Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102825 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Arief Wibowo
"Teknologi LTE (Long Term Evolution) mampu memberikan efisiensi spektrum yang lebih baik dari teknologi seluler sebelumnya [1] dan bisa menjadi solusi trafik telekomunikasi seluler yang diprediksikan meningkat di dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, trafik komunikasi mobile data seluler untuk tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 meningkat dengan kisaran kenaikan 55% sampai dengan 80%. Sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar seperti Indonesia [7], India sudah memprediksikan peningkatan trafik seluler akan terjadi di masa mendatang dengan menetapkan National Telecom Policy 2012 yang salah satu isinya menjamin ketersediaan layanan komunikasi data bergerak dengan kecepatan download minimum sebesar 2 Megabit per second (Mbps) pada tahun 2020 [9]. Apabila Indonesia ingin menetapkan hal yang sama (kecepatan download minimum sebesar 2 Mbps) maka dapat diprediksikan kebutuhan frekuensi beberapa operator seluler Indonesia adalah sebesar 399 MHz.
Salah satu pita frekuensi penerapan teknologi LTE yaitu pita frekuensi 2600 MHz digunakan oleh layanan Broadcasting Satellite Service (BSS). Meski demikian, pemerintah telah mengidentifikasi bahwa band frekuensi 2600 MHz merupakan potensi yang dapat digunakan untuk telekomunikasi bergerak pita lebar (mobile broadband). Terkait hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah menganalisa posisi teknologi LTE di pita 2600 MHz dengan menggunakan metode SWOT serta kelayakan alokasi frekuensinya dengan menggunakan metode QSPM.
Berdasarkan hasil analisa SWOT, teknologi LTE berada dalam Kuadran I analisa SWOT. Posisi ini menunjukkan bahwa teknologi LTE memiliki Kekuatan dan Peluang yang lebih besar bagi suatu operator telekomunikasi. Hasil analisa tahap lanjut metode QSPM memperlihatkan bahwa Opsi Alokasi B yaitu penerapan teknologi LTE menggantikan teknologi satelit di pita frekuensi 2600 MHz layak untuk dilakukan dengan nilai terbesar yaitu 143,945. Dukungan untuk implementasi LTE juga dapat dilihat dengan total nilai Opsi Alokasi D untuk status quo yang paling kecil dengan hanya -3,047. Secara umum, responden mendukung untuk diterapkannya teknologi LTE baik bersamaan dengan satelit maupun tidak.

LTE (Long Term Evolution) technology is able to provide better spectral efficiency than previous cellular technologies [1] and could be a solution to the predicted cellular telecommunication traffic increases in the world including Indonesia. In Indonesia, mobile communications data traffic in 2012 compared to 2011 increased within range of 55% to 80%. As the country with the largest population like Indonesia [7], India have predicted an increase in mobile traffic is going to happen in the future by establishing the National Telecom Policy 2012 that ensures the availability of mobile data communication services with minimum download speed of 2 megabits per second (Mbps) in 2020 [9]. If Indonesia wants to set the same (minimum download speed of 2 Mbps), the predicted frequency needs for some Indonesian cellular operator is equal to 399 MHz.
A frequency band for LTE technology implementation is 2600 MHz, currently being used by service Broadcasting Satellite Service (BSS). However, the government has identified that 2600 MHz frequency band is potential for mobile broadband telecommunications. Related to this, the aim of this study was to analyze the position of LTE technology on 2600 MHz frequency bands by using the SWOT method and the frequency allocation feasibility by using the QSPM method.
Based on SWOT analysis result, LTE technology appears in Quadrant I SWOT analysis. This position shows that LTE technology has greater strength and opportunities for a telecom operator. Advanced stage of the analysis, QSPM method shows that the Allocation Option B for LTE technology implementation replacing satellite technology in the 2600 MHz frequency band is feasible with the highest value 143.945. Support for LTE implementation can also be seen with total value of Allocation Option D for the status quo is the smallest with only -3.047. In general, respondents supported the implementation of LTE technology along with satellite or not.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T38675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dendi Wijayatullah
"Diprediksi pertumbuhan trafik data mobile dunia pada tahun 2024 akan mencapai 136 exabyte (EB) dimana 95% diantaranya diprediksi berasal dari perangkat smartphone. Trend trafik data ini bertumbuh dengan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 31%. IoT pun diprediksi akan tumbuh tiga kali lipat antara tahun 2017 sampai 2025 yang mencapai 25 milyar koneksi. Dengan prediksi pertumbuhan trafik dan subscriber (baik manusia maupun mesin) yang sedemikian tinggi, maka penting bagi operator untuk mempunyai jaringan yang handal agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Jaringan seluler yang dimiliki oleh operator harus dapat memiliki arsitektur yang fleksibel dan kapasitas jaringannya dapat diatur agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan trafik. NFV menjanjikan jaringan yang lebih fleksibel agar operator dapat meningkatkan kapabilitas dan layanan jaringan operator kepada pelanggan, serta kemampuan untuk mengimplementasikan jaringan baru dan memberikan layanan baru lebih cepat dan lebih murah sehingga dapat mewujudkan tingkat agility layanan yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa NFV layak untuk diimplementasikan  pada jaringan Telkomsel. Berdasarkan analisis kelayakan investasi dan analisis biaya-manfaat, implementasi peningkatan kapasitas jaringan NFV layak untuk diimplementasikan di Jabotabek, Jawa Timur, Kalimantan dan Sulawesi. Teknologi NFV dapat dipilih karena memiliki nilai NPV, IRR dan B/C lebih besar dibandingkan dengan teknologi konvensional. Jika dijadikan prioritas, maka Regional Jabotabek dan Jawa Timur dapat dijadikan prioritas karena memiliki nilai NFV dan IRR yang lebih besar dibandingkan dengan Kalimantan dan Sulawesi.

It is predicted that mobile data traffic growth will reach 136 exabytes (EB) in 2024, of which 95% are predicted from smartphone devices. The trend is growing with a compound annual growth rate (CAGR) of 31%. IoT is also predicted to grow three times between 2017 and 2025 which reaches 25 billion connections. By the growth of traffic and subscribers (both human and machine) that are so high, it is important for operators to have a reliable network to provide the best service to customers. Celluler networks owned by operators must be able to have a flexible architecture and scalable network capacity that be able to adapt to traffic requirements. NFV promises a more flexible network so that operators can improve the capabilities and services of network, as well as the ability to implement new service and provide new services faster and cheaper so they can achieve a better level of service agility. The results of this study indicate that NFV is feasible to be implemented on Telkomsel networks. Based on investment feasibility analysis and cost-benefit analysis, the implementation of increasing NFV capacity is feasible to be implemented in Jabotabek, East Java, Kalimantan and Sulawesi. NFV technology is chosen because it has an NPV value, IRR and B C is greater than conventional technology. If it is made a priority, the Jabotabek and East Java regions can be prioritized because have a higher NFV value and IRR compared to Kalimantan and Sulawesi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Hendartono
"Perkembangan telekomunikasi saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. kemajuan dalam telekomunikasi ini seiring dengan peningkatan jumlah pengiriman data. Hal ini memicu munculnya era broadband yang dapat mengatasi masalah pengiriman data yang lebih besar dengan waktu yang lebih cepat. Teknologi LTE (Long Term Evolution) merupakan salah satu teknologi dari era broadband yang dapat menawarkan kecepatan akses data mencapai 100 Mbps atau sekitar 4 kali kecepatan teknologi HSPA+.
LTE akan diimplementasikan di Indonesia secara komersial meskipun hingga saat ini masih dalam tahap uji coba. Salah satu hal yang menjadi permasalahan dalam implementasi LTE di Indonesia adalah alokasi frekuensi. LTE memang memberikan beberapa alternatif alokasi frekuensi yang dapat digunakan seperti 700, 850, 900, 1800, 2100 dan 2600 MHz dan dengan lebar pita yang dapat disesuaikan yaitu 1.4, 3, 5, 10 dan 20 MHz. Dengan melihat kondisi saat ini di pita frekuensi tersebut di Indonesia maka salah satu alokasi frekuensi yang dapat digunakan untuk implementasi LTE dalam waktu dekat ini adalah pada pita frekuensi 2100 MHz.
Implementasi LTE pada pita frekuensi 2100 MHz di Indonesia mempunyai beberapa opsi regulasi. Hasil dari penelitian ini adalah opsi regulasi MVNO dengan menggunakan 3 operator sebagai MNO dengan beberapa MVNO. Strategi alternatif dalam penerapan opsi regulasi tersebut adalah dengan menyediakan alokasi frekuensi sebesar 20 MHz untuk setiap operator yang akan digunakan untuk implementasi LTE. 3 operator yang menjadi MNO ini adalah operator yang memiliki market share terbesar di Indonesia. Strategi alternatif ini memiliki beberapa tahapan dalam implementasinya baik dalam menentukan kebijakan dari sisi regulator maupun penerapannya dari sisi operator.

The development of telecommunication is currently progressing very rapidly. advance in telecommunication is in line with the increasing amount of data delivery. This is triggered the emergence of the era of broadband that can overcome the problem of larger data transmission with a faster time. LTE (Long Term Evolution) technology is one of the era of broadband technology that can offer data access speeds up to 100 Mbps, or about 4 times the speed of HSPA technology.
LTE will be commercially implemented in Indonesia even though it is still in the trial phase. One of the things which become problems in the implementation of LTE in Indonesia is the allocation of frequencies. LTE does provide some alternative allocation of frequencies that can be used such as 700, 850, 900, 1800.2100 and 2600 MHz and adjustable bandwidth is 1.4, 3, 5, 10 and 20 MHz. By looking at current conditions in the frequency band in Indonesia is one of allocation of frequencies that can be used to implement LTE quickly is at 2100 MHz.
Implementation of LTE on 2100 MHz frequency band in Indonesia has several regulatory options. The results of this research is the regulation of MVNO with 3 operator as MNO and several operator as MVNO. Alternative strategies in the application of regulatory options is to provide a frequency allocation of 20 MHz for each operator to be used for the implementation of LTE. The operator which has the largest market share in Indonesia. Alternative strategy has several stages in its implementation both in determining the policy of the regulator and the application of the operator.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30236
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fahmi
"LTE (Long Term Evolution) merupakan salah satu teknologi telekomunikasi nirkabel yang saat ini sedang dikembangkan. Teknologi ini dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum yang lebih baik, peningkatan kapasitas radio, latency, biaya operasional yang rendah bagi operator, serta layanan mobile broadband kualitas tinggi untuk para pengguna. Dengan menggunakan antena MIMO diharapkan dapat meningkatkan efisiensi transmisi sinyal. Adanya penambahan komponen aktif power amplifier dapat meningkatkan gain, bandwidth, dan menurunkan mutual coupling dari antena. Semakin besar gain yang dihasilkan maka jarak pancaran gelombang akan semakin jauh. Kondisi ini menguntungkan untuk komunikasi jarak jauh. Pada skripsi ini dilakukan rancang bangun antena pengirim aktif mikrostrip MIMO 2x2 pada frekuensi 2,35 GHz. Antena aktif diletakan pada port 1 dan port 3. Penggunaan pencatu aperture coupled untuk memudahkan integrasi power amplifier pada antena. Dengan menggunakan simulator CST MWS, rancangan optimum menghasilkan impedance bandwidth sebesar 191 MHz pada port 1, dan 189 MHz pada port 3. Adapun gain yang dihasilkan adalah 16.84 dB pada port 1 dan 16.90 dB pada port 3. Hasil pengukuran pada antena aktif pengirim menghasilkan impedance bandwidth sebesar 207 MHz pada port 1 dan 200 MHz pada port 3. Hasil pengukuran gain pad.

LTE (Long Term Evolution) is a wireless telecommunication technology that is currently being developed. This technology is designed to provide better spectrum efficiency, increased radio capacity, latency, low operating costs for operators, and high-quality mobile broadband services to the users. By using MIMO antenna, it is expected to improve the efficiency of signal transmission. The addition of the active components can improve the gain, bandwidth and reduce mutual coupling of the antenna. The high gain is favorable for long-distance communication. In this paper an active integrated microstrip antenna MIMO 2x2 has been designed at 2.35 GHz LTE working frequency. The use of aperture coupled feed is for easy integration between antenna with the active components. Active antenna is integrated in port 1 and port 3. By using CST MWS simulator, the simulation result show that the antenna bandwidth is 119 MHz for port 1 and 189 MHz for port 3, The gain resulted at 2.35 GHz center frequency is 16.84 dB for port 1 and 16.90 dB for port 3. The measurement result show that the impedance bandwidth is 207 MHz for port 1 and 200 MHz for port 3. The gain resulted from measurement at 2.35 GHz center frequency is 12,307 dB and 12,855 dB respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halomoan, David Sutrisno
"Perkembangan teknologi telekomunikasi telah mencapai generasi ke empat (4G). salah satu teknologi perintis untuk 4G adalah Long Term Evolution atau yang disingkat LTE. Pada LTE, seluruh akses telekomunikasi adalah berdasarkan IP baik itu panggilan suara maupun layanan data dan juga terdapat AMC atau Adaptive Modulation and Coding yang akan berubah-ubah sesuai dengan kondisi kanal transmisi yang ditandai dengan parameter CQI. Skripsi ini mensimulasikan kualitas suara pada saat layanan panggilan suara dilakukan pada keadaan kanal yang berbeda-beda dan pada modulasi yang berbeda-beda (QPSK, 16QAM, dan 64QAM). berdasarkan simulasi dan survey kepada 20 orang responden didapatkan hasil bahwa nilai BER 7.54e-6 adalah nilai batas terburuk sebuah BER pada layanan panggilan suara.

The development of telecommunication technology has reached its fourth generation (4G) where Long Term Evolution (LTE) is one of its pioneering technology. In LTE, all communications are IP Based including voice call. There is also Adaptive Modulation and Coding (AMC) in LTE where the modulation scheme and channel coding are adaptive to channel condition which is indicated by CQI (Channel Quality Indicator). This work simulates the quality of voice call on different modulation scheme (QPSK, 16QAM, and 64QAM) in different CQI. Simulation and survey to 20 respondents yield that BER of 7.54e-6 is the worst limit for voice call service."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christhofer Oktavianus
"Pertumbuhan permintaan akses mobile broadband merupakan peluang besar sekaligus tantangan bagi pelaku bisnis telekomunikasi di Indonesia. Teknologi Long Term Evolution (LTE) hadir untuk menjawab permintaan tersebut. Implementasi LTE sebagai teknologi wireless broadband akan sangat menarik, khususnya di kota Depok dengan luas wilayah 200,29 Km2 dan penduduk sekitar 1,7 juta jiwa pada tahun 2010. Laporan tugas akhir ini membahas perencanaan tekno ekonomi implementasi LTE release 8, bandwidth 20 MHz dan skema antena MIMO 2x2. Perencanaan hanya dibatasi untuk wilayah Depok saja berdasarkan data sekunder dari beberapa operator dan instansi pemerintah sebagai data pendukung. Perencanaan teknologi dimulai dari data sekunder dibagi 2 segmen pelanggan potensial LTE, potensial pelanggan optimis dan pesimis.
Tugas akhir ini menggunakan parameter jangkauan dan kapasitas sel untuk teknologi LTE. Pada frekuensi 1900 MHz pada parameter jangkauan, 6 sel untuk downlink dan 122 sel untuk uplink, sedangkan frekuensi 2300 MHz dengan jangkauan, 7 sel untuk downlink dan 173 sel untuk uplink, dengan parameter kapasitas diperoleh 449 sel (skenario optimis) dan 117 sel (skenario pesimis) pada tahun 2020 Perencanaan ekonomi dimulai dengan menghitung CAPEX dan OPEX, untuk mendapatkan revenue. Selanjutnya dicari nilai NPV dan PBP berdasarkan revenue tahun per tahun, untuk menunjukan kelayakan dari investasi Teknologi LTE tersebut.

Growth in demand for mobile broadband access is a big opportunity and challenge to the telecommunications business in Indonesia. Technology Long Term Evolution (LTE) is present to answer the demand. Implementation of LTE as a broadband wireless technology will be very interesting, especially in Depok city with an area of 200.29 km2 and a population of about 1.7 million people in 2010. This final report discusses the techno economic planning implementation of LTE Release 8, with spesific bandwidth 20 MHz and 2x2 MIMO antenna schemes. Planning is only limited to the Depok city just based on secondary data from several operators and government agencies as supporting data. Technology planning starts from the secondary data is divided into 2 segments LTE potential customers, potential customers optimistic and pessimistic.
This final report uses cell coverage and capacity parameters for LTE technology. For cell coverage at frequency 1900 MHz, 6 cells are needed for downlink and 122 cells for uplink, while at frequency 2300 MHz, 7 cells and 173 cells are needed respectively. For capacity parameter, 449 cells are required for optimistic scenario and 117 cells for pessimistic scenario in year 2020. Economic planning begins by calculating CAPEX and OPEX, to get revenue. Subsequently calculated NPV and PBP year per year based on revenue, to show the feasibility of the LTE technology investments.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afid Kurnia Akbar
"Sebelum melakukan implementasi teknologi, forecasting sebaiknya dilakukan karena merupakan salah satu langkah penting. LTE adalah teknologi yang belum diimplementasikan di Indonesia, namun beberapa operator telah melakukan uji coba. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi keadaan-keadaan dalam pengimplementasian teknologi baru ini perlu dilakukan forecasting dengan sebuah perangkat lunak yang dibangun dengan basis Gompertz Curve. Skenario pertumbuhan cepat, sedang, dan lambat telah diujikan dan dianalisis sebagai representasi kemungkinan keadaan yang akan terjadi. Total biaya pembangunan yang didapat untuk skenario cepat periode simulasi 25 tahun masing-masing, USD 1,715,852,847.55 untuk sites 2x2, USD 1,570,136,994.19 untuk sites 4x2, dan USD 1,101,845,586.65 untuk sites 4x4. Total biaya pembangunan yang didapat untuk skenario sedang periode simulasi 25 tahun masing-masing, USD 1,1778,140,595.37 untuk sites 2x2, USD 1,621,703,101.00 untuk sites 4x2, dan USD 1,137,435,839.71 untuk sites 4x4. Total biaya pembangunan yang didapat untuk skenario lambat periode simulasi 25 tahun masing-masing, USD 4,420,105,731.71 untuk sites 2x2, USD 4,028,953,412.22 untuk sites 4x2, dan USD 2,825,590,450.28 untuk sites 4x4.

Forecasting is an essentially recommended steps prior to technological implementation. Trials of LTE technology in Indonesia had been done by some operators upon its implementation. Therefore, a software utilizing Gompertz curve had been developed to anticipate possible conditions for this upcoming technology. Skenarios of rapid, moderate, and slow growth are tested as a representative of possible future conditions. Total development cost for rapid growth rate showed values as USD 1,715,852,847.55 for MIMO 2x2 sites, USD 1,570,136,994.19 for MIMO 4x2 sites, 1,101,845,586.65 for MIMO 4x4 sites. Total development cost for moderate growth rate showed values as USD 1,1778,140,595.37 for MIMO 2x2 sites, USD 1,621,703,101.00 for MIMO 4x2 sites, 1,137,435,839.71 for MIMO 4x4 sites. Total development cost for slow growth rate showed values as USD 4,420,105,731.71 for MIMO 2x2 sites, USD 4,028,953,412.22 for MIMO 4x2 sites, 2,825,590,450.28 for MIMO 4x4 sites."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44681
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zara Nuri Wulandia
"Tesis ini membahas mengenai analisa ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipersyaratkan atas alat dan/atau perangkat telekomunikasi berbasis standar teknologi Long Term Evolution (LTE) ditinjau dari ketentuanketentuan yang diatur dalam Agreement On Trade-Related Investment Measures (Perjanjian TRIMs). Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan preskriptif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipersyaratkan atas alat dan/atau perangkat telekomunikasi berbasis standar teknologi Long Term Evolution (LTE) tidak sesuai dengan ketentuan Agreement On Trade-Related Investment Measures (Perjanjian TRIMs) dan karenanya harus dilakukan langkah-langkah penyesuaian oleh pemerintah Indonesia agar Indonesia tidak melanggar kewajibannya sebagai negara anggota World Trade Organization.

This thesis discusses the analysis of Local Content Requirements (LCR) which is required for any telecommunication devices and/or equipments with standardsbased technology Long Term Evolution (LTE) and its relation with the provisions stipulated in the Agreement on Trade-Related Investment Measures (TRIMs Agreement). Research conducted in this thesis is a normative and prescriptive study.
The research concluded that Local Content Requirements (LCR) which is required for any telecommunication devices and/or equipments with standardsbased technology Long Term Evolution (LTE) is inconsistent with the provisions of TRIMs Agreement and therefore there should be steps taken by the government of Indonesia to bring these measures into conformity with TRIMs Agreement which will eliminate the inconsistency with Indonesia?s obligations under the TRIMs Agreement as a member state of World Trade Organization.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ramadhan
"Forecasting merupakan hal yang penting sebelum implementasi suatu teknologi baru. LTE rilis 8 dan rilis 10 merupakan teknologi yang belum diimplementasikan di Indonesia, namun sudah mengalami ujicoba. Oleh karena itu, antisipasi teknologi baru ini dilakukan dalam wujud forecasting dengan program yang dibangun dengan basis Gompertz curve sebagai kurva pertumbuhan pada sistem MATLAB. Skenario pertumbuhan cepat, sedang, dan lambat telah diujikan dan dianalisis sebagai contoh kemungkinan skenario yang paling ideal untuk kasus Indonesia dengan prediksi band 1800 MHz dan 2300 MHz. Skenario cepat memiliki beberapa kesulitan dalam persiapan untuk mengejar pertumbuhan yang cepat, dengan nilai growth rate pada tahun pertama bernilai hingga 902.15%. Skenario lambat tidak efisien dengan growth rate hampir selalu berkisar di nilai 10% - 50% dari tahun awal hingga akhir, serta dapat membuat kedua teknologi ini obsolete dengan munculnya teknologi baru. Sementara itu, skenario dengan pertumbuhan sedang memiliki solusi untuk pertumbuhan yang stabil dengan growth rate di bawah 10% pada masa teknologi tersebut memasuki maturity.

Forecasting is an important step before the implementation of upcoming technologies. LTE release 8 and release 10 are yet to be implemented in Indonesia, though trials had been performed. A MATLAB based forecasting program which generated Gompertz curve as a growth curve had been developed to anticipate these technologies for the tools of forecasting. Scenarios of rapid, intermediate, and slow growth had been forecasted as an example of possible way to implement LTE in Indonesia with its active band which would be predicted on 1800 MHz and 2300 MHz. Rapid scenario would brought obstacles for its rapid growth to be acquired, with its growth rate reached 902,15% in the first year. Slow scenario has its growth rate showed value as high as 10% to 50% throughout the forecasting process thus efficiency problems will be faced, and possibilities of these technologies made obsolete are high because of their slow growth process. Therefore, intermediate growth could be the solution with its stable growth with rate below 10% in its mature period."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44699
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Darmawan Sidik
"ABSTRAK
Implementasi LTE yang menjanjikan dapat memberikan layanan dengan
kecepatan yang lebih baik dari pada teknologi sebelumnya, menuntut
penyelenggara untuk lebih memperhatikan kualitas layanan. Pelanggan
menginginkan adanya jaminan kualitas layanan agar aplikasi yang digunakan
dapat berjalan dengan baik. Disisi lain penyelenggara membutuhkan pendapatan
yang tidak sedikit agar dapat mengembangkan jaringannya dengan kualitas yang
baik. Tarif mempunyai peran yang penting untuk mengoptimalkan pendapatan
penyelenggara dan mengelola sumber daya jaringan. Penyelenggara perlu strategi
pentarifan agar memperoleh pendapatan yang mencukupi untuk biaya
penyelenggaraan, dan pelanggan mendapatkan kualitas layanan yang baik sesuai
kebutuhan. Model pentarifan dengan pendekatan kualitas layanan akan
memberikan manfaat bagi penyelenggara dan pelanggan. Model pentarifan
dibangun dengan memperhatikan biaya elemen jaringan dan biaya aktivitas
layanan retail yang dikeluarkan oleh penyelenggara, serta pembagian kategori
pelanggan berdasarkan QCI (QoS Class Identifier) yang terdapat pada sistem
LTE. Diharapkan dengan model pentarifan tersebut dapat digunakan menjadi
dasar dalam strategi pentarifan bagi penyelenggara dan sebagai masukan dalam
pengambilan keputusan bagi penyelenggara dan masyarakat.

ABSTRACT
Implementation of LTE that promises to provide services at a better speed than
the previous technology, requires operators to pay more attention to quality of
service. Users want the guarantee of quality of service in order to use
applications that can run well. On the other hand the operators require revenue in
order to develop its network with good quality. Pricing have an important role to
optimize operator?s revenue and manage network resources. The operators need
the pricing strategy in order to get enough revenue to costs, and users get good
quality of service as needed. Pricing models with approach the quality of service
will provide benefits for the operators and users. The pricing models are built
with attention to the network elements cost and retail services activity cost
incurred by the operators, as well as the distribution of categories of customers
based on QCI (QoS Class Identifier) in the LTE system. The pricing model can be
used as pricing strategy for the operators and as an input in the decision making
for operators and the public."
2015
T47148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>