Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198015 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Dwi Anggono
"Pembentukan Undang-Undang (UU) yang baik harus mempedomani serangkaian asas (prinsip), salah satunya adalah asas materi muatan yang tepat. Asas ini penting karena setiap jenis peraturan perundang-undangan hanya dapat memuat materi sesuai dengan tingkatan hierarkinya. Penerapan asas ini dalam praktek pembentukan UU di Indonesia belum sepenuhnya ditaati. Permasalahan sederhana dan seharusnya tidak perlu diatur dalam UU, tetap dipaksakan DPR dan Presiden menjadi UU. Saat ini berkembang anggapan bahwa semua hal dapat menjadi materi muatan UU.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menganalisis secara kritis mengenai : (1) konsepsi, pengaturan dan penerapan asas materi muatan yang tepat dalam pembentukan UU di Indonesia pada Era Reformasi (1999-2012); (2) akibat hukum UU yang pembentukannya tidak memenuhi asas materi muatan yang tepat (materinya bukan termasuk materi muatan UU) melalui pengujian UU terhadap Undang-Undang Dasar oleh Mahkamah Konstitusi (MK); dan (3) kebijakan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas UU di Indonesia serta perbandingannya dengan negara lain. Metode pendekatan yang akan diterapkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tujuan penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan para ahli hukum lebih banyak berpendapat bahwa materi muatan UU tertentu lingkupnya. Hal ini didasarkan pada argumentasi UUD 1945 menganut pemahaman tentang UU Material. Dari total 440 UU (atau 201 apabila dikurangi kategori daftar kumulatif terbuka) yang dibentuk periode 1999-2012 sebanyak 14 UU diindikasikan bukan materi UU. Selanjutnya penelitian juga menunjukkan UU yang melanggar asas materi muatan yang tepat apabila diuji formil ke MK dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena melanggar ketentuan tentang pembentukan UU dalam UUD 1945 maupun UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selanjutnya hasil penelitian ini juga menunjukkan Reformasi regulasi untuk meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan merupakan kecenderungan di dunia internasional.
Perbaikan kualitas UU di Indonesia dapat dilakukan dengan: (i) Kebijakan untuk peraturan yang lebih baik; (ii) Kerangka kelembagaan dan kapasitas untuk UU yang lebih baik; (iii) Perbaikan perencanaan pembentukan UU; (iv) Meningkatkan penilaian dampak peraturan baru (ex ante impact assessment); (v) Transparansi pembentukan UU melalui konsultasi dan komunikasi; (vi) Evaluasi Ex post terhadap UU yang berlaku; dan (vii) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Good legislation should be based on several principles, one of which is the principle of the material content pertinence. This principle is important because any type of Act can only load the material in accordance with the levels in the hierarchy. The application of this principle in the practice of legislation in Indonesia has not been fully complied yet. The problem is simple and should not be regulated by an Act although it is still forced by Parliament (DPR) and President to become an Act. Currently it is developing the notion that all things can be substance of the Act.
Based on the above background, this study critically is analyzed regarding: (i) the conception, organization and implementation of the principle of material content pertinence of Indonesian legislation in the reformation era (1999-2012); (2) the Act which does not meet the principle of material content pertinence (not including material content of Act) can be expressed no binding legal effect by Constitutional Court (MK), and (3) the policy that need to be done to improve the quality of Act in Indonesia and its comparison with other countries. The used research method is doctrinary approach and sosio-legal approach with the analysis of juridical qualitative data.
The results show that some law experts argued that the material content of Act is certain in scope. It is based on the 1945’s Constitution argument embraces an understanding of material Act. From a total of 440 Acts (or 201Acts if it is reduced by cumulative list of open category) which is made in the period of 1999-2012 then a total of 14 Acts is indicated not meet the material content of an Act. Further studies have also shown that the Act which violates the principle of material content pertinence, when it is reviewed formally by Constitutional Court (MK), it can be expressed not have binding legal force for violating the provisions of legislation in the 1945’s Constitution and the Act of Legislation. Furthermore, the result of this study also showed regulatory reform to improve the quality of law is international trend.
To improve the quality of law in Indonesia can be conducted through: (i) policies for better regulation; (ii) institutional framework and capacity for better Act; (iii) improvement of legislation planning; (iv) improvement of legislation quality by strengthening / enhancing new regulatory impact assessment (ex ante impact assessment); (v) transparency of legislation through consultation and communication; (vi) ex post evaluation of applicable Act; and (vii) utilizing information and communications technology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D1477
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wahyu Saputro
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020 memantik wacana memberikan jangka waktu keberlakuan suatu peraturan meskipun teknik penyusunan undang-undang tidak mengenal adanya hal tersebut. Pemberian jangka waktu keberlakuan suatu peraturan merupakan konsep sunset legislation. Skripsi ini membahas tiga hal, yaitu konsep sunset legislation dan penerapannya di Negara Bagian Colorado dan Inggris Raya, pembentukan undang-undang di Indonesia, dan terakhir analisis penerapan sunset legislation dalam pembentukan undang-undang di Indonesia. Penelitian terhadap tiga masalah tersebut menggunakan metode yuridis normatif. Berdasarkan penelitian skripsi ini, sunset legislation mempunyai dua unsur sebagai karakternya, yaitu adanya sunset clause atau jangka waktu keberlakuan dan adanya evaluasi pelaksanaan peraturan. Ketika jangka waktu keberlakuan telah habis, peraturan yang menerapkan sunset legislation akan secara otomatis tidak berlaku. Sunset legislation diterapkan pada undang-undang yang mengatur tentang program kebijakan, pembentukan lembaga pemerintah, dan hal-hal yang bersifat sementara. Negara Bagian Colorado menjadikan sunset legislation sebagai mekanisme akuntabilitas bagi lembaga pemerintah. Sedangkan, penerapan sunset legislation oleh Parlemen Inggris Raya bermula dari sebagai mekanisme menciptakan keseimbangan kekuasaan antara raja dengan parlemen hingga menjadi mekanisme pengawasan terhadap pemerintah (executive). Indonesia tidak menerapkan sunset legislation secara penuh, melainkan terdapat beberapa undang-undang yang memiliki jangka waktu keberlakuan atau memberlakukan sunset clause saja. Materi pengaturan undang-undang di Indonesia yang menerapkan sunset legislation berupa materi tentang anggaran pendapatan dan belanja negara, perihal perencanaan, keadaan darurat atau bahaya, dan program daerah khusus pemerintahan daerah.

The decision of the Constitutional Court Number 37/PUU-XVIII/2020 sparked a discourse providing an expiry date for a regulation albeit legislation drafting techniques do not have it. Giving an expiry date of a regulation is a concept of sunset legislation. This thesis discusses three things, namely the concept of sunset legislation and its implementation in the State of Colorado and the United Kingdom, the law making in Indonesia, and finally the analysis of the implementation of sunset legislation in the law making in Indonesia. Research on these three problems uses the normative juridical method. Based on the research of this thesis, sunset legislation has two elements as its character, namely the existence of a sunset clause or expiry date and an evaluation of the implementation of the regulations. When the validity period has expired, the regulations that apply sunset legislation will automatically become invalid. Sunset legislation is applied to laws that regulate policies, the formation of government institutions, and temporary matters. The State of Colorado makes sunset legislation an accountability mechanism for government agencies. Meanwhile, the application of sunset legislation by the UK Parliament began as a mechanism from creating a balance of power between the monarch and parliament to becoming an oversight mechanism against the government. Indonesia does not fully implement sunset legislation, but there are several laws that have a period of validity or, in other word, apply sunset clauses. Material content of laws in Indonesia that apply sunset legislation are in the form of material on the state budget, planning, emergencies or dangers, and specific local government. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M Geger Fakhrurrozi
"ABSTRAK
Yayasan yang berdiri sebelum Undang-undang Yayasan, harus menyesuaikan anggaran dasarnya, apabila tidak Yayasan tidak boleh menggunakan kata ldquo;Yayasan rdquo; didepan namanya dan/atau Yayasan tersebut dapat dibubarkan.Yayasan RJ didirikan pada tahun 1993. Sejak tahun 2008 sampai tahun 2015 Yayasan RJ tidak berbadan hukum. Baru pada tanggal 30 oktober 2015 Yayasan RJ, kembali didirikan dengan menggunakan aset dari Yayasan tahun 1993, tanpa melakukan proses likuidasi terlebih dahulu. Pokok permasalahan tesis ini adalah bagaimana ketentuan pengalihan aset dari Yayasan yang sudah tidak berbadan hukum menurut Undang-undang Yayasan, bagaimana pendirian Yayasan baru dengan nama maksud dan tujuan yang sama, dan bagaimana akibat hukum dari akta Yayasan RJ yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menganalisis data sekunder secara kualitatif. Simpulan tesis ini adalah ketentuan mengenai peralihan aset Yayasan yang tidak berbadan hukum tidak diatur secara rinci. Pendirian Yayasan yang sudah tidak berbadan hukum dengan nama, maksud dan tujuan yang sama, mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Yayasan. Akibat hukum dari akta pendirian Yayasan RJ yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, akta Notaris tersebut batal demi hukum dan Notaris yang membuat akta tersebut dapat dikenai sanksi administratif atau sanksi perdata.

ABSTRACT
Foundations were established before the Law Foundation, have to adjust their statutes, otherwise the foundation should not use the word foundation in front of its name and or the Foundation can be dissolved. RJ Foundation was founded in 1993. Since 2008 to 2015 RJ was an unincorporated foundation. On the 30th of October 2015 the RJ Foundation, was re established by using the assets of the Foundation in 1993, without making the process of liquidation first. The subject matter of this thesis is how the provisions of the transfer of assets from the foundation that has no legal status under the Law Foundation, how the establishment of new foundation with the name of the same aims and objectives, and how the legal consequences of the deed of RJ Foundation that does not meet the applicable provisions. The research method used juridical normative, by analyzing secondary data qualitatively. The conclusions of this thesis are the provision of transitional asset of the unincorporated Foundation is not regulated in detail. The establishment of the foundation that have no legal entities in the name, purpose and the same objectives, follow the provisions regulated in the Law Foundation. The legal consequences of the deed of establishment of the RJ Foundation made not in accordance with the provisions of applicable law, the notary deed was void by the law and notary who made such deed to sanction administrative or civil sanctions. "
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Rezki Saputra
"Di Indonesia ketidaktertiban masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh pembentukan UU yang banyak mendapat sorotan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir dibawah periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maaruf Amin. Kegaduhan tersebut disebabkan oleh adanya fenomena dalam pembentukan Undnag-Undang yang kerap dianggap tidak berkualitas yang disebabkan pembahasan yang sembunyi-sembunyi, tidak transparan, dan terkesan terburu-buru (fast track legislation). Mekanisme fast track legislation tidak dikenal di Indonesia, namun terhadap beberapa kasus terkesan mengadopsi mekanisme tersebut seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Mineral dan Batu Bara, UU Mahkamah Konstitusi, UU Cipta Kerja, dan UU Ibu Kota Negara. Penelitian ini akan memfokuskan pada permasalahan: Pertama, Bagaimana pengadopsian fast track legislation dalam pembentukan UU; Kedua, Problematika apa saja yang ditimbulkan dari pengadopsian fast track legislation dalam pembentukan UU di Indonesia; dan Ketiga Bagaimana gagasan alternatif dalam pengadopsian pembentukan UU melalui pendekatan fast track legislation. Adapun metode penelitiannya adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil penelitian dengan analisis argumentatif dapat disimpulkan, bahwa beberapa kasus pembentukan undang-undang terkesan mengadopsi prosedur fast track seperti Pertama, UU KPK (waktu 12 hari). Kedua, UU Minerba (waktu kurang dari 3 bulan dan dilakukan rapat secara tertutup); Ketiga, UU MK (waktu 7 hari dan dibahas secara tertutup); Keempat, UUCK (waktu 167 hari dan merupakan revisi dari 79 UU) dan Kelima, UU IKN (waktu 43 hari). Bahwa pembentukan UU yang dilakukan tergesa-gesa berdampak terhadap demokrasi, minus legitimasi, minimnya partisipasi publik, dan terjadi politik akomodatif MK.

In indonesia one of the reasons the public disorders occurred was caused by the lawmaking process in which made it to the centre of public eye within the last two years under the President Joko Widodo and Vice President Maaruf Amin period. The disruption occured because the phenomenon of law making process was lack of quality as a result of the lack of transparency and the fast track registration. The fast track registration is highly unknown in Indonesia yet in some cases, the fast track registration was implemented for instance on the Corruption Eradication Commission Law, the Mining and Coal Law, the Constitutional Court Law, Omnibus Law and Capital City Law.
This research is focused on issues: First, how does the fast track registration implement on the law making process; Second, what are the issues arised on the implementation of fast track registration on the lawmaking process; Third, How does the alternative concept on adopting law making process by implementing fast track legislation approach. Though this thesis is based on juridical-normative research.
The results of research with the argumentative analysis are in some cases on law making process seemingly implementing the fast track registration such as on: first, the Corruption Eradication Commission Law (12 days), second the Mining and Coal Law (less than 3 months and discussed privately), third the Constitutional Court Law (7 days and discussed privately), fourth Omnibus Law (167 days and revisions of 79 law) and fifth Capital City Law (43 days). Whereas, the lawmaking process was done feverishly in which made impacts on democracy, lack of legitimacy, lack of public participation and political accommodation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Mutiara
"Perkawinan siri merupakan perkawinan yang dilakukan secara agama saja atau hanya di depan pemuka agama. Persoalan mengenai perkawinan siri memang masih menimbulkan pro dan kontra. Satu pihak ada yang beranggapan perkawinan seperti itu boleh saja dilakukan, di pihak lain meragukan ke absahannya. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya istilah perkawinan siri serta tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan siri dalam sebuah peraturan. Namun, secara umum, istilah ini diberikan bags perkawinan yang tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Bagaimana status perkawinan siri dimata Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta akibat hukumnya terhadap istri yang dinikahi dan anak yang dilahirkan di dalam perkawinan siri, merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Perkawinan siri menurut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan yang tidak sah, karena perkawinan jenis ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yakni ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai pencatatan perkawinan. Sedangkan akibat hukum terhadap istri, istri bukan merupakan istri sah dan karenanya tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami serta tidak berhak atas harta gono-gini dalam hal terjadi perpisahan. Terhadap anak, statusnya menjadi anak luar kawin dan karenanya ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta sewaktu-waktu ayahnya dapat menyangkal keberadaan anak tersebut, selain itu ia tidak berhak atas nafkah hidup, biaya pendidikan, serta warisan dari ayahnya. Bahwa terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (2) mengenai sahnya perkawinan dan kewajiban pencatatan perkawinan sebaiknya dituangkan ke dalam satu pasal dan bagi yang ingin melakukan perkawinan tersebut dianjurkan untuk mengurungkan niatnya serta bagi yang telah melakukannya dianjurkan untuk mencatatkan perkawinan dengan itsbat nikah atau melakukan perkawinan ulang dan bagi yang non-Islam dianjurkan untuk melakukan perkawinan ulang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekjend MPR RI, (2000),
R 342.02 Ind p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Awlia Ghea Kartika
"Dalam suatu perkawinan seringkali terdapat permasalahan hukum mengenai harta kekayaan. Hal ini terutama terjadi saat perkawinan tersebut putus karena perceraian. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 3149 K/PDT/2012. Dalam kasus ini, terdapat permasalahan mengenai status harta isteri yang diperoleh dari hibah dan di atas-namakan suami dengan cara meminjam nama, setelah bercerai. Terkait dengan hal itu, Penulis melakukan penelitian dengan metode deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian Penulis, harta isteri yang diperoleh dari hibah akan kembali kepada isteri, jika tidak diadakan syirkah atau ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan, meskipun atas harta tersebut meminjam nama suami.

In a marriage, there`s often legal issues regarding marital property. These issues can happen particularly after the divorce. Therefore, the author is interested to analyze the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 3149 K/PDT/2012. In this case, there`s a problem regarding the legal status of wife`s assets which is the grant for her which she puts on behalf of the husband after the divorce. The author uses descriptive analysis methods in this research. Based on the research, the wife`s assets that obtained from the grant, will be returned to the wife as long as there`s no syirkah or marriage agreement, although the assets was put on behalf of the husband."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Youga Balian Firdaus
"

Latar belakang: Cedera gigi traumatis (traumatic dental injury/ TDI) biasanya disebabkan oleh jatuh, kecelakaan, atau cedera. Trauma gigi pada praktiknya selalu dikategorikan sebagai luka derajat sedang tanpa mempertimbangkan klasifikasi dan jumlah gigi yang patah, padahal penentuan derajat luka dalam visum et repertum (VeR) penting karena mempengaruhi kompensasi bagi korban dan konsekuensi bagi pelaku. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi apakah patah gigi dapat dikelompokkan menjadi luka derajat ringan, sedang, atau berat berdasarkan klasifikasi dan jumlah gigi.

Metode: Populasi penelitian adalah seluruh dokter spesialis forensik, dokter gigi, jaksa, dan pengacara di Jabodetabek. Sampel penelitian didapatkan melalui purposive sampling, yakni memilih narasumber yang ahli dalam bidang yang berkaitan dengan penelitian. Data dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD) dan dianalisis menggunakan grounded theory.

Hasil: Penelitian menemukan bahwa derajat luka untuk patah gigi dalam VeR di Indonesia hampir selalu dianggap luka derajat sedang, tanpa mempertimbangkan jumlah dan klasifikasi gigi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat luka dapat dikategorikan sebagai luka derajat ringan, sedang, atau berat berdasarkan klasifikasi dan jumlah gigi yang terlibat.

Kesimpulan: Derajat luka untuk patah gigi dalam VeR dapat dikategorikan sebagai luka derajat ringan, sedang, atau berat berdasarkan klasifikasi dan jumlah gigi yang terlibat.


Introduction: Traumatic dental injuries (TDI) are typically caused by falls, accidents, or injuries. In practice, dental trauma is often categorized as moderate injury without further consideration. However, the degree of injury in a visum et repertum (VeR) is crucial to determine the compensation for the victim and the consequences for the perpetrator. Therefore, this study aims to identify whether dental fractures can be classified based on the classification and number of fractured teeth.

Method: The study included all forensic specialists, dentists, prosecutors, and lawyers in the Greater Jakarta area (Jabodetabek). The sample was obtained through purposive sampling, selecting experts in fields relevant to the study. Data were collected through focus group discussions (FGD) and analyzed using grounded theory.

Result: The study found that the degree of injury for dental fractures in VeR in Indonesia is almost always considered moderate, without regard to the number and classification of teeth. The findings indicate that the degree of injury can be categorized as minor, moderate, or severe based on the classification and number of teeth involved.

Conclusion: The degree of injury for dental fractures in VeR can be categorized as minor, moderate, or severe based on the classification and number of teeth involved."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fayadiva Hapsari Birowo
"Skripsi ini membahas mengenai kasus pemblokiran yang dilakukan oleh Telkom Indonesia terhadap Netflix yang telah diputuskan sengketanya oleh KPPU melalui Putusan KPPU No. 08/KPPU-1/2020. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan melakukan penelitian berbasis bahan pustaka dan wawancara. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah kesesuaian tindakan pemblokiran tersebut dengan unsur-unsur dalam Pasal 19 huruf d UU Persaingan Usaha mengenai praktik diskriminasi. Skripsi ini juga akan membahas mengenai kesesuaian justifikasi yang diberikan oleh Telkom Indonesia atas tindakan pemblokiran terhadap Netflix dengan UU Persaingan Usaha serta kewenangan, tugas pokok dan fungsi dari Telkom Indonesia sebagai Internet Service Provider (ISP). Tindakan pemblokiran yang dilakukan oleh Telkom Indonesia didasarkan oleh alasan ketidaksesuaian konten yang disediakan Netflix dengan norma yang ada di Indonesia (terdapat unsur pornografi) serta belum adanya kerja sama antara Telkom Indonesia dan Netflix berkaitan dengan penyediaan jasa internet. Tindakan pemblokiran yang dilakukan oleh Telkom Indonesia memenuhi unsur-unsur dari Pasal 19 huruf D UU Persaingan Usaha. Tindakan tersebut menyebabkan adanya persaingan usaha yang tidak sehat karena memunculkan barrier to entry bagi Netflix sebagai platform OTT dalam pasar bersangkutan pengguna Telkom Indonesia. Justifikasi yang diberikan oleh Telkom Indonesia atas tindakan tersebut tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai (ISP) dan melanggar ketentuan Pasal 19 huruf d UU Persaingan Usaha. Netflix sebagai platform OTT belum dapat diwajibkan untuk melakukan sensor karena belum ada peraturan pelaksana yang mengatur secara khusus mengenai kewajiban platform OTT untuk melakukan sensor melalui Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia. Adanya batasan hukum yang jelas bagi penyelenggaraan platform OTT dapat mencegah terjadinya bentrokan seperti yang terjadi antara Telkom Indonesia dengan Netflix.

This thesis discusses the case of the blocking action taken by Telkom Indonesia against Netflix, which was resolved by the KPPU through KPPU Decision No. 08/KPPU-1/2020. The research method used is normative juridical by conducting research based on library materials and interviews. The issues discussed in this thesis include the conformity of the blocking action with the elements in Article 19 letter d of the Antitrust Law regarding discriminatory practices. This thesis will also discuss the justification provided by Telkom Indonesia for the blocking action against Netflix in relation to the Business Competition Law, as well as the authority, main duties, and functions of Telkom Indonesia as an Internet Service Provider (ISP).  Telkom Indonesia's blocking action was based on the reasons that the content provided by Netflix was not in accordance with existing norms in Indonesia (contained elements of pornography) and the lack of cooperation between Telkom Indonesia and Netflix concerning the provision of internet services. The blocking action taken by Telkom Indonesia fulfills the elements of Article 19 letter d of the Antitrust Law. This action causes unhealthy business competition by creating a barrier to entry for Netflix as an OTT platform in the relevant market for Telkom Indonesia users. The justification provided by Telkom Indonesia for this action is not in accordance with its main duties and functions as an ISP and violates the provisions of Article 19 letter d of the Antitrust Law. Netflix as an OTT platform cannot yet be required to conduct censorship as there is no specific implementing regulation governing the obligation of OTT platforms to conduct censorship through the Indonesian Film Censorship Board (LSF). The existence of clear legal boundaries for the operation of OTT platforms can prevent conflicts like the one that occurred between Telkom Indonesia and Netflix."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>