Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187144 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Santoso
"Indonesia di masa yang akan datang diprediksi akan mengalami krisis energi nasional sehingga diperlukan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber energi fosil adalah dengan mencari sumber energi terbarukan. Mikroalga mempunyai potensi besar sebagai sumber energi terbarukan karena mikroalga mempunyai keuntungan akibat produktivitas yang tinggi dan ramah lingkungan. Walaupun demikian biaya produksi biomassa mikroalga masih tinggi dan nilai NER (net energy ratio) relatif rendah apabila dibandingkan biaya produksi dan NER biomassa yang lain seperti minyak kelapa sawit, biji jarak dan jenis umbi-umbian.
Berdasarkan hasil studi literatur terungkap bahwa metode perhitungan LCA (life cycle assessment) pada proses produksi biodiesel belum memperhitungkan variabel komoditas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi metode perhitungan LCA dengan menambahkan variabel komoditas lingkungan yaitu biaya sosial, nilai lahan dan biaya lingkungan. Penentuan biaya sosial dihitung berdasarkan nilai potensi konflik sosial yang mungkin terjadi. Nilai potensi konflik sosial diperkirakan dari prosentase nilai investasi total berdasarkan studi dari beberapa sumber. Nilai lahan dihitung dari nilai hasil produksi lahan dan nilai fungsi ekologis lahan. Nilai lingkungan dihitung berdasarkan biaya (nilai kerugian) akibat pencemaran udara. Nilai pencemaran udara ini dihitung dengan menggunakan perangkat lunak Environmental Priority Strategy (EPS) versi 2000 yang sudah disetarakan dengan elastisitas lingkungan Indonesia.
Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel komoditas lingkungan yang ditambahkan pada perhitungan LCA metode modifikasi menyebabkan harga produksi biodiesel untuk mikroalga dan kelapa sawit masing-masing naik 3% dan 18% sehingga harganya menjadi Rp. 9.292/liter dan Rp. 9.546,-/liter. Hasil perhitungan NER pada metode LCA existing, dan LCA modifikasi pada produksi biodiesel mikroalga adalah 0,62 ± 0,078 dan 0,60 ± 0,075, sedangkan pada produksi biodiesel kelapa sawit adalah 4,17 ± 0,79 dan 3,22 ± 0,61. Dengan demikian selisih nilai NER antara metode existing dan metode modifikasi pada biodiesel mikroalga adalah 0,021 ± 0,002 dan pada kelapa sawit adalah 0,952 ± 0,181. Rendahnya nilai selisih NER pada biomassa mikroalga menunjukkan bahwa proses produksi biodiesel dari biomassa ini cenderung lebih ramah lingkungan. Hasil perhitungan t-test untuk masing-masing nilai NER mikroalga dan kelapa sawit pada metode LCA existing dan metode modifikasi menunjukkan nilai yang berbeda nyata (signifikan). Demikian juga berdasarkan perhitungan t-test untuk selisih nilai NER LCA existing lebih kecil pada biomassa mikroalga daripada kelapa sawit. Hasil ini membuktikan bahwa perhitungan LCA modifikasi yang memasukkan variabel lingkungan menunjukkan bahwa metode modifikasi memberikan hasil yang signifikan pada proses produksi yang ramah lingkungan (non-eksploitatif) dibandingkan yang tidak ramah lingkungan (eksploitatif).
Hasil analisis keberlanjutan proses produksi biodiesel mikroalga yang dinyatakan dalam nilai total indeks keberlanjutan biomassa adalah sekitar 51,56%, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses produksi biodiesel mikroalga mempunyai prospek besar sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan di Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Febry Rizqiardihatno
"Biomassa merupakan salah satu sumber energi terbarukan. Biomassa dapat dijadikan bahan bakar yang antara lain: kayu, arang, kotoran hewan, dan limbah pertanian. Untuk kebutuhan domestik di Indonesia, pemakaiannya lebih sebagai bahan bakar kompor masak dengan kayu yang dibakar langsung. Permasalahan yang sering timbul yaitu efisiensi termal yang rendah sehingga menghabiskan banyak bahan bakar yang dapat memperparah deforestasi, tingginya tingkat emisi CO, hidrokarbon, dan partikulat yang dapat menyebabkan polusi udara.
Penelitian ini dilaksanakan untuk merancang, membuat, dan menguji suatu kompor biomassa berbasis bahan bakar serbuk kayu yang dipeletasi, dengan menitikberatkan pada pengambilan kembali panas yang terbuang pada cerobong asap agar menghasilkan efisiensi termal yang cukup tinggi dan emisi zat berbahaya yang rendah. Dengan tahap penelitian yang diawali perancangan, meliputi perhitungan dan desain dimensi kompor. Tahap fabrikasi, membuat kompor dengan bahan, komponen, dan ukuran sesuai rancangan.
Tahap pengujian, memvariasikan kondisi start-up, jarak garangan dan laju masuk udara untuk menguji efisiensi termal menggunakan metode Water Boiling Test, lalu melakukan uji emisi CO dengan parameter zat polutan menggunakan alat CO Detector 7701. Hasil yang didapatkan dari desain adalah kompor berdiameter dalam 300 mm dan luar 400 mm serta tinggi keseluruhan kompor 700 mm. Untuk sistem perpipaan menggunakan pipa 1.5 inci dan pipa 3 inci. Untuk kinerja kompor, efisiensi termal kompor antara 33-38 % dan emisi CO sebanyak 19-51 ppm yang lebih baik dibandingkan kompor biomassa yang sudah ada.

Biomass is one of Renewable Energy resources. Kinds of biomass which can be used as a fuel are: wood, char, dung and agricultural waste. For Indonesian domestic needs, biomass usually used as a cook stove fuel by burning the wood directly but, the thermal efficiency for direct use process is low and emission of carbon monoxide, hydrocarbon, and particulate matters is high. This research's goal are designing, fabricating and testing a pellet biomass cookstove which focus on extracting flue gas heat from exhaust chimney for giving high thermal efficiency and depositioning dangerous emission.
Step of this research start from designing step, covering calculation and designing stove dimension. Fabrication step is making the stove with material, component and dimension appropriate with the design. Testing step is varying start up condition, distance of grate, and air flow velocity to observe the influence of those parameters to thermal efficiency and CO emission.
Thermal efficiency testing was done using Water Boiling Test method and CO Detector 7701 device for CO emission testing. The results of designing step are ID = 300 mm, OD = 400 mm and total height = 700 mm. For piping system, using 1.5 inch (37.5 mm) pipe as an air inlet pipe and 3 inch (75 mm) pipe as an outlet flue gas pipe. Thermal efficiency of this cookstove is approximately 33-38% with 19-51 ppm CO emission, which better than existing biomass cookstove."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S52184
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizatar Fario Shehriar
"Potensi limbah biomassa di Indonesia mencapai 35,6 GW dengan padi sebesar 19,41 GW. Sekam padi merupakan salah satu sumber energi terbarukan dari biomassa yang potensialnya paling besar karena Luas Lahan Baku Sawah (LBS) mencapai 7.463.948 hektare dengan produktivitas 5,7-6,1 ton/ha. Dengan menggunakan sistem gasifikasi, limbah sekam padi dapat memanfaatkan energi yang tersimpan di dalamnya. Sistem dari Mobile Biomass Gasifier Purwarupa 3 (P3) merupakan gasifier yang dapat berjalan secara kontinu dengan kapasitas reaktor 25 kg/jam. Dengan melakukan eksperimen, didapatkan nilai feeding rate yang ideal, char removal rate, profil temperatur dan mass balance saat menjalankan eksperimen dengan perlakuan sama setiap variasi. Didapatkan komposisi syngas untuk setiap variasi vibrating grate 10%, 12%, dan 14%. Komposisi syngas terbaik didapatkan pada vibrating grate sebesar 10% (24 RPM), feeding rate 6,82 kg/jam, suhu zona oksidasi (T3) rata-rata sebesar 544°C dan ER 0,28. Didapatkan komposisi syngas (%Volume) CO, CH4, H2, dan CO2 secara beurutan sebesar 14,08%; 2,09%; 3,74%; dan 1,75%, serta nilai LHV sebesar 2,93 MJ/Nm3 . Didapatkan Cold Gas Efficiency sebesar 44,17%. Pulau Nusa Tenggara Timur didasarkan pada rasio elektrifikasi terendah se-Indonesia dapat dijadikan sasaran untuk Mobile Biomass Gasifier Purwarupa 3. Diharapkan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengembangkan alat gasifier untuk bahan bakar limbah biomassa selain dari sekam padi agar potensi biomassa dapat dimaksimalkan.

The potential biomass waste in Indonesia reaches 35.6 GW, with rice husk accounting for 19.41 GW. Rice husk is one of the most significant potential renewable energy sources from biomass due to the extensive paddy field area of 7,463,948 hectares with a productivity of 5.7-6.1 tons/ha. By utilizing gasification technology, rice husk waste can harness the energy stored within it. The Mobile Biomass Gasifier Prototype 3 (P3) system is a gasifier capable of continuous operation with a reactor capacity of 25 kg/hour. Through experiments, the ideal feeding rate, char removal rate, temperature profile, and mass balance were determined under the same treatment for each variation. The composition of syngas was obtained for each vibrating grate variation of 10%, 12%, and 14%. The best syngas composition was achieved with a vibrating grate of 10% (24 RPM), feeding rate of 6.82 kg/hour, average oxidation zone temperature (T3) of 544°C, and an equivalence ratio (ER) of 0.28. The syngas composition (% volume) was found to be 14.08% CO, 2.09% CH4, 3.74% H2, and 1.75% CO2, with a lower heating value (LHV) of 2.93 MJ/Nm3. The Cold Gas Efficiency obtained was 44.17%. The East Nusa Tenggara Island, based on the lowest electrification ratio in Indonesia, can be targeted for the Mobile Biomass Gasifier Prototype 3. Further research is expected to develop gasifier devices for biomass waste fuels other than rice husk to maximize the potential of biomass.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bungay, Henry R.
New York: John Wiley & Sons, 1981
662.8 BUN e (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Nomara Trylucky
"Biomassa merupakan salah satu energi alternatif yang dapat mengatasi solusi krisis energi di Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu melihat pengaruh proses torefaksi terhadap sifat ketahanan moisture content, kemampuan reduksi ukuran biomassa dan ketahanan tekan pellet biomassa yang berasal dari bahan baku tandan kosong kelapa sawit. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik pengaruh torefaksi yaitu pengujian sifat ketahanan moisture content, pengujian kemampuan reduksi ukuran serta pengujian ketahanan tekan untuk melihat karakteristik sifat fisik pellet biomassa. Penelitian yang dilakukan yaitu membandingkan pembuatan pellet biomassa proses torefaksi pada variasi temperatur 225, 250, 275, 300 dan 325°C dengan tanpa proses torefaksi.
Hasil penelitian menunjukkan sifat ketahanan moisture content terbesar pada kondisi temperatur 325°C dengan nilai 6,34 % penambahan moisture content, sedangkan yang terendah pada kondisi temperatur 225°C dengan nilai 32,08 % penambahan moisture content. Kemampuan reduksi ukuran tertinggi pada distribusi ukuran partikel < 125 μm yaitu pada kondisi non torefaksi sebanyak 5,89 gram, sedangkan yang terendah pada variasi temperatur 325°C sebanyak 2,18 gram. Untuk distribusi terbesar ukuran partikel > 297 μm yaitu pada kondisi temperatur 325°C sebanyak 2,81 gram, sedangkan distribusi terendah pada kondisi non torefaksi sebanyak 0,24 gram. Nilai ketahanan tekan pellet biomassa terbesar pada kondisi non torefaksi sebesar 2,44 kgf/mm2.

Biomass is one of the alternative energy solutions that can overcome the energy crisis in Indonesia. The purpose of this study is to see the effect of the resistance properties torefaction moisture content, the ability to reduce the size and durability of biomass pellet press biomass feedstock derived from oil palm empty fruit bunches. Analysis is performed to determine the influence of the characteristics of the testing of resistance torefaction moisture content, test the ability to reduce the size and durability testing tap to see the characteristics of the physical properties of biomass pellets. Research carried out by comparing the biomass pellet making process torefaction the temperature variation 225, 250, 275, 300 and 325 °C with no torefaction process.
Results showed greatest resistance properties of moisture content on the conditions of temperature 325°C with the addition of the value of 6.34% moisture content, and the lowest at 225°C temperature conditions with a value addition of 32.08% moisture content. Ability to reduce the size of the highest in the distribution of particle size <125 μm is the condition of non torefacton much as 5.89 grams, while the lowest at 325°C temperature variations of as much as 2.18 grams. For the largest particle size distribution of >297 μm is 325°C rise in temperature as much as 2.81 grams, while the lowest distribution in non torefaction conditions as much as 0.24 grams. Resistance value of the largest biomass pellet press on condition of non torefaction of 2.44 kgf/mm2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rizki
"Pada penelitian terdahulu Candida hawaiiana CR015, yang ditumbuhkan pada medium Yeast Malt-extract Broth (YMB), telah dimanfaatkan sebagai komponen penyusun pollen substitute lokal untuk lebah madu Apis cerana. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan sumber karbon berupa sukrosa (gula pasir) dan sumber nitrogen berupa urea pada medium air kelapa terhadap jumlah biomassa khamir C. hawaiiana CR015. Hasil produksi biomassa terbaik yang diperoleh dibandingkan dengan hasil produksi biomassa pada medium YMB. Variasi konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah 2,5% (b/v) dan 5% (b/v) dan variasi konsentrasi urea yang digunakan adalah 0,1% (v/v); 0,2% (v/v); dan 0,3% (v/v). Medium air kelapa dengan penambahan sukrosa dan urea diinokulasikan dengan inokulum sebanyak 108 cfu/ml berumur 20 jam dan fermentasi dilakukan dengan pengocokan 80 rpm selama 28 jam pada suhu 30oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sumber karbon berupa sukrosa dan sumber nitrogen berupa urea memengaruhi jumlah biomassa Khamir C. hawaiiana CR015 yang dihasilkan (p<0,05). Medium air kelapa dengan penambahan sukrosa 5% (b/v) dan urea 0,3% (v/v) menghasilkan biomassa terbesar rata-rata, yaitu 0,646 g/100 ml, dan lebih tinggi dibandingkan biomassa rata-rata yang dihasilkan medium YMB, yaitu 0,52 g/100 ml (p<0,05).

In the previous study, Candida hawaiiana CR015, from Yeast Malt-extract Broth (YMB) medium, has been used as a component of local pollen substitute for honey bee Apis cerana. The aims of this study were to know the effect of the addition of sucrose as carbon source and urea as nitrogen source in coconut water medium to biomass production of C. hawaiiana CR015. Best biomass yield obtained was compared to the result of biomass production of C. hawaiiana CR015 in YMB medium. Variation in the concentrations of sucrose used were 2.5% (w/v) and 5% (w/v) and concentrations of urea were 0.1% (v/v), 0.2% (v/v), and 0.3% (v/v). Coconut water medium in addition of sucrose and urea were inoculated with 20th-hour inoculum of 108 cfu/ml and incubated at 30oC with shaking of 80 rpm for 28 hours. The results showed that addition of sucrose and urea influenced biomass production of C. hawaiiana CR015 (p<0.05). Coconut water medium with addition of sucrose 5% (w/v) and urea 0.3% (v/v) showed higest biomass production (0.646 g/100 ml), and it was higher than biomass production in YMB medium (0.52 g/100 ml) (p<0.05)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resiana Winata
"Kompor biomassa konvensional yang ada saat ini masih memiliki permasalahan dengan emisi gas CO yang tinggi dibandingkan kompor LPG. Pada penelitian ini, dirancang suatu kompor gas-biomassa menggunakan prinsip Top- Lit Up Draft Gasifier yang diharapkan menghasilkan emisi gas CO yang rendah dengan membakar gas pirolisis dari pelet biomassa. Kompor memiliki diameter dalam sebesar 15 cm, diameter luar 20 cm, tinggi reaktor gasifikasi 51 cm, dan tinggi keseluruhan 95 cm. Kompor menggunakan pelet biomassa dari limbah bagas yang mengandung volatile matter tinggi. Dengan memvariasikan rasio antara laju alir udara sekunder dan udara primer, didapatkan emisi gas CO ratarata terendah, 16,4 ppm (dengan emisi gas CO maksimum yang diperbolehkan adalah 25 ppm), yang terjadi pada rasio 11:1. Perbandingan antara nilai rasio tersebut menunjukkan suhu api maksimum tertinggi yang dicapai adalah 544,44°C pada rasio 6:1. Menggunakan Water Boiling Test, efisiensi termal tertinggi yang dicapai adalah 55%, dimana waktu tersingkat untuk mendidihkan 1 L air adalah 6 menit. Api kompor berwarna kuning menunjukkan pembentukan jelaga.

Nowadays conventional biomass stoves still have a problem of having high CO gas emission compared to LPG stoves. In this research, a biomass-gas stove has been designed using Top-Lit Up Draft Gasifier principle, which had been expected to have low CO gas emission by burning pyrolysis gas from biopellets. The stove has 15 cm inner diameter, 20 cm outer diameter, 51 cm gasification reactor height, and 95 cm overall height. The stove uses biopellet made of bagasse waste, which have high volatile matters content. By varying the ratio of secondary air flow to primary air flow, it was found that the lowest CO gas emission, 16,4 ppm (with maximum CO gas emission allowable is 25 ppm), occurred at the ratio of 11:1. Comparison of different values of the ratio shows that the highest maximum flame temperature achieved was 544,44oC occurring at the ratio of 6:1. Using Water Boiling Test, the highest thermal efficiency achieved was 55%, which corresponds to the shortest time to boil 1 L of water (6 minutes). The stove has yellow flame that indicates the formation of soot."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43082
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizali Nurcahya Nararya
"Kebutuhan energi di dunia semakin meningkat. Hal ini mendorong terbentuknya penelitian berbasisi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) salah seperti biomassa dan salah satunya adalah biohidrogen. Unit penting dalam proses pembuatan biohidrogen adalah gasifier dan char combustor. Gasifier adalah unit reaksi pembentukan biohidrogen. Untuk mengoptimasi kinerja unit proses awal pabrik bioidrogen dari biomassa ini maka akan dipasangkan sistem pengendalian dengan metode MPC. Pengendali MPC bergantung pada model empirik FOPDT yang diperoleh dengan melakukan identifikasi sistem.
Pemodelan empirik melalui PRC menghasilkan pengendali MPC yang tidak lebih baik dari pengendali PI. Setelah dilakukan MPC tuning dan reidentifikasi, kinerja MPC menjadi lebih baik dibandingkan PI. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai IAE yang kecil. Untuk IAE pada pengendalia suhu gasifier nilaie IAE nya 184,47 dengan kenaikan performa pengendalia 100% disbanding PI, untuk char combustor IAEnya sebesar 61,12 dengan kenaikan performa pengendali sebesar 78,9% dan pada unit cooler IAEnya menjadi 12,76 dengan kenaikan kinerja pengendali 81,11%. Hal tersebut menjadikan kinerja pengendali meningkat 70% hingga 80% dan ketigaya dapat bekerja dengan baik pada proses menyeluruh.

Need of energy source increasing each year. It lead researcher to find another source of newable and renewabale energy such biomass energy based as an example biohydrogen. The important proses unit in biohydrogen plant is gasifier and char combustor. Gasifer is reactor that produce biohydrogen from biomethane. To optimize plant performance, plant will utilize with proses control equipment with MPC method. MPC controller depend on empirical model from system identification.
Result of empirical modeling with PRC method is MPC model that has not better performance than PI method controller. But, after MPC tuning and reidentification of empirical model, the MPC controller have better performance than PI method. It proven by smaller IAE number. In gasifier IAe humber is 184.47%, it has 100% increases of performances char combustor temperature control the IAE number is 61,12%, it performance is increase in 78%. IAE number in cooler is 12,67 it performance is increase 81,18% . It make proses control performance increase for 70% up to 80%. Proses Control work very well in overall process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nirmala Ayuningtyas
"Kabupaten Badung memiliki sejumlah perkebunan yang salah satunya adalah kakao. Perkebunan kakao di Kabupaten Badung masih dalam tahap dikembangkan sehingga memiliki jumlah produktifitas yang rendah. Kesesuaian lahan merupakan salah satu pengembangan dari budidaya tanaman kakao untuk meningkatkan jumlah produktifitas. Selain berkembangnya perkebunan kakao, kabupaten Badung juga memiliki potensi pada sumber daya energi seperti biomassa yang merupakan energi yang terbarukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui estimasi biomassa, kesesuaian lahan tanaman kakao, serta keterkaitan biomassa dengan lahan kesesuaian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan penginderaan jauh dan teknologi GIS dengan citra satelit yang digunakan adalah Sentinel 2A dan perhitungan dengan persamaan allometrik. Interpretasi dilakukan melalui pemanfaatan rasio band, kerapatan vegetasi dan pengukuran lapangan untuk mendapatkan estimasi biomassa dimana akan dilakukan korelasi Pearson untuk melihat ada tidaknya keterkaitan dengan kesesuaian lahan. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai r hitung untuk biomassa (X) dengan Kesesuaian Lahan (Y) adalah sebesar 0.8133 > e tabel 0.576, maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan atau korelasi antara variabel biomassa (terikat) dengan kesesuaian lahan (bebas). Karena r hitung atau Korelasi Pearson dalam analisis ini bersifat positif makaartinya hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat positif atau dengan kata lain memiliki keterkaitan.

Badung Regency has a number of plantations, one of which is cocoa. Cocoa plantations in Badung Regency are still in the development stage so they have low productivity. Land suitability is one of the developments of cacao cultivation to increase the amount of productivity. In addition to the development of cocoa plantations, Badung Regency also has potential in energy resources such as biomass which is a renewable energy. The purpose of this study was to determine the estimation of biomass, land suitability for cocoa, and the relationship between biomass and land suitability. The method used in this research is to utilize remote sensing and GIS technology with satellite imagery used is Sentinel 2A and calculations with allometric equations. Interpretation is carried out through the use of band ratios, vegetation density and field measurements to obtain biomass estimates where Pearson correlation will be carried out to see whether there is a relationship with land suitability. The results of this study indicate that the calculated r value for biomass (X) with land suitability (Y) is 0.8133 > e table 0.576, it can be concluded that there is a relationship or correlation between the variable biomass and land suitability. Because the calculated r or Pearson's correlation in this analysis is positive, it means that the relationship between the two variables is positive or in other words has a linkage."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Inayati
"Mekanisme pembakaran pada kompor biomassa yang menyertakan pembakaran fasa padat dengan 1 blower pemasok udara masih menghasilkan CO di atas ambang batasnya, 25 ppm. Peneliti merancang kompor gas-biomassa dengan mekanisme pembakaran fasa gas saja menggunakan 2 blower pemasok udara primer dan sekunder, mengakomodasi preheating udara sekunder dan efek turbulensi. Penelitian bertujuan mendapatkan rancangan kompor biomassa dengan rasio udara terbaik sehingga dihasilkan emisi CO rendah dan warna api biru. Penelitian diawali dengan perancangan kompor lalu membakar gas pirolisis yang dihasilkan dari devolatilisasi biomassa. Kondisi terbaik kompor berdiameter dalam ruang pembakaran 15 cm dengan tinggi ruang pembakaran 58 cm adalah pada rasio aliran udara sekunder terhadap udara primer 6,29 dengan emisi CO rata-rata 14 ppm dan efisiensi termal 52,8 %.

Existing biomass stoves using combustion in solid phase with 1 blower as an air supplier produce CO well above the minimum allowable CO emission (25 ppm). In this research, combustion mechanism occurs only in gas phase, the stove uses 2 blower as primary and secondary air supplier, accommodates preheating secondary air and turbulency effect. The objective of this research was to get biomass-gas stove design with the best air ratio that produces low CO emission and blue flame. First step of this research is to design he stove and then to burn pyrolysis gas produced of biomass devolatilization. The best condition of the biomass gas stove, which has dimension 15 cm inner diameter for combustion chamber and 58 cm height of combustion chamber is that the flow ratio of secondary air to primary air is 6,29 which has average CO emission at 14 ppm and thermal efficiency at 52,8%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>