Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11061 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raftery, John
Oxford: BSP Professional Books, 1991
690.068 1 RAF p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Simha, D.Ajitha
New Delhi : Tata McGraw-Hill, 1985
690. SIM b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yerico Putra
"Pemakaian energi pada gedung merupakan sumber terbesar konsumsi energi di Indonesia. Green Buiding Council Indonesia (GBCI) memberikan konsep penghematan energi yang berstandar nasional. Audit energi bangunan adalah cara untuk mengetahui bagaimana konsumsi energi bangunan aktual dan mencari alternatif untuk mengurangi konsumsi energinya agar memenuhi kriteria sebagai gedung hemat energi. Salah satu cara melakukan audit energi adalah dengan menggunakan software. Dalam penelitian ini digunakan software EnergyPlus dan GenOpt yang memiliki keunggulan dibanding software simulasi energi lainnya. Simulasi dilakukan dengan menggunakan sistem pendingin VAV dan VRF pada rancangan gedung Kantor yang ada. Dari hasil simulasi tersebut diketahui bahwa dengan menggunakan sistem VAV dan VRF, tercapai sistem energi yang lebih efisien dengan penghematan mencapai 29% dan dapat menjaga dengan baik kondisi kenyaman ruangan pada temperatur 24 – 25 oC dan relative humidity antara 50%-70%.

Energy used in buildings is the largest source of energy consumption in Indonesia. Green building Council Indonesia is the concept of energy saving or energy efficient based on national standard. Energy audits of buildings using the simulation software is one of the way to find out how the building energy consumption and find alternatives to reduce the energy consumption of its buildings to meet the criteria as energy-efficient buildings. This study used the EnergyPlus and GenOpt software which has more advantage then the other energy simulation software. The simulation using unitary and VAV and VRF cooling system in the existing building. From the simulation results can be known that the VAV and VRF system is more efficient with energy consumption with reduce 29% of energy consumption and can maintain good indoor comfort conditions at the temperature of 24,5 oC and relative humidity between 45% -65%"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firna Sofia
"Pada struktur bangunan tinggi, beban yang dominan adalah beban lateral akibat beban angin dan gempa. Oleh sebab itu dibutuhkan perkuatan-perkuatan khusus guna menahan gaya tersebut. Ada beragam sistem perkuatan struktur yang dapat digunakan, salah satunya yaitu Sistem outrigger. Dimana sistem ini bekerja sebagai sistem rangka keseimbangan berupa lengan yang terikat pada core wall hingga kolom terluar bangunan. Sistem ini memanfaatkan lebar bangunan untuk memaksimalkan kekakuan karena outrigger mampu memberikan ketahanan tehadap momen guling dari gempa atau angin dan membuat gedung lebih stabil. Outrigger dapat diletakkan di beberapa tempat dan penggunaanya pun dapat lebih dari satu outrigger. Oleh karena itu dilakukan analisa berkaitan dengan hal tersebut.
Analisa yang dilakukan adalah membuat modelisasi struktur empat puluh lantai delapan varian dengan kombinasi outrigger yang berbeda-beda dengan menggunakan software structure ETABS V.9.0.7, untuk mengetahui masingmasing dari perilaku strukturnya. Kemudian melalui pengamatan perilaku struktur yang meliputi waktu getar, momen maksimum dan driftnya dapat diperoleh kesimpulan varian sistem outrigger yang paling optimal dan ekonomis dilihat dari kebutuhan tulangannya.
Dari perbandingan perilaku struktur serta perbandingan kebutuhan tulangan maka yang paling optimum diantara kedelapan varian adalah varian dengan pemasangan outrigger di ¾ tinggi struktur (outrigger diletakkan pada lantai 29-30).

In a high rise building structure, the most dominant load is lateral load, which are caused by wind load and earthquake load. Because of that reason, we utilize some special system to resist the load. There are many systems to strengthen the structure, such as outrigger system. This system works as a balanced frame like an arm, tied in the core wall through the external column of the building. This system utilizes the width of the building to maximize the stiffness, because the outrigger is able to give more resistance and stabilization from the overturning moment caused by wind and earthquake. The outrigger can be placed in some places, and we may use more than one outrigger besides. Since the requirements needed, we have to do some analysis involves to it.
The analysis is performed by doing some structural modifications of forty stories structure in eight variants of the outrigger, using the software structure ETABS V.9.0. By using this software, we analyzed some information about the structural behaviours of each modification. The information includes the Period of vibration, maximum moment, and the drift of the structure, which will be summarized which one is the most optimum and economize modification from the use of the outrigger in the several variant analyzed.
By comparing the structural behaviours and the economical of reinforcing, it concluded that the variant with outrigger at ¾ of structure high (outrigger at story 29-30) is the most optimum than the other variant.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35757
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fatma Rasyidatunnisa
"ABSTRACT
Pemanasan global merupakan isu lingkungan yang sudah cukup lama dibicarakan karena dampaknya yang berbahaya. Para arsitek perlu melakukan penanganan terhadap masalah ini, karena banyak emisi di atmosfer berasal dari bangunan. Hal tersebut mendorong para arsitek untuk merancang konsep bangunan berkelanjutan yang berfungsi untuk mengurangi emisi dengan meningkatkan efisiensi energinya. Seiring berjalannya waktu, bangunan berkelanjutan diterapkan di berbagai jenis bangunan hingga terlahir istilah bangunan pasif yang saat itu diterapkan pada rumah tinggal di Jerman yang menjadi tempat lahirnya konsep bangunan pasif. Bangunan pasif merupakan bangunan yang memanfaatkan keadaan iklim setempat sehingga penggunaan energinya efisien. Bangunan pasif tropis yang dibahas dalam penelitian ini merupakan bangunan pasif yang dimasukkan ke dalam konteks iklim tropis sehingga menciptakan bangunan yang dapat menyesuaikan dan memanfaatkan iklim tropis. Bangunan pasif tropis bisa diterapkan di berbagai jenis bangunan, termasuk sekolah. Pembangunan sekolah di Indonesia jarang sekali dipikirkan efisiensinya, sehingga sekolah dapat menjadi bangunan yang menghasilkan banyak emisi. Beberapa sekolah di Indonesia dirancang menyesuaikan prinsip bangunan pasif tropis, yaitu Sekolah Alfa Omega di Tangerang dan Sekolah Bogor Raya di Bogor. Walaupun kedua sekolah ini belum menjadi sekolah dengan prinsip bangunan pasif tropis yang sempurna, tapi Sekolah Alfa Omega sudah mendekati prinsip pasif tropis dibanding Sekolah Bogor Raya.

ABSTRACT
Global warming is an issue which has discussed often for a long time because its impacts are dangerous. Architects have to handle it, because a lot of emissions in the atmosphere come from buildings. That case encourages architects to design sustainable building which purpose is to reduce emissions by increasing energy efficiency. As time goes by, sustainable building is applied in the various types of building until the term of passive building appeared which was being applied in the house in Germany which made passive building concept appear. Passive building is a building that take the advantages of local climate so the use of energy will be efficient. Tropical passive building that discussed in this thesis is a passive building that incorporated in the context of tropical climate so it becomes building that adapts and take advantages of tropical climate. Passive building can be applied in every type of buildings, including schools. School construction in Indonesia has rarely thought the efficiency, so the school can become a building that produces a lot of emissions. Few schools in Indonesia are designed almost approaching tropical passive building principles, these are Sekolah Alfa Omega in Tangerang and Sekolah Bogor Raya in Bogor. Even both of these schools are not the school that has the tropical passive building principle perfectly, though Sekeloah Alfa Omega is closer to the principles than Sekolah Bogor Raya."
[, ]: 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mesi Shinta Dewi
"Daerah perkotaan yang menempati kurang dari 5 dari luas bumi ternyata mengkonsumsi lebih dari 75 sumberdaya alam. Studi yang lalu menyatakan bahwa tidak ada sektor lain yang mampu menghasilkan penurunan konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca seefektif sektor bangunan. Maka konsep bangunan hijau green building dipercaya merupakan jalan keluar yang paling mampu menjawab tantangan menuju kota berkelanjutan.
Indonesia mulai mengimplementasikan konsep bangunan hijau sebagai upaya mencapai keberlanjutan, namun perlu digarisbawahi bahwa di Indonesia kebijakan penerapan bangunan hijau ini masih ditujukan pada bangunan perkantoran, gedung-gedung komersial, fasilitas pendidikan serta rumah tinggal yang berupa bangunan bertingkat apartemen, rumah susun.
Berbeda dengan di negara-negara maju yang sudah membidik rumah tunggal ini sebagai target dalam penerapan konsep bangunan hijau Homestar di New Zealand, Greenstar SA Multi Unit Residential Tool di Australia, Indonesia belum secara khusus menjadikan perumahan sebagai target dalam implementasi konsep bangunan hijau padahal kenyataannya kota besar di Indonesia didominasi oleh rumah tunggal.
Analisis GIS di Kota Tangerang yang dianggap mampu mewakili karakteristik kota metropolitan di Indonesia, menunjukkan bahwa luas tutupan lahan Kota Tangerang didominasi oleh kawasan perumahan hingga 51,7 sedangkan kawasan industri hanya mencapai 24,09 dan kawasan komersial hanya 15,37. Hasil ini menjadi dasar yang kuat untuk menggali potensi penerapan konsep bangunan hijau untuk perumahan di Kota Tangerang.
Penelitian ini mengungkap potensi penurunan jejak karbon suatu kota melalui implementasi konsep bangunan hijau di perumahan. Studi difokuskan pada masa operasional gedung yang merupakan masa terpanjang dari siklus hidup bangunan sehingga bagaimana penghuni bangunan tersebut melakukan aktivitasnya menjadi faktor penentu tercapai atau tidaknya tujuan penerapan konsep bangunan hijau.
Analisis statistik menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Kota Tangerang saat ini yang lulusan SMA, berada di posisi pola konsumsi yang sangat tinggi. Simulasi dengan sistem dinamik menunjukkan bahwa dengan skenario bussiness as usual jejak karbon yang dihasilkan diprediksi masih akan naik dengan pesat hingga 20-50 tahun mendatang.
Simulasi dengan skenario intervensi kebijakan penataan ruang dengan asumsi tidak ada perubahan perilaku dan pola konsumsi, menunjukkan jejak karbon perkapita masih akan terus naik pesat. Namun jika intervensi kebijakan penataan ruang ini diikuti dengan intervensi perubahan perilaku dan pola konsumsi melalui perbaikan tingkat pendidikan dan kesadaran lingkungan hidup maka jejak karbon perkapita dapat diturunkan nilainya.
Keberhasilan konsep bangunan hijau yang selama ini dipercaya mampu menjawab tantangan dalam mencapai kota berkelanjutan ternyata memiliki keterbatasan dan hanya efektif diterapkan pada kondisi masyarakat yang spesifik yaitu: mayoritas memiliki pendidikan di atas tingkat S1 dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp 7.000.000/bulan

Urban areas occupy less than 5 of the earth but consumes more than 75 of natural resources. Some studies state that there is no sector capable to reduce energy consumption and greenhouse gas emissions as effective as the building sector. Green building concept is believed to be the most effective answer to the challenges towards sustainable cities.
Indonesia started to implement the concept of green building as an effort to achieve sustainability, but it should be underlined that in Indonesia, the implementation of green building policy is still aimed at office buildings, commercial buildings, educational facilities, and residences in the form of multi storey buildings i.e., apartments, flats.
It is different with some developed countries, which already targeted a single house as an important object in green building concept implementation Homestar in New Zealand, Greenstar SA Multi Unit Residential Tool in Australia , Indonesia has not specifically targeted housing sector in green building concept implementation, while in fact, land cover of metropolitan cities in Indonesia were dominated by single homes.
GIS analysis in Tangerang City, which is considered to represent the characteristics of metropolitan cities in Indonesia, shows that land cover of the region is dominated by the housing area up to 51.7 while industrial areas only reached 24.09 and commercial areas only 15.37.
These results should be based on the consideration to explore the potential of green buildings concept implementation for housing area. Research ASDP1 was focused on the operational phase of the building which is the longest period in the building life cycle which shows that occupant activities act as determining factor to the success of green building concept implementation.
Statistical analysis showed that the education level of the majority of people in Tangerang are high school graduates, which lead to a condition where the consumption pattern are high. Simulation with dynamics system shows that based on business as usual scenario, carbon footprint is predicted to rise rapidly in 20 50 years.
Simulation with spatial planning policy intervention scenario, with an assumption that there were no change in the behaviour and consumption patterns, and shows that carbon footprint per capita is still going up rapidly. However, if the spatial planning policy intervention was followed by the intervention to behavioural changes in consumption patterns through improvement of level of education and environmental awareness, carbon footprint per capita will be reduced.
The success of the green building concept that had been believed as as effective tool in achieving sustainable cities, was proven to have limitations and only effective if applied to specific conditions of society such as, the majority have the education level of above S1 level with the level of income of more than Rp 7,000,000 month.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Inayah Wardahni
"Bangunan gedung tinggi merupakan gedung dengan tinggi minimal 22 meter atau setara dengan 8 lantai dengan fungsi hunian, komersil, ataupun perkantoran yang mampu mengurangi penggunaan lahan secara horizontal. Selama masa operasionalnya, saat ini penerapan proses pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung tinggi di Indonesia dinilai masih belum dilakukan secara efektif. Hal ini disebabkan karena rendahnya kebijakan dan standar pedoman terkait pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung tinggi, rendahnya koordinasi antar pihak, dan tidak mengintegrasikan sistem pemeliharaan gedung dengan teknologi terkini. Oleh karena itu, perlu untuk mengidentifikasi elemen dan indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi implementasi pemeliharaan-elektronik di gedung-gedung tinggi baik dari segi efektivitas maupun efisiensi. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi variabel yang berpengaruh terhadap kinerja pemeliharaan bangunan gedung, serta persamaan model struktural hubungan antara variabel e-maintenance yang telah diidentifikasi terhadap kinerja pemeliharaan bangunan gedung tinggi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode delphi dan metode structural equation modeling partial least square dengan menggunakan perangkat lunak Smart-PLS 3.2.4. Hasil dari penelitian ini diperoleh indikator dari e-maintenance yang mempengaruhi kinerja pemeliharaan bangunan gedung tinggi sebanyak 71 indikator, hubungan antar variabel dalam e-maintenance hasil olahan SEM-PLS, serta rekomendasi pengembangan untuk masing-masing hubungan antar variabel.

High rise buildings are buildings with a minimum height of 22 meters or equivalent to 8 floors with residential, commercial, or office functions that are able to reduce horizontal land use. During its operational period, currently the implementation of the high rise building maintenance in Indonesia is considered not to be carried out effectively. This is due to the low policy and standard guidelines related to building maintenance, low coordination between parties, and not integrating building maintenance systems with the latest technology. Therefore, it is necessary to identify elements and indicators that can be used to evaluate the implementation of e-maintenance in high rise buildings both in terms of effectiveness and efficiency. The purpose of this study is to identify the variables that influence the performance of high rise building maintenance, as well as the structural equation model on of the relationship between the e-maintenance variables that have been identified on the performance of maintaining high rise buildings. The method used in this research is the Delphi method and structural equation modeling-partial least square method using Smart-PLS 3.2.4 software. The results of this study obtained indicators of e-maintenance that affect the maintenance performance of high rise buildings as many as 71 indicators, the relationship between variables in the e-maintenance of the SEM-PLS results, as well as the development recommendations for each relationship between variables."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kohn, A. Eugene
New York: John Wiley & Sons, 2002
725.23 KOH b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yudelson, Jerry
New York: McGraw-Hill, 2009
721.046 7 YUD g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>