Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124265 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anna Kharisma Fehmita Mubin
"Eratnya hubungan sejarah antara Indonesia dan Belanda merupakan salah satu factor penentu keragaman budaya di Indonesia. Salah satunya adalah keragaman gaya berpakaian masyarakat pulau Jawa pada abad 18--19 dilihat melalui tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan jenis kelamin. Terjadi percampuran budaya berpakaian antara masyarakat Belanda dan masyarakat pulau Jawa pada abad ke- 18—19. Masyarakat pulau Jawa mulai mengenal dan mengenakan jas, kemeja lengan panjang, alas kaki berupa sepatu tertutup, gaun dan pakaian tidur. Mereka juga mulai mengenal renda, pita, topi, sepatu, kaus kaki, tutupan kepala dan motif pada pakaian. Percampuran kebudayaanyang terjadi dan berlangsung pada kehidupan sehari-hari ini merupakan hasil dari proses keberterimaan budaya berpakaian masyarakat Belanda oleh masyarakat pulau Jawa abad ke-18--19, meskipun pada dasarnya masing-masing kebudayaan sangatlah bertolak belakang.

The tying historical relation between Indonesia and the Dutch plays one of the key factor to Indonesia diversity in culture. One of Indonesia culture being impacted is the attire, specifically in Java island during the 18 to 19 century. The attire change is reflected through education level, occupation, and gender. With the Dutch arrival, the traditional attire style of Javanese society are mixed with the Dutch attire culture. Javanese people began to discovered suits, long sleeves shirt, conventional shoes, dress and night clothes. Not only clothes, Javanese began to know other attire accessories such as lace, ribbon, hats, socks, and motif on clothes. The blending between the two culture occurred along the daily lives. Even in reality the two culture contracted against each other, the Javanese society acceptance to the Dutch attire culture had made new fusion which lead to culture diversity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amalina Hasyyati
"Penelitian ini membahas ornamen hewan yang digambarkan pada bangunan suci klenteng abad XVIII-XIX di Kawasan Pecinan Semarang, dengan fokus pada kajian bentuk, persebaran, dan maknanya. Di dalam kebudayaan masyarakat Cina, hewan dianggap sebagai salah satu unsur yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, unsur hewan menjadi hal yang wajib dihadiri pada bangunan suci klenteng dalam bentuk ornamen. Ornamen sebagai salah satu karya seni manusia dianggap sebagai bentuk penerapan doa dan harapan, sehingga sebagian besar bangunan suci memilikinya dengan makna tersendiri. Selain itu juga dijelaskan persebaran penggunaan ornamen hewan pada klenteng yang terletak di satu kawasan.

The writing describes the animal ornaments in the Chinese temples on the 18th – 19th century in Semarang chinatown area, which are take shape, spread and the meaning as the subject. Animals are one of the very close elements to the human life in the Chinese culture. In this reason,  there should be ornaments of the animal elements in the holy Chinese temples.  Ornament is one of the human art as the symbol of praying and hope, which makes its own meaning for most of the holy places that has it in the building.  It is also explained the spread of the animal elements in the temples in one location.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riri Muthiara
"Artikel ini membahas penelitian tentang ornamen yang terdapat pada masjid kuno di Kerinci pada abad ke 18 sampai awal abad ke 20 berdasarkan kajian identitas budaya. Di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci terdapat bangunan-bangunan masjid kuno. Masjid kuno tersebut yaitu Masjid Kuno Lempur Mudik, Masjid Kuno Lempur Tengah, Masjid Keramat Pulau Tengah dan Masjid Agung Pondok Tinggi yang menjadi bukti identitas budaya masyarakat pada masa sekarang. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi lapangan dan studi literatur, kemudian dilakukan pengolahan data dilakukan dengan membandingkan komponen ornamen yang terdapat pada masjid masjid kuno Kerinci serta ornamen masjid Kerinci dengan ornamen masjid di Minangkabau sezaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ornamen sebagai sebuah material culture digunakan oleh masyarakat sebagai salah satu indikator pembeda identitas pada masa lalu, ditemukan kembali pada bangunan keagamaan masyarakat Kerinci. Kemudian, dijadikan sebagai reaksi resistensi terhadap masuknya kebudayaan asing ke wilayah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis komparatif dan studi representasi identitas budaya Stuart Hall dalam interpretasi. Hasil penelitian pada ornamen masjid kuno di Kerinci menunjukkan, 1) ornamen masjid kuno Kerinci menjelaskan status sebuah masjid di tengah-tengah masyarakat; 2) ornamen masjid kuno Kerinci merepsesentasikan sistem hirarki; 3) ornamen masjid kuno Kerinci menunjukkan terjadinya resistensi terhadap kebudayaan asing yang kemudian hasil dari resistensi tersebut direpresentasikan menjadi sebuah identitas yang berlaku ditengah-tengah masyarakat.

This paper discusses research on ornaments of ancient mosques in Kerinci in the 18th to early 20th century based on the study of cultural identity. There are ancient mosque buildings in Sungai Penuh City and Kerinci Regency. The ancient mosques are the Lempur Mudik Mosque, the Lempur Tengah Mosque, the Keramat Pulau Tengah Mosque and the Agung Pondok Tinggi Mosque, which are evidence of the cultural identity of the community today. The research method is data collection by conducting field observations and literature studies. Then data processing is carried out by comparing the ornament components found in the ancient Kerinci and Kerinci mosque ornaments with mosque ornaments in Minangkabau contemporaries. This research aims to discover how ornament as a material culture used by the community as one of the indicators of distinguishing identity in the past was rediscovered in the religious buildings of the Kerinci community. Then, it is used as a resistance reaction to the entry of foreign cultures into the region. This research uses the comparative analysis method and Stuart Hall's cultural identity representation study in interpretation. The results of the research on ancient mosque ornaments in Kerinci show, 1) Kerinci ancient mosque ornaments explain the status of a mosque amid society; 2) Kerinci ancient mosque ornaments represent a hierarchical system; 3) Kerinci ancient mosque ornaments show resistance to foreign cultures which then the results of the resistance are represented as an identity that applies amid society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Awalia Rahma
"Selain sebagai nama sebuah pulau, ?Jawa? juga dikenal sebagai nama generik kopi yang dikenal dunia sejak abad ke-18 hingga saat ini karena kualitas premiumnya. Termasuk ke dalam budaya minum kopi adalah hal-hal terkait kopi seperti aktivitas, penyiapan, tempat dan konteks, suasana yang dibangun dan teknologi di dalamnya. Studi ini berusaha menjawab tiga pertanyaan terkait pelacakan budaya minum kopi di Jawa; bagaimana budaya minum kopi membentuk gaya hidup dan identitas masyarakat, serta makna budaya minum pada tiga tempat: domestik, lingkup kerja, dan hiburan, menggunakan pendekatan sejarah praktek keseharian. Praktek keseharian dalam studi ini merupakan praktek individu dan masyarakat yang melibatkan kopi dalam aspek sosial-budaya, politik, ekonomi dan agama. Studi menemukan bahwa kopi sudah dikenal dan dikonsumsi masyarakat di Jawa jauh sebelum diperkenalkan oleh Belanda pada akhir abad ke- 17. Budaya minum kopi di Jawa sangat kaya dan terbentuk dari praktek keseharian keluarga di rumah, di tempat kerja dan melebar ke tempat-tempat hiburan. Selain itu konsumsi kopi juga ditemukan di tempat lain seperti tempat ibadah, tempat belajar, perjalanan, pengasingan, dan sebagainya. Pada tempattempat tersebut kopi memperlihatkan makna beragam bagi individu dan masyarakat, yang membedakan gaya hidup dan identitas bangsa dan kelas sekaligus meleburnya pada saat yang sama melalui tempat yang berbeda, jenis minuman kopi yang dikonsumsi, kualitas kopi, peralatan minum, dan sebagainya.

Java, "the Garden of the East", is a name for an island where different people lived together coast to coast. It is also recognized for the generic name of world premium quality coffee. Coffee culture includes everything relate to coffee in terms of its activity, preparation, places and contexts, ambiance, technology, etc. This theme is still largely overlooked in the previous studies. The existing studies paid more attention to the history of plantation and economic aspects of coffee otherwise. A three-fold research questions are mostly directed on: a) the historical traces of coffee in Java; b) how coffee culture in Java shaped its people?s identity and lifestyle; and c) the meaning of coffee culture in three main loci: at home, at work, and at play. Using the everyday practice approach which can be explained as a patchwork of individuals and social practices by exploring social, cultural, political, economic and religious aspects of coffee in people?s everyday lives, this study eventually found: a) coffee has long been consumed in Java before it was introduced by the Dutch; b) coffee culture in Java were rich, started by individuals? everyday practices in their homes at any times, followed by practices in the workplace during the day, and at play usually during their nights or leisure times; c) coffee signifies individuals and social lives, distinguished the identity as well as everyday lifestyle of nations and class yet disguise their boundaries at the same time through its spatial-geographic place, kind of coffee drink, coffee quality, glassware, etc."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2267
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ziyan Favian Alfafa
"Penelitian ini membahas tentang dampak dari kebijakan dampak dari kebijakan pelabuhan oleh Hindia Belanda terhadap masyarakat Gresik periode 1815-1900. Gresik diuntungkan karena memiliki posisi geografis yang strategis dalam jalur pelayaran perdagangan Nusantara dan internasional. Gresik juga memiliki kondisi geologis yang ideal untuk kapal-kapal besar yang ingin berlabuh, menjadikan kota ini salah satu pelabuhan penting untuk kegiatan perdagangan dan bongkar muat. Namun, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dikeluarkan kebijakan yang mengatur ekspor-impor ke Nusantara, sehingga melarang kapal-kapal asing untuk mengunjungi pelabuhan-pelabuhan dalam rangka bongkar muat, termasuk pelabuhan Gresik. Masyarakat Gresik yang awalnya memanfaatkan pelabuhan sebagai salah satu mata pencarian, harus beradaptasi dengan dinamika ekonomi yang dihadapi. Akibatnya terjadi peralihan profesi masyarakat yang semula mengandalkan pelabuhan. Masyarakat memilih menjadi pengrajin dengan memanfaatkan permintaan pasar di Gresik. Perkembangan ini didukung oleh pembangunan jalur kereta api dan adanya kapal-kapal kecil Nusantara yang singgah di Gresik untuk mengangkut komoditi yang tidak dihasilkan di Jawa. Pada akhir abad ke-19, sebagian masyarakat Gresik telah tumbuh menjadi kapitalis-kapitalis kecil yang mengandalkan industri rumah tangga dan perdagangan. Penelitian ini membahas kebijakan penutupan pelabuhan Gresik lebih dalam dengan dampaknya kepada sosial ekonomi masyarakatnya pada abad ke-19.

This study discusses the impact of the impact of port policy by the Dutch East Indies on the people of Gresik in the period 1815-1900. Gresik benefits from having a strategic geographical position in the shipping lanes of Nusantara and international trade. Gresik also has ideal geological conditions for large ships that want to dock, making the city one of the important ports for trade and loading and unloading activities. However, during the Dutch East Indies government, a policy was issued regulating export-import to the archipelago, thus prohibiting foreign ships from visiting ports in order to load and unload, including the port of Gresik. The people of Gresik, who initially used the port as one of their livelihoods, had to adapt to the economic dynamics faced. As a result, there was a shift in the profession of the people who originally relied on ports. People choose to become craftsmen by taking advantage of market demand in Gresik. This development was supported by the construction of railway lines and the existence of small Nusantara ships that stopped in Gresik to transport commodities that were not produced in Java. By the end of the 19th century, parts of Gresik society had grown into small capitalists relying on home industry and trade. This study discusses the policy of closing the port of Gresik more deeply with its impact on the socio-economic community in the 19th century."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Septiantini
"Perkembangan gaya arsitektur tidak terlepas dari hal sejarah. Begitu juga dengan perkembangan arsitektur di Hindia Belanda yang saat itu pernah dikuasai oleh Belanda. Dari peristiwa ini koloni Belanda yang datang ke Hindia Belanda tidak ragu untuk mengembangkan desain arsitektur di tanah jajahannya. Salah satu periode arsitektur yang akan dibahas di skripsi ini adalah gaya nieuwekunst Belanda. Nieuwekunst termasuk perkembangan di masa arsitektur modern. Gaya ini salah satu perkembangan arsitektur yang berkolaborasi dengan ilmu seni. Era ini mulai terjadi pada transisi masa klasik ke modern, yaitu pada peralihan akhir abad ke-19 menuju abad ke-20. Di Belanda perkembangan gaya ini dipengaruhi industrialisasi dan perkembangan kreatifitas para seniman. Pendekatan baru tentang merancang juga muncul. Bersamaan dengan periode perkembangan nieuwekunst yang terjadi di Belanda, abad ke-20 Hindia Belanda yang sedang dikuasai oleh Belanda mengalami perkembangan pada arsitekturnya juga. Perkembangan ini dipengaruhi oleh koloni Belanda karena arsitek Belanda datang dan berkarya di Hindia Belanda. Tidak hanya berkarya tetapi bereksplorasi pada aspek-aspek arsitektur Belanda untuk didirikan di Hindia Belanda untuk menunjukkan identitas asal negara mereka. Gedung Galeri Kunstkring dan Masjid Cut Meutia adalah bangunan peninggalan karya arsitek Belanda dan didirikan pada periode yang bersamaan dengan nieuwekunst Belanda, serta bangunan ini masih berdiri dan digunakan. Dari peristiwa sejarahnya, bangunan ini dapat dikatakan ada potensi pengaruh dari perkembangan arsitektur nieuwekunst .

The development of architectural style is inseparable from history. Likewise with the development of architecture in the Dutch East Indies which was once controlled by the Dutch. From this event the Dutch colony who came to the Dutch East Indies did not hesitate to develop architectural designs in their colony. One of the architectural periods that will be discussed in this thesis is the Dutch nieuwekunst style. Nieuwekunst including developments in the era of modern architecture. This style is one of the architectural developments that collaborate with art. This era began to occur in the transition from classical to modern, the transition of the late 19th century to the 20th century. In the Netherlands the development of this style was influenced by industrialization and the development of the creativity of artists. A new approach to designing also emerged. Along with the period of nieuwekunst development that occurred in the Netherlands, the 20th century Dutch Indies which were being controlled by the Dutch experienced developments in its architecture as well. This development was influenced by the Dutch colony because the Dutch architect came and worked in the Dutch East Indies. Not only to work but to explore aspects of Dutch architecture to be established in the Dutch East Indies to show the identity of their country of origin. The Kunstkring Gallery Building and the Cut Meutia Mosque are relics of Dutch architects and were erected in the same period as the Dutch nieuwekunst, and this building is still standing and used. From its historical events, this building can be said to have the potential influence of the development of nieuwekunst architecture.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arga Patria Dranie Putra
"Awal abad ke 20 dapat dikatakan sebagai sebuah titik yang mengawali pergeseran budaya dan keterbangunan di Indonesia menuju modernitas. Sedikit banyak perubahan ini hadir bersama perubahan paradigma kolonialisasi Belanda yang berusaha mendahulukan kepentingan masyarakat Hindia. Hadir tokoh-tokoh berkebangsaan Belanda yang dieluhkan telah berempati dan lebih memihak kepada penduduk Hindia-Belanda. Dengan begitu, ada kemungkinan bahwa empati bangsa Belanda terhadap masyarakat Hindia memiliki andil dalam implementasi politik etis maupun keterbangunan yang terjadi di awal abad ke-20.
Peran arsitek seperti Karsten dan Schoemaker dapat menggambarkan bagaimana subjektifitas dan hubungannya dengan manusia dapat mempengaruhi keputusan terhadap karakter arsitektur yang dapat mewakili Hindia Belanda. Dengan mengacu kepada teori empati yang telah di elaborasi, tesis ini mengkaji pembangunan dan keterbangunan yang terjadi selama awal abad ke-20 di Hindia Belanda. Penelusuran dan pemahaman akan berfokus terhadap individu-individu yang terlibat dalam praktek politik etis, dan memberikan perhatian terhadap subjektifitas dan tindakan yang dilakukan pihak Belanda.
Riset akan dilakukan melalui studi presedenm, wawancara, serta observasi. Melalui kerangka yang telah di elaborasi, kemudian dapat dipahami apakah kehadiran empati terhadap masyarakat Hindia benar-benar hadir dan memberikan pengaruh terhadap bentuk baru kolonialisasi Belanda di Hindia Pada Awal Abad Ke-20.

The beginning of the 20th century can be regarded as a point where cultural shift and development towards modernity in Indonesia began. More or less this change was present along with the paradigm shift of the colonialization of the Dutch who tried to prioritize the interests of the Indies community. Ethical Policy Present figures of Dutch who were complained for their empathy towards the population of the Dutch East Indies. Thus, there is a possibility that Dutches empathy towards Indies community has contributed to the implementation of ethical politics and the development in Dutch Indies that occurred in the early 20th century.
The role of architects such as Karsten and Schoemaker can illustrate how subjectivity and its relationship with humans can influence decisions regarding architectural characters that can represent the Dutch Indies. By referring to the elaborated theory of empathy, this thesis examines the development that occurred during the early 20th century in the Dutch Indies. Research and Understanding will be focused on individuals who was involved in ethical political practices, attention also given to subjectivity and actions that were taken by the Dutch.
The investigation will be done through precedent studies, Interviews & Observation. Through the elaborated framework, it can later be understood whether the presence of empathy for the Indies was truly present and had an influence on the new form of Dutch colonialism in the Indies in the Early 20th Century.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarmahenia Muhatta
"Penelitian ini adalah tentang toponimi tujuh kota bandar di Jalur Rempah Pantai Utara Pulau Jawa yang terkenal pada abad ke-15 sampai ke-19. Metode penelitian kualitatif, digunakan untuk pengumpulan data berdasarkan studi literatur atas sumber tertulis filologi, arkeologi-sejarah, sejarah, dan geografi. Penelitian ini dilakukan sebagai studi multidisiplin melalui analisis semantik, semiotik dan toponimi untuk mengeksplorasi toponimi tujuh bandar Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya itu dari sudut pandang trans-linguistik dan arkeologi. Sumber data penelitian. Nama bandar-bandar di wilayah pesisir pantai Utara Pulau Jawa yang dikumpulkan dari sumber tertulis kuno berupa peta geografi, prasasti kuno, naskah kuno, dan hasil wawancara, dalam kaitannya dengan fitur arkeologi yang merupakan lanskap sosial budaya maritim di Jalur Rempah Pantai Utara Pulau Jawa. Toponim merupakan data rekaman yang dapat memperlihatkan sejarah, kontak budaya, dan perkembangan bahasa.
Hasil penelitian ini memperlihatkan kaitan hasil kajian toponimi dengan representasi budaya yang diperlihatkan melalui kajian mengenai peran nama tempat dalam kebudayaan sezaman dan pemaknaannya dalam sejarah yang melatarbelakangi bandar pelabuhan kuno pesisir pantai utara Jawa. Melalui sudut pandang linguistik dan arkeologi-sejarah, makna ketujuh toponim sepanjang pantai utara pulau Jawa dilihat sebagai kesinambungan dari siklus kebudayaan. Toponimi dari aspek linguistik memberikan petunjuk terhadap ciri sejarah dan kebudayaan dari suatu wilayah. Kemudian, ilmu sejarah berkontribusi dalam memberikan justifikasi dari temuan arkeologis dan temuan linguistik yang ada. Ilmu arkeologi juga menjadi data pendukung yang kuat untuk memberikan bukti fisik adanya kebudayaan yang pernah hidup dan kontak yang terjadi di bandar-bandar sepanjang pantai utara pulau Jawa. Fitur-fitur arkeologis yang ada menunjukkan konteks budaya berbagai bangsa yang melingkupi setiap bandar, dalam kaitannya dengan sebutan Nusantara sebagai poros maritim dunia pada masa dahulu. Istilah maritim merujuk kepada segala kegiatan manusia yang berhubungan dengan laut dalam menyangga kehidupan mereka. Dengan mempelajari budaya masyarakat pada masa lalu yang menyatukan Nusantara di masa kejayaan Jalur Rempah sebagai jalur perdagangan internasional, diharapkan kelak dapat memperkuat identitas bangsa Indonesia kembali sebagai poros maritim dunia.

This research is about the toponymy of the seven ancient port cities on the Spice Route of the North Coast of Java which were famous in the 15th to 19th century. Qualitative research methods were used to collect data based on literature studies on written sources of philology, archeology-history, history, and geography. This research is conducted as a linguistic trans-disciplinary study through semantic, semiotic and toponym analysis to explore the topography of the seven ancient port cities of Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, and Surabaya in a linguistic and archaeological approach. Names of ancient ports in the north coast region of Java Island are collected from ancient written sources in the form of geographic maps, ancient inscriptions, ancient manuscripts, and interview results, in relation to archeological features which constitute the social landscape of maritime culture on the Spice Route Ancient Ports in North Coast of Java. Toponyms are the recorded data that show history, cultural contact, and language development.
The results of this study show the link between the results of toponymy studies and cultural representations, as it is shown through the study of the role of place names in contemporary culture and its meaning in history. Through a linguistic and archaeological-historical perspective, the seven toponyms meaning along the North Coast of Java Island is seen as a continuation of the cultural cycle. Toponymy from the linguistic aspect provides clues to the historical and cultural characteristics of a region. Then, history contributes to justifying existed archeological and linguistic findings. Archeology is also a strong supporting data to provide physical evidence of the cultural existence that has lived and the cultural contact which occurred in the ports along the North Coast of Java Island. The existing archeological features show the various cultural contexts of the nations that surround each city, in relation to the term Nusantara as the world's maritime axis in the past. The term maritime refers to all human activities related to the sea in supporting their lives. By studying the culture of society in the past that united the archipelago in the glory of the Spice Route as an international trade route, it is hoped that in the future it can strengthen the identity of the Indonesian nation again as the world's maritime axis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2603
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzulfiqar Isham
"Perjudian merupakan kegiatan bertaruh atau mempertaruhkan sesuatu yang berharga. Perjudian biasanya melibatkan beberapa faktor penting diantaranya adalah pelaku perjudian, lokasi perjudian, dan kegiatan perjudian itu sendiri. Perjudian pada masa lalu memiliki jejak rekam sejarah melalui prasasti. Prasasti yang menyimpan rekaman sejarah tersebut adalah prasasti sima, selain prasasti sima juga terdapat data pendukung yang lain speerti naskah dan juga relief. Data pendukung tersebut juga memberikan gambaran yang jelas mengenai perjudian pada masa Jawa kuno. Berdasarkan perbandingan data utama dengan isi naskah sastra maka perjudian memang ada dan muncul pada masa Jawa Kuno namun perjudian pada naskah belum ditemui pada prasasti yang sezaman. Teori-teori masuknya budaya dan agama India ke Indonesia tampaknya tidak diikuti oleh masuknya perjudian ke dalam budaya Indonesia. Data etnografi juga menunjukkan bahwa perjudian tradisional yang ada sekarang ini berbeda dengan perjudian di India. Berdasarkan data itu juga memperkuat asumsi bahwa perjudian tradisional seperti sabung ayam, adu kambing, dan adu babi masih berlangsung hingga kini. Bentuk-bentuk perjudian adu hewan yang berlangsung hingga saat ini merupakan usaha dan upaya masyarakat dalam mempertahankannya. Sabung ayam yang bertahan diseluruh pelosok Jawa dan Bali, adu kambing atau domba masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa Barat, adu babi masih dilestarikan oleh masyarakat Sumedang dan adu balap burung dara oleh masyarakat Jawa Barat merupakan bentuk budaya yang masih bertahan hingga kini.

Gambling is an activity bet or risking something of value. Gambling usually involves several important factors including the perpetrators of gambling, gambling location, and gambling itself. Gambling in the past has a track record history through inscriptions. Inscriptions keep the historical record is the inscription sima, sima inscription in addition there are also other supporting data speerti script and also relief. The supporting data also provide a clear picture of the future of gambling in ancient Java. Based on comparison of key data to the content of literary texts, the gambling exists and appears in ancient Javanese period but gambling on the manuscript has not been found in contemporary inscriptions. Theories entry of culture and religion of India to Indonesia does not seem to be followed by the entry of gambling into the culture of Indonesia. Ethnographic data also show that the current traditional gambling is different from gambling in India. Based on that data also reinforces the assumption that traditional gambling such as cock fighting, fighting goats, and pigs fighting has continued until now. The forms of gambling animal fights that took place today is a business and community efforts to maintain it. Cockfighting sustained throughout the corners of Java and Bali, fighting goats or sheep are still preserved by the people of West Java, the pig race is still preserved by the people of Soil and race racing pigeons by the people of West Java is a form of culture that still survives to this day."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>