μM for CG (p = 0.95), respectively plasma MDA levels after treatment for TG was lower than CG; 0.32 ± 0.11 μM and 0.34 ± 0.13 μM (p = 0.66). The difference of plasma MDA level for TG was 0.00 ± 0.16 μM and CG was 0.01 ± 0.17 μM (p = 0.83). No statistically significant difference was found after 20 gram/day creatine monohydrate supplementation between 2 groups. This study has not proven yet the effect of 20 gram/day creatine monohydrate for 7 days in decreasing plasma MDA level after sprint running in male short-distance runner.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Fikri Saefuddin
"Bekatul umumnya digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang. Padahal, bekatul dapat diekstraksi menjadi minyak bekatul yang mengandung antioksidan untuk melindungi diri dari radikal bebas yang menyebabkan stress oksidatif. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan sampel tersimpan 24 tikus wistar terbagi dalam enam kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok diberikan CCl4 0,55g/kgBB kemudian dibedah 2 hari setelahnya, kelompok diberikan minyak bekatul 0,5mL/hari selama 52 hari kemudian diberikan CCl4 0,55g/kgBB kemudian dibedah 2 hari setelahnya, kelompok diberikan minyak bekatul 1,5 mL/hari selama 52 hari kemudian diberikan CCl4 0,55g/kgBB kemudian dibedah 2 hari setelahnya, kelompok diberikan CCl4 0,55g/kgBB kemudian 2 hari setelahnya diberi minyak bekatul 0,5mL/hari selama 59 hari kemudian dibedah esoknya, kelompok diberikan CCl4 0,55g/kgBB kemudian 2 hari setelahnya diberi minyak bekatul 1,5mL/hari selama 59 hari kemudian dibedah esoknya. Selanjutnya mengukur absorbansi lalu menghitung MDA plasma dengan membandingkan absorbansinya dengan standar MDA. Kelompok CCl4 0,55 g/kgBB memiliki MDA lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol secara signifikan. MDA kelompok minyak bekatul 0,5 ml dan 1,5 ml kemudian diinduksi CCl4 0,55 g/kgBB lebih rendah dibandingkan kelompok CCl4 meskipun tidak signifikan. MDA kelompok CCl4 kemudian diberikan minyak bekatul lebih rendah dibandingkan kelompok CCl4 meskipun tidak signifikan. Minyak bekatul 0,5 ml maupun 1,5 ml menurunkan MDA plasma dibandingkan kelompok CCl4 dalam preventif maupun kuratif meskipun tidak signifikan. MDA kelompok preventif lebih rendah dibandingkan kuratif meskipun tidak signifikan. Dosis 1,5 ml menurunkan MDA plebih besar dibandingkan 0,5 ml meskipun tidak signifikan.

Rice bran used as animal feed or discarded. But, rice bran can be extracted into oil contains antioxidants to protect body from free radicals that cause oxidative stress. It is an experimental study using stored samples of 24 wistar rats divided into six groups: control group, group given CCl4 0.55g/kgBW then dissected 2 days later, group given rice bran oil 0.5mL/day for 52 days then given CCl4 0.55g/kgBW then operated 2 days later, group given rice bran oil 1.5 mL/day for 52 days then given CCl4 0,55g/kgBW then operated 2 days later, group given CCl4 0,55g/kgBW then 2 days later given rice bran oil 0.5mL/day for 59 days then operated next day, group given CCl4 0.55g/kgBB then 2 days later given rice bran oil 1.5mL/day for 59 days then operated tomorrow. Measuring absorbance and calculate plasma MDA by comparing absorbance with MDA standard. 0.55g/kgBW CCl4 group have significantly higher MDA than control group. MDA of 0.5ml and 1.5ml rice bran oil group then induced by CCl4 0.55 g/kgBW is lower than CCl4 group although not significant. MDA of CCl4 group then given rice bran oil is lower than CCl4 group although not significant. Rice bran oil 0.5ml and 1.5ml decreased plasma MDA compared to CCl4 group in both preventive and curative, although not significant. MDA of preventive group is lower than curative group, although not significant. 1.5ml dose decrease MDA more than 0.5ml, although not significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Wijaya
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perubahan kadar
malondialdehida plasma pada perawat dan pegawai administrasi yang telah
bekerja selama 7 jam berturut-turut dan mendapatkan modifikasi makanan berupa
makanan dengan kandungan makronutrien sebesar 65% dari kebutuhan sehari dan
asupan mikronutrien antioksidan (β-karoten, vitamin C, vitamin E, Cu, Zn, dan
Se) sebesar 65% dari AKG/DRI. Penelitian ini merupakan suatu penelitian
potong lintang berulang dengan rentang jangka waktu pemeriksaan pertama
dengan pemeriksaan kedua adalah satu shift kerja (7 jam). Pengambilan data
dilakukan di RSUD Tarakan, Jakarta pada bulan Januari sampai Februari 2013.
Sebanyak 39 orang subyek bersedia ikut serta dalam penelitian ini dan sebanyak
31 orang subyek (15 perawat dan 16 pegawai administrasi) memenuhi kriteria
penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, data
antropometri (berat badan dan tinggi badan), pola asupan makronutrien dan
mikronutrien antioksidan, serta pemeriksaan kadar malondialdehida plasma.
Rerata persentase asupan lemak terhadap energi pada kelompok perawat (37 +
5,79 %) dan kelompok pegawai administrasi (36,57 + 6,72 %) melebihi asupan
lemak total yang dianjurkan. Sebesar 42,86% subyek pada kelompok perawat dan
pegawai administrasi memiliki asupan β-karoten yang kurang berdasarkan DRI,
14,29% subyek pada kelompok perawat dan 35,71% subyek pada kelompok
pegawai administrasi memiliki asupan vitamin C yang kurang berdasarkan AKG.
Sebagian besar subyek pada kedua kelompok memiliki asupan vitamin E, Cu, Zn
dan Se yang kurang dibandingkan AKG/DRI. Terdapat peningkatan bermakna
kadar MDA plasma kelompok perawat setelah bekerja dan mendapatkan asupan
makanan (p = 0,001) tetapi tidak pada kelompok pegawai administrasi (p =
0,063). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata perubahan kadar MDA
plasma sebelum dan setelah bekerja serta mendapatkan asupan makanan pada
kelompok perawat dan pegawai administrasi. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan bermakna kadar MDA plasma setelah
bekerja dan mendapatkan asupan makanan pada kelompok perawat yang
menunjukkan peningkatan kerusakan oksidatif setelah bekerja.

ABSTRACT
The aim of study is to find out the differences of plasma malondialdehyde
concentration in nurses and administrative workers after 7 hours of work and had
meal modifications which contain 65% of total daily needs macronutrient and
65% of AKG/DRI antioxidant (β-carotene, vitamin C, vitamin E, Cu, Zn, and Se).
This is a repeated cross-sectional study. The range from first examination to
second examination is one work shift (7 hours). The data were obtained in
Tarakan District General Hospital, Jakarta from January to February 2013. Out
of 39 people whom signed the consents, 31 people matched the study criteria. The
data taken in this study include demographic characteristic, anthropometric
(weight and height), assessment of macronutrient and antioxidant micronutrient
intake, and plasma malondialdehyde. The mean of percentage fat intake per
energy in nurses group were 37 + 5,79 % and in administrative workers group
were 36,57 + 6,72 %, both of them exceed the recommendation of fat intake. As
much as 42,86% subjects in both group had a low β-carotene intake according to
DRI, 14,29% subjects in nurses group and 35,71% in administrative workers
group had a low vitamin C intake according to AKG. Most subjects in both group
had a low vitamin C, Cu, Zn, and Se intake according to AKG/DRI. There was a
significant increase of plasma MDA concentration after work and meal
modification within nurses group (p = 0,001), but not on administrative workers?
(p = 0,063). There were no significant increases of plasma MDA concentration
after work and meal modification between nurses group and administrative
workers group. The conclusion of this study is there was a significant increase of
plasma MDA concentration after work and had meal modification within nurses
group, which implicates an increase of oxidative damage after work."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rikawati
"Mengetahui pcngaruh pemberian kombinasi suplementasi vitamin E dan C terhadap peroksidasi lipid pada usila dengan hiperkolesterolemia. Penelitian uji klinis paralel, tertutup timggai, alokasi acak, untuk membandingkan kadar malondialdehida usila 2,60 tahun dengan hiperkolesterolemia yang mendapatkan kombinasi supiementasi vitamin E 400 IU dan vitamin C 500 mg, masing~masing sebutir sehari selama 45 hari dengan kelompok yang mendapat vitamin E 400 IU dan plascbo.Terdapat 42 subyek penelitian yang berasal dari Yayasan Kebagusan, Yayasan Yasni, dan Yayasan Yakin, Pasar Minggu Jakarta Selatan yang dibagi menjadi dua kelompok masing-masing berjumlah 21 orang. Data yang diambil adalah : data dcmograti, antropometzi, data asupan makanan pada minggu pertama, ketiga dan ketujuh, kadar kolesterol LDL dan MDA plasma sebelum dan sesudah perlakuan. Uji statistik yang digunakan adalah uji t-tidak bezpasangan bila distribusi nonnal dan uji Manmwhimey bila distribusi tidak normal dengan tingkat kemaknaan p<0.05.
Sebanyak 20 subyek penelitian dad masing-masing kelompok yang dapat mengikuti penelitian sampai sclesai. Sebelum perlakuan, nilai median kadar kolesterol LDL kelompolc vitamin E+plasebo dan vitamin E+C masing- masing adalah I46.50(l30-190) mg/dL dan 146.50(l3I-196) mg/dL. Setelah 45 hari perlakuan, rerata kadar kolesterol LDL kelompok vitamin E4-plasebo (151.9.+:2.2.l mg/dl.) meningkat sedangkan kelompok vitamin B+-C (l46.8i28.21 mg/dL) menurun. Sebelum p¢rIakuan, nilai median kadar MDA plasma kelornpok vitamin E+plasebo dan rerata kadar MDA plasma kelompok vitamin E4-C masing-masing adalah 2.63(l.92-4.42) nmol/ml., dan 3.03:l:0.62 nmol/mL. Setelah 45 haii pcrlakuan rerata kadar MDA plasma kedua keiompok menunm menjadi 2.30i0.67 nmol/mL (p<0.01) pada kelompok vitamin E+plasebo dan 28810.88 nmol/mL (p=0.36) untuk kelompok vitamin E+C. Penurunan kadar MDA plasma kelompok vitamin E+plasebo lcbih besar (-0.5:!:0.55 nmol/mL) daripada kelompok vitamin E+C (-0.28(l.31-1.63) nmol/mL), tetapi dcngan uji statislik terhadap kedua nilai tersebut, tidalc berbeda bcrma!ma(p=0.09). Pembenan kombinasi vitamin E dan vitamin C pada usila dengan hiperkolesternlemia tidak dapat rnenurunkan kadar MDA plasma lcbih besar dibandingl-can dengan hanya pemberian vitamin E.

This parallel, single blind, randomization clinical trial purpose was to compare plasma malondyaldehydc level in hypercholesterolemic elderly aged more than 60 years old. Forty two people from Yayasan Kebagusan, Yayasan Yasni and Yayasan Yakin, Pasar Minggu, South Jakarta which participated the study, were divided into two groups. Twenty one elderly were supplemented with 400 IU vitamin E and 500 mg vitamin C for 45 consecutive days, while the other group was supplemented with 400 IU vitamin E and placebo. The data of demographic, anthropometric, food intake in the first, third and seventh weeks, plasma LDL and MDA levels before and alter period were taken. Statistical analyzes was performed by SPSS 11.5.
Twenty people for each group had followed the study until the end of period. Before study, LDL cholesterol median for vitamin E + placebo group and vitamin E+C group were 146.50(l30-190) mg/dL and l46.50( 130-190) mg/dL respectively. Alter 45 of days treatment, there was an increase in mean LDL cholesterol in vitamin E + placebo group 15l.9i22.1 mg/dL while in vitamin E+C group was decreased to l46.8:l:28.2l mg/dl Before study, plasma MDA level in vitamin E + placebo group and vitamin E+C group were 2.63(l.92-4.42) and 3.031052 nmol/mL, respectively. After 45 days, mean MDA plasma in vitamin E + placebo group was 2.30i0.67 nmol/mL (p<0.01) and was 2.881088 nmol/ml.. (p=0.36) in vitamin E+C group. The decreased on plasma MDA levels in vitamin E+placebo group was higher (-0,510.55 nmol/mL) than vitamin E+C (-0.28(1.3l-1.63) nmol/mL), but statistical test showed not significant different between both group (p=0.09). Combined supplementation vitamin E and vitamin C in hypercholesterolemic elderly couldnot decrease plasma MDA higher than supplementation of vitamin E alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32064
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>