"Tulisan ini menganalisis bagaimana munculnya problematika hukum pengadaan tanah Ibu Kota Nusantara di wilayah transmigrasi Penajam Paser Utara, khususnya sengketa tanah yang terjadi di wilayah Desa Bumi Harapan. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pembangunan Ibu Kota Nusantara memunculkan beberapa problematika hukum, salah satunya sengketa tanah antara transmigran dengan masyarakat lokal. Dalam proses persiapan untuk area transmigrasi, terdapat beberapa proses yaitu, penyediaan tanah, pembebasan tanah, permohonan dan pemberian Hak Pengelolaan, peniyapan tanah secara fisik atau pembukaan tanah (land clearing), penyiapan permukiman transmigrasi, serta penempatan transmigran dan pembagian tanah. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah mengenai sengketa tanah antara masyarakat lokal dan pemilik tanah wilayah transmigrasi dalam proses pengadaan tanah di lokasi Ibu Kota Nusantara yang berada di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara dan landasan yuridis pemikiran hakim yang kemudian memenangkan transmigran dalam Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 222.Pdt/2023/PT SMR. Dalam penelitian ini, ditemukan proses penyediaan tanah yang tidak dilaksanakan dengan baik oleh Departemen Transmigrasi, yang mana tidak melibatkan masyarakat lokal ketika akan dilakukan penunjukan areal. Hal ini dapat dibuktikan dengan pengakuan dari salah satu masyarakat hukum adat suku Balik, bahwa mereka tidak dilibatkan dalam proses penyediaan tanah. Landasan pemikiran hakim yang memutuskan bahwa pemilik transmigran merupakan pihak yang menang di dalam putusan ini sudah tepat. Pemikiran hakim berlandaskan pada UUPA dan PP Pendaftaran Tanah, bahwasannya sertipikat merupakan alat bukti yang sangat penting dalam kepemilikan hak atas tanah. Pemikiran hakim hakim juga menunjukkan bahwa penguasaan lahan sangat penting, karena pihak yang berhak atas tanah adalah orang yang menguasai lahan tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip yang diatur dalam UUPA, bahwa tanah harus dikuasai dengan itikad baik.
This paper analyses how the legal problems of land acquisition for the Ibu Kota Nusantara in the transmigration area of Penajam Paser Utara, especially land disputes that occur in Desa Bumi Harapan. This paper is compiled using doctrinal research methods. The development of the Ibu Kota Nusantara raises several legal problems, one of them is land disputes between transmigrants and local people. In the preparation process for transmigration area, there are several processes, namely, land provision, land acquisition, application and granting of management rights, physical land clearing, preparation of transmigration settlements, along with placement of transmigrants and land distribution. In this research, issues that raised between local people and transmigration area landowners are land disputes in the process of land acquisition at the location of the Ibu Kota Nusantara in Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara and the logic of the judge's thinking which later won the transmigrants in the Samarinda High Court Decision Number 222.Pdt/2023/PT SMR. In this research, it was found that the land provision process was not implemented properly by Department of Transmigration, which didn’t involve local communities when the area was to be designated. This can be proved by the confession from one of the Balik tribe customary law people, that they weren’t involved in the land provision process. The reasoning of the judge who decided that transmigrant owner win this case is correct. The judge's reasoning was based on the Basic Agrarian Law and the Land Registration Regulation, which state that certificates are very important evidence of ownership of land rights. It also shows that land tenure is very important, because the party entitled to land is the one who controls the land. This is according to Basic Agrarian Law, that land must be held in good faith. "