Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susi Yuliawati
"Nyeri yang dirasakan individu adalah pengalaman subjektif dan bervariasi yang. merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh. Nyeri dapat diatasi dengan A menggunakan obat-obatan (farmakologik) dan non farmakologik. Oleh karena itu penting bagi perawat mengatasi nyeri pasien untuk memberikan kenyamanan, baik melalui tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri perawat adalah manajemen nyeri non farmakologik, diantaranya adalah teknik distraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas teknik distraksi dalam mengurangi nyeri pasien yang dilakukan appendiktomi pada hari rawat pertama. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dari eksgerimental dengan teknik teknik one group dan tanpa kelompok kontrol. Sampel pada penelitian adalah pasien paska appendiktomi hari pertama yang diambil di Ruang Perawatan Bedah Syifa RS. Haji Jakarta. Pengumpulan data dilakukan pada 30 orang sampel yang telah diseleksi sesuai kriteria yang ditentukan. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan perhitungan statistik single sample. Data hasil penelitian diketahui bahwa teknik distraksi efektif dalam mengurangi intensitas dan lama nyeri, tetapi tidak untuk frekuensi nyeri."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5223
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christella Natalia P
"Latar Belakang: Prosedur pembedahan dekompresi dan stabilisasi posterior menimbulkan nyeri pascabedah yang mengganggu proses penyembuhan dan mobilisasi dini pasien. Blok TLIP klasik dan modifikasi efektif mengurangi nyeri perioperatif pembedahan tulang belakang. Penanganan nyeri yang baik akan mempercepat proses penyembuhan dan mobilisasi pascabedah.
Tujuan: Membandingkan efektivitas antara blok TLIP klasik dan modifikasi sebagai analgesia perioperatif pada prosedur dekompresi dan stabilisasi posterior thoracolumbar terhadap kebutuhan fentanyl intraoperasi, stabilitas hemodinamik intraoperasi, rerata qNox intraoperasi, total kebutuhan morfin pascabedah, rerata NRS pada 6 dan 12 jam pascabedah dan konsentrasi Intraleukin 6 pada 6 dan 12 jam pascabedah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, uji klinis acak tersamar tunggal dengan 24 subjek pembedahan dekompresi dan stabilisasi posterior lumbal di Instalasi Bedah Pusat RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Subjek dirandomisasi dalam dua kelompok: kelompok blok TLIP klasik (n-12) dan modifikasi (n=12). Kedua kelompok mendapat bupivakain 0,25% total volume 20 cc stiap sisi. Data yang diolah berupa rerata qNox, fentanyl intraoperatif, total morfin 24 jam pascabedah, rerata NRS pada 6 dan 12 jam pascabedah dan konsentrasi IL-6 pada 6 dan 12 jam pascabedah.
Hasil: Rerata qNox, total morfin 24 jam pascabedah, rerata NRS dan IL-6 pada 6 dan 12 jam pascabedah tidak berbeda bermakna pada grup TLIP klasik dan modifikasi. Total konsumsi fentanyl intraoperatif pada grup TLIP modifikasi berbeda bermakna dibandingkan TLIP klasik (p<0,05).
Simpulan: Blok TLIP modifikasi lebih efektif mengurangi kebutuhan opioid intraoperatif dibandingkan blok TLIP klasik pada prosedur dekompresi dan stabilisasi posterior thoracolumbar.

Background: Posterior Stabilization and Decompression procedures are related with severe postoperative pain and stres response. Both modified and classic Thoracolumbar Interfascial Plane Block proven reduced pain perioperatively. Adequate analgesia perioperatively fasten recovery and mobilization postoperatively.
Objective: Compare effectiveness of modified and classic TLIP block as perioperative analgesia in thoracolumbar decompression and posterior stabilization procedures in hemodynamic stability intraoperatively, total fentanyl consuption intraoperatively, mean qNox intraoperatively, total morphine consumpetion postoperatively, mean NRS and Interleukin 6 at 6 and 12 hours postoperatively.
Methods: this study was an experimental, single-blind, randomized controlled trial of 24 subjects who underwent thoracolumbar decompression and posterior stabilization at Central Surgical Unit at RSUPN dr. Cipto Mangunkusuo Jakarta. Subjects were randomized into two groups: Modified TLIP group (n=12) and Classic TLIP group (n=12). Both were received marcain 0,25% 20 ml each side. Data intraoperative taken were intraoperative fentanyl, hemodinamic stability and mean qNox. Data postoperative taken were total morphine 24 hours, IL-6 6 and 12 hours and mean NRS. Data analysis taken with Mann-Whitney and unpaired t test.
Results: Hemodinamic stability, mean qNox, total morphine 24 hours, mean NRS, IL-6 postoperatively were not significantly different (p>0,05). Only total intraoperative fentanyl were significantly lower in modified TLIP group compared classic TLIP group.
Conclusion: Modified TLIP group was more effective to decrease intraoperative opioid compare to classic TLIP group. Modified TLIP group were not significantly reduce opioid consumption, IL-6, mean NRS postoperatively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra R Siregar
"[Latar Belakang : Levobupivakain saat ini sudah sering digunakan dalam blok perifer pada berbagai macam operasi, selain memiliki efek toksik yang sama rendahnya dengan ropivakain, juga memiliki durasi yang lebih panjang bila dibandingkan dengan ropivakain. Pada operasi mata telah banyak dilaporkan durasi analgesia blok dengan levobupivakain, namun belum ada yang membandingkan secara langsung perbedaan durasi analgesia blok peribulbar levobupivakain 0,5% dengan ropivakain 0,75% yang dikombinasikan dengan anestesia umum pada operasi scleral buckling. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda di instalasi bedah mata RSUPN Cipto Mangunkusumo. Sampel sebanyak 44 pasien operasi ablasio retina teknik scleral buckling yang dilakukan randomisasi menjadi 2 kelompok perlakuan: kelompok kombinasi anestesia umum dengan blok peribulbar levobupivakain 0,5% dan kelompok kombinasi anestesia umum dengan blok peribulbar ropivakain 0,75%.

Background: Levobupivakain now days is often being used in the perifer block technique in many kind of operations, Levobupivakain has the same low toxicity effect as ropivakain, but it has longerr duration than ropivakai. Block anesthesia (using levobupivakain) duration in eye operation has been reported, but none has compared the differences of the duration between block peribulbar analgesia using levobupivakain 0,5% and ropivakain 0,75% combined with general anasthesia in scleral buckling operation. Methods: This research is a double blind clinic trial conducted at the Ophtalmology Departement RSUPN Cipto Mangunkusumo. There were 44 samples, consisted of patients who undergone ablatio retina operation with sclera buckling technique. The samples were randomized into two groups : The combination between general anesthesia with levobupivakain 0,5% group and the combination between general anesthesia with peribulbar block using ropivakain 0,75% group., ]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pryambodho
"Latar belakang: Teknik CIEA untuk analgesia persalinan belum banyak digunakan dibandingkan teknik ILA yang sudah lebih populer. Secara teori teknik CIEA dapat memberikan analgesia yang lebih stabil dibandingkan ILA. Untuk itu dilakukan uji klinis prospektif untuk membandingkan keefektifan teknik CIEA menggunakan pompa infus portabel dengan teknik ILA sebagai kontrol.
Metode: Sebanyak 72 parturien yang memenuhi krnteria penerimaan dibagi secara randomisasi menjadi 2 kelompok yaitu 36 parturien mendapat teknik ILA menggunakan ropivakain 3,75mg plus martin 0,2mg sedangkan 36 Iainnya mendapat teknik CIEA menggunakan ropivakain O,15% plus fentanil 2 µglmL untuk analgesia persalinan. Dilakukan pencatatan berkala sejak sebelum tindakan sampai 12 jam pasca tindakan penelitian terhadap variabel-variabel visual analogue pain scale (VAPS), skor Bromage, efek samping yang ditimbulkan (hipotensi, gangguan buang air kecil, pruritus dan mual-muntah), lama persalinan, jenis persalinan, skor APGAR bayi yang dilahirkan, dan tingkat kepuasan parturien.
HasiI: Secara deskriptif teknik CIEA menghasilkan nilai median VAPS yang lebih rendah dibandingkan ILA untuk menit ke 30,60,120,300 dan kala II ( 2 vs 3; 1 vs 3,5 ; 2 vs 5; 2 vs 5; dan 3 vs 6). Teknik CIEA menghasilkan skor Bromage 0 yang lebih besar dibandingkan ILA namun secara statistik tidak berbeda bermakna (83,3% vs 77,8%, p>0,05). Teknik CIEA menghasilkan efek samping yang pada umumnya lebih sedikit dibandingkan teknik ILA (hipotensi 0% vs 6,3%; gangguan buang air kecil 26,7% vs 50,0%; pruritus 30,0% vs 28,1%; mual-muntah 63,3% vs 96,9%) namun secara statistik hanya efek samping mual-muntah yang berbeda bermakna (p<0,05). Lama persalinan kala I (230,54 menit) pada teknik CIEA Iebih panjang dibandingkan ILA (194,00 menit) namun tidak berbeda bermakna. Demikian pula halnya pada lama persalinan kala II (27,89 menit pada CIEA vs 38,47 menit pada ILA). Banyaknya persalinan pervaginam pada CIBA (77,8%) walaupun lebih kecil tetapi tidak berbeda bermakna dengan ILA (83,3%). Persalinan spontan pervaginam tanpa instrumenlasi pada CIEA (85,7%) lebih banyak dibandingkan ILA (76,7%) namun secara statistik juga tidak berbeda bermakna. Skor APGAR >7 pada menit pertama untuk bayi yang dilahirkan dengan teknik CIEA (94,4%) relatif sama dengan ILA (91,7%), sedangkan untuk skor APGAR menit kelima pads kedua kelompok tersebut semuanya >7 (100% vs 100%). Tingkat kepuasan parturien pada kelompok CIEA (92,9% puas sampai dengan puas sekali) juga tidak berbeda bermakna dengan kelompok ILA (86,7%).
Kesimpulan: Teknik CIEA lebih efektif untuk mengatasi nyeri persalinan sejak menit ke 30 pasca tindakan sampai dengan kala II dibandingkan teknik ILA.Teknik CIEA menghasilkan efek samping hipotensi, pruritus dan gangguan buang air kecil yang tidak berbeda bermakna dibandingkan ILA, sedangkan efek samping muaI-muntah pada CIEA Iebih rendah dibandingkan ILA dan berbeda bermakna. Teknik CIEA menghasilkan efek blok motorik, lama persalinan, jenis persalinan, skor APGAR bayi yang dilahirkan dan tingkat kepuasan parturien yang tidak berbeda bermakna dengan ILA.

Background; CIEA for labor analgesia is rarely done eventhough theoretically it could provide more stable level of analgesia compared with ILA as the most popular technique in Indonesia. This prospective randomized controlled trial compared the efectivity of CIEA using ambulatory infusion pump for labor analgesia with ILA as control.
Method: Seventy two parturients was enrolled according to criteria of inclusion and randomized into 2 groups, each had 36 parturients. One group received ILA using ropivacaine 3,75 mg plus morphin 0,2 mg and the other received CIEA using ropivacaine 0,15% plus fentanyl 2 .tglmL. Some variables were recorded from preanesthetic procedures to 12 hours post procedures, including visual analogue pain scale (VAPS), Bromage score, side effects (hypotension, retensio urine, pruritus, and nausea-vomiting), duration of labor, mode of labor, APGAR score of newborn, and the level of parturients' satisfaction.
Result: Descriptively, CIEA group showed smaller median value of VAPS at 30,60,120,300 minutes and second stage of labor, compared with ILA ( 2 vs 3; 1 vs 3,5 ; 2 vs 5; 2 vs 5; and 3 vs 6): CIEA group showed more parturient with Bromage score null than ILA group, but statistically indifferent (83,3% vs 77,8%, p>0,05). CIEA group showed less side effects than ILA group (hypotension 0% vs 6,3%; retensio urine 26,7% vs 50,0%; pruritus 30,0% vs 28,1%; nausea-vomiting 63,3% vs 96,9%), however only nausea-vomiting variable that showed significan difference (p<0,05). Duration of the first stage of labor (230,54 minutes) in CIEA group was longer but statistically indifferent with ILA group (194,00 minutes)_ Duration of the second stage of labor was also statistically indifferent (CIEA 27,89 minutes vs ILA 38,47 minutes). The number of vaginal delivery in CIEA group (77,8%) was less than ILA group (83,3%) but indifferent. The number of spontaneus vaginal delivery (uninstrumented) in CIEA (85,7%) was higher than ILA group (76,7%) but indifferent. The newborn's APGAR score more than 7 at the first minute in CIEA group (94,4%) looked similar to ILA group (91,7%), while the APGAR score more than 7 at the fifth minute for both groups are 100%. The level of parturients' satisfaction also showed indifferent (in CIEA group 92.9% parturients was satisfied to very satisfied vs ILA 86,7%).
Conclusion: CIEA technique was more efective than ILA to reduce labor pain from minute 30 post procedure to the second stage of labor. CIEA technique showed indifferent in hypotension, pruritus, and retensio urine, as side effects of labor analgesia compared with ILA, but CIEA produced significantly less nausea-vomitting than ILA. CIEA technique produced the same level of motoric blockade, duration of labor, mode of labor, newborn's APGAR score, and the level of parturients' satisfaction as ILA technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zain Ichwan
"Latar belakang : Analgesia subarachnoid disertai pemberian obat sedasi secara infus kontinyu memberikan efek sedasi, amnesia dan ansiolisis yang dapat diprediksi mula kerja,pemulihan,efek samping yang minimal sehingga pasien merasa lebih aman, nyaman setelah dilakukan prosedur pembedahan yang merupakan bagian teknik layanan anestesi bermonitor (Monitored Anesthesia Care, MAC)
Metode : 98 pasien usia 15-60 tahun dengan klasifikasi ASA 1-II yang akan menjalani operasi abdomen tengah kebawah dibagi dalam 2 kelompok dengan analgesia subarachnoid dan pemberian infusi propofol bolus 0,5 mg/kg pemeliharaan 35 Fig/kg/menit dan infusi midazolam bolus 0,05 mg/kg pemeliharaan 0,35 µg/kg/menit, kemudian dinilai keefektifan sedasi, amnesia, ansiolisis Berta dimonitor perubahan hemodinamik dan efek samping yang terjadi.
Hasil : Keefektifan tingkat sedasi kelompok propofol pads menit ke 60 sebesar 72,9% dan kelompok midazolam 77,1%,dengan uji statistik (p>0,05)
Untuk tingkat kecemasan kelompok propofol pada menit ke 15 pasien berkurang kecemasan sebesar 91,7% dan kelompok midazolam sebesar 93,7%,dengan uji statistik (p>0,05).Amnesia yang terjadi pada kelompok propofol sebanyak 16,7% dan kelompok midazolam 54,2%,dengan uji statistik (p<0,05).
Kestabilan hemodinamik kedua kelompok bail( dan efek samping yang terjadi tidak berbeda bermakna (p>0,05),kecuali pada kelompok propofol cenderung dapat mengurangi mual dan muntah (p=0,056}.
Kesimpulan : Pemberian infusi pmpofol 0,5 mg/kg pemeliharaan 35 µg/kg/menit tidak lebih efektif dalam memberikan efek sedasi, ansiolisis dibanding infusi midazolam 0,05 mg/kg pemeliharaan 0,35 µg/kg/menit. Efek amnesia lebih unggul pada kelompok midazolarn dibanding kelompok propofol.

Background: In addition to Subarachnoid analgesia, giving sedation infusion continously will affect sedation effect, amnesia, and anti-anxiety. The process can predict starting time, recovery, minimum side effects, in order to obtain securability, and comfortability of patients. It is important to the patients after undergo surgical operation using Monitored Anesthesia Care (MAC).
Methods: Samples consist of 98 patients of 15-60 year age which conform ASA I-11 classifications. The patients underwent lower abdominal surgery and lower extremity_ The patients were divided into 2 groups. The First group was treated using subarachnoid analgesia, bolus propofol infusion at 0.5 mg/kg, and maintenance at 35 p.g/kglminute. The second group was treated using subarachnoid analgesia, bolus midazolam infusion at 0.05 mg/kg, and maintenance at 0,35 fig/kg/minute. After that, the value of sedation effectiveness, amnesia, and anti-anxiety were investigated. Also, hemodinamic value and side effects were monitored.
Results: Sedation score effectiveness of propofol group at sixtieth minute was 72.9% and that of midazolam group was 77.1% (using statistical test with p > 0.05).
For anxiety score, the value of propofol group, at fifteenth minute, reduce into 91.7% and that of midazolam group became 93.7% (using statistical test with p > 0.05). The value of Amnesia of propofol group was 16.7% and that of midazolam group was 542% (using statistical test with p < 0.05).
Hemodinamical stability of both groups was good. Side effect occurs was not different (at p > 0.05), except for propofol group tends to reduce nausea and vomiting (p = 0.056).
Conclusions: Giving propofol infusion at 0.5 mg/kg and maintenance at 35 p.glkg/minute was less effective in sedation effect, anti-anxiety compared to midazolam infusion at 0.05 mg/kg and maintenance at.0.35 fig/kg/minute. Amnesia effect for midazolam group better than that of propofol group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caesariyo Suwardi
"Latar Belakang : Hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pads analgesia spinal, khususnya pada pasien obstetrik. Hipotensi terjadi karena blok simpatis. Salah satu cara untuk menurunkan insiden hipotensi adalah dengan menurunkan dosis obat analgetika lokal dan kombinasi dengan opioid untuk analgesia intra dan postoperatif. Fentanil intratekal memiliki mule kerja yang lebih cepat dibanding morfin dan memberikan analgesia postoperatif yang cukup singkat. Intratekal fentanii menurunkan ketidaknyamanan ibu intraoperatif saat penarikan peritonium atau manipulasi uterus.
Metode : 86 ibu hamil yang akan menjalani operasi bedah sesar elektif maupun darurat dibagi secara random dalam 2 kelompok. Kelompok I diberikan 10 mg bupivakain 0,5% hiperbarik plus 12,5 µg fentanil dan Kelompok II diberikan 12,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik. Tinggi hambatan maksimal, masa kerja dan masa pulih sensori diuji menggunakan uji pin-prick. Mula kerja, masa kera dan masa pulih motorik dinilai dengan skala Modifikasi Bromage. Tekanan darah, frekuensi denyut nadi dan frekuensi nafas dicatat setiap 2 menit dalam 20 menit pertama. Insiden hipotensi, mual muntah, pruritus dan depresi nafas dicatat.
Hasil : Data demografik dan data dasar tidak berbeda bermakna. Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kelompok fentanil dan kontrol (39,5% banding 48,8%;p0,05). Median tinggi maksimal blok sensori tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (T5 ; pp0,05). Masa kerja dan mesa pulih hambatan sensori lebih lama pada kelompok fentanil dibanding kontrol (104,21129,199 vs 72,60+19,538 merit ; 153,21+30,671 vs 124,88+21,001 menit ; p<0,05). Mula kerja, masa kerja dan masa pulih lebih singkat pada kelompok fentanil dibanding kontrol (99,44+20,466 vs 65,95+17,845 minute ; 49,60+18,611 vs 114,14+11,823 minute ; p<0,05). Insiden mual muntah tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada pasien pada kedua kelompok mengalami insiden depresi nafas. Insiden pruritus berbeda bermakna (p0,05).
Kesimpulan : Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Dosis bupivakain yang lebih rendah akan menyebabkan masa kerja blok motorik lebih singkat tanpa berpengaruh pada blok sensori. Penambahan fentanil intratekal akan memperpanjang masa kerja hambatan sensori. Insiden pruritus berbeda bermakna pada kelompok fentanil jika dibandingkan dengan kelompok bupivakain.

Backgrounds : Hypotension was the most common complication from spinal analgesia, especially in obstetric patients. Hypotension developed because of sympathetic blockade. One method to reduced hypotension incidence in caesarean section was to reduced the doses of local analgesic drugs and combined with opioid for intro and post operative analgesia. Intrathecal Iipophilic opioid had faster onset of sensory blockade than morfine and produced a brief post operative analgesia. Intrathecal fentanyl decreased maternal discomfort intraoperatively when peritoneum pulled or uterus exteriozation.
Methods : 86 parturients undergoing elective or emergency cesarean section were randomized into one of 2 groups. In Group I, spinal analgesia was performed with 10 mg 0,5% hyperbaric bupivacaine plus 12,5 pg fentanyl and in Group II with 12,5 mg 0,5% hyperbaric bupivacain. The maximum sensory blockade, duration of analgesia and recovery time were test using pin prick test. Onset, duration and recovery of motor block were assessed using modified Bromage scale. Blood pressure, heart rate and respiration rate were recorded every 2 minute in first 20 minutes. The incidence of hypotension, nausea vomitting, pruritus and respiratory depresion were recorded
Results : There were no significant differences in demographic and baseline value. Incidence of hypotension did not significantly different between fentanyl group and control (39,5% versus 48,8%;p>0,05). The median maximum block height did not significantly different between two groups (5 ; p>0,05). Duration of analgesia and sensory recovery time was significantly longer in fentanyl group compared to control (104,211_29,199 vs 72,60119,538 minute ; 153,21130,671 vs 124,88±21,001 minute , p<0,05). Onset of motor blockade did not significantly different between two groups. Duration and recovery time of motor blockade was more shorter in fentanyl group compared to control (99,44+_20,466 vs 65,95±17,845 minute ; 49,60±18,611 vs 114,14111, 1,823 minute ; p<0,05). Incidence of nausea and vomitting did not significantly different between two groups. None of the patient in both groups had respiratory depresion episode. Pruritus was significantly different (p<0, 05).
Conclusion : Incidence of hypotension did not significantly derent between two groups. Smaller doses of bupivacaine results more shorter time of motor blockade with no effect on sensory block Adding fentanyl intrathecally will prolong the duration of analgesia. Pruritus incidence significantly derent with intrathecal fentanyl when compared with bupivacaine alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams Wilkins Health, 2013
617.964 COM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2003
616.047 2 PAI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
London : Bailliere Tindall, 2000
612.88 PAI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Churchill Livingstone , 1997
616.047 2 MAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>