Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11544 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Retia Sari Sofiani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S13349
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 6(3-4) 2001
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS), 2000
923.1 GIL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Barton, Greg
Jakarta: Saufa, IRCiSoD, LKIS, 2016
923.1 BAR b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Malik H.
"Persoalan hubungan sipil-militer selama masa reformasi yang paling penting dan patut untuk dijadikan kajian maupun bahan penelitian adalah di era kepemimpinan Abdurrahman Wahid yang berlangsung tidak-lebih dari 20 bulan, dari bulan Nopember 1999 hingga Juli 2001. Bukan saja karena terdapatnya sejumlah kebliakan penting yang dihasilkan dalam rangka penegakan supremasi sipil, keberhasilan militer Indonesia melakukan konsolidasi lnternal, ataupun hubungan sipil (Presiden Abdurrahman Wahid) dengan militer yang dipenuhi dengan 'ketegangan'. Lebih dari itu, militer indonesia memiiiki peranan yang cukup signifikan bagi naik dan turunnya Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan Rl ke-4.
Penelitian ini difokuskan pada format hubungan sipil-militer di era Abdurrahman Wahid, khususnya hubungan antara Presiden dengan TNI. Beberapa alasan yang menjadi dasar pemikirannya adalah, pertama, bahwa Abdurrahman Wahid telah mengeluarkan sejumlah kebijakan penting berkaitan dengan posisi dan peran TNI-Polri dalam format kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia selama ia menjabat sebagai Presiden Rl ke-4 hasil Pemilu 1999. Sejumlah kebijakan penting ilu diantaranya, penggantian jabatan Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) menjadi Kementerian Pertahanan, penempatan orang sipil sebagai Menhan, realisasi pemisahan Polri dari TNI, penghapusan Bakorstanas dan Litsus, dicopotnya Jenderal TNI Wiranto dari jabatannya sebagai Menkopolkam, beberapa mutasi di tubuh militer misalnya penempatan Laksamana Widodo AS (AL) sebagai Pangab TNI, pergantian posisi Pangkostrad dan beberapa perwira tinggi lainnya yang dinilai sebagai upaya "dewirantoisasi', dihapusnya posisi Wakil Pangab, serta kebijakan yang belum terealisasi, yakni keinginan mengganti jabatan Panglima TNI dengan Kepala Staf Gabungan dan meletakkan TNI dibawah Menhan. Kedua, militer (TNI) ternyata melakukan respon balik bahkan ?perlawanan' atas beberapa kebijakan Abdurrahaman Wahid di atas, terutama yang berkaitan dengan seiumlah mutasi para perwira, yang dibuktikan dengan penolakan mereka atas Maklumat Presiden (Dekrit) dan dukungan mereka atas Sl MPR 2001.
Dengan menggunakan teknik wawancara yang mendalam dengan para pelaku (tokoh) penting di sipil maupun militer selama Abdurrahman Wahid menjabal Presiden Rl dan studi pustaka, dikumpulkan dan diverifikasi data-data itu, kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif. Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana pola hubungan sipil-militer di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, sejauhmana reposisi militer berlangsung di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, dan apakah pemerintahan Abdurrahman Wahid mampu membuat hubungan sipil-militer yang betul-betul mencerminkan adanya reposisi militer dari domain politik dan terbentuknya supremasi sipil yang akan mendukung demokratisasi di Indonesia ?.
Untuk itu, kerangka teori yang penulis gunakan dalam melihat hubungan sipil-militer di masa pemerintahan Abdurrahaman Wahid, pertama, bisa dijelaskan dengan teorinya Perimuller (1980), Huntington (1959) dan Welch (1970) yang melihat faktor eksternal militer menjadi penyebab munculnya intervensi. Sedangkan Finer (1988) dan Nordlinger (1994) melihal faktor internal militer (kepentingan militer) sebagai penyebab terjadinya intervensi militer ke domain sipil. Kedua, Alfred Stepan (1998) tentang pengurangan hak istimewa militer dan otorilas politik militer serta Sundhaussen (1985) tentang alasan dan syarat penarikan diri militer dari wilayah politik. Ketiga, Perlmutler (1980) dengan teori fusionist (peleburan)-nya menjelaskan tentang model-model hubungan sipil-militer di dunia ketiga. Keempat, berkaitan dengan variasi dominasi militer banyak dilakukan oleh Huntington (1959), Monis Janowilz (1964), Claude E. Welch (1970), David E. Albright (1980), Qrouch (1985) dan Nordlinger (1994), yang menjelaskan model dominasi militer dalam pemerintahan sipil sesuai dengan posisi dan peran mililer di dunia ketiga.
Berdasarkan metode penelitian dan kerangka teoritik di atas, beberapa temuan penting hasil studi, analisis dan kesimpulan sebagai berikut : Pertama, posisi militer pasca Orde Baru masih kuat, Kedua, militer pasca Orde Baru telah melakukan beberapa perubahan internal yang merupakan jawaban atas tuntutan dan tekanan publik. Ketiga, inkonsistensi reposisi militer dari politik praktis juga dilakukan oleh kekuatan sipil. Keempat, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid memang lelah menandai adanya upaya untuk mereposisi militer dan keinginan untuk memprofesionalkan tentara. Kelima, Hubungan Abdurrahman Wahid-militer awalnya harmonis, namun tidak berlangsung Iama, sebab Abdurrahman Wahid terlalu mengakomodasi ?kelompok moderal? TNI yang menghendaki terciptanya militer profesional dan meninggalkan kelompok yang masih memperlahanlkan status quo dimana TNI tidak hanya berfungsi sebagai ?pemadam kebakaran? saja, tetapi sekaligus menolak prinsip supremasi sipil. Presiden dianggap lerlalu jauh melakukan intervensi ke tubuh TNI, sehingga kelompok konservatif mampu mengkonsolidasikan kekuatannya bekerja sama dengan kelompok sipil (Iawan polilik Abdurrahman Wahid) menolak Maklumat Presiden dan menggelar Sl-MPR.
Keenam, cita-cita penegakan prinsip supremasi sipil pada era kepemimpinanan Abdurrahman Wahid dapat disimpulkan gagal. Hal ini disebabkan oleh dua hal ; (1) presiden, parlemen dan para elite partai polilik menjadi titik lerlemahnya. Konflik yang berujung pada fragmentasi di antara kekuatan sipil telah membuka pintu bagi militer untuk terlibat dalam politik praktis. Keterlibatan militer ini ditunjukkan melalui dukungannya lterhadap penyelenggaraan Sl MPR dan, (2) secara ideologis, militer belum sepenuhnya bersedia menarik diri dari domain polilik praktis. Karena, secara substansi, doktrin dan keyakinan anggola mililer belum berubah. Selain itu, keengganan militer unltuk back to barrack karena pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi anggaran, kesejahteraan dan fasilitas untuk menjadikan militer yang profesional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T12239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisyaroh
"Gagasan dernokrasi merupakan hal yang senantiasa aktual unmk diperbincangkan. Penghargaannya atas prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan, dianggap memiliki nilai universal dan relevan dengan hakikat kehidupan umat manusia. Di Indonesia, tumbangnya rezim Orde Baru menghidupkan kembali ide-ide demokrasi. Sistem politik pun berangsur-angsur berubah. Demokrasi menjadi slogan utama dan tema di setiap pembicaraan sosial dan politik, bahkan demokrasi pun dikaitkan dengan realitas dan tradisi keagamaan.
Para pemikir, cendikiawan dan pengamat demokrasi tak henti-hentinya mengusung gagasan demokrasi yang relevan dengan konteks kehidupan bangsa Indonesia. Tentu saja, nilai-nilai tradisi sosial dan keagamaan tidak lepas dari pertimbangan. Dalam konteks inilah, pemikiran Gus Dur memiliki kontribusi yang sangat panting. Tesis ini hendak menjelaskan pemikirannya tentang demokrasi, sejauh mana pemikiran keagamaan membentuk pemikiran Gus Dur dan menyesuaikannya dengan gagasan demokrasi dan implikasi pemikirannya bagi pcrkembangan demokrasi di Indonesia.
Pemikiran Gus Dur ditelaah berdasarkan teori dan konsep tentang demokrasi, demokratisasi, civil society dan sosialisasi politik. Dari uraian gagasan dan pemikirannya, tampak bahwa Gus Dur menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Proses menuju terciptanya suasana demokratis diperjuangkan olehnya lewat berbagai peran sosial dan politik yang ia jalani. Latar belakang kultur agama yang kuat turut memperkuat dukungannya terhadap konsep demokrasinya. Bahkan ia berani, tegas dan teguh menyatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi. Islam memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan demokrasi.
Sikap kritis terhadap pemerintah menunjukkan penghargaan atas kedaulatan rakyat. Konsep masyarakat sipil terwujud jika kedaulatan berada di Iangan rakyat. Sentuhan pemikiran Islam dan Barat dalam karir intelektualnya turut mempengaruhi sikap toleransi yang ia miliki. Karena itu pula, pemikirannya seringkali dianggap sebagai representasi dari kehendak rakyat pada level bawah. Meski demikian, ia juga sosok yang unik dan kontroversial. Dalam keteguhan pendirian, terkadang ia harus berbenturan dengan berbagai pihak. Baginya, hal ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi.
Implikasi teori dari penelitian ini menunjuldcan bahwa pada umumnya pemikiran Gus Dur tentang demokrasi relevan dengan demolcrasi itu sendiri khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai pluralisme. Hal ini sekaligus mendukung teori demokrasi sebagai salah satu sistem politik yang paling relevan bagi kehidupan sosial-politik yang sangat majemuk di Indonesia.

Democracy is always actual idea to be discussed. Its appreciation of freedom and equal principles is assumed to have a universal value. They are also relevant with the substance of human life. In Indonesia, the fall of New Order has generated the idea of democracy. Democracy becomes main topic and slogan in every social and political discussion, and it is also tried to be linked with religious tradition and reality.
Thinkers, scholars, and academicians always support the idea of democracy which is said as relevant with the life of Indonesia. Of course, socio-religious traditional values are still considered. In that context, the idea of Gus Dur has an important contribution. This thesis tries to explain the idea on democracy; the role of religious values which is shaped GuDur ideas on democracy and adjust it with democracy; and its implication on democracy in Indonesia.
The idea of Gus Dur is examined with theory and concept of democracy, democratization, civil society, and political socialization. From the description of his ideas and thoughts, it seems that Gus Dur supports the values of democracy. Process in realizing democratic situation in fought by him through his social and political role. His strong background on religious culture strengthens his support on his concept of democracy. Even he is brave, assertive, and tough to state that Islam is compatible with democracy. Islam has significant contribution for the advancement of democracy.
His critical perception toward the government shows his appreciation on peop|e's sovereignty. The concept of civil society will be realized if the people have the sovereignty. His experience with Islamic and Westem ideas contributes to his tolerance attitude. Because of that , his ideas represent people's aspiration. Even tough, sometimes he is also unique and controversial because he must oppose other's opinion.
Theoretical implication of the research is that generally the ideas of Gus Dur on democracy relevant with democracy it sel£ especially pluralism. It is relevant with theory of democracy as a political system with plural social and political life of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Putri Indriany
"Abdurrahman Wahid adalah figur yang menarik dan pemikirannya tentang hubungan Islam dan negara yang disertai argumen-argumen dan praksis yang sering kontroversial, telah menjadi salah satu arus besar dalam khasanah intelektual dan perpolitikan kontemporer di Indonesia. Dalam hal ini, selain mempunyai implikasi secara normatif-substansial, Abdurrahman Wahid secara empirik-prosedural memainkan peran yang lebih besar dan berimplikasi luas dalam realitas politik. Hal ini dikarenakan Abdurrahman Wahid dalam aktivitasnya lebih kuat warna politiknya daripada warna akademisnya. Hal ini kemudian yang menyulitkannya untuk mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang guru bangsa, yang dapat berdiri di atas semua golongan dan kelompok kepentingan.
Penelitian yang dititikberatkan pada library research ini dimaksudkan untuk memetakan, menggambarkan dan menganalisis penolakan Abdurrahman Wahid terhadap negara Islam di Indonesia. Dari pemetaan ditemukan bahwa penolakan Abdurrahman Wahid tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam satu pemahaman, 'secara normatif-substansial atau secara empirik-prosedural; karena pemikiran Abdurrahman Wahid secara normatif dan empirik, ditemukan butir-butir pemikirannya yang berkelindan satu sama lain.
Penerimaan Abdurrahman Wahid terhadap Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk finalitas negara bangsa di Indonesia, dan masyarakat Indonesia demokratis yang dicita-citakannya; adalah wujud dari penolakannya terhadap gagasan masyarakat atau negara Islam di Indonesia dari kalangan Islam modernis.
Walaupun secara umum, praktek politik Abdurrahman Wahid liberal dan sekuler, tetapi gagasannya tentang negara berakar dan dielaborasi dari keyakinan Abdurrahman Wahid terhadap Islam, baik Islam sebagai nilai-nilai ajaran maupun Islam sejarah. Sikap Abdurrahman Wahid yang moderat, inklusif, dan eklektis pada dasarnya adalah pengaruh ke-NU-annya yang sangat diwarnai oleh tradisi Sunni."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Prihatin
"Salah satu tokoh publik yang memiliki perhatian terhadap ide demokrasi adalah Abdurrahman Wahid. SeIain itu ia juga dikenal sebagai pemimpin organisasi. Tentu menjadi pertanyaan, sebagai pemimpin, apakah dia menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan perilaku politik individual yang dilakukannya? Pertanyaan lain, apakah dia tergolong pemimpin demokratis, atau justru sebaliknya pemimpin yang otoriter? Inilah pertanyaan kunci yang menjadi fokus pembahasan dalam tesis ini.
Untuk menjawab pertanyaan ini dibuatlah kerangka berpikir tertentu. Pertama, yang dimaksud perilaku politik Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi dibatasi pads tindakan politik berupa pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis. Disebut penting dan strategis karena keputusan tersebut dapat mempengaruhi upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi, platform dan program organisasi, juga mempengaruhi kinerja organisasi.
Pada sisi lain keputusan tersebut mempunyai dampak politis yang cukup besar, baik bagi posisi Abdurrahman Wahid sendiri maupun bagi organisasi yang dipimpinnya. Kedua, untuk menilai kepemimpinan Wahid tersebut dipilih beberapa kasus yang relevan selama dia menjadi pemimpin, baik di NU, PKB maupun pemerintahan. Ada tujuh kasus yang menjadi bahan analisis. Kasus tersebut adalah penetapan khittah NU tahun 1984, pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992, perseteruan dengan Abu Hasan tahun 1994, pengangkatan Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum DPP PKB tahun 1998, bongkar pasang kabinet di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, pemberhentian Surojo Bimantoro sebagai kapolri tahun 2001 serta keluarnya Dekrit Presiden 22 Juli 2001. Ketiga, untuk menilai perilaku politik Wahid dalam konteks pengambilan keputusan tersebut digunakan sudut pandang nilai-nilai demokrasi. Karena itu, elaborasi kerangka konseptual dan teoritis diambil dari teori-teori dasar tentang demokrasi. Untuk menetapkan parameter perilaku, maka dilakukan elaborasi terhadap pendekatan perilaku politik yang biasa digunakan dalam ilmu politik.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian jenis ini bertujuan menyingkap informasi yang terperinci tentang gejala politik tertentu. Dalam penelitian ini gejala politik dimaksud adalah pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis yang dilakukan oleh tokoh yang diteliti. Unit analisanya adalah individu, yakni Abdurrahman Wahid. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Walau unsur subyektivitas peneliti tak mungkin dihilangkan sepenuhnya, sebuah deskripsi adalah representasi obyektif dari fenomena yang diteliti. Analisa dan interpretasi data menjadi unsur penting dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui tiga cara, yakni pengamatan tak langsung, wawancara dan studi kepustakaan.
Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode berpikir induktif, yaitu suatu proses penalaran dari khusus ke umum. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan dari beberapa kasus yang diteliti. Generalisasi dilakukan dengan berpedoman pada nilai-nilai demokrasi sebagai instrumen pengukurnya.
Dengan sudut pandang nilai-nilai demokrasi, basil penelitian menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi cenderung bertindak otoriter dalam mengambil keputusan. Kecenderungan otoriter ini nampak lebih jelas lagi bila berkaitan dengan pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu.
Pada awalnya, dia itu demokratis sebagaimana terlihat dalam kasus penetapan khittah NU tahun 1984 dan ,kasus pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992. Namun dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan menguatnya posisi dan peran dia, kecenderungan otoriter mulai nampak.
Ini berarti Wahid tidak menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan tindakan politik individual yang dilakukannya. Namun demikian, penelitian ini memperlihatkan pula visi lain, bahwa dalam hal kebebasan, Wahid masih konsisten untuk menjaganya. Betapapun dia cenderung otoriter dalam lima kasus yang diteliti, Namun dia tak pernah mengurangi kadar kebebasan pihak lain. Dia tak pernah melarang apalagi membungkam pikiran dan pendapat orang, sekalipun itu berbeda dengan pikirannya.
Begitulah, kesimpulan ini hanya berlaku untuk kasus-kasus pengambilan keputusan yang dimaksud dalam penelitian ini. Namun demikian, satu hal bisa diambil generalisasi, sejauh keputusan itu menyangkut pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu, maka kesimpulan penelitian ini kemungkinan besar tak akan bertentangan bila diterapkan pada kasus lain di luar kasus-kasus yang diteliti di sini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>