Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5302 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri-Edi Swasono
Jakarta: Yayasan Hatta, 2010
320.51 SRI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Z. Ahmadi
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Trimurti, SK
Jakarta: Mutiara, 1978
342.02 Tri p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Bawazier
"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 telah memberikan tuntunan dan arahan yang jelas dalam membangun perekonomian Indonesia sebagaimana di rumuskan dalam Pasal 33 beserta Penjelasannya. Meski begitu, tuntunan dan arahan yang jelas mengharuskan peran aktif dan kehadiran negara di dalamnya serta mempunyai semangat kemandirian, yang dari rezim ke rezim belum sungguh-sungguh dilaksanakan. Peran negara dalam perekonomian semakin lemah karena semangat para penyelenggara negara belum sejiwa dengan amanat Pasal 33 tersebut. Penyimpangan demi penyimpangan masih terus te"
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 006 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yulfasni
"Salah satu komitmen penting yang dibuat Pemerintah Orde Baru ialah melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, sesuai dengan konsensus nasional.') Hal ini membawa akibat, Pemerintah sebagai pengemban Konstitusi berusaha untuk mewujudkan semua instruksi yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945 dengan segala cara (all out), termasuk Pasal 33.
Sehubungan dengan komitmen di atas, ada dua sikap penting yang dilakukan Pemerintah terhadap koperasi, yaitu :
Pertama, menargetkan pendirian Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh wilayah Indonesia, yang mengakibatkan koperasi eksis secara kuantitas.2) Maksudnya, secara kualitas keberadaan koperasi masih belum memadai karena belum mampu tampil sejajar dengan BUMN dan BUMS.
Kedua, untuk menunjang keberadaan koperasi, maka Pemerintah mengerahkan seluruh daya dan dana, berupa subsidi dan proteksi (yang secara tidak langsung melahirkan ketergantungan dan menghambat tumbuh kembangnya jiwa kewiraswastaan).')
Disadari atau tidak, tekad Pemerintah Orde Baru untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menyebabkan Pemerintah sebagai pengemban amanat Konstitusi berusaha dengan segala cara menghidupkan eksistensi koperasi sebagaimana adanya, artinya bentuk dan asasnya kelihatan seolah-olah sesuai dengan instruksi yang dikandung pasal 33 UUD 1945. Hal ini berakibat keberadaan koperasi tampak seperti dipaksakan.
Kita lupa untuk meneliti secara kritis apakah penerapan koperasi secara dogmatis, tanpa melakukan penafsiran ulang terhadap konsep koperasi, sudah tepat. Agaknya kini perlu dipertanyakan lebih lanjut tentang kecocokan konsep koperasi sebagaimana tertera dalam konstitusi dengan situasi dan kondisi masyarakat dewasa ini, dan juga tidak boleh dilupakan bahwa kemajuan teknologi telah mengakibatkan terjadinya banyak perubahan yang luar biasa hebatnya di tengah masyarakat; perubahan yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh para Pendiri Republik ini.
Adanya keeenderungan para teknokrat Indonesia untuk melaksanakan pasaI 33 UUD 1945 sebagai mana adanya, tanpa melihat secara kritis dan realistic mengenai esensi pokok yang dikandungnya. Kesalahterapan ini menyebabkan makin menumpuknya kendala-kendala yang harus diatasi koperasi agar dapat tampil setingkat dengan para pelaku ekonomi lainnya (Swasta dan BUMN) di tengah-tengah berlangsungnya ekonomi moderen.
Meskipun tugas dari Pemerintah adalah untuk mewujudkan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, namun hal ini tidak berarti bahwa pengkajian terhadap esensi dasar dari suatu aturan adalah haram. Janganlah hendaknya kata-kata murni dan konsekuen yang dicanangkan, menjadi belenggu yang merantai kaki sendiri yang sedang berlari dalam upaya mencapai tujuan.
Sebenarnya key word dari Pasal 33 UUD 1945 ialah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kernakmuran rakyat. Kalau dihubungkan dengan salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia, yakni untuk memajukan kesejahteraan umum, maka terlihat titik temunya. Singkat kata, key word tersebut adalah salah satu tolok ukur yang penting dalam menilai setiap tindakan atau kebijaksanaan perekonomian Indonesia, termasuk koperasi tentunya.
The Founding Fathers yang bijak bestari, jauh-jauh hari sudah mengingatkan akan pentingnya seorang pemimpin yang berpandangan luas dan bijaksana yang akan memberikan warna dalam menyelenggarakan negara. Hal ini dapat kita lihat dalam Penjelasan UUD 1945 yang berbunyi : 'Yang penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara ialah semangat penyelenggaraan negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin undang-undang dasar yang katanya menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, tapi apa bila semangat para penyelenggara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, maka undang-undang dasar tadi tidak ada artinya dalam praktek Sebaliknya, meskipun undang-undang dasar itu tidak sempurna tetapi jikalau semangat para penyelenggara negara pemerintahannya baik, maka undang-undang dasar itu tentu tidak merintangi jalannya negara.'4)
Dari kutipan di atas, terlihat jelas betapa Konstitusi Indonesia menekankan pentingnya faktor manusia yang menjadi penyelenggara negara, yang secara imptisit dinyatakan akan dapat menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam perundang-undangan, hingga dapat memperlancar jalannya pernerintahan menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang didambakan. Sehubungan dengan itu, pada Pembukaan UUD 1945 juga diingatkan untuk hidup dinamis dan tidak rergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi benruk kepada fikiran fikiran yang masih berubah?."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Ika Lanny
"Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai penerapan Pasal 33 UUD 1945 di bidang kelistrikkan dalam kasus permohonan judicial review atas UU No. 20 Tahun 2002 tentang Kelistrikkan adalah tenaga listrik harus tetap dikuasai oleh negara, dalam arti harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah (negara) atau dengan kemitraan bersama swasta nasional atau asing yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri, atau dengan melibatkan modal swasta nasional 1 asing dengan sistem kemitraan yang balk dan saling menguntungkan. Untuk itu, Indonesia perlu memberikan kesempatan yang Iuas kepada swasta nasional atau asing untuk ikut mengusahakan tenaga listrik, mengingat kebutuhan akan energi listrik di Indonesia semakin besar, sedangkan Pemerintah dan PLN kekurangan dana."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roziqin
"Kelahiran UU Migas dan perubahan Pasal 33 UUD 1945 penuh dengan perdebatan seputar peran negara dalam sektor perekonomian. Perdebatan ini tidak lepas dari perdebatan seputar signifikansi welfare state dalam bernegara, dan pada akhirnya berlanjut pada perdebatan mengenai bagaimana Hak Menguasai Negara (HMN) dalam sektor minyak bumi. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor- faktor yang dipermasalahkan dari minyak bumi di Indonesia, menjelaskan kebijakan pengelolaan minyak bumi di Indonesia pasca reformasi, dan menganalisis implementasi Pasal 33 UUD 1945 dalam sektor minyak bumi di Indonesia pasca reformasi berdasarkan analisis welfare state. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan narasumber dari pengamat migas dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Hasil penelitian adalah Indonesia mengalami masalah ketahanan energi dan tata kelola minyak bumi. Kebijakan sektor minyak bumi pasca reformasi banyak diwarnai liberalisasi karena adanya tekanan dari pihak asing sementara kebijakan energi nasional tidak dilaksanakan dengan konsisten. Indonesia sudah berusaha menerapkan sebagian Pasal 33 UUD 1945 di sektor minyak bumi dalam rangka mewujudkan konsep welfare state, yaitu adaya peran aktif negara dan upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Namun demikian, Indonesia belum menerapkan demokrasi ekonomi sebagaimana semangat awal Pasal 33 UUD 1945. Hal ini terutama karena masuknya paham ekonomi pasar yang berhasil menggeser demokrasi ekonomi. Dengan demikian, pasca reformasi Indonesia belum sepenuhnya melaksanakan konsep welfare state dalam sektor minyak bumi sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945.

The establishment of Law on oil and gas which came along with the the amendment of Article 33 on 1945 Constitution has sorrounded with debates about the state’s role in economic sector. These debates related with the significance of welfare state in national development and still continues on State’s Right in petroleum sector. This research aimed to analyze problematic factors of Indonesian oil, to describe management policies on oil sector post-reform, and to analyze implementation Article 33 of 1945 Constitution in Indonesian oil sector post-reform using Welfare State Analysis. This research uses qualitative and descriptive method that interviews oil-gas expert and also Audit Board of the Republic of Indonesia. This research founds that Indonesia has problems with energy security and oil management. The Indonesian policy on oil sector after reformation mostly uses liberalization paradigm because of foreign pressure while national energy policy hasn’t been implemented consistently. Indonesia has been trying to implement part of Article 33 of 1945 Constitution in order to implement the welfare state concept, which are the efforts to make society prosperous. However, Indonesia hasn’t implement democratic economy as the initial spirit of Article 33 of 1945 Constitution. Such condition mainly due to market economy spirit influence which shifted the economic democracy. To conclude, after reformation Indonesia hasn’t fully implement welfare state concept in oil sector as stated in Aticle 33 of 1945 Constitution.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kurniadi
"Industri migas merupakan industri strategis bagi bangsa Indonesia. Selain industri migas menyumbang sekitar 30% untuk APBN, Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan cadangan minyak terbesar di kawasan asia tenggara. Cadangan minyak ini menjadi aset yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia untuk melakukan pembangunan. Tentunya aset berharga ini tidak akan menghasilkan apa-apa jika pengeleloaan terhadap aset ini tidak dilakukan dengan baik. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kegiatan investasi yang lain karena Industri migas merupakan industri yang pada modal (high cost), padat teknologi (high technology), padat resiko (high risk) dan membutuhkan eksplorasi secara terus menerus untuk mempertahankan produksi.Untuk itu dalam setiap Kontrak Kerja Sama Migas di Indonesia memuat klausul pengembalian setiap biaya operasi yang dikenal dengan Cost Recovery yang diberikan dalam bentuk In-Kind. Pemberian pengembalian biaya dalam bentuk In-Kind ini menarik untuk dikaji dengan menggunakan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengamanatkan kepada Negara untuk memanfaatkan sumber daya alam Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada akhirnya disimpulkan bahwa Cost Recovery menghilangkan penguasaan Negara terhadap minyak bumi yang dihasilkan dari perut bumi Indonesia karena dengan bagian dari Cost Recovery mutlak menjadi milik kontraktor yang tidak dapat diintervensi pemerintah penggunaannya. Untuk itu penulis menyarankan perlunya dibuat suatu formulasi baru untuk kontrak kerja sama migas yang memuat klausula pengembalian dalam bentuk tunai atau memberikan kontrak kerja sama dengan Cost Recovery hanya untuk lapangan minyak yag tidak mampu dikelola oleh BUMN.
Oil and gas industry is a strategic industry for the nation of Indonesia. In addition to oil and gas industry accounted for about 30% to the state budget, Indonesia is also known as the country with the largest oil reserves in the region southeast asia. Oil reserves is becoming a valuable asset for Indonesia to carry out the development. Surely these valuable assets will not produce anything if pengeleloaan against this asset is not done well. Oil and gas exploration and exploitation activities have characteristics very different from other investment activities due to oil and gas industry is an industry that in the capital (high cost), technology-intensive (high technology), solid risk (high risk) and requires constant exploration to maintain production . For it is in any Oil and Gas Contract in Indonesia includes a clause returns any operating expenses, known as cost recovery given in the form of In-Kind. Giving a refund in the form of In-Kind is interesting to examine the use of Article 33, paragraph 3 of the UUD 1945 which mandates the State to exploit Indonesia's natural resources for the greatest prosperity of the people. Ultimately concluded that Cost Recovery eliminating control of Indonesian government on oil which produced from the bowels of the Earth Indonesia because the of split that conractor gain from Cost Recovery is absolutely belongs to a contractor who cannot interfered by government. According to the conclusion authors suggest that Indonesian government need created a new formulation for the oil and gas cooperation contracts which contain clauses of return in the form of cash or providing a cooperation contract with Cost Recovery only in oil field that cannot be able to be managed by the BUMN."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S578
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Anuhroho
"Abstrak
Tesis ini membahas tentang penormaan asas efisiensi berkeadilan yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diperbarui pada peraturan perundang-undangan bidang ketenagalistrikan. Tulisan ini menganalisis bagaimana Mahkamah Konstitusi menafsirkan unsur efisiensi berkeadilan dalam pengujian konstitusional UU Ketenagalistrikan. Disimpulkan bahwa makna dari efisiensi berkeadilan dalam Pasal 33 ayat (4) adalah perekonomian nasional diselenggarakan dengan menggunakan sumber daya seminimal mungkin untuk mencapai kemakmuran sebesar-besarnya yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Dalam penormaan dalam bidang ketenagalistrikan Indonesia, ditemukan bahwa setiap peraturan perundang-undangan bidang ketenagalistrikan telah mengandung paling tidak salah satu aspek prinsip efisiensi berkeadilan."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2017
340 JHP 47:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>