Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142503 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Raya Puspitasari
"Mengingat jenis umum dari persahabatan laki-laki yang tergolong 'tatap muka' dan bukan 'berdampingan' (Zaslow, 2010), How I Met Your Mother sebagai salah satu komedi situasi yang paling populer di Amerika menangkap hubungan antara tiga laki-laki dalam cara yang berbeda, yang disebut Bromance. Dinamika antara tiga laki-laki pemeran utama dalam sitkom tersebut menjadi elemen paling jelas dari komedi yang ditangkap lebih dari perjalanannya untuk menemukan Ibu. Ada dua bagian utama yang akan makalah ini capai; cara ketiga karakter laki-laki memimpin dan membangun hubungan mereka didasarkan pada paradigma wanita yang pria hindari dan perilaku tersebut ditandai sebagai Bromance yang mungkin ada hubungannya dengan pencarian dari Ibu. Dengan menggunakan konsep Brannon tentang ‘the male sex role identity’, hal tersebut menunjukkan bahwa klasifikasi pria berdasarkan peran khas maskulinitas tidak berkontribusi untuk membangun hubungan jangka panjang dengan pasangan.

Considering the common type of men’s friendships which is not ‘face to face’ but ‘side by side’ (Zaslow, 2010), How I Met Your Mother as one of the most popular sitcoms in America captures the relationship among three men in a different way, called Bromance. The dynamics among those three men become the most obvious element of comedy that is captured more than its journey to find the Mother. There are two major parts that this paper attempts to make; the way those three lead male characters build their relationship is based on the paradigm of women that men avoid and those behaviors are characterized as Bromance that should have something to do with the searching of the Mother. By using Brannon’s concept of ‘the male sex role identity’, it shows that the classifications of men with the typical role of masculinity depart them from contributing to a long-lasted relationship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Fransiska Wulansari
"Film The Stepford Wives ini menjelaskan tentang emansipasi wanita dari gerakan feminisme yang telah menimbulkan rasa takut bagi posisi kaum pria. Mengacu kepada pernyataan K. Trigiani, kaum pria adalah kaum maskulin yang bersifat dominan atas kaum wanita atau feminin. Dalam makalah ini juga digunakan teori dari C. Jewitt mengenai konsep maskulinitas wimp dan homoseksual. Secara spesifik, para pria yang ada di dalam film tersebut menganut kedua konsep dari C. Jewitt. Para pria tersebut digambarkan sebagai kaum yang tidak hanya merasa tersaingi oleh emansipasi wanita, melainkan harga diri mereka juga terancam. Oleh karena itu, para pria tersebut mencoba untuk merebut kembali maskulinitas mereka melalui tindak diskriminasi terhadap para wanita.

The film The Stepford Wives explains about women emancipation from feminism movement that has caused the feeling of afraid for the men’s position. Refering to K. Trigiani’s statement, men are categorized as a group of masculines that are dominant over women or feminines.This paper is analysed with Masculinity wimp and Homosexual theory by C. Jewitt. Specifically, men in the film belong to the categories based on the theory of C. Jewitt. The men are illustrated as a group of people who not only feel insecure by women emancipation, but also their self esteem are threatened. Therefore, men try to get their masculinity back through discrimination towards women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bunda Sri Sugiri
"Pada tanggal 22 Desember 1995, Presiden Republik Indonesia mencanangkan kemitrasejajaran wanita dan pria sebagai suatu Gerakan Nasional. Dikatakan bahwa: dengan kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis, kita bangun bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera lahir dan batin. Wanita sebagai warga negara mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan ketidak sejajaran antara wanita dan pria. Kemitrasejajaran pria dan wanita masih perlu disosialisasikan, dimulai dari keluarga sebagai pranata sosial terkecil sampai pranata yang terluas, yaitu masyarakat. Penelitian ini menitikberatkan pada relasi jender suami istri di dalam keluarga. Selain itu juga ingin diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi seorang individu (informan) terhadap pandangan dan sikap serta prilakunya tentang kemitrasejajaran wanita dan pria. Untuk melihat apakah posisi suami istri setara dalam relasi perkawinannya, pembagian kerja di dalam rumah tangga dan proses pengambilan keputusan serta posisi tawar (bargaining position) istri dalam proses tersebut, menjadi perhatian dalam penelitian ini. Empat (4) orang informan dipilih dengan kriteria sudah menikah, dalam kelompok usia dewasa muda, dan mahasiswa Universitas Indonesia.
Untuk memahami informan dan dalam menganalisis temuan lapangan, dipakai teori Sistem Ekologi, teori Sistem Keluarga dan teori Belajar Sosial. Dari keempat informan, tampaknya pembagian kerja tidak terlalu kaku dalam pelaksanaannya, dalam artian sebagai suami istri pembagian kerja di dalam keluarga tidak lagi berdasarkan jender, tetapi berdasarkan kesepakatan dan melihat situasi serta kondisi pasangannya masing-masing. Sedang posisi tawar istri oleh keempat informan dirasakan setara, karena mereka diikut sertakan pada proses pengambilan keputusan, di dengar pendapatnya dan memutuskan segala hal di dalam keluarga bersama-sama. Mereka merasa di hargai walaupun tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Keluarga orientasi, orang tua, pendidikan, media komunikasi dan pasangan hidup beserta keluarganya merupakan faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap informan terhadap konsep kemitrasejajaran. Konsep kemitrasejajaran pria dan wanita sebagai suami istri yang saling menghargai, saling membantu dengan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya masing-masing, sudah mulai diterima, dipahami dan diwujudkan, tetapi masih berada dalam proses transisi. Artinya masih dengan batasan-batasan tertentu, sesuai dengan tatanan keluarganya masing-masing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paris: UNESCO, 2000
303.3 MAL ;303.3 MAL (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chung, Kumala Sari Dewi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2699
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Edith
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinne Aninda Putri
"Kekuatan dan relasi jenis kelamin merupakan isu yang tidak akan pernah habis untuk dibahas. Film “An Education” (2009) merepresentasikan isu tentang partiarki dan konsep “wanita ideal” di lingkungan daerah pinggiran kota London. Tujuan hidup dari wanita di daerah tersebut di tahun 1960-an adalah untuk mencari pria kaya dan menikah dengannya. Film ini menawarkan sebuah ide bagaimana wanita pada saat itu mencoba untuk menjadi seorang “wanita ideal” dan patuh kepada sistem partiarki yang berlaku. Jurnal ini menggunakan teori kekuatan dan sistem partiarki dari Foucault. Namun, konflik yang ada dalam film ini memperlihatkan karakter utama (Jenny) yang mencoba untuk keluar dari lingkungan konservatif dan menemukan kebahagiaan untuk dirinya. Dengan kemampuan dirinya untuk membuat keputusan yang baru untuk hidupnya, dia termotivasi untuk bebas memilih tujuan hidupnya tanpa terpengaruh dari orang lain. Dengan memakai kemampuan untuk mengambil keputusan baru dalam diri karakter utama, konsep wanita yang hanya hidup dalam lingkungan domestik telah patah.

Power and gender relation is a never-ending issue. The movie An Education (2009) appears to represent the issue about patriarchy and the concept of “ideal women” at the suburban areas in London. The aims of women in 1960’s were to find wealthy husband and get married. This kind of movie offers the idea of how women at that time tried to be an “ideal women” and should conform to the patriarchal system. This paper uses the theory of power and patriarchal system from Foucault. However, the conflict in this movie shows that the main character (Jenny) tried to get out from her conservative environment and find her happiness. With her new self-determination (intrinsic motivation to do something), she was motivated to feel free to choose her own decision in her life without the influences of others. Using the main character’s new self-determination, this movie shows that the traditional "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Lusi Anggari
"Perubahan dan paradox sudah menjadi ciri khas bangsa Amerika. Hal ini terjadi di berbagai aspek kehidupan baik dalam level individu, masyarakat, maupun pemerintah. Ketiganya merupakan sebuah kesatuan sistem yang saling terkait, sehingga perubahan di dalam salah satu variabel sistem tersebut akan merembet pada variabel lainnya. Peran dan identitas laki-laki merupakan satu titik dalam aspek sosial kebudayaan Amerika yang masuk dalam arus perubahan tersebut. Hal ini akan membawa pengaruh penting pada masyarakat karena keluarga merupakan lembaga yang berisikan nilai dan norma budaya yang membentuk nilai dan norma budaya kelompok ataupun lapisan sosial masyarakat tertentu secara keseluruhan.
Selama ini berbagai bahasan tentang jender lebih banyak fokus pada perempuan dan umumnya dari perspektif perempuan Dan sungguh merupakan sesuatu yang menarik ketika Mrs. Doubt Fire dan Junior menampilkan hal yang berbeda yakni permasalahan laki-laki dan dari sudut pandang laki-laki.
Tesis ini menunjukkan bahwa di era 1990an terjadi perubahan peran laki-laki dalam keluarga dari breadwinner menjadi caregiver. Perubahan peran ini disokong oleh perubahan identitasnya sebagai sensitive men dan involved father atau sebutan lain yang senada yang pada dasarnya mengangkat dan menekankan pada aspek kepekaan emosi sebagai karakter yang ideal di masa itu menggantikan aspek materiil. Faktor ekonomi dan liberasi perempuan ternyata menjadi penyebab dan pendorong perubahan peran laki-laki ini. Media massa, dalam hal ini film menampilkan stereotip laki-laki baru ini sebagai figur ideal era 1990an, namun perubahan ini terhambat oleh ambivalensi perempuan dan pemerintah yang bisa dilihat sebagai sebuah paradoks demokrasi Amerika.
Rangkaian dari perubahan ini adalah redefinisi "motherhood" yang menekankan pada aspek financial support, dan keluarga yang lebih fokus pada fungsi daripada bentuk.

Changes and paradox always go hand in hand. They are present in all three levels in society i.e. individual, community, and state. The relation of those three aspects then marks the American core values. Changes themselves do not stand-alone and are believed to generate further changes in related areas.
The prevalent phenomenon in the life of the American white, middle class men in 1990s was the degrading trend of the breadwinning role due to both economic as well as social factors. As a result, fathers entering the private sphere increase from time to time. Men's new role in domestic area is well supported by their newly defined identity as new men, sensitive men, involved father and the lie which put a greater emphasis on emotional rather than material aspect as the determining factor of happiness and success in life. Media, especially films, play the role as the "major socializing influence" which is also the case with Mrs. Doubt fire and Junior.
Despite the fact that more and more men have trudge into the domestic area, the problems remain. Ambivalence in the part of women and institution are the major cause. The push and pull over women's striving for equality and preserving their "motherhood" on one side, and the shift in the ruling power from conservatives to liberal represented by the Democratic party on the other one impede men's equality with women in the private sphere. Then, it can be said that ambivalence is a paradox to.
Finally, men's changing role requires a change in women's in the form of redefined motherhood. This time, women's new role will consider putting emphasis on financial support for the dependants. As for family, focus will be directed towards function than forms.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring Pandia, Weny Savitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Patri Hartanti
"Individu dalam kehidupan bermasyarakat memiliki peran-peran tertentu yang disandangnya. Salah satu yang saat ini sedang marak dibicarakan adalah peran suami istri yang sama-sama bekerja. Pria dan wanita yang telah memasuki masa dewasa dan menikah, diharapkan memenuhi harapan peran masing-masing aebagai pasangan. Sebagaimana dijelaskan dalam peran jenis kelamin, pria maupun wanita juga mempunyai peran-peran yang harus dipenuhi oleh diri sendiri dan berhak meminta pasangannya melakukan kewajiban perannya. Peran jenis kelamin tradisional yang selama ini ditanamkan adalah bahwa pria sebagai suami diharapkan untuk mencari keluarga sementara peran wanita adalah sebagai pengelola rumah tangga dan anak-anak. Bagaimana dengan keberadaan pria dan wanita yang suami istri bekerja? Fenomena pria dan wanita yang suami istri bekerja saat ini banyak terjadi. Banyak alasan mengapa pria dan wanita menikah memutuskan untuk sama-sama bekerja, diantaranya mencari tambahan penghasilan meningkatkan taraf hidup, merasa kesepian dan terasing di rumah dan sebagainya. Keputusan pria dan wanita menikah untuk sama-sama bekerja ini menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, yang salah satunya adalah berkuranggnya waktu bagi keluarga, terutama bagi pengelolaan rumah tangga dan merawat anak~anak.
Penelitian ini menitikberatkan pada pembagian peran antara pria dan wanita yang suami istri bekerja, khususnya dalam melaksanakan tugas rumah tangga dan tugas perawatan anak. Mengapa hal ini menarik diteliti disebabkan oleh beberapa sumber yang menyatakan bahwa masalah yang seringkali terjadi pada pasangan suami istri bekerja adalah pada pembagian waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Adapun masalah umum yang diajukan dalam penelitian adalah; Bagaimana harapan dan kenyataan atas partisipasi diri dan pasangannya dalam pelaksanaan tugas rumh tangga dan tugas perawatan anak pada pria dan wanita yang suami istri bekerja? Adanya ketidakseimbangan partisipasi antara, pria, dan wanita dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut menarik peneliti untuk menjawab masalah ini.
Subyek penelitian ini adalah pria dan wanita yang suami istri bekerja, memiliki anak usia balita dan berpendidikan minimal SLTA. Alat ukur utama yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara sebagai alat tambahan untuk memperkaya analisa data dari kuesioner. Kuesioner terdiri dari 34 item (11 item tugas rumah tangga dan sisanya item tugas perawatan anak). Kepada responden ditanyakan bagaimana harapan serta kenyataan pada tiap item tugas, sehingga analisa dilakukan pada masing-masing item tugas pula (survey opini). Harapan dan kenyataan dilihat melalui derajat tanggung jawab antara pria dan wanita yang suami istri bekerja. Caranya, dengan melingkari salah satu angka yang terentang dari angka 5 (bertanggungjawab penuh) sampai angka 1 (tidak ikut bertanggungjawab).
Hasilnya, wanita mengharap dirinya (sebagai istri) sedikit dibantu dalam pelaksanaan tugas perawatan anak, tapi mengharap berbagi tanggung jawab dengan suami daiam melaksanakan tugas rumah tangga. Harapan pria (sebagai suami), istri tetap bertanggung jawab lebih besar dari dirinya pada pelaksanaan tugas perawatan anak. Dengan demikian, ada kesesuaian harapan pria dan wanita dalam hal Ketidaksesuaian kenyataan yang dipersepsi oleh pria atas tanggungjawab istri rata-rata terjadi di mana kenyataan partisipasi istri dipersepsi lebih kecil dari harapannya. Sedangkan pada wanita, ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan atas partisipasi dirinya terjadi di mana partisipasi istri dipersepsi lebih besar dari kenyataannya.
Di samping pria dan wanita menyatakan harapan atas partisipasi istri, kedua kelompok responden juga diminta menyatakan harapan dan mempersepsi kenyataan partisipasi suami dalam rumah tangga. Tugas yang paling banyak diharapkan wanita dari suami untuk sama-sama bertanggung jawab lebih cenderung pada tugas praktis perawatan anak, seperti membuatkan susu botol, memakaikan popok dan sebagainya. Pada sendiri sebagai suami mengharap dirinya hanya membantu untuk sebagian besar tugas rumah tangga. Perbedaan harapan antara pria dan wanita adalah pada tugas mengatur keuangan rumah tangga dan membuatkan susu botol balita. Pria mengharap partisipasi dirinya lebih sedikit dibanding partisipasi istri.
Ketidaksesuaian harapan pria atas partisipasi dirinya dengan kenyataan yang dipersepsinya lebih kepada tugas perawatan anak, di mana ketidaksesuaian tersebut terjadi karena kenyataan partisipasi suami yang dipersepsi pria lebih kecil dari harapannya. Sedangkan ketidaksesuaian harapan wanita atas partisipasi suaminya dengan kenyataan yang dipersepsi wanita lebih kepada tugas perawatan anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>