Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitriyani P.
"Hideyoshi Toyotomi memulai misinya untuk menyatukan Jepang di bawah kepemimpinannya sepeninggalan Nobunaga Oda. Setelah berhasil menguasai sebagian besar wilayah Jepang, Hideyoshi Toyotomi memiliki visi untuk menguasai kekaisaran Ming di Tiongkok, namun sebelum bisa masuk ke wilayah Ming, pasukan Hideyoshi harus bisa menguasai kekaisaran Joseon di Korea.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat Hideyoshi dan pasukannya menyerbu Joson. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analitik. Hasil dari penelitian ini antara lain, faktor pendorong invasi Hideyoshi Toyotomi ke Joseon adalah ambisi yang kuat dari Hideyoshi untuk memimpin Asia; Ajaran Sinosentrisme yang dianut oleh Joseon dan Ming yang memandang rendah Jepang; Walau pada akhirnya Jepang tidak berhasil masuk ke Ming, namun ketidaksiapan Joseon dalam menghadapi serangan Jepang membuat Joseon mengalami kerugian yang besar.

Hideyoshi Toyotomi began his mission to unify Japan under his leadership after the death of Nobunaga Oda. Following his success of conquering most of Japan, Toyotomi aimed to bring the Ming Empire in China under his rule. However, before he could enter Ming Empire’s territory, his forces needed to conquer the Joseon Empire in Korea. The aim of this research is to elaborate the causes behind the invasion of Joseon by Toyotomi’s forces, whereas the method employed is analytical description. This research discovers that Toyotomi’s ambitions to conquer Asia are what led him to invade Joseon; that the Sinocentrism doctrine adopted by Joseon and Ming looked down on Japan; and that while Japan’s forces failed to make it to Ming Empire, Joseon’s unpreparedness to the invasion brought upon its forces huge casualties.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo: Sophia University, 1975
920.052 ONE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sundari Sucipta
"Skripsi ini Strategi Tokugawa Ieyasu Dalam Merestorasi Hubungan Jepang dan Choson Korea Setelah Invasi Toyotomi Hideyoshi.Jepang dan Choson merupakan dua negara yang berbatasan langsung dan telah memiliki hubungan yang baik selama dua ratus tahun. Namun hubungan kedua negara tersebut mulai memburuk karena invasi yang dilakukan oleh Toyotomi Hideyoshi pada 1592-1598. Setelah Toyotomi Hideyoshi wafat, Tokugawa Ieyasu yang mengambil alih kepemimpinan Jepang berusaha untuk memperbaiki hubungan Jepang dan Choson. Penelitian yang ditulis dengan menggunakan pendekatan sejarah dengan metode deskriptif analisis yang disusun secara kronologis da sistematis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Tokugawa Ieyasu menggunakan pendekatan secara halus untuk dapat merestorasi hubungan Jepang dan Choson Korea.

This study focused on Tokugawa Ieyasu strategy to restore the relation between Japan and Choson Korea after Toyotomi Hideyoshi invasion. Japan and Korea are two country that have contact frontier and maintain good relation for two hundred years. However the relation between two countries had been worse because Toyotomi Hideyoshi invasion at 1592-1598. After Toyotomi Hideyoshi died, Tokugawa Ieyasu took over the authority and try to re-established the relation between Japan and Choson. This study use historical approach with analytical descriptive method that have been arranged in chronologies and systematic. The analysis concluded that Tokugawa Ieyasu use soft approach so he can re-established the relation between Japan and Choson Korea.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sulistyo Tri Setyaningsih
"Pada masa sengoku, yaitu sejak dimulainya perang Onin tahun 1467, sampai masuknya Oda Nobunaga ke Kyoto untuk memulai pengaruhnya tahun 1568, dainyo-dainyo di Jepang masing terpecah-pecah. Shogun yang berkuasa waktu itu tidak kuasa untuk mengatur mereka, bahkan dalam masa kekuaauan itu para daiiyo meragukan kekuasaan shogun. Oda Nobunaga, salah satu dainyo yang mewarisi kekuasaan keluarganya atas propinsi Owari mulai melebarkan wilayah kekuasaannya ke daerah-daerah di sekitar wilayahnya. Keinginannya untuk menguasai seluruh Jepang timbul sewaktu ia berhasil memadamkan kericuhan yang terjadi di wilayahnya. Kemudian kaisar Ogimachi dan adik dari bekas shogun Ashikaga Yoshiteru meminta tolong kepadanya untuk memulihkan serta mengembalikan kekuasaan mereka. Cita-cita Nobunaga belum tercapai ketika ia meninggal dunia dalam peristiwa pengepungan di kuil Honnoji yang dilakukan oleh anak buahnya yaitu Akechi Mitsuhide. Toyotomi Hideyoshi salah seorang jenderalnya yang membantu dalam usaha mempersatukan Jepang melanjutkan cita-cita pendahulunya, yang kemudian menjadi ambisinya juga. Akhirnya pada tahun 1590, seluruh wilayah Jepang telah ada di bawah kekuasaannya. Untuk mengamankan seluruh wilayah tersebut dan menciptakan perdamaian selama lima puluh tahun, Hideyoshi mengeluarkan kebijaksanaan yang berlaku secara nasional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S13816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Pratama
"Skripsi ini membahas kode etik bushidō direpresentasikan oleh tokoh Toyotomi Hideyoshi di dalam novel Shinsho Taikōki. Dengan menggunakan kode bushidō seperti yang dideskripsikan oleh Nitobe Inazo di dalam bukunya "Bushido: The Soul of Japan", penulis mengkaji novel Shinsho Taikōki karya Yoshikawa Eiji dengan pendekatan intrinsik, yakni analisis tokoh. Analisis menunjukkan bahwa Hideyoshi memiliki setiap nilai bushidō di dalam dirinya sehingga mencerminkan samurai ideal menurut Nitobe. Samurai ideal menurut Nitobe adalah samurai yang memiliki nilai kebenaran, keberanian, kebaikan hati, kesopanan, kesungguhan hati, kesetiaan serta menjunjung tinggi kehormatan dirinya.

This thesis explain how the bushidō code is represented by character Toyotomi Hideyoshi in Shinsho Taikōki. By using bushidō code as described by Nitobe Inazo in his book "Bushido: The Soul of Japan", writer examined Yoshikawa Eiji's Shinsho Taikōki with intrinsic approach, the analysis of figure. Analysis shows that Hideyoshi has practiced bushidō’s precepts that reflects the ideal samurai according to Nitobe. Nitobe's ideal samurai is a samurai who have a sense of justice, indomitable courage, benevolent, polite, veracious and truthful, loyal to his superior and upheld his honor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawati
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses usulan pembentukan Kabupaten Bogor Barat beserta faktor-faktor pendorongnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist melalui teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kebijakan publik, desentralisasi dan otonomi daerah, daerah otonom dan pemekaran wilayah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses usulan pembentukan Kabupaten Bogor Barat telah mengalami berbagai dinamika yang di pengaruhi oleh perubahan kebijakan mengenai pembentukan daerah otonom baru di Indonesia. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa faktor kebutuhan/urgensi berupa efiensi dan efektifitas pelayanan, percepatan pembangunan, kebutuhan demokrasi, serta dorongan para elit menjadi pendorong adanya usulan pembentukan Kabupaten Bogor Barat.

The purpose of this research is to describe the process of establishing Bogor Barat Regency's proposal and its driving factors. This research uses post-positivist approach through in-depth interview and document study as the collecting data techniques. The theories which are used in this research are public policy, decentralization and autonomy region, autonomous region and catchment area.
The result of this research shows that the establishment of Bogor Barat Regency's proposal has some dynamics which are influenced by the changing of policy about establishing the new autonomous region in Indonesia. The result of this research also shows that its driving factors/urgency are efficiency and effectiveness of public services, accelerating the development, democracy's need and role of elits as the driving factors of establishing Bogor Barat Regency's proposal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Zahraisyah
"Perang Cina-Jepang Kedua mengakibatkan putusnya hubungan persahabatan antara Cina dengan Jepang. Selain itu, perang tersebut menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian besar secara ekonomi terhadap Cina. Republik Rakyat Cina dan Jepang juga berada pada blok yang berbeda pada periode Perang Dingin, namun rekonsiliasi Cina-Jepang dapat terealisasikan pada tahun 1972. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan apa saja faktor yang mendorong rekonsiliasi Cina-Jepang dan bagaimana rekonsiliasi Cina Jepang secara resmi terlaksana? Rangkaian pertanyaan tersebut merupakan masalah utama yang akan dibahas dalam makalah ini. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis. Dari penelitian ini terungkap bahwa ada tiga faktor yang memiliki kontribusi masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain dalam mendorong rekonsiliasi Cina-Jepang pada periode 1949-1972.

The Second Sino-Japanese War resulted in the breakdown of friendly relations between China and Japan. In addition, the war caused numerous death tolls and heavy economic losses to China. The Peoples Republic of China and Japan were also on different blocs during the Cold War period, but Sino-Japanese reconciliation could be realized in 1972. This phenomenon raises the question what are the factors that drive Sino-Japanese reconciliation and how Sino-Japanese reconciliation is officially done? These questions are the main problem that will be discussed in this paper. The study was conducted using qualitative methods with a historical approach. From this study, it was revealed that there were three factors which each contributed and complimented each other in driving Sino-Japanese reconciliation in the period 1949-1972."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Ayodya Pithaloka
"17 Desember 2014 menjadi momentum normalisasi hubungan AS dan Kuba yang sempat terhenti secara diplomatis pada 1961. Keputusan itu diambil oleh AS akibat Revolusi Kuba pada 1959 yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasinya. AS mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menggulingkan rezim Fidel Castro melalui Cuban Democracy Act (Torricelli Bill) dan Cuban Liberty and Democratic Society (Helms-Burton Act). Oleh karena itu, tulisan ini akan berusaha meninjau faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dari normalisasi hubungan AS-Kuba. Melalui metode taksonomi, penulis membagi faktor-faktor tersebut melalui lima kategori yaitu 1) peran kawasan dan organisasi Amerika Latin serta Karibia, 2) peran Cuban American National Front (CANF), 3) peran restrukturisasi politik dan ekonomi Raul Castro, 4) peran Vatikan, dan 5) faktor-faktor pendorong lainnya. Berdasarkan pembagian tersebut, penulis menemukan lima konsensus yaitu 1) Semua tulisan mengkritik embargo ekonomi terhadap Kuba, 2) CANF sebagai kelompok lobi memiliki peran untuk memobilisasi suara, 3) munculnya organisasi regional yang tidak mengikutsertakan AS, 4) adanya perubahan regionalisme kawasan menjadi post-liberal/post-hegemonic, dan 5) pemerintahan Obama yang mengedepankan penggunaan soft power. Tidak hanya konsensus, ada pula dua perdebatan yang ditemukan. Pertama, kesuksesan restrukturisasi ekonomi dan sosial Kuba yang masih dipertanyakan. Kedua, adanya perdebatan terkait motivasi apa yang dimiliki Vatikan sebagai mediator normalisasi AS-Kuba. Walaupun bahasan mengenai peran kawasan dan organisasi Amerika Latin serta Karibia merupakan bahasan yang dominan, penulis berargumen bahwa peran individu dalam normalisasi AS-Kuba menjadi faktor pendorong terkuat dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Melalui tinjauan ini, penulis juga melihat bahwa tulisan tentang normalisasi AS-Kuba masih didominasi dengan tulisan argumentatif dan kurang beragam dalam penggunaan perspektif.

17th December 2014 became the momentum of normalization of US and Cuba relations which was stopped diplomatically in 1961. The decision was taken by the US due to the Cuban Revolution in 1959 which was not in line with its democratic values. The US issued several policies aimed at overthrowing the Fidel Castro regime through the Cuban Democracy Act (Torricelli Bill) and the Cuban Liberty and Democratic Society (Helms-Burton Act). Therefore, this paper will try to review what factors are driving the normalization of US-Cuba relations. Through taxonomic methods, this literature review divides these factors into five categories, namely 1) the role of Latin American and Caribbean regions and organizations, 2) the role of the Cuban American National Front (CANF), 3) the role of Raul Castro's political and economic restructuring, 4) the role of the Vatican, and 5) other driving factors. Based on this division, there are five consensuses, namely 1) all writings criticized the economic embargo on Cuba, 2) CANF as a lobby group had a role to mobilize votes, 3) the emergence of regional organizations that did not include the US, 4) the change of regional regionalism into post- liberal / post-hegemonic, and 5) the Obama administration which prioritizes the use of soft power. Not only consensus, there are also two debates found. First, the successful economic and social restructuring of Cuba is still questionable. Second, there is debate about what motivations the Vatican has as a mediator for US-Cuban normalization. Although the discussion about the role of regions and organizations of Latin America and the Caribbean is the dominant discussion, the authors argue that the role of individuals in US-Cuban normalization is the strongest motivating factor compared to other factors. This literature review also see that writing about US-Cuba normalization is still dominated by argumentative writing and lacks diversity in the use of perspective."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sayekti Yuliyanti
"ABSTRACT
Penggunaan narkotika meningkat sampai pada kelompok perempuan. DKI Jakarta menjadi wilayah tertinggi penyalahguna narkotika dan prevalensi HIV/AIDS. Salah satu narkotika yang tinggi penggunaannya adalah shabu. Hal yang dapat memicu penggunaan shabu kelompok perempuan adalah lingkungan keluarga, teman, dan pasangan. Penggunaan shabu dapat memberikan efek pada peningkatan hasrat seksual seseorang dan perilaku seks berisiko. Perilaku seksual berisiko memicu peningkatan HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendorong perilaku seks aman pada pengguna shabu perempuan. Data yang diambil adalah data dampingan perempuan pengguna shabu di Yayasan Karisma Jakarta dengan menggunakan desain studi kualitatif etnografi dengan metode partisipasi observasi. Subjek penelitian didapatkan dengan metode purposive sampling. Penelitian ini dilakukan kepada partisipan dengan rentang usia 20-40 tahun. Dengan jumlah partisipan sebanyak 5 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan, self-efficacy, ketersediaan kondom, akses layanan kesehatan, dukungan kelompok, dan dukungan tenaga kesehatan dapat mendorong perilaku seks aman pada pengguna shabu perempuan. Faktor yang paling paling berpengaruh  adalah pengetahuan, self efficacy dan dukungan kelompok. 

ABSTRACT
The use of narcotics has increased in womens groups. DKI Jakarta becomes the highest region of narcotics abusers and HIV/AIDS prevalence. One of the narcotics which has highest users is methamphetamine or meth. Things that are able to trigger the use of methamphetamine in women are the environment of their family, friends, and even spouse. The use of meth can give an effect on increasing ones sexual desire and risky sexual behavior. Risk sexual behavior is able to trigger the transmission of HIV/AIDS. This study aims to determine the driving factors of safe sex behavior in female meth users. The data is assisted data of female meth users at Yayasan Karisma or Karisma Foundation in Jakarta which was taken by using an ethnographic qualitative study design with participatory observation method. The research subjects were obtained by purposive sampling method. This study was done participant aged between 20-40 years old. Which total number of participant 5 person. The results of this study indicate that knowledge, self-efficacy, availability of condoms, access to health services, group support, and support of health workers can encourage safe sex behavior for female meth users.The most influence factors are knowledge, self-efficacy, and group support.  "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kang Myeong Gwan
KOR 306.519 KAN j II (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>