Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180942 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erni Pramoti
"ABSTRAK
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan sebuah nuansa baru
dalam perkembangan penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi di
Indonesia yaitu dengan dikenalnya pembalikan beban pembuktian terutama
berkaitan dengan pembuktian tindak pidana gratifikasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 12 B ayat (1) huruf a. Permasalahannyamasih jarang ditemui perkara yang
menerapkan ketentuan tentang gratifikasi, padahal penggunaan pasal ini Penuntut
Umum akan lebih diuntungkan karena kewajiban untuk membuktikan sudah ada
pada pihak terdakwa. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana
konsekuensi dari pembalikan beban pembuktian pada perkara gratifikasi terhadap
proses pembuktian di muka persidangan oleh Penuntut Umum, penerapannya
dalam kasus Dhana Widiatmika dan Gayus Tambunan, dan hal-hal apakah yang
masih menjadi permasalahan dalam penerapannya. Hasil penelitian ini
menunjukkan penerapan pembalikan beban pembuktian perkara Gratifikasi dalam
Pasal 12 B terdapat kerancuan, karenapasal ini memuat dua unsur pasal yang
masing-masing memiliki sistem pembuktian yang berbeda yaitu unsur “pemberian
kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara” (sistem pembuktian
konvensional) dan unsur “berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya” (sistem pembuktian terbalik). Dimana dalam
proses pembuktian Pasal 12 Btetap mengacu pada KUHAP, sehingga menjadikan
pembuktian terbalik mekanismenya tidak terlihat dalam pemeriksaan di
persidangan, karena dengan tetap saja pola hakim digiring pada pola
pemikirannya Jaksa Penuntut Umum.

ABSTRACT
Act No. 20 of 2001 on Amendments to Act No. 31 Year 1999 on
Eradication of Corruption gives a new nuance in the development of law
enforcement in the field of eradication of corruption in Indonesia, with the
familiar reversal of the burden of proof is primarily concerned with proving the
crime of gratification as provided for in Article 12 B of paragraph (1) letter a. The
problem is rarely encountered cases that apply the provisions of gratification,
whereas the use of this article Prosecutor will be benefited from the existing
obligation to prove the defendant. This study intends to find out how the
consequences of a reversal of the burden of proof on the graft case against the
evidence in court by prosecution , its application in the case of Gayus Tambunan
and Dhana Widiatmika, and if things are still a problem in its application. The
results of this study demonstrate the applicability of the reversal of the burden of
proof in the case of Article 12 B Gratuities are ambiguous, because this article
contains two elements, each chapter has a different system that is an element of
proof "gift to an official or state officials" (conventional verification system) and
element "associated with his position and contrary to the obligations or
duties"(reverse authentication system). Where in the process of proving Article 12
B still refer to the Criminal Code, making the reverse authentication mechanism is
not visible in the examination in the trial, because the judge still herded the
pattern of his thinking pattern Prosecution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38999
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Pratama Saputra
"Unsur kesalahan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu tindak pidana. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak secara tegas mencantumkan unsur kesalahan, namun kesalahan tersebut tersirat dalam unsur memperkaya diri. Melalui metodologi penelitian yuridis normatif dan kajian terhadap beberapa putusan tingkat kasasi dapat disimpulkan bahwa, pada praktiknya kebanyakan hakim hanya membuktikan dan mempertimbangkan unsur memperkaya diri, meskipun demikian ada juga hakim yang mempertimbangkan unsur kesalahan secara khusus. Dengan demikian terlepas dari bagaimana cara hakim mempertimbangkannya, berarti unsur kesalahan dalam pasal ini telah dibuktikan dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim ketika akan menyatakan Terdakwa secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan pasal tersebut.

Article 2 verse 1 of the Corruption Criminal Act has indirectly contained element of guilt, however element of guilt implicitly contained in self enriching element. Through juridical normative methodology research and study of some cassation rsquo s verdict can be deduced that practically, most of judges just proving and considering self enriching element, eventhough there are judges who considering element of guilt specifically. Therefore, regardless of how judges considering element of guilt, it means in this article element of guilt already proven and considered by judges when stating that defendant is guilty based on this Article 2 verse 1 of the Corruption Criminal Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ineke Indraswati
"Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan hares diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Kerusakan hutan di Indonesia terjadi karena berbagai sebab, salah satunya adalah kerusakan hutan akibat perambahan oleh manusia secara tidak benar sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan ataupun banjir. Kasus perambahan hutan di Indonesia masih kerap terjadi walaupun telah ada Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kasus-kasus ini masih terjadi karena penegakkan hukum yang belum berlangsung secara maksimal. Pada tahun 2005, Kejaksaan Agung R.I. menyidik suatu kasus perambahan hutan yang dilakukan oleh Darianus Lungguk Sitorus di Kawasan Hutan Register 40 di Sumatera Utara. Kasus ini sudah lama akan tetapi belum berhasil dibawa ke Pengadilan oleh aparat yang berwenang. Kejaksaan Agung R.I., dalam hal ini JAMPIDSUS, milakukan penyidikan atas kasus ini dengan menyangkakan ketentuanketentuan dalam tindak pidana korupsi terhadap kasus tersebut. Penyidikan dan penuntutan atas perkara ini didasarkan pada fakta bahwa tindakan yang dilakukan oleh Darianus Lungguk Sitorus adalah merambah kawasan hutan yang merupakan milik negara dan menimbulkan kerugian negara sehingga terhadap Darianus Lungguk Sitorus didakwa dengan ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan. Akan tetapi dalam putusan tingkat pertama dan tingkat kasasi, tindak pidana yang terbukti adalah tindak pidana kehutanan. Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang dihadapi oleh Kejaksaan yaitu mengenai asas lex specialis derogat legi generasi dan definisi kerugian negara itu sendiri. Dengan demikian penerapan ketentuan tindak pidana korupsi dalam kasus perambahan hutan khususnya kasus Darianus Lungguk Sitorus belum dapat digunakan.

Forest is one of the national development potential which have real benefit to Indonesia, such as ecological benefit, social cultural and economic. Therefore forest should be taking care of and organized, protected, and continuation usable to Indonesian welfare. The damage of forest in Indonesia happened because a lot of reasons, one of them is the cleared away by human that cause environmental pollution and flood. Such clear away forest cases in Indonesia still happened even though there are Law No. 41, 1999. These cases still happened because the law enforcement is not maximized. In 2005, Attorney General Office investigated a clear away forest by Darianus Lungguk Sitorus in Area 40 in North Sumatera. Its been years, yet it still can not be brought to the court. Attorney General Office investigated the case based on the accusation of anti corruption. The investigation and prosecution on this case based on facts that Darianus Lungguk Sitorus act to cleared away the forest which belong to Indonesia government impact on the lost of capital, hence it convicted with anti corruption. On the first verdict and cessation, the crime that proved is the Forest Law and not Anti Corruption. These happened because several problems faced by the Attorney General such as lex specialis derogate legi generali and the difference definitions of state lost capital. Therefore the implementation of anti corruption can not be use in the clear away forest cases especially case of Darianus Lungguk Sitorus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Bandung: Bayumedia Publishing, 2013
345.023 ADA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dina Novita Sari
"ABSTRAK
Ajaran melawan hukum materiil dalam tindak pidana korupsi di Indonesia telah lama
dipergunakan dan ditemui dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Penafsiran dari melawan hukum pun mengalami perkembangan dan terpengaruh dengan
konsep melawan hukum dalam hukum perdata. Permasalahan mengenai bagaimanakah
penerapan dan pergeseran ajaran melawan hukum materiil dalam Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI khususnya kasus korupsi sejak berlakunya UU No. 24 Tahun 1960
hingga UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 31 Tahun 1999 menjadi pokok pembahasan
dalam penelitian ini. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung
mengalami pergeseran pandangan ajaran melawan hukum dari bentuk formil ke dalam
bentuk materiil. Bentuk materiil pun meliputi penggunaan dalam fungsi positif dan
negatif. Pada masa sekarang ini, ajaran melawan hukum materiil cenderung
dipergunakan dalam fungsinya yang positif dimana hakim juga sangat berhati-hati
menggunakan fungsi negatifnya karena tuntutan sosiologis kemasyarakatan yang
semakin besar dalam pemberatasan korupsi. Dengan demikian pendekatan yang
digunakan tidak hanya pendekatan secara hukum tetapi juga secara sosiologis.
Rekomendasi penelitian adalah pemberian batasan penggunaan fungsi positif ajaran ini
dalam kasus serta hakim harus jeli menggali nilai-nilai dalam masyarakat. Metode
penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan desain deskriptif.

abstract
The using of Substantive Law Concept against corruption cases in Indonesia has long
been used and found in the Jurisprudence of The Supreme Court of The Republic of
Indonesia. This concept has been influenced by civil law concept. The application and
the shift of substantive law concept since Act No. 24 In 1960 until Act No. 20 In 2001 jo.
Act No. 31 In 1999 has became the main problems in this research. The result reveal that
The Supreme Court has shifted the view from formal law concept to the substantive law
concept. The substantive law concept used in two kind of function: positive and negative
where the judge also very careful about using negative function because of the demands
from sociological community to eradicate corruption. Thus the approach used is not only
legal approach but also sociological approach. Research recommendation is the provision
limits the use of positive function of this doctrine in the case and the judge should be
cautious explore values in the society. The methode used is the juridical normative with
descriptive design."
Universitas Indonesia, 2012
S43672
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Jaya P.
"Penelitian ini didasarkan pada metode penelitian hukum normatif (pure legal) dengan penggunaan Ajaran Positivisme Hukum Analitis atau analytical legal positivism melalui Teori ?The pure theory of law? dan ?Stufenbau Theorie? dari Hans Kelsen serta Teori Kebenaran Pragmatis untuk menganalisa praktik penerapan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Hakim di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta maupun Mahkamah Agung RI.
Melalui kajian terhadap studi kasus diperoleh hasil penelitian bahwa belum terdapat kesatuan pemahaman oleh Hakim pada judex facti maupun judex juris dalam memahami dan menerapkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terhadap pelaku yang berstatus kepala daerah dalam perkara tindak pidana korupsi yang terkait penggunaan anggaran kas daerah untuk kepentingan pribadi atau yang tidak sesuai peruntukannya. Dalam konteks ini, masih terdapat kekeliruan cara pandang normatif dalam menentukan siapa subyek hukum yang menjadi sasaran norma (addressat norm) yang termuat dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001; serta dalam mengkualifikasikan suatu perbuatan sebagai ?perbuatan melawan hukum? dan ?perbuatan penyalahgunaan wewenang? dalam konteks tindak pidana korupsi.

The study was based on normative legal research methods (pure legal) with the use of analytical legal positivism through ?The pure theory of law? and "Stufenbau Theorie" of Hans Kelsen and The Pragmatic Theory of Truth to analyze the practice of application of Article 2 Paragraph (1) and Article 3 of Law No. 31 of 1999 as amended by Act No. 20 of 2001 on Corruption Eradication Corruption Court Judge at the Central Jakarta District Court and High Court of Jakarta and the Supreme Court.
Through a review of case studies obtained results that do not have the unity of the understanding by the Judge on judex facti and juris judex in understanding and applying the provisions of Article 2 Paragraph (1) and Article 3 of Law Number 31 Year 1999 jo. Law Number 20 Year 2001 on the status of actors in the regional heads of corruption crimes related to the use of the cash budget for personal or not its designation. In this context, there is still a normative perspective error in determining who the legal subject to whom the norm (norm addressat) contained in the provisions of Article 2 Paragraph (1) and Article 3 of Law Number 31 Year 1999 jo. Act No. 20 of 2001; and in an act qualifies as an "unlawful act" and "works of abuse of authority" in the context of corruption.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31041
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dedet Hardiansyah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S26023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Sriyanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
D1277
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>