Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54795 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitti Syabariah
"Latar belakang: Ulkus kaki diabetik adalah komplikasi umum yang terjadi pada penderita diabetes mellitus (DM). Penurunan aliran darah berkontribusi terhadap kronisitas ulkus kaki diabetik. Vibrasi diduga berdampak pada perbaikan aliran darah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas vibrasi terhadap percepatan penyembuhan ulkus kaki diabetik.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian yang digunakan adalah randomized clinical trial (RCT) non blinding. Subyek penelitian merupakan pasien dengan ulkus kaki diabetik derajat 0-2 yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Pada kelompok intervensi, vibrasi diberikan dengan dosis 3 kali sehari dengan lama pemberian 15 menit sampai luka dinyatakan sembuh.
Hasil: Penelitian ini menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) pada laju kesembuhan, rerata skor penyembuhan luka khususnya pengamatan minggu pertama dan kedua serta rerata penutupan area luka. Laju kesembuhan dan penutupan luka pada kelompok intervensi lebih cepat dibandingkan kontrol. Vibrasi juga meningkatkan kadar nitric oxide (NO) setelah intervensi diberikan dan menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Sebagai luaran sekunder didapatkan hubungan antara kadar NO dengan laju kesembuhan dan penutupan area luka.
Kesimpulan: Pemberian vibrasi efektif mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik diukur dari laju kesembuhan, skor penyembuhan, penutupan area luka dan kadar NO.

Background: Diabetic foot ulcer is a common complication in patient with diabetes mellitus. The decreased blood flow has a role in the chronicity of diabetic foot ulcer. Vibration therapy was supposed to be able to improve the blood flow. The aim of this study was to evaluate the effect of vibration on the acceleration of healing of diabetic foot ulcer.
Method: This experimental study used a randomized clinical trial non blinding design. Patients with diabetic foot ulcers grade 0-2 were divided into control group and intervention group. Patients in intervention group received vibration as an adjuvant to standard therapy, three times a day, each for 15 minutes, until the wound were healed.
Results: There were significant differences (p<0.05) in terms of healing rate, wound healing score (especially at the end of week 1 and week 2), and the wound closure area. The rate of wound healing and wound closure were significantly higher in the intervention group. The level of nitric oxide (NO) was also significantly higher in the intervention group. As an additional outcome, there was a positive association between the level of NO and the rate of healing and wound closure.
Conclusion: Vibration therapy accelerated the healing of diabetic foot ulcer in terms of healing rate, healing score, wound closure area, and elevated the level of NO.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
D1430
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Laurentika
"Latar belakang. Ulkus kaki diabetes (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes yang muncul sebagai ulserasi kaki dan menyebabkan morbiditas serta beban finansial yang tinggi. Hal tersebut secara kumulatif menurunkan kualitas hidup pasien UKD. Isu kualitas hidup pasien UKD setelah perawatan dan faktor-faktor yang memengaruhi belum banyak diteliti.
Tujuan. Studi ini bertujuan melihat skor kualitas hidup setelah enam bulan pasca perawatan pasien dengan riwayat dan faktor-faktor yang memengaruhi.
Metode. Studi ini merupakan studi kohort, dengan data dasar diambil dari registri kaki DM RSCM dan data kualitas hidup didapat melalui proses wawancara. Pasien UKD dengan riwayat perawatan di RSCM dan terdata di registri kaki RSCM periode Januari 2019 - Agustus 2023, dapat diwawancarai, serta tidak memiliki UKD aktif diikutsertakan ke penelitian. Skor kualitas hidup diukur menggunakan kuesioner Diabetic foot ulcer scale-short form (DFS-SF) dan ditampilkan dalam bentuk rerata atau nilai tengah. Hubungan faktor-faktor determinan yang diteliti dengan kualitas hidup dianalisis dengan analisi bivariat, multivariat, dan lajur.
Hasil. Sebanyak 131 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata skor kualitas hidup keseluruhan adalah 57,46. Pada analisis bivariat, lama observasi berhubungan bermakna dengan semua domain kualitas hidup kecuali waktu luang sedangkan neuropati perifer hanya berhubungan dengan domain kesehatan fisik, waktu luang, dan kualitas hidup keseluruhan. Jumlah area keterlibatan ulkus berhubungan dengan domain rasa terganggu. Analisis multivariat menunjukkan bahwa lama observasi berhubungan bermakna dengan kualitas hidup keseluruhan, kesehatan fisik, rasa khawatir, dan rasa terganggu. Neuropati perifer berhubungan dengan domain waktu luang. Analisis lajur mendapati bahwa lama observasi berhubungan langsung dengan kualitas hidup keseluruhan dan neuropati perifer berhubungan langsung sekaligus tidak langsung dengan kualitas hidup melalui derajat infeksi, lama perawatan, dan keluaran ulkus.
Diskusi. Studi-studi terdahulu menemukan bahwa secara umum kualitas hidup pasien UKD ditentukan dari faktor fisik, sosioekonomi, dan psikologis. Pada studi dengan desain potong lintang yang dilakukan pada pasien dengan UKD aktif, faktor yang sering memengaruhi adalah derajat luka, kadar gula darah dan tingkat pendapatan. Faktor terkait luka tidak lagi berpengaruh terhadap kualitas hidup pasca perawatan mengindikasikan bahwa selama luka dapat ditatalaksana dengan baik dan penyembuhan luka dapat tercapai, kualitas hidup optimal juga dapat dicapai.
Kesimpulan. Kualitas hidup pasca perawatan pasien UKD relatif rendah. Lama observasi dan neuropati perifer berhubungan langsung dengan kualitas hidup.

Introduction: Diabetic foot ulcer (DFU) is one of chronic complication of diabetes that appear as foot ulceration and causing high morbidity and financial burden. These cumulatively reduce quality of life of DFU patients. The issue of quality of life (QoL) of DFU patients after hospitalization and its influencing factors has not been widely studied yet. This study aimed to evaluate predictors to long term health-related quality of life in patients with history of DFU.
Method. This study was an ambispective cohort study in which baseline data was taken from the diabetic foot registry of Cipto Mangunkusumo Hospital and QoL data were obtained through interview minimum 6 months after participants were discharged from hospital. Quality of life scores are measured using the Diabetic Foot uUcer Scale-Short Form (DFS-SF) questionnaire and were displayed in mean or median value. The association between determinant factors studied and QoL was analyzed using bivariate, multivariate and path analysis.
Results. A total of 131 subjects were included in this study. The overall mean of QoL score was 57.46. In bivariate analysis, length of observation, peripheral neuropathy, and total ulcer areas were associated with QoL. Multivariate analysis showed that length of observation was significantly related to overall QoL, physical health, worry about ulcers, and bothered by ulcers domain. Peripheral neuropathy was related to the leisure domain. Path analysis found that length of observation was directly associated with overall QoL whilst peripheral neuropathy was both directly and indirectly associated with QoL through degree of ulcer infection, length of stay, and ulcer outcome.
Conclusion. Length of observation and peripheral neuropathy are directly related to quality of life. Peripheral neuropathy is also indirectly related to quality of life through the degree of infection, length of hospitalization, and ulcer outcome.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romzi Karim
"Latar Belakang: Peningkatan jumlah penderita ulkus kaki diabetes berdasarkan data epidemiologi saat ini ternyata setiap tahunnya terus meningkat. Faktor genetik berperan dalam proses penyembuhan luka ulkus kaki diabetes dan peranan faktor genetik terhadap penyembuhan luka penderita ulkus kaki diabetes belum banyak diteliti terutama di Indonesia. Matrix Metalloproteinases MMPs merupakan proteolitik enzim yang memegang peranan pada proses remodeling connective tissue dan degradasi extracellular matrix. Polimorfisme pada gen MMP-9 diduga kuat mempengaruhi proses terjadinya ulkus dan proses penyembuhan luka pada penderita ulkus kaki diabetes.
Metode Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan polimorfisme gen Matrix metalloprotein- 9 -1562 C>T dan 836 A>G dengan perkembangan penyembuhan luka ulkus kaki penderita diabetes mellitus tipe 2. Rancangan penelitian adalah sebuah penelitian prospektif potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Divisi Bedah Vaskular dan Endovaskular FKUI/RSCM Jakarta bekerjasama dengan Laboratorium Biologi Biomolekuler FKUI/RSCM Jakarta selama periode September 2016 - Desember 2016. Populasi target adalah penduduk Jakarta, populasi terjangkau adalah pasien Ulkus Diabetik yang berobat di divisi bedah vascular dan endovascular FKUI/RSCM Jakarta. Besar sampel ditentukan berdasarkan formula uji hipotesis dua proporsi. Dilakukan analisis DNA dan polimorfisme gen MMP-9. Dilakukan dokumentasi foto klinis luka ulkus kaki diabetes pada saat luka sebelum debrideman dan di hari ke 21, kemudian diukur luas luka dan jaringan granulasi dengan menggunakan program ImageJ.
Hasil: Perkembangan penyembuhan luka terdapat pada Polimorfisme gen Matrix Metalloprotein-1562C>T CC yaitu sebanyak 17 dari 32 orang 31,48 , CT yaitu sebanyak 9 dari 21 orang 16,67, hasil uji statistik dengan nilai p=0,477. Polimorfisme gen Matrix Metalloprotein 836A>G AA yaitu sebanyak 10 dari 14 orang 18,52, AG yaitu sebanyak 9 dari 19 orang 16,67, GG yaitu 7 dari 21 orang 12,96, Hasil uji statistik p = 0,087.
Kesimpulan: Kedua polimorfisme gen MMP-9 tersebut tidak terdapat hubungan bermakna.

Background: According to epidemiology data, amount of diabetic ulcer patients is continue to increase. Genetic factor has a role in diabetic foot ulcer healing and the role of genetic it self in managing the ulcer only has a few study or publication conducted in Indonesia. Matrix Metalloproteinase MMPs is the proteolytic enzyme which has role in connective tissue remodeling process and extracellular matrix degradation. MMP 9 genes polymorphism is strongly predicted influencing ulcer formation process and ulcer healing process in diabetic foot ulcer patients.
Methods: The goal of this study is to analyze the relation between MMP 9 genes polymorphism with the progress of ulcer healing di diabetic foot ulcer patient. This is a cross sectional prospective study design at Vascular surgery and Endovascular division, surgery department FKUI RSCM Jakarta cooperated with Biology Biomolecular laboratory at FKUI RSCM during September december 2016. Target population are all Jakarta citizens, and accessible population are all diabetic foot ulcer patients in Vascular surgery and Endovascular division FKUI RSCM, Jakarta. Sample size is determined based on dual proportion hypothesis test formula. Blood sample are taken and sent to biology medic laboratory to perform DNA and MMP 9 gene polymorphism analysis. The characteristic of ulcer is documented before and on day 21, then the ulcer size and granulation tissue are measured using ImageJ program.
Results: Improvement of healing ulcer in gene polymorphism of matrix metalloproteinase 1562C T CC is about 17 from 32 patients 31,48, CT is about 9 from 21 patients 16,67, statistic testing with p value 0,477. Gene polymorphism metalloproteinase 836A G AA is 10 from 14 patienrs 18,52, AG is 9 from 19 patients 16,67 , GG is 7 from 21 patients 12,96, statistic testing with p value 0,087.
Conclusions: There are not significant relationship in both of MMP 9 gene polymorfsm with diabetic foot ulcer healing progress
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Miranda
"Diabetes sering menyebabkan komplikasi ulkus kaki diabetik (UKD) yang penyembuhannya terhambat pada fase inflamasi dan terjadi gangguan pada pembentukan jaringan granulasi. LL-37 memiliki aktivitas antimikrobial, memicu angiogenesis, serta migrasi dan proliferasi keratinosit. Penelitian ini menganalisis pengaruh krim LL-37 terhadap kecepatan penyembuhan UKD derajat ringan dengan mengkaji IL-1a, TNF-a, serta pola dan jumlah kolonisasi bakteri aerob.
Penelitian ini adalah uji klinis buta ganda acak yang dilaksanakan Januari 2020–Juni 2021 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUP Persahabatan, Jakarta. Subjek adalah penyandang UKD tanpa infeksi atau infeksi derajat ringan, berusia 18–60 tahun, ABI 0,9–1,3, luas luka ≥ 2 cm2, kedalaman luka sampai dengan subkutis, dan tanpa infeksi sistemik. Subjek dibagi menjadi kelompok krim LL-37 dan plasebo yang dioles dua kali seminggu selama 4 minggu. Dilakukan pengamatan luka pada akhir minggu dengan metode planimetri dan fotografi digital lalu diolah dengan ImageJ. Subjek diperiksa kadar IL-1a dan TNF-a cairan luka dengan metode ELISA dan kultur bakteri aerob dari apusan luka pada setiap akhir minggu.
Kadar LL-37 cairan luka pada kelompok LL-37 adalah 1,07 (0,37–4,96) ng/mg protein dan plasebo sebesar 1,11 (0,24–2,09) ng/mg protein (p = 0,44). Penurunan luas luka pada hari ke-14, ke-21, dan ke-28 dibandingkan hari ke-1 pada kelompok LL-37 lebih besar daripada plasebo, walaupun tidak bermakna. Pada kelompok LL-37 terjadi peningkatan luas jaringan granulasi yang lebih besar daripada plasebo pada semua hari, walaupun hanya bermakna pada hari ke-14 yaitu 0,95 (±1,34) cm2 pada kelompok LL-37 dibandingkan -0,24 (±1,01) cm2 pada kelompok plasebo (p = 0,020). Terjadi peningkatan indeks granulasi yang secara konsisten lebih besar dan bermakna (p < 0,05) pada kelompok LL-37 dibandingkan plasebo pada semua hari. Tidak terjadi penurunan kadar IL-1a dan TNF-a yang lebih besar pada kelompok LL-37. Pada hari ke-1, frekuensi bakteri aerob terbanyak adalah S. aureus yaitu 37,1% pada kelompok LL-37 dan 45% pada kelompok plasebo. Penurunan jumlah koloni bakteri pada kelompok plasebo lebih besar dibandingkan dengan kelompok LL-37 pada hari ke-28 dibandingkan dengan hari ke-1, walaupun tidak bermakna (p = 0,98).
Simpulan: Kadar LL-37 pada UKD kedua kelompok rendah. Pemberian LL-37 mempercepat penyembuhan UKD tanpa infeksi maupun derajat ringan dengan meningkatkan indeks granulasi. Pemberian LL-37 tidak menurunkan kadar IL-1a dan TNF-a pada UKD. Pemberian LL-37 tidak memengaruhi pola dan jumlah kolonisasi bakteri aerob pada UKD.

Diabetes often causes DFU (diabetic foot ulcer). Wound healing in DFU has prolonged inflammation phase and defective granulation tissue formation. LL-37 has antimicrobial property, induces angiogenesis, and keratinocyte migration and proliferation. This study analyzes the efficacy of LL-37 cream on wound healing rate in DFU with mild infection by examining IL-1a, TNF-a, and aerobic bacteria colonization.
This study was a randomized double-blind controlled trial conducted from January 2020–June 2021 at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and RSUP Persahabatan, Jakarta. Subjects were patients with uninfected DFU or DFU with mild infection according to IDSA, aged 18–60 years old, ABI 0.9–1.3, wound area ≥ 2 cm2, wound no deeper than subcutaneous layer, and without systemic infection. Subjects were divided into the LL-37 cream and placebo cream group which were applied twice a week for 4 weeks. Wounds were measured at the end of every week using planimetric method and digital photography and subsequently processed with ImageJ. The levels of IL-1a and TNF-a from wound fluid were measured using the ELISA method and aerobic bacteria culture was performed using wound swabs.
The level of LL-37 from wound fluid in the LL-37 group was 1.07 (0.37–4.96) ng/mg protein and in the placebo group was 1.11 (0.24–2.09) ng/mg protein (p = 0.44). The decrease in wound area on day 14, 21, and 28 compared to day 1 in the LL-37 group was greater than in the placebo group, although the difference was not significant. In the LL-37 group, there was a greater increase in granulation tissue area than in the placebo group on each day, although the difference was only significant on day 14 which was 0.95 (±1.34) cm2 in the LL-37 group compared to -0.24 (± 1.01) cm2 in the placebo group (p = 0.020). There was a consistently and significantly greater increase in granulation index (p < 0.05) in the LL-37 group compared to placebo group on each day. There was no greater decrease in IL-1a and TNF-a levels in the LL-37 group. On day 1, the highest frequency of aerobic bacteria was S. aureus which was 37.1% in the LL-37 group and 45% in the placebo group. The decrease in the number of bacterial colonies in the placebo group was greater than in the LL-37 group on day 28 compared to day 1, although the difference was not significant (p = 0.98).
Conclusion: The level of LL-37 in DFU was low in both groups. Administration of LL-37 accelerated the healing of uninfected DFU or DFU with mild infection by increasing the granulation index. Administration of LL-37 did not reduce the levels of IL-1a and TNF-a in DFU. Administration of LL-37 did not affect the pattern and number of colonization of aerobic bacteria in DFU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Lisa Indra
"Cairan NaCl 3% pada penelitian sebelumnya terbukti mampu menarik kelebihan eksudat dan mengurangi bau luka karena bersifat hipertonik. Penelitian eksperimen dengan penyamaran ganda dilakukan untuk mengetahui efektivitas perawatan luka dengan cairan NaCl 3% terhadap penurunan jumlah eksudat dan bau ulkus diabetik. Intervensi dilakukan selama 14 hari terhadap 15 sampel yang dibagi menjadi kelompok NaCl 0,9% dan NaCl 3% melalui randomisasi blok.
Tidak terdapat perbedaan signifikan jumlah eksudat setelah intervensi antara kedua kelompok namun terdapat perbedaan signifikan pada skor bau luka. Perawatan ulkus diabetik dengan NaCl 3% tidak lebih efektif dalam menurunkan jumlah eksudat luka dibandingkan NaCl 0,9% namun lebih efektif NaCl 3% dalam menurunkan skor bau.

Previous studies on wound care had proved that NaCl 3% solution able to absorbs the wound exudate and reduces the odor because it is hypertonic. A randomized controlled trial with double blinded technique was conducted to determine the effectiveness of wound care using NaCl 3% solution to decrease amount of exudate and odor of diabetic ulcers. Interventions performed for 14 days on 15 subjects blocked randomly allocated to NaCl 0,9% and NaCl 3% groups.
The result showed that there was no significant difference in the amount of exudate between the groups, however there was significant difference in the odor score. Wound care using NaCl 3% is no more effective to reduce the amount of exudate than NaCl 0,9%, however NaCl 3% is effective to reduce the odor score of diabetic ulcer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T44545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandang Ahmad Waluya
"Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis diabetes melitus (DM). Terjadinya ulkus diabetik diawali dengan adanya neuropati dan penyakit vaskular perifer sebagai dampak hiperglikemia serta adanya trauma akibat kurangnya pasien melakukan perawatan kaki. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan pasien dengan kejadian ulkus diabetik dalam konteks asuhan keperawatan pada pasien DM di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini menggunakan rancangan crossectional study. Jumlah sampel penelitian 88 responden terdiri dari 44 orang pasien DM dengan ulkus dan 44 orang pasien DM tanpa ulkus. Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling dan acak sederhana. Analisis statistik yang digunakan yaitu uji Chi Square dan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara kepatuhan pasien DM (p=0,000), kepatuhan memonitor glukosa darah (p=0,000), diet (p=0,000), aktivitas (p=0,023), perawatan kaki (p=0,000), kunjungan berobat (p=0,000) dengan kejadian ulkus diabetik. Kepatuhan kunjungan berobat merupakan faktor paling dominan berhubungan dengan kejadian ulkus diabetik (OR=8,95). Karakteristik demografi jenis kelamin merupakan faktor pengganggu. Sedangkan umur, tingkat pendidikan dan status ekonomi bukan faktor pengganggu. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara ketidakpatuhan pasien DM dengan kejadian ulkus diabetik. Saran peneliti yaitu pasien perlu mendapat pendidikan kesehatan, pemeriksaan kaki secara teratur, pasien harus mematuhi terhadap saran petugas kesehatan. Perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien DM.

Diabetic ulcer is one of chronic complications of Diabetes Mellitus. Neuropathy and peripheral vascular disease are the beginning of ulcer, as the result of hyperglycemia condition, and a trauma caused by lack of foot care. The aim of this study is to identify the relation of patient adherence with diabetic ulcer occurance in the context of nursing care of patient with diabetes mellitus at Dr. Hasan Sadikin Hospital, Bandung. Crossectional study design was used in this study. The samples size were 88 patients with diabetes mellitus, consisted of 44 patients with diabetic ulcer and 44 patients without diabetic ulcer. Samples were selected by simple random and consecutive sampling technique. Chi Square and a multiple logistic regression were used to examine the relation of patient adherence with occurrence diabetic ulcers.
The result showed that there was a significant corelation of diabetes mellitus patient adherence (p=0,000), adherence of monitoring blood glucose level (p=0,000), diet (p=0,000), activities (p=0,023), foot care (p=0,000), and visiting health care provider (p=0,000) with diabetic ulcer occurence. Adherence of visiting health care provider was the most dominant factor related to diabetic ulcer occurence (OR=8,95). Sex was confounding factor. Whereas age, education and economic level were not confounding factors. It is concluded that there was a relationship between patient adherence and the occurance of diabetic ulcer. Recommendations of this research were patient need to get health education, regular foot examination, patient adherence to recommendations health care provider. Further research about factors related to nonadherence in diabetes mellitus patients need to be done.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
"Dengan mengetahui patogenesis terjadinya tukak diabetik, maka masalah KD yang mempunyai gambaran sangat Iuas dapat dilakukan usaha pencegahan yang tepat agar tidak terjadi tukak. Aspek neuropati berperan besar dalam terjadinya tukak, sedangkan aspek vaskular lebih berperan dalam usaha revaskularisasi dan penyembuhan tukak yang sudah terjadi. Kelainan vaskular yang didapat sebagai komplikasi dari penyakit DM rnasih tetap merupakan suatu tantangan ilmu hedah, seorang ahli bedah sebaiknya mengetahui pertumbuhan patologik apa yang terjadi pada dinding pembuluh darah seorang pasien DM, untuk dapat merencanakan suatu perawatan I tindakan bedah yang paling menguntungkan pasien.

By knowing the pathogenesis of diabetic ulcers, KD problems that have a very good picture can be prevented so that ulcers do not occur. The neuropathy aspect plays a big role in the occurrence of ulcers, while the vascular aspect plays a greater role in the efforts to revascularize and heal ulcers that have occurred. Vascular abnormalities acquired as a complication of fixed DM disease is a scientific challenge, a surgeon should know what pathological growths occur in the walls of a DM patient's blood vessels, to be able to plan a treatment I surgical procedure that is most beneficial to the patient."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
E.M. Yunir
"ABSTRAK
Luka kaki diabetik (LKD) merupakan komplikasi kronik diabetes yang meningkatkan mortalitas dan
morbiditas, serta menurunkan kualitas hidup. Komplikasi makro dan mikrovaskular/mikrosirkulasi
mempunyai pengaruh besar terhadap kejadian LKD dan proses penyembuhannya. Kondisi
mikrosirkulasi dapat dinilai melalui pemeriksaan transcutaneous perfusion oxygen (TcPO2). Kondisi
mikrosirkulasi dipengaruhi oleh HbA1c, glukosa darah sewaktu, neuropati, fibrinogen, PAI-1,
hsCRP, indeks MMP-9, indeks TcPO2, dan indeks TcPCO2, yang akan memengaruhi terbentuknya
jaringan granulasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran HbA1c, GDS, neuropati, fibrinogen, PAI-1, hsCRP,
indeks MMP-9, terhadap indeks TcPO2, indeks TcPCO2, dan indeks granulasi, serta mengetahui
peran serta indeks TcPO2 dan indeks TcPCO2 terhadap indeks granulasi pada luka kaki diabetik.
Sebanyak 68 subjek LKD tanpa penyakit arteri perifer di RS dr. Cipto Mangukusumo dan beberapa
rumah sakit jejaring, pada Desember 2015?Desember 2016, diberikan perawatan standar dan
dipantau setiap minggu sebanyak 4 kali. Pada pemantauan ke-1, ke-2, dan ke-3, dilakukan
dokumentasi LKD, pengambilan darah vena sebanyak 7,7 mL untuk pemeriksaan fibrinogen, PAI-1,
hsCRP, MMP-9, dan TIMP-1, darah arteri sebanyak 2 mL untuk pemeriksaan analisis gas darah,
serta pemeriksaan TcPO2 dan TcPCO2 dengan menggunakan TCM TOSCA/CombiM monitoring
systems buatan Radiometer. Pada pemantauan ke-4, hanya dilakukan dokumentasi LKD.
Pengukuran luas luka dan jaringan granulasi dinilai berdasarkan hasil dokumentasi fotografi dengan
menggunakan program ImageJ. Penilaian neuropati menggunakan pemeriksaan interval RR dan
kecepatan hantar saraf. Data laboratorium lainnya diperoleh dari data sekunder rekam medis.
Kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan path analysis (analisis lajur) pada data
repetitif dan SPSS pada data nonrepetitif.
Berdasarkan analisis didapatkan hubungan antara peningkatan glukosa darah sewaktu, fibrinogen,
dan PAI-1 dengan penurunan indeks TcPO2. Didapatkan juga hubungan antara beratnya neuropati
motorik dan sensorik, peningkatan glukosa darah sewaktu, fibrinogen, PAI-1, dan hsCRP dengan
penurunan indeks granulasi. Tetapi, indeks granulasi tidak dipengaruhi oleh indeks TcPO2. Indeks
TcPCO2 tidak memiliki hubungan terhadap semua variabel tersebut, kecuali hsCRP dan indeks
TcPCO2 tidak memengaruhi indeks granulasi.
Indeks TcPO2 pada LKD dipengaruhi oleh kadar glukosa darah sewaktu, fibrinogen, dan PAI-1,
tetapi tidak memengaruhi tumbuhnya jaringan granulasi. Tumbuhnya jaringan granulasi dipengaruhi
oleh glukosa darah sewaktu, neuropati motorik dan sensorik, peningkatan kadar fibrinogen, PAI-1,
dan hsCRP. Selain itu, indeks TcPCO2 tidak memengaruhi indeks granulasi

ABSTRACT
Diabetic foot wounds/ulcer (DFU) is chronic complication of diabetes, which increases
mortality and morbidity, and lower quality of life. Macro and microvascular/microcirculation
complications has a great influence on DFU and healing process. Microcirculation condition can
be seen from transcutaneous perfusion oxygen (TcPO2). The growth of granulation tissue in the
healing process is determined by microcirculation condition, among others influenced by
HbA1c, random blood glucose, neuropathy, fibrinogen, PAI-1, hsCRP, MMP-9 index, TcPO2
index, and TcPCO2 index.
This study aimed to investigatethe role of HbA1c, random blood glucose, sensory, motoric, and
autonomy neuropathy, fibrinogen, PAI-1, hsCRP, MMP-9 index, TcPO2 index, TcPCO2 index,
and granulation index, as well as the relationship between TcPO2 index, TcPCO2 index and
granulation index in diabetic foot wounds.
As much as 68 subjects DFU without peripheral arterial disease, in Cipto Mangunkusumo
Referral National Hospital, on December 2015?December 2016, were given standard
managementof diabetic foot ulcer and monitored once a week for four times. In the 1st, 2nd, and
3rd monitoring, DFU was documented, then 7.7 mL of venous blood was taken for fibrinogen,
PAI-1, hsCRP, MMP-9, and TIMP-1 examination, also 2 mL arterial blood for blood gas
analysis, and then examination of TcPO2 and TcPCO2was performed using TCM4
TOSCA/CombiM monitoring systems made by Radiometer. In the 4th monitoring, only DFU
was documented. Wound and granulation size was measured through photographic
documentation using ImageJ program. Neuropathy was diagnosed based on RR interval and
nerve conduction velocity study. Other laboratory data were obtained from medical records. The
data were analysed by path analysis for repetititive data and SPSS for nonrepetitive data.
From analysis, there is a significant correlation between the increasing random blood glucose
(RBG), fibrinogen, and PAI-1 with the decreasing of TcPO2, also found a significant
relationship between the severity of sensory and motoric neuropathy, the increasing levels of
RBG, fibrinogen, PAI-1, and hsCRP with the decreasing of granulation index. But, TcPO2 index
does not influence granulation index. TcPCO2 index does not have significant correlation with
all these variables, except hsCRP. Moreover, TcPCO2 index also does not influence granulation
index.
TcPO2 index of DFU is affected by RBG, fibrinogen, PAI-1, but does not affect the growth of
granulation tissue. Granulation tissue?s growing is influenced by the sensory and motoric
neuropathy, increased levels of fibrinogen, PAI-1, and hsCRP. Furthermore, TcPCO2 index does
not influence granulation?s growth."
2016
D2218
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Salah satu komplikasi dari Diabetes Melitus (DM) adalah kaki diabetik (KD). KD disebabkan gabungan dari gangguan vaskular dan non-vaskular. Pada suatu penelitian kohort di Swedia menyatakan bahwa penyembuhan primer, laju amputasi dan mortalitas pada pasien kaki diabetik berhubungan dengan derajat insufisiensi vaskular. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik vaskular pada kasus kaki diabetik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode penelitian adalah deskriptif analitik. Hasil penelitian didapatkan meningkatnya kasus KD, sesuai dengan meningkatnya insiden pasien DM dimana faktor umur, faktor risiko vaskular (ABI<0,9, pulsasi arteri distal yang lemah) akan mempercepat timbulnya gangguan angiopati dan neuropati. Nilai ABI<0,9, kejadian osteomyelitis, kadar HbA1C>6,5 mg/dL dan neuropati perifer merupakan faktor predisposisi yang independen terhadap tindakan amputasi pada kasus KD (p<0,05). Osteomyelitis merupakan faktor yang paling signifikan (Cox and Snalle R Square=64,3%; OR=0,002).
, One of the complications of Diabetes Mellitus (DM) is Diabetic Foot (DF). It caused by combination of vascular and non vascular factors. Kohort’s study on Sweden declared that primary healing, amputation rate and mortality on DF patient has correlation with vascular insufisiency. Thus research needs to be done to find out the characteristics of vascular disorders on DF case quantitatively and qualitatively. The research results show increasing DF cases appropriate with the increasing incidence of DM patient where are ages, vascular risk (ABI<0,9, diminished of distal artery pulsation) will accelerate angiopaty and neuropaty disorders. ABI<0,9, osteomyelitis, level HbA1C>6,5 mg/dL and peripheral neuropathy are independent factors for amputation on DF case (p<0,05). Osteomyelitis is the most significant factor (Cox and Snalle R Square=64,3%; OR=0,002).
]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Affandi
"Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Salah satu komplikasi yang ditakuti adalah kaki diabetik. Berdasarkan data di RSCM pada tahun 2011 sebanyak 1,3% dari pasien kaki diabetik harus menjalani amputasi. Borkosky dkk (2013) menunjukkan tingginya insidens re-amputasi pada pasien kaki diabetik sebesar 19,8%. Amputasi berulang membutuhkan biaya pengobatan yang tidak murah, selain itu dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya re-amputasi pada pasien kaki diabetik.
Penelitian ini adalah deskriptif analitik, didapatkan adanya kecenderungan penurunan jumlah kasus amputasi kaki diabetik di RSCM dari tahun 2009-2015. Level amputasi terbanyak yang dilakukan pada pasien kaki diabetik adalah amputasi minor pada level Ray. Trauma, neuropati perifer, nilai ABI ≤0,9, dan kadar HbA1c ≥7% merupakan faktor risiko terjadinya re-amputasi pada pasien kaki diabetik. trauma merupakan faktor risiko terbesar terjadinya reamputasi pada pasien kaki diabetik (p=0,000; OR 73,842; 95%CI 19,236-283,457). Jika semua faktor risiko tersebut dimiliki oleh pasien maka risiko kumulatif untuk dilakukan re-amputasi sebesar 100%.

Diabetic mellitus is one of chronic diseases with high morbidity and mortality. One of complications of diabetic mellitus is foot diabetic. Based on data in Cipto Mangunkusumo General hospital, in 2011, prevalence of amputation for foot diabetic patients was 1,3%. Borkosky et al (2013) showed high incidence of reamputation among foot diabetic patients 19,8%. Re-amputation is highly cost and can increase morbidity and mortality in diabetic patients. Thus research needs to be done to find out risk factors of re-amputation among foot diabetic patients.
This research showed that foot diabetic amputation cases in RSCM had been decreased from 2009-2015. The most common amputation level was Ray amputation. Foot trauma, peripheral neuropathy, ABI score ≤0,9 and HbA1c level ≥7% are risk factors for re-amputation in foot diabetic patients. Foot trauma was the biggest risk factor for re-amputation in foot diabetic patients (p=0,000; OR 73,842; 95% CI 19,236-283,457). The cummulative risk factor for re-amputation for those who have all the risk factors is 100%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>