Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109939 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan. Badan Litbang Diklat Kumdil. Mahkamah Agung RI , 2012
347.012 FUN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Wijaya
Jakarta: Penaku, 2008
345.023 FIR p (1);345.023 FIR p (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Fachruddin
Bandung: Alumni, 2004
342.06 IRF p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rizti Aprillia
"Tesis ini membahas tentang mekanisme ideal pengangkatan pegawai Penghubung Komisi Yudisial. Selama ini status kepegawaian Penghubung adalah pegawai honorer yang tidak diatur dalam UU ASN. Hal itu membuat tidak ada kepastian mengenai hak keperdataan Penghubung, baik mengenai jaminan pendapatan (gaji dan tunjangan), perlindungan, dan pengembangan kompetensi. Kepastian status kepegawaian juga menentukan mekanisme seleksi, pengangkatan dan pemberhentian, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, pola karir, serta mekanisme evaluasi kinerja. Hal ini menarik karena Penghubung Komisi Yudisial sudah terbentuk sejak tahun 2013 di 12 Provinsi, tetapi status kepegawaiannya tidak jelas. Permasalahan yang diangkat adalah urgensi keberadaan Penghubung Komisi Yudisial, Pengaturan status kepegawaian Penghubung Komisi Yudisial, dan mekanisme ideal pengangkatan Penghubung di Komisi Yudisial. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif, menggunakan pendekatan analisis kualitatif, dengan menggunakan penelusuran literatur sebagai studi dokumen pada data sekunder. Adapun hasil penelitian menemukan bahwa keberadaan Penghubung sangat urgen sebagai pembantu pelaksana tugas Komisi Yudisial di daerah. Akan tetapi pengaturan mengenai status kepegawaiannya tidak jelas dan hanya sebagai pegawai honorer. Oleh karena itu Penghubung idealnya adalah menjadi ASN yaitu sebagai PNS. Sementara Penghubung yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai PNS, terutama karena syarat usia, maka ditransformasikan sebagai PPPK dengan pengaturan yang mengikuti ketentuan UU ASN dan PP Manajemen PPPK. Tujuannya, agar Penghubung memiliki perlindungan dan kepastian hukum yang jelas. Sebab ketidakjelasan status Penghubung membuat beberapa diantara mereka memilih resign dan memilih pekerjaan lain. Kondisi tersebut tentu sebuah ironi mengingat penghubung bekerja di Komisi Yudisial yang merupakan Lembaga Negara sekaligus entitas pemerintahan. Sebagai entitas pemerintahan yang bekerja dalam rangka memberikan layanan publik seharusnya Penghubung menjadi aparatur sipil Negara dan mengikuti ketentuan dalam UU ASN. Apalagi pekerjaan Penghubung membutuhkan tingkat kerahasiaan tinggi, sehingga status kepegawaian Penghubung juga harus kuat secara formal.

This thesis discusses the ideal mechanism for appointing the Judicial Commission Liaison Employee. So far, the Liaison's employment status is an temporary employee which is not regulated in the ASN Law. This creates no certainty regarding the Liaison's civil rights, both regarding income security (salaries and benefits), protection, and competency development. Certainity of employment status will also determine the selection mechanism, appointment and dismissal, implementation of basic tasks and functions, career patterns, and mechanism of performance evaluations. This is interesting because the Judicial Commission Liaison has been formed since 2013 in 12 Provinces, but the employment status is not clear. The research method used by the author is normative juridical, using a qualitative analysis approach, and using literature search as a document study on secondary data. The study results found that the existence of liaisons is very urgent as assistants implementing the duties of the Judicial Commission in the regions. However, the regulation regarding their employment status is not clear and they are only a temporary employees. Therefore, ideally the Liaison is to become an ASN, namely as a civil servants (PNS). Meanwhile, Liaisons who do not fulfil the qualifications as civil servants (PNS), mainly because of the age requirement, are transformed into PPPK with arrangements that follow the provisions of the ASN Law and PP Manajemen PPPK. In order to have clear protection and legal certainty. Because the unclear status of the Liaisons made some of them choose to resign and moved to other jobs. This condition is certainly an irony considering that the Liaison works in the Judicial Commission which is a State Institution as well as a government entity in a broad sense. As a government entity that works in the context of providing public services, the Liaison should become a state civil apparatus and follow the provisions of the ASN Law. Moreover, Liaison job requires a high degree of confidentiality, so the Liaison's employment status must also be formally strong."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Endang Kumolosari
"Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum.;Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lubis, Siti Zubaedah Agustina
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S25502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Yunitasari
"Menurut pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata "Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat". Jasa Notaris sebagai Pejabat Umum yang membuat akta-akta otentik sangat dibutuhkan dalam kegiatan usaha perbankan, salah satunya adalah dalam pembuatan akta perjanjian kredit perbankan yang melibatkan Nasabah dan Bank, guna menjamin kebenaran dari isi yang dituangkan dalam perjanjian kredit perbankan tersebut, supaya secara publik kebenarannya tidak diragukan lagi. Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini pertama Bagaimanakah Peran Notaris terhadap permasalahan terbakarnya objek jaminan nasabah terkait dengan akta perjanjian kredit yang dibuat olehnya Yang kedua Bagaimanakah Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta Perjanjian Kredit yang dibuatnya untuk melindungi kepentingan para pihak (Kreditur dan Debitur).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peran Notaris dan tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuatnya dan apakah dapat melindungi kepentingan para pihak. Metode penelitian yang digunakan adalah melalui metode pendekatan yuridis empiris, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Perjanjian kredit perbankan yang dibuat secara notariil bermanfaat bagi para pihak, dalam hal menjamin kekuatan pembuktiannya, menjamin kebenaran dari aktanya Penyelesaian hukum terhadap akta perjanjian kredit perbankan bila timbul persengketaan, dan Notaris mempunyai peran yang penting terhadap kebenaran akta yang dibuatnya.

According to Article 1868 KUHPerdata mentioned: an authentic deed is a made deed in the form of which is determined by code, by or before Public Functionary in charge for that in place that deed is made". Service Notary as Public Functionary which make authentic deed very required in banking business activity, one of them is in making deed agreement of banking credit entangling Client and Bank, utilize to guarantee the truth from content which is poured in agreement of banking credit, so that publicly its truth no doubt again. Based on that the subject matter for this thesis first how is the role of the Notary towards the credit agreement which the objects of the guarantee had burned, and the second subject matter is How Responsibilities of the Notary Towards of Credit Agreement were made to protect the interests of the parties (creditors and debtors).
Intention this research is to know and analyze the role and responsibilities of Notary Public Notary of the deed he made and whether it can protect the interests of the parties. Research method the used is to through method approach empirical juridical, by using primary data and secondary data. Made Credit banking agreement by notarial be of benefit to creditor, in the case of guarantying strength of its verification, guarantying the truth of from its deed and guarantee its investment security. and the Notary has an important role to the truth of the deed made.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahariyani Guyandi
"Proses kepemilikan rumah oleh masyarakat tidak lepas dari transaksi jual beli tanah dan bangunan yang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang - undangan, termasuk Undang - Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA). Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UUPA telah ditetapkan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara. Dalam masyarakat, jual beli tanah dan bangunan dilaksanakan secara terang dan tunai. Seiring dengan meningkatnya permintaan atas rumah, saat ini trasaksi jual beli tanah tersebut seringkali dilakukan dengan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sekalipun menggunakan fasilitas KPR, asas terang dan tunai telah diterapkan dalam Pembiayaan KPR sehingga akta jual beli tanah dan bangunan yang menjadi dasar pembiayaan tersebut adalah sah dan mengikat para pihak. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan data diolah secara kualitatif.

The process of home ownership is very closely related to legal aspects and government regulations, including Undang - Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA). Provisions of Article 5 of the UUPA states that the agrarian law that applies to land, water and space are customary law, as long as it is not contrary to the nation's interest. In the society, sale and purchase of land and building transactions is held publicly and cash based. Along with the increased demand for houses, this transactions are often utilize mortgage facilities that applied publicly and cash principle therefore deed of this transactions are legitimate and bind the parties. This research was conducted using normative juridical approach. Data collection techniques through literature study and the data processed qualitatively."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>