Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153019 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elvi Wahyuni
"Dalam menjalani kehidupan di masyarakat, sikap memahami perasaan orang lain atau empati sangat diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan nyaman. Hal ini dipengaruhi hakekat manusia sebagai makhluk sosial yang akan selalu bergantung pada orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Anak-anak di Jepang sejak usia dini sudah dikenalkan mengenai hakekat manusia sebagai makhluk sosial, maka dari itu pendidikan empati pada anak-anak di Jepang juga dimulai sejak dini. Empati atau yang dalam bahasa Jepang disebut omoiyari adalah sikap yang wajib dimiliki setiap individu dan wajib untuk dipelajari selayaknya budaya. Pendidikan empati terjadi disegala lingkup sosial yang dimulai dari keluarga lalu mengarah ke lingkup yang lebih besar seperti sekolah, komunitas dan masyarakat. Pada masa sekarang ini, dalam upaya mendidik empati pada anak-anak usia sekolah dasar di Jepang, orang tua di rumah memiliki cara tersendiri untuk mendidik anaknya berempati. Selain di rumah, anak-anak sekolah dasar di Jepang juga mendapatkan pendidikan empati di sekolah. Dengan diberikannya pendidikan empati sejak dini, diharapkan anak-anak mampu berempati dalam kehidupan bermasyarakat dan turut serta dalam upaya menciptakan masyarakat yang harmonis.

Living in society, the attitude of understanding other people's feelings or empathy is needed to create a comfortable and harmonious society. It is influenced by the nature of human as a social being who will always be dependent on others and can not live alone. Children in Japan from an early age has been introduced concerning the nature of human as a social being, and therefore empathy education on children in Japan also started early. Empathy or which in Japanese is called omoiyari is an attitude that must be possessed by each individual and mandatory for culture that should be studied. Empathy education occurs in all social sphere that starts from the family and leads to a larger scope such as schools, community and society. At the present time, in an effort to educate empathy in children of primary school age in Japan, the parents in the house has its own way to educate their children empathy. In addition to the home, elementary school children in Japan also gain empathy education in schools. With empathy education given since childhood, children are expected to be able to empathize in society and participate in the efforts to create a harmonious society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kindah Mahdiyyah
"Empati penting dimiliki manusia untuk beradaptasi dalam kehidupan. Untuk beradaptasi di kehidupan sosial, manusia membutuhkan soft skill berupa manajemen perilaku prososial yang baik dan kemampuan dalam membangun relasi teman sebaya. Penelitian ini menggambarkan hubungan empati dengan perilaku prososial dan relasi teman sebaya pada anak sekolah dasar usia 4-14 tahun. Studi dalam penelitian ini yaitu studi potong lintang. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner EQ-C/ SQ-C berbahasa indonesia yang sudah tervalidasi dengan nilai alpha 0,979. Kuesioner EQ-C/SQ-C digunakan untuk mengukur empati anak. Sedangkan, untuk mengukur perilaku prososial dan relasi teman sebaya, peneliti menggunakan kuesioner SDQ. Sejumlah 620 kuesioner diisi oleh orangtua anak sekolah dasar dan dijadikan sampel dari penelitian ini. Orangtua yang dapat mengisi kuesioner memiliki riwayat pendidikan minimal sekolah menengah pertama. Setelah mendapatkan seluruh sampel, dilakukan random sampling dan didapatkan data sejumlah 384 data yang akan dianalisis. Pada proses analisis, brain type dibagi menjadi tiga kelompok, yakni brain type E (Extreme E dan E), brain type B, dan brain type S (Extreme S dan S). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square menggunakan windows SPSS versi 20. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara empati terhadap perilaku prososial dan relasi teman sebaya (p<0.05).

Empathy is the ability to understand and relate to others feelings or emotion. Empathy is one of the critical skills to alter in life. To adapt in human social life, people requires soft skills in the form of good prosocial behavior and good management in building peer relations. This cross-sectional study describes the relationship of empathy skills with prosocial behavior and peer relations in primary school children aged 4-14 years. The instrument used for this study is Indonesian language EQ-C/SQ-C questionnaire which value 0,979 in Cronbachs alpha to measure childrens empathy skills. To measure prosocial behavior and peer relationships, researchers used the SDQ questionnaire. A total of 620 questionnaires were filled in by parents of primary school children in Indonesia and were sampled for this study. Parents who can fill out the questionnaire have a minimum education of junior high school. Researchers obtained 384 data through random sampling to be analyzed. In the analysis process, empathy skills are devided into three groups, namely type E (Extreme E and E), type B and type S (Extreme S and S). Data analysis was done by Chi-Square test with SPSS program version 20 for both sample. Due to lack of sample (<5) for abnormal prosocial behavior, we look for Fisher test for the result of prosocial behavior. The result shows siginificant outcome. State that there is a relationship between empathy skills with prosocial behavior and peer relationships (p<0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munadira
"Memeroleh kesempatan untuk lebih dapat terlibat dalam partisipasi sosial dan menjalin pertemanan dengan siswa reguler merupakan salah satu manfaat utama dari pendidikan inklusif. Dalam membahas mengenai pertemanan, kualitas pertemanan merupakan aspek yang paling penting untuk diteliti karena dapat menentukan tingkat kepuasan dalam pertemanan. Empati, diasumsikan merupakan salah satu faktor yang memprediksi kualitas pertemanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara empati dan kualitas pertemanan pada siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif. Penelitian ini bersifat korelasional dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner self-report. Empati siswa diukur dengan menggunakan Social Skills Improvement System SSIS yang dikembangkan oleh Gresham dan Elliot 2008 , sedangkan kualitas pertemanan diukur dengan menggunakan Friendship Quality Questionnaire FQQ yang dikembangkan oleh Parker dan Asher 1993 . Responden dalam penelitian ini berjumlah 108 siswa berkebutuhan khusus yang berasal dari lima wilayah di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan r=0,221, p.

Getting a chance to be more involved in social participation and establishing friendships with regular students is one of the key benefits from an inclusive education. In discussing about friendship, the friendship quality is the most important aspect to be studied because it can determine the level of satisfaction in friendship. Empathy, is assumed to be one of key factor that could predict friendship quality. This research was conducted to find out the relationship between empathy and quality of friendship among students with special needs, in inclusive elementary school. This is a correlational study and research variables are measured by self report questionnaire. Empathy was measured by Social Skills Improvement System SSIS developed by Gresham and Elliot 2008 , while Friendship quality was measured by Friendship Quality Questionnaire FQQ developed by Parker and Asher 1993 . Participants in this research were 108 special needs student from five area in Jakarta. The result shown that there is a significant relationship r 0.221."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Ratu Chaidir
"Empati pada manusia dibutuhkan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan diduga mempunyai empati yang berbeda karena struktur anatomi otak yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial dan perilaku anak-anak terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan empati pada anak laki-laki dan perempuan di sekolah dasar. Penelitian dilakukan secara studi potong lintang. Kuesioner EQ-C/SQ-C versi bahasa Indonesia dipakai dalam penelitian untuk mengidentifikasi kecondongan tipe otak pada anak. Kuesioner disebarkan secara daring dan cetak untuk diisi oleh orangtua. Ketentuan orangtua yang dapat mengisi kuesioner yaitu tingkat pendidikan minimal SMP dan memiliki anak sekolah dasar. Sejumlah 620 data terkumpul lalu dipilih secara acak untuk mendapatkan 384 data untuk dianalisis. Analisis dilakukan dengan uji Chi Square dan uji Mann-Whitney dengan program SPSS versi 20 untuk Mac. Ditemukan perbedaan proporsi tipe otak di antara dua jenis kelamin tetapi, perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan (p=0,460). Proporsi tipe otak Extreme E lebih banyak pada laki-laki, sementara, proporsi tipe otak E, B, S, dan Extreme S lebih banyak pada perempuan. Meskipun begitu, ditemukan perbedaan bermakna pada rerata skor total EQ-C pada laki-laki dan perempuan (p=0,049). Disimpulkan bahwa pada hasil penelitian ini tidak terdapat perbedaan proporsi tipe otak yang bermakna pada kedua jenis kelamin, namun, ditemukan perbedaan bermakna pada rerata skor total EQ-C di kedua jenis kelamin pada anak sekolah dasar di Indonesia,. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang mendukung dapat menghasilkan pertumbuhan empati yang baik pada anak laki-laki maupun perempuan di sekolah dasar. Empati pada manusia sangat dibutuhkan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Jenis kelamin pria dan wanita dianggap memiliki empati yang berbeda karena struktur anatomi otak yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial dan perilaku anak terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan empati pada anak laki-laki dan perempuan di sekolah dasar. Penelitian dilakukan dalam bentuk studi potong lintang. Kuesioner EQ-C / SQ-C versi bahasa Indonesia digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi bias tipe otak pada anak-anak. Daftar pertanyaan didistribusikan secara online dan dalam bentuk cetak untuk diisi orang tua. Ketentuan bagi orang tua yang dapat mengisi kuesioner adalah tingkat pendidikan minimal SLTP dan memiliki anak SD. Sebanyak 620 data dikumpulkan dan kemudian dipilih secara acak sehingga diperoleh 384 data untuk dianalisis. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dan uji Mann-Whitney dengan SPSS versi 20 for Mac. Ditemukan bahwa terdapat perbedaan proporsi tipe otak antara kedua jenis kelamin tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p = 0,460). Proporsi tipe otak Extreme E lebih besar pada laki-laki, sedangkan proporsi tipe otak E, B, S, dan Extreme S lebih sering terjadi pada wanita. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan rerata total skor EQ-C untuk pria dan wanita (p = 0,049). Disimpulkan bahwa dalam hasil penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan proporsi tipe otak pada kedua jenis kelamin, namun ditemukan adanya perbedaan yang signifikan rerata total skor EQ-C pada kedua jenis kelamin. anak sekolah dasar di indonesia. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang mendukung dapat menghasilkan tumbuhnya empati baik bagi siswa laki-laki maupun perempuan di sekolah dasar.

Empathy is a necessary skill for humans to be able to relate to others in their surroundings. This skill might be influenced by gender because of differing structural anatomy of the brain. This might cause problems in social life and behavior of children toward their environment. This research is conducted to observe if there are differences in empathy skills between boys and girls in elementary school children. This is a cross-sectional study utilizing EQ-C/SQ-C questionnaires to identify the brain type of children. The questionnaires were distributed via online and printed which were filled in by parents who have elementary school children in Indonesia. The minimum requirements of parents’education is junior high school. The number of subjects who fulfilled the questionnaire was 620 and sorted out by random sampling to obtained 384 sample. The sample was analyzed using Chi Square and Mann-Whitney test with SPSS program for Mac version 20. A difference in the proportion of brain type was found between the two genders but the differences were not statistically significant (p=0,0460). Proportion of brain type Extreme E was dominated by boys. Meanwhile the E, B, S, and Extreme S-brain type was dominated by girls. Nonetheless, the difference of average EQ-C total score between the two genders was statically significant (p=0,049). It is concluded that there is no significant difference of brain type proportion in the two gender but there is a significant difference of average EQ-C total score. Therefore, construct a stimulating environment that supporting empathy skills could be generating for all gender in elementary school.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eloisa Nathania
"Empati dan kemampuan mengatur emosi yang baik penting dimiliki anak untuk memiliki kualitas hidup dan hubungan sosial yang baik,. Defisit empati dan masalah emosi pada anak dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan, kualitas hidup, dan hubungan sosial dengan teman serta saudara. Penelitian ini mencari hubungan empati dengan masalah emosi pada anak sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang dengan sampel sejumlah 384 yang diambil secara acak dari 620 yang didapatkan secara daring dan langsung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbahasa Indonesia untuk menilai empati anak dan kuesioner SDQ untuk menilai masalah emosi anak. Kedua kuesioner tersebut diisi oleh orangtua anak sekolah dasar yang telah setuju untuk mengikuti penelitian. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square dan uji korelasi Rank Spearman pada SPSS Windows versi 20. Berdasarkan hasil analisis, terdapat hubungan yang bermakna antara empati dengan masalah emosi pada laki-laki, perempuan dan seluruh sampel serta terdapat korelasi berbanding terbalik yang bermakna antara empati dan masalah emosi dengan koefisien korelasi. Hubungan bermakna antara empati dan masalah emosi menunjukkan bahwa anak dengan empati tinggi cenderung lebih sering memunyai masalah emosi dibandingkan anak dengan empati yang rendah.

In order to have good quality of life and social relationships, empathy skills and ability to regulate emotion are important for children. Empathy deficits and emotional problems can cause interference child development, quality of life and social relationships with friends and relatives. This study aims to determine whether there is a relationship between empathy skills and emotional problems in primary school children. This was a cross-sectional study with 384 samples taken randomly from 620 existing data. The instrument used in this study is that has been validated in Indonesian version to determine the level of childrens empathy skills and the SDQ to determine the emotional problems in children. Both of the questionnaire filled out by primary student parents who have agreed to participate in this study. Data analysis was performed by Chi-Square test and Rank Spearman correlation test on SPSS for Windows version 20. Based on the analysis results, there was a significant relationship between empathy skills and emotional problem in boys, girls and there was a negative significant correlation between empathy skills and emotional problems. The significan relationship between empathy skills and emotional problems in primary school children showed that children with better empathy skills are tend to have an emotional problems than children with low empathy skills.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Hanifa
"Perundungan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia, bahkan di dalam lingkungan pendidikan. Perundungan terbukti memiliki dampak negatif, baik pada korban maupun pelakunya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Program Pelatihan Empati dan Kontrol Diri untuk menurunkan perilaku perundungan, serta meningkatkan empati dan kontrol diri. Peserta pelatihan adalah empat siswa sekolah dasar yang merupakan pelaku perundungan. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi-eksperimental dengan desain one group pre-test post-test. Teknik analisis data menggunakan wilcoxon signed-rank test untuk melihat perbedaan kondisi peserta pelatihan sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Pelatihan Empati dan Kontrol Diri dapat menurunkan perilaku perundungan secara signifikan berdasarkan penilaian oleh teman-teman partisipan (Z=-2.103, p=0.035). Meski demikian, hasil self-report dan penilaian guru menunjukkan penurunan perilaku perundungan yang tidak signifikan (Z=-1.826, p=.068; Z=-1.826, p=.068). Selain itu, program pelatihan ini tidak dapat meningkatkan kemampuan berempati secara signifikan, baik empati secara umum (Z=-1.826, p=0.068), afektif (Z=-1.604, p=0.109), maupun kognitif (Z=-1.826, p=0.068), serta hanya dapat meningkatkan kemampuan kontrol diri peserta secara memadai.

Bullying is a phenomenon that often occurs in Indonesia, even within the educational environment. Bullying proved to have a negative impact on both the victims and the perpetrators. This study aims to evaluate the effectiveness of the Empathy and Self Control Training Program to reduce bullying behavior and increase empathy and self control. The participants were four elementary school bullies. The research method used was quasi-experimental with the design of one group pre-test post-test. Data analysis techniques used Wilcoxon signed-rank test to see differences in the conditions of participants before and after the intervention. The results indicate that the Empathy and Self Control Training Program can reduce bullying behavior significantly based on peer evaluations (Z = -2.103, p = 0.035). However, the results of the self-report and teacher assessment showed a non-significant decrease in bullying behavior (Z = -1.826, p = .068; Z = -1.826, p = .068). In addition, this training program cannot significantly improve empathy skills, both empathy in general (Z = -1.826, p = 0.068), affective (Z = -1.604, p = 0.109), and cognitive (Z = -1.826, p = 0.068), and can only improve the ability of participants to control themselves adequately."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Lasmono
"Latar Belakang: Kemampuan empati dan sistemisasi sudah berkembang sejak masa kanak. Kedua kemampuan tersebut berkaitan dengan fungsi sosial serta pencapaian akademik pada anak, dapat dinilai menggunakan kuesioner Empathy Quotient (EQ) dan Systemizing Quotient (SQ). Dorongan untuk berempati dan sistemisasi selanjutnya dapat dijelaskan sebagai tipe otak, yang dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan perbedaan antara nilai EQ dan SQ terstandarisasi dari orang tersebut. Salah satu gangguan psikiatrik yang banyak ditemui pada layanan kesehatan jiwa anak dan remaja adalah GPPH. Adanya GPPH dapat berdampak pada fungsi sosial dan akademis anak. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui perbedaan tipe otak berdasarkan EQ dan SQ pada anak sekolah dasar (SD) dengan dan tanpa GPPH.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain potong lintang. Sampel sebanyak 122 orang tua dan anak diambil dari Poli Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan dari sekolah dasar di Jakarta. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner Empathy and Systemizing Quotient for Children (EQ-/SQ-C) versi Bahasa Indonesia. Tipe otak dikelompokkan berdasarkan persentil dari nilai D, yaitu perbedaan antara EQ dan SQ terstandarisasi.
Hasil: Tipe otak yang paling banyak ditemui pada anak tanpa GPPH adalah empathy (37,7%), sedangkan pada kelompok anak dengan GPPH adalah systemizing (39,34%). Dari hasil analisis, didapatkan perbedaan bermakna pada nilai D kedua kelompok (p=0,021). Studi ini juga mendapati perbedaan bermakna pada rerata EQ (p=0,000) dan rerata SQ (p=0,042) antara kedua kelompok.
Simpulan: Terdapat kecenderungan tipe otak sistemisasi pada anak SD dengan GPPH, serta terdapat perbedaan bermakna pada rerata EQ dan SQ antara kedua kelompok.

Background: Empathy and systemizing abilities have developed since childhood. These abilities are related to social and academic achievements in children, can be assessed by using the Empathy Quotient (EQ) and Systemizing Quotient (SQ) questionnaires. The drive to emphatize and systemize can further be described as brain type, which is divided into five groups based on the difference of the individual’s standardized EQ and SQ scores. One of psychiatric disorders commonly found in child and adolescent mental health services is ADHD. ADHD may have an impact on social and academic function in children. This study was conducted to determine the difference of brain type based on EQ and SQ in elementary school children with and without ADHD.
Methods: This is an observational study with cross-sectional study design. Sample of 122 parents and children were included from Child and Adolescent Mental Health Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo General Hospital, and elementary school in Jakarta. The data were taken using Empathy and Systemizing Quotient for Children (EQ-/SQ-C) questionnaire in Bahasa Indonesia. The brain types were classified according to percentile of D score, which is the difference between standardized EQ and SQ.
Results: The most common brain type found in children without ADHD was empathy (37.7%), while in children with ADHD was systemizing (39.34%). From the analysis, there was significant difference in D score between both groups (p=0.021). Significant difference was also found in mean EQ score (p=0.000) and mean SQ score (p=0.042) between both groups.
Conclusion: There was tendency toward systemizing brain types in elementary school children with ADHD. There were also significant differences in mean EQ and SQ score between both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini membahas gambaran komunikasi anak usia sekolah di tiga jenis Sekolah Dasar yang berbeda di wilayah Depok Timur pada bulan April 2010. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif komparatif. Metode sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan penggunaan komunikasi pada siswa di masing-masing SD. Perbedaan proporsi SD Negeri: SD Swasta: SD Islam Terpadu yaitu 81,48% : 100% : 92,31%. Hasil tersebut menggambarkan bahwa ada perbedaan tingkat penggunaan komunikasi baik pada anak usia sekolah di tingkat Sekolah Dasar.

This research explains about school-age childhood communication in three type of elementary school description in Depok Timur area at April 2010. This research is quantitative research with comparative description interpretive. Sampling method that use in this research was proportionate stratified random sampling. Data that were collected were analyzed chi square test with signficance level 5 % or 0,05.
The result from this research show use of good communication in school age children at each school is different. Differences in the proportion of Elementary School : Private Elementary School : Integrated Islamic Elementary School is 81,48% : 100% : 92,31%. From this result can describe that has different using good communication in school-age children in Elementary School level.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
TA5939
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Parapat, Veronica Novelina
"Kasus perundungan ialah salah satu masalah interaksi sosial yang sering terjadi di lingkungan sekolah, terutama pada tingkat sekolah dasar (Novianto, 2018). Hal ini disebabkan oleh individu yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan kelompok pertemanan dan berada dalam periode pencarian identitas sosial (Craig, 2016). Kasus perundungan juga menjadi perhatian bagi Sekolah Dasar X di Jakarta. Adanya sikap saksi yang enggan melindungi korban dan memberikan penguatan pada pelaku membuat perundungan terus terjadi (Midgett, Doumas, & Trull, 2018). Salah satu metode menurunkan perundungan melalui intervensi pada saksi membawa dampak yang lebih signifikan (Lee, 2004). Oleh karena itu, program pelatihan mengubah siswa yang merupakan saksi/bystander menjadi pembela sangat penting untuk dilakukan. Program STAC Plus merupakan serangkaian sesi pelatihan yang diadaptasi dari penelitian Midgett dan Doumas (2016). Penelitian ini menggunakan metode kuasi-eksperimental dengan desain penelitian pre-test/post-test. Jumlah partisipan penelitian adalah 22 siswa kelas VI SD. Teknik analisis data Wilcoxon Signed Rank Test digunakan untuk melihat perbandingan skor sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kelompok yang sama. Hasil penelitian menunjukkan program intervensi STAC Plus dapat secara efektif meningkatkan pengetahuan peran pembela (Z = -3.923b, p = 0.000). Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan program intervensi STAC Plus tidak efektif meningkatkan empati (Z = -1.909b, p = 0.056).

Bullying is one of the problems of social interaction that often accurs in school environment, especially in elementary school (Novianto, 2018). This is caused by individuals are spend more time with peers and in a period of searching for social identity (Craig, 2016). Bullying is also a concern for X Elementary School in Jakarta. Their reluctance to protect the victims and reinforcement are main factors that encourage the occurrence of bullying (Midgett, Doumas, & Trull, 2018). One method to reduce bullying by intervention through bystander has more significant impact (Lee, 2004). Therefore, training program to transform bystander students to be defender is very important. The STAC Plus program is a series of training sessions adapted by previous research from Midgett and Doumas (2016). This study used a quasi-experimental method with a pre-test / post-test research design. The number of participants in the study were 22 students in 6th grade. Wilcoxon Signed Rank Test data analysis technique was used to see the comparison of scores before and after intervention in the same group. The results shows that the STAC Plus intervention program could effectively increase defender knowledge (Z = -3.923b, p = 0.000). However, the study shows that the STAC Plus intervention program does not effectively increase empathy (Z = -1.909b, p = 0.056)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T51908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yelsi Gusmaini
"Penelitian ini membahas tentang bagaimana sekolah mengimplementasikan model pendidikan inklusi di SDN Depok Baru 8 beserta faktor apa saja yang menjadi pendukung serta penghambat dari implementasi pendidikan bermodel inklusi di SDN Depok Baru 8. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bentuk implementasi pendidikan bermodel inklusi yang dilakukan oleh SDN Depok Baru 8 sehingga bisa disebut sebagai sekolah inklusi. Ada beberapa saran dalam implementasi pendidikan bermodel inklusi di SDN Depok Baru 8, antara lain mengadakan konsultasi bagi orang tua dari guru sekolah, serta mencari pendanaan lain untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

This study discusses how the schools implementing the inclusive education model in SDN Depok Baru 8 along with what factors were the supporters and inhibitors of the implementation of inclusive education in SDN Depok Baru 8. This research was a descriptive qualitative study. The results of the study indicate the form of implementation of new modeled inclusive education carried out by SDN Depok Baru 8 so that it could be referred to as an inclusive school. There are a number of suggestions in the implementation of inclusive education in SDN Depok Baru 8, among others, holding consultations for parents of school teachers, as well as seeking other funding to improve facilities and infrastructure in schools."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>