Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hadjral Aswad Bauty
"Dalam menjalankan kewenangan jabatan sebagai notaris, maka notaris tersebut dapat membuat suatu akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Règlement op Het Notaris Ambt in Indonésie Stbl 1860 nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris, dimana dalam perkembangan selanjutnya Aturan Jabatan Notaris peninggalan pemerintahan kolonial Belanda tersebut telah diubah atau diganti dengan disahkan dan diberlakukannya Undang-undang No.30 Tahun 2004 tanggal 6 - Oktober - 2004 tentang Jabatan Notaris. Akta otentik yang disebutkan sebelumnya merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUHPerdata; Untuk bentuk aktanya undang-undang khususnya Pasal 38 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 mengatur bagian-bagian akta notaris yang terdiri atas : Kepala Akta, Badan Akta, dan Akhir Akta. Sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana diatur dalam undangundang, maka akta otentik harus benar-benar berisi atau menggambarkan fakta-fakta dan keterangan yang sesungguhnya tentang suatu kejadian serta kegiatan yang berlangsung diantara para penghadap untuk kemudian dituangkan dan diformalkan dalam suatu bentuk tertulis atau akta yang dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) notaris sebagai alat bukti bagi para penghadap dan juga notaris itu sendiri dikemudian hari. Untuk itulah sangat penting kiranya dalam akta notaris harus benar-benar diperhatikan keterangan yang disampaikan oleh penghadap khususnya yang berkaitan dengan kedudukan penghadap dalam akta tersebut yang pada akhirnya dapat membuat akta ini dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral, etika, dan khususnya hukum. Keterangan yang disampaikan para penghadap dalam akta notaris (otentik) tersebut dimuat dalam badan akta, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-undang No.30 Tahun 2004, yang mana isinya antara lain dalam badan akta memuat tentang keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap. Dan pada bagian akta notaris (otentik) ini pulalah dimuat atau diterangkan tentang status perkawinan penghadap pada saat dia melakukan perbuatan hukum dalam akta ini. Dari uraian latar belakang tersebut, penulis membatasi pembahasan dengan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Akibat hukum apa saja yang dapat ditimbulkan dari status perkawinan tidak sah? 2. Dapatkah ketidakbenaran status perkawinan penghadap dalam badan akta (komparisi) menyebabkan aktanya menjadi tidak sah?; Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode secara deduktif dan kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan mengambil data-data umum dan menitikberatkan pada peraturan perundang-undangan serta kode etik notaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Junarwati
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Perkawinan,perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 mengakibatkan kedudukan wanita dalam menentukan kewarganegaraannya dan kewarganegaraan anak dibatasi. Anak mengikuti kewarganegaraan ayahnya dan perempuan sebagai isteri mengikuti kewarganegaraan suami demi mencapai kesatuan hukum dalam keluarga. Indonesia tidak menghendaki adanya dwi kewarganegaraan. Implementasi dari Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 berakibat adanya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 kemudian dirubah karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan pada saat ini. Atas desakan dari para keluarga dari perkawinan campuran maka pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 dengan Undang-undang Kewarganegaraan nomor 12 Tahun 2006. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 menyatakan anak-anak mempunyai dwi kewarganegaraan terbatas sampai mereka berusia 18 tahun dan setelah usia 18 tahun mereka dapat memilih kewarganegaraannya. Undang-undang ini telah membawa perubahan dibidang kewarganegaraan terhadap status anak akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan kedudukan perempuan dalam perkawinan campuran. Tradisi Patriarki yang masih mempengaruhi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 yaitu Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan isteri WNI mengikuti kewarganegaraan suami WNA apabila hukum dari negara suami menentukan demikian. Begitu juga sebaliknya isteri seharusnya tidak kehilangan kewarganegaraan WNInya karena menikahi WNA dan status hukum isteri seharusnya tidak diikutkan dengan status hukum suami. Hak Asasi perempuan untuk memperoleh status kewarganegaraan beserta segala hak yang melekat pada status tersebut."
2007
T17050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awlia Ghea Kartika
"Dalam suatu perkawinan seringkali terdapat permasalahan hukum mengenai harta kekayaan. Hal ini terutama terjadi saat perkawinan tersebut putus karena perceraian. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 3149 K/PDT/2012. Dalam kasus ini, terdapat permasalahan mengenai status harta isteri yang diperoleh dari hibah dan di atas-namakan suami dengan cara meminjam nama, setelah bercerai. Terkait dengan hal itu, Penulis melakukan penelitian dengan metode deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian Penulis, harta isteri yang diperoleh dari hibah akan kembali kepada isteri, jika tidak diadakan syirkah atau ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan, meskipun atas harta tersebut meminjam nama suami.

In a marriage, there`s often legal issues regarding marital property. These issues can happen particularly after the divorce. Therefore, the author is interested to analyze the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 3149 K/PDT/2012. In this case, there`s a problem regarding the legal status of wife`s assets which is the grant for her which she puts on behalf of the husband after the divorce. The author uses descriptive analysis methods in this research. Based on the research, the wife`s assets that obtained from the grant, will be returned to the wife as long as there`s no syirkah or marriage agreement, although the assets was put on behalf of the husband."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neila Rahmi
"Perkawinan menyangkut hubungan antar manusia. Namun masalah perkawinan bukan hanya sekedar masalah pribadi dari mereka yang akan melangsungkan perkawinan, tapi juga merupakan masalah dan perbuatan keagamaan dan hukum. Masyarakat lewat penguasa negaranya masing-masing mengatur norma-norma hukum bagi perkawinan di antara warganya. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Negara Indonesia menjamin kebebasan beragama bagi penduduknya (Pasal 29 Undang-Undang Dasar). Prinsip kebebasan beragama tersebut ditafsirkan juga oleh sebagian orang sebagai kebebasan untuk pindah agama. Perkawinan yang dilangsungkan di antara seorang laki-laki dan perempuan yang memeluk agama yang sama dan tetap terus seagama sampai perkawinannya berakhir, tidak menimbulkan persoalan hukum. Persoalan, hukum baru timbul manakala setelah dilangsungkannya perkawinan, pihak suami atau isteri melakukan perpindahan agama, dalam hal ini dari agama Islam ke agama non Islam atau murtad. Permasalahannya adalah bagaimana akibat hukumnya terhadap status perkawinan, apakah murtad tersebut dapat dijadikan alasan untuk membubarkan perkawinan serta lembaga peradilan mana yang berwenang mengadili kasus perceraian yang diakibatkan murtadnya suami atau isteri. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Tipe penelitian yang digunakan, dilihat dari sudut bentuknya adalah penelitian evaluatif. Dari sudut penerapannya, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian berfokus masalah. Dalam pandangan Islam, murtadnya suami atau isteri menyebabkan perkawinan menjadi fasakh (batal) dengan sendirinya. Perpindahan agama atau murtad yang dilakukan suami atau isteri menurut hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam dapat dijadikan alasan untuk membubarkan perkawinan. Mengenai lembaga peradilan yang berwenang mengadili kasus perceraian karena murtadnya suami atau isteri, berdasarkan asas personalitas keislaman, adalah Pengadilan Agama. Untuk menentukan asas personalitas keislaman, bukan didasarkan atas agama yang dianut pada saat sengketa terjadi, tetapi oleh faktor dasar hukum yang menjadi landasan ikatan pada saat hubungan atau ikatan hukum berlangsung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T36880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Utami
"Pada dasarnya negara meletakkan konsep pernikahan sebagai hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang sah menurut hukum agama dan kepercayaannya dan diakui oleh negara merupakan konsep yang sudah baku. Konsepsi tersebut menegaskan pernikahan sebagai bagian dari aspek psikologis, biologis, religius, dan yuridis. Perlunya pengakuan hukum negara dan agama merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga ketiadaan pengakuan salah satu di antaranya di anggap sebagai ketiadaan pernikahan. Namun dalam perkembangan sekarang, ada kecenderungan terjadinya pernikahan yang dilakukan tanpa adanya pengakuan hukum negara. Ketiadaan pengakuan ini sering kali disebut sebagai perkawinan di bawah tangan yang terjadi karena alasan ketidakmampuan ekonomis dan ketiadaan izin dari atasan atau isteri sebelumnya. Oleh sebab itu, skripsi ini akan mengkaji tiga masalah dalam perkawinan di bawah tangan, yaitu pertama, bagaimana pandangan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap status hukum perkawinan di bawah tangan? Ke dua bagaimana kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan ? Ke tiga, bagaimana permasalahan hukum yamg kemungkinan terjadi dalam perkawinan di bawah tangan? Pembahasan akan permasalahan tersebut akan diteliti dengan pendekatan yuridis-normatif sehingga menghasilkan kesimpulan pertama undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memandang status hukum perkawinan di bawah tangan sebagai perkawinan yang batal demi hukum dan tidak dapat di kategorikan sebagai perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974. Kedua 1 Kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan adalah sangat lemah karena tidak dapat melakukan hubungan keperdataan. Ketiga, permasalahan hukum yang terjadi dalam perkawinan di bawah tangan adalah mengenai status hukum perkawinan yang menyulitkan posisi pasangan suami isteri tersebut dalam melakukan hubungan keperdataan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1976
297.431 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Mutiara
"Perkawinan siri merupakan perkawinan yang dilakukan secara agama saja atau hanya di depan pemuka agama. Persoalan mengenai perkawinan siri memang masih menimbulkan pro dan kontra. Satu pihak ada yang beranggapan perkawinan seperti itu boleh saja dilakukan, di pihak lain meragukan ke absahannya. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya istilah perkawinan siri serta tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan siri dalam sebuah peraturan. Namun, secara umum, istilah ini diberikan bags perkawinan yang tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Bagaimana status perkawinan siri dimata Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta akibat hukumnya terhadap istri yang dinikahi dan anak yang dilahirkan di dalam perkawinan siri, merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Perkawinan siri menurut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan yang tidak sah, karena perkawinan jenis ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yakni ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai pencatatan perkawinan. Sedangkan akibat hukum terhadap istri, istri bukan merupakan istri sah dan karenanya tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami serta tidak berhak atas harta gono-gini dalam hal terjadi perpisahan. Terhadap anak, statusnya menjadi anak luar kawin dan karenanya ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta sewaktu-waktu ayahnya dapat menyangkal keberadaan anak tersebut, selain itu ia tidak berhak atas nafkah hidup, biaya pendidikan, serta warisan dari ayahnya. Bahwa terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (2) mengenai sahnya perkawinan dan kewajiban pencatatan perkawinan sebaiknya dituangkan ke dalam satu pasal dan bagi yang ingin melakukan perkawinan tersebut dianjurkan untuk mengurungkan niatnya serta bagi yang telah melakukannya dianjurkan untuk mencatatkan perkawinan dengan itsbat nikah atau melakukan perkawinan ulang dan bagi yang non-Islam dianjurkan untuk melakukan perkawinan ulang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florence Saskia
"Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia.Tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahgia dan kekal. Namun pada kenyataannya banyak terjadi permasalahan dalam pelakasanaannya. Salah satunya adalah perkawinan yang tidak dicatatkan. Jika suatu perkawinan dilakukan maka tentunya perlu disertai dengan buktibukti autentik yang sifat bukti itu dapat dipedomani untuk membuktikan tentang kedudukan hukumnya. Dalam hal perkawinan yang tidak dicatatkan maka anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut mendapatkan status sebagai anak luar kawin atau tidak dianggap sebagai anak sah. Dalam tesis ini akan dibahas mengenai pengertian anak sah dan anak luar kawin yang diatur dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan juga engenai keabsahan perkawinan yang tidak dicatatkan serta akibat hokum yang timbul terhadap anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut.
Metode penelitian dalam tesis ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa perkawinan yang telah dilakukan secara agama dan kepercayaan adalah sah menurut hhukum agama namun belum sah menurut hokum negara. Pencatatan perkawinan menajdikan suatu perkawinan yang telah sah secara agama tersebut menjadi sah dan diakui juga di mata hukum negara. Apabila suat perkawinan adalah sah menurut hokum negara maka anak yang ahir dari perkawina tersebut adalah anak sah, namun apabila perkawinan itu tidak dicatatkan sehingga tidak sah menurut hokum negara maka anak -anak yang lahir dari perkawinan demikian menjadi anak luar kawin. Anak-anak ini tidak bisa mendapatkan hak layaknya anak-anak lain yang lahir dalam perkawinan yang sah dan dicatatkan. Anak-anak dalam perkawinan tersebut tidak dapat menuntut hak atas nafkah, hak atas biaya hidup, serta tanggung jawab terhadap biaya pendidikan, juga kelak di kemudian hari tidak berhak atas warisan dari pihak ayahnya.

Marriage is one of the key events in the human life.The purpose of a marriage is a build a happy family that will last for a lifetime. But in reality many problems occur in the marriage. One of the problemis a marriage that is not recorded by the goverment. A marriage must have evidence that can be guided to prove their legal status. In the case of a marriage that is not listed then the children born in such marriages not considered as a legitimate child. This thesis will discuss the definition of legitimate children and children outside of mating regulated in marriage law no. 1 of 1974 on marriage and also about validity of a marriage that is not recorded and the consequences arising out of the law that children born in the marriage.
The research method in this thesis is a normative juridical using secondary data types, namely primary legal materials and secondary law. The conclusion from this study that the marriage was performed religiously and trust are valid according to religion law but not legal under state law. Registration of marriages makes a marriage that already valid by religion law also to be valid and recognized in the eyes of state law. If divulging marriage is valid according to the state law then the children that orn in the marriage is considered as a legitimate child, but if the marriage was not registered so then it is not legal under state law, the children becomes a child outside of marriage. These children can not get the right like other children born in a marriage that is valid and registered. Children in this kind of marriage can not claim the right to livelihood, the right to the cost of living, as well as the responsibility for the cost of education, but also later in life is not entitled to inheritance from his father's side.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>