Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149025 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antonius Purwanto
"Disertasi ini membahas mengenai peranan modal budaya dan modal sosial dalam perkembangan klaster industri seni keramik Kasongan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan arti penting modal budaya dalam perubahan laster dan mobilitas sosial di antara para pengusaha. Modal sosial penting dalam memfasilitasi transaksi ekonomi dan dalam usaha mendapatan modal budaya, modal ekonomi dan modal simbolik. Terdapat hubungan dominasi, subordinasi dan resistensi di antara para pengusaha. Pengusaha dominan menggunakan berbagai modal untuk mempertahankan dominasinya dan beberapa pengusaha kecil melakukan resistensi terhadap praktik dominasi.

This dissertation discusses the role of cultural capital and social capital in the industrial cluster development of ceramic art craft of Kasongan. The study was conducted using qualitative research methods. The results show the importance of cultural capital in change of the cluster and in social mobility among enterpreneurs. Social capital is important in facilitating economic transactions and in pursuing economic capital, cultural capital and symbolic capital. There is a relationship of dominance, subordination and resistance among enterpreneurs. Dominant enterprenurs make use of a variety of capital to maintain its dominataion and some small-enterpreneurs do resistance act to the domination practices.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1425
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspitasari
"Kepelbagaian atau pluralitas di Indonesia memiliki sejarah panjang yang diwarnai dengan konflik dan kekerasan. Bahkan sejak sebelum masa kemerdekaan, kepelbagaian telah menjadi penyebab dari adanya konflik yang berbasis pada perbedaan etnis dan agama Bahasa yang menurut Sukarno dan Bourdieu dapat menjadi penyebab meningkatnya tegangan dalan pemaknaan dikarenakan oleh hakekat teks sebagai person yang selalu mengandung kepentingan. Pemilihan bahasa yang merepresentasi kepentingan dan ideology merupakan sumber dari pertarungan untuk memenangkan dominasi terhadap yang lain.
Berdasarkan pemahaman tersebut, peneliti telah menganalisis wacana pluralisme pada sejumlah akun twitter. Peneliti berupaya menganalisis praktik kekerasan simbolikyang muncul karena dikonstruksioleh pengguna akun twitter tersebut. Peneliti menggunakan teori habitus, kapital, arena and kekerasan simbolik yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu dan ditunjang oleh konsep kekuasaan menurut Michel Foucault. Peneliti menggunakan paradigma kritis, metode pengumpulan data berbasis observasi dan wawancara. Sementara metode analisis menggunakan kerangka semiotika Roland Barthes.
Setelah mengamati beberapa akun twitter yang merepresentasikan dua pandangan yang berbeda: mendukung dan menentang pluralisme, peneliti menemukan adanya sejumlah mitos yang berlangsung dalam arena. Mitos mengenai klaim kebenaran tunggal yang absolut menjadi kerangka yang melegitimasi penerimaan terhadap kekerasan. Dan hal itu terjadi berkat adanya habitus yang terbentuk dalam masyarakat melalui rentang waktu yang panjang dan diwacanakan oleh institusi-institusi sosial seperti institusi pendidikan, agama da media massa, bahkan institusi pemerintahan. Setiap pihak yang terlibat dalam twitter mereproduksi wacana yang berbeda dan masing-masing berusaha membangun habitus, bagi pendukung berusaha membangun habitus baru, bagi penentang berusaha mengukuhkan habitus lama untuk mendukung status quo. Sekalipun demikian penelitian menunjukkan bahwa twitter memiliki potensi untuk menjadi media alternatif yang membentuk habitus yang nirkekerasan.
Penelitian menunjukkan bahwa wacana yang direproduksi oleh penentang pluralisme adalah tentang kekuatan uang di balik wacana pluralisme untuk melegitimasi resistensi mereka terhadap pluralisme dan penerimaan terhadap kekerasan.

Diversity in Indonesia has such a long history which has been filled by conflict and violence. In fact, before its independence, diversity became cause of conflicts of multi religions and ethnics. Language; as Sukarno and Bourdieu mentioned, became a cause of rising tension in perceiving meaning. This happened because every text is a message as said by Roland Barthes. It means, every text shown in every arena including twitter has the meaning indeed. Language selection can also represent certain interests and ideology, and that?s what defines discourse. Language derived from the idea of domination. By then, discourse can be changeable according to the purpose of the parties/individuals who are trying to fight their dominant ideas.
Based on the understanding of that, researcher has tried to analyze the discourse of pluralism in several twitter accounts. Researcher has tried to analyze how symbolic violence constructed to the actor of twitter arena as shown in their account. By that, researcher has used the theory of habitus, capital, arena and symbolic violence by Pierre Bourdieu and supported by Michel Foucault?s power. The method analysis utilized in this research is Roland Barthes? semiotic. Researcher has used critical paradigm. The data collection methods were using observation and interview.
By observed several accounts on twitter that represented different perspectives on pluralism, pro and anti-pluralism, researcher has tried to reveal the myth that happened on the twitter arena. By then, researcher find symbolic violence appear through the habitus that constructed to the individu from a long period and going through the social institutions such as education, religion, media institution. Every parties in twitter has reproduced the different discourse that build new habitus or established the old habitus to support the ideology of status quo.
The result of this research shown that the discourse of pluralism that produced by the antipluralism draws an effort of dominant party to legitimate violence as a way to solve the problem of differences. Then they produced and reproduced the discourse pluralism by appointing Jaringan Islam Liberal (JIL) as the enemy of Islam and suspect that America behind this (the pluralism) who also funded and facilitated the idea of pluralism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1311
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Fasikha
"Definisi tempat ketiga membedakan penggunaan suatu tempat dengan melihat tujuan domain yang terletak di luar domain pertama, rumah, dan domain kedua, tempat kerja. Tempat ketiga digunakan sebagai tempat di mana orang dapat menikmati waktu luang mereka di area terbuka di mana mereka bertemu banyak orang, baik orang yang sudah mereka kenal maupun orang belum mereka kenal dan baru pertama kali bertemu. Pada era dimana terjadi penurunan partisipasi masyarakat dalam penggunaan tempat ketiga yang menyebabkan rendahnya kohesi sosial di masyarakat, terdapat pengaruh yang berbeda dari keberadaan tempat ketiga pada kohesi sosial yang terjadi antara perkotaan dan pedesaan. Meskipun tempat komersial atau ritel dan tempat hiburan sama-sama memiliki karakteristik yang bersifat menarik orang luar, dampak keduanya saling berkebalikan terhadap kedekatan sosial di masyarakat. Keberadaan tempat komersial memiliki dampak yang negatif terhadap sebagian besar bentuk modal sosial sedangkan keberadaan tempat hiburan memberikan dampak yang positif terhadap sebagian besar modal sosial. Namun, perubahan perilaku menghabiskan waktu luang untuk hiburan di mana hampir tempat-tempat hiburan tersebut berbentuk modern terlihat dapat memperlebar kesenjangan antara warga sekitar dengan orang luar karena tempat ini dibangun dengan kurang mengadaptasi karakteristik lingkungan asalnya. Dengan demikian, keberadaan tempat hiburan dapat menurunkan kepercayaan antara penduduk lokal dan orang luar pada penduduk pedesaan.

The definition of third place differ the usage of a place by the purpose of a domain which out from the first domain, home, and the second domain, workplace. A third place purposely used as a place where people can enjoy their free time in open area where they meet many people, whether someone they used to know or even someone new. In this era where there is shown a declining public participation on third place usage which causing lower social cohesion in community, there is exists different effect of the existence of third place on social cohesion occurred between urban and rural area. Although both commercials and recreational spaces attract outsiders, the impact of commercials on most of social capital form is negative while recreational space mostly gives positive impact. However, a changing behavior on spending leisure time on recreational where almost places are modern also could widen the gap between its residents with outsiders because this space built with lack of adapting the neighborhood characteristic. Thus, recreational space could lower the trust between locals and outsiders in rural residents."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Natanael Martua Parningotan
"Pasar Seni Ancol adalah ruang seni dan budaya Jakarta yang dalam beberapa dekade terakhir mengalami degradasi akibat penurunan jumlah pengunjung dan seniman. Penurunan ini menunjukkan kebutuhan revitalisasi untuk mengembalikan fungsi dan daya tariknya sebagai ruang seni dan budaya perkotaan melalui strategi regenerasi perkotaan. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur dengan komunitas seniman, pengelola Pasar Seni Ancol, dan Pemerintah. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa Pasar Seni Ancol menghadapi minimnya visibilitas seniman dan karya seni mereka. Situasi ini diperburuk oleh hubungan sosial yang kurang harmonis antara pengelola dan komunitas seniman. Selain itu, pengelolaan Pasar Seni Ancol kurang adaptif terhadap perubahan preferensi seni di era digital. Diversifikasi dan valuasi karya seni juga tidak selaras dengan karakteristik demografi pengunjung. Penelitian ini merekomendasikan strategi revitalisasi Pasar Seni Ancol sebagai ruang seni dan budaya perkotaan yaitu pembukaan akses tanpa biaya masuk bagi publik untuk meningkatkan visibilitas serta restrukturisasi manajemen pengelola yang lebih profesional dan adaptif. Transformasi manajemen pengelolaan juga diusulkan untuk beradaptasi dengan preferensi seni dan budaya di era digital. Diversifikasi karya seni dan valuasi karya direkomendasikan untuk memenuhi preferensi dan kemampuan finansial demografi pengunjung yang beragam.

Pasar Seni Ancol, a significant art and cultural space in Jakarta, has experienced degradation over the past decades due to a decline in visitor numbers and artist engagement. This decline highlights the urgent need for revitalization to restore its function and appeal as an urban art and cultural hub through urban regeneration strategies. This study employs a qualitative methodology using a case study approach. Data were collected through semi-structured interviews with the artist community, Pasar Seni Ancol management, and government representatives.The findings reveal that Pasar Seni Ancol faces a lack of visibility for its artists and their works, compounded by strained social relations between management and the artist community. Additionally, its management has been inadequately responsive to evolving artistic preferences in the digital era. The absence of diversified and appropriately valued artworks further undermines its attractiveness to its visitor demographics. This study recommends several revitalization strategies for Pasar Seni Ancol, including opening public access free of charge to enhance visibility and restructuring management to be more professional and adaptive. Transforming management practices is also suggested to align with changing artistic and cultural preferences in the digital age. Diversifying art offerings and adjusting valuations are further recommended to cater to the diverse preferences and financial capacities of its visitor base, enabling Pasar Seni Ancol to reclaim its relevance as a dynamic and inclusive urban art and cultural space."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saffana Putri Andriana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor industri terhadap struktur modal pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2017-2021. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 273 perusahaan dengan total observasi sebesar 1615 firm-year. Penelitian ini terdiri dari struktur modal sebagai variabel dependennya, dan industry competitiveness, industry munificence, serta industry dynamism sebagai variabel independen. Hasil penelitian menemukan adanya pengaruh signifikan negatif dari industry competitiveness dan industry dynamism terhadap struktur modal. Sedangkan, untuk industry munificence ditemukan adanya pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap struktur modal.

This study aims to determine the effect of industry-specific factors on capital structure in non-financial companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the 2017-2021 period. The research sample used in this study was 273 companies with a total observation of 1615 firm-year. This study consists of capital structure as the dependent variable, and industry competitiveness, industry munificence, and industry dynamism as independent variables. The result found that there is a negative significant effect of industry competitiveness and industry dynamism on capital structure. Meanwhile, for industry munificence, there is a negative but insignificant influence on capital structure."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Acdian
"Tesis ini merupakan kajian terhadap siasat dan politik budaya masyarakat adat kasepuhan dalam pertarungan mendapatkan hak atas sumberdaya atas lahan dan hutan adat di kawasan konservasi Halimun-Salak, Jawa Barat dan Banten. Fokus kajian diarahkan pada sosok dan peran para pemimpin adat di dua wilayah kasepuhan, masing-masing adalah Kasepuhan Cisitu di Kabupaten Lebak, Banten dan Kasepuhan Sinar Resmi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Perhatian terhadap dua sosok pemimpin masyarakat adat itu memberikan penulis sebuah gambaran menarik tentang bentuk-bentuk siasat dan politik budaya yang menjadi sumber inspirasi dalam aksi-aksi kolektif masyarakat kasepuhan berhadapan dengan kebijakan negara, khususnya terhadap klaim atas wilayah konservasi oleh Departemen Kehutanan dan eksploitasi emas oleh PT Aneka Tambang (PT Antam). Studi ini menunjukan bahwa lebih dari sekedar sebuah gagasan adat yang statis, adat menjadi sebuah konstruksi dinamis yang bergerak sesuai dengan proses kontestasi yang terjadi antara masyarakat kasepuhan tersebut berhadapan dengan negara, diwakili oleh pemimpin mereka, dan sekaligus juga sebuah inovasi dalam menjaga dan mempertahankan lembaga adat dalam proses perubahan cepat yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tersebut.

This thesis is a study about cultural politics and strategy of indigenous peoples (Kasepuhan) in the struggle obtain rights to resources of land and forests in the conservation areas of Halimun-Salak, West Java and Banten. The study focused on the figure and the role of traditional leaders in the two kasepuhan areas, Kasepuhan Cisitu in Lebak , Banten province and Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi, West Java. The focus to the leaders role and function in designing cultural politics and strategy in their contestation against the state policies, especially the claim of conservation areas by Forestry Department and gold mining by PT Aneka Tambang, provides an interesting findings of adat as dynamic construction along with their daily struggles, as well as an inovative strategy by the leaders to maintain adat institution under rapid social changes in their environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28974
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Field, John
Bantul: Kreasi Wacana, 2011
302 FIL st (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Woro Aryandini
Jakarta: UI-Press, 2000
306 WOR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riyadi Solih
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh modal sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga di Indonesia menggunakan data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2012. Modal sosial dan kesejahteraan dihitung menggunakan metode Analisis Komponen Utama atau PCA. Kesejahteraan didekati oleh indeks kekayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kontrol: jenis kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT), umur KRT, pendidikan KRT, daerah tempat tinggal, dan lapangan pekerjaan KRT signifikan mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga. Modal sosial sebagai variabel bebas utama juga signifikan positif mempengaruhi kesejahteraan. Semakin tinggi modal sosialnya maka akan semakin sejahtera.

This research aims to study the effect of social capital on household welfare in Indonesia using Susenas data of Socio-cultural and Educational Module 2012. Welfare and social capital calculated using Principal Component Analysis or PCA. Welfare was approached by a wealth index. The results showed that the control variables: gender, age, education of head of household (KRT), area of residence, and employment of KRT significantly affect household welfare. Social capital as the main independent variable was also significantly positively affect welfare. The higher the social capital will be more welfare.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Irianto
"Etnifikasi atau proses peminggiran penduduk lokal sebagai akibat migrasi di Lampung menyebabkan ulun Lampung menjadi minoritas di tengah-tengah heterogenitas budaya pendatang. Dalam menghadapi marjinalisasi ini, mereka membangkitkan tradisi (invensi tradisi) dalam rangka memperkuat kesadaran kolektif melalui pemaknaan piil pesenggiri (harga diri) yang direproduksi dan diartikulasikan sebagai representasi identitas. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pemaknaan piil pesenggiri sebagai kedayatahanan identitas ulun Lampung yang mereposisi identitasnya, terkait dengan bagaimana piil pesenggiri diolah sebagai modal budaya dan strategi budaya di dunia sosial mereka. Sebagai penelitian kualitatif, data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan sejumlah informan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang piil pesenggiri berdasarkan pengalaman dalam dunia sosial yang dijalaninya.
Temuan penelitian ini, bahwa rekonstruksi identitas ulun Lampung tidak terlepas dari perkembangan dinamika politik dan budaya dalam ruang dan waktu. Produksi dan reproduksi piil pesenggiri sebagai invensi tradisi, yang diolah menjadi modal budaya dan strategi identitas merupakan resi stensi terhadap pendatang sebagai reteritorialisasi dan identifikasi diri. Mengubah stigma negatif piil pesenggiri yang selama ini dijadikan "perisai budaya" dalam berbagai tindakannya adalah konstruksi ulun Lampung dengan citra baru melalui pendidikan, simbol budaya maupun jalur politik, merupakan proses untuk diakui identitasnya dalam struktur sosial. Reproduksi piil pesenggiri menunjukkan piil sebagai identitas bukan produk yang statis tetapi kontekstual dan tidak dapat dipisahkan dari habitus ulun Lampung.

Etnifikasi or marginalize the local ethnic as result of migration process in Lampung has cause ulun Lampung?s to became a minority amidst of the cultural heterogeneity immigrants. In response to this marginalization, they re-invented tradition in order to strengthen their collective consciousness through the meaning of piil pesenggiri (self esteem) that's reproduced and articulated as a representation of identity. The study aims to explain how the meaning piil pesenggiri has been reproduced in the repositioning of ulun lampung's cultural identity, related to how ulun lampung interpret piil pesenggiri as a cultural capital and strategy cultural. The data were obtained through in-depth interviews from a number of informants to obtain a comprehensive description of piil pesenggiri based on their experiences in the social world.
The results showed that the reconstruction of Lampung ulun identity is inseparable from the development of the political and cultural dynamics in space and time. The production and reproduction of piil pesenggiri as an invention is processed to serve a cultural capital and identity strategy on the social structure vis-a-vis migrants can be viewed as a reteritorialization of identity. Changing the negative stigma that has piil pesenggiri used as cultural "shields" manifested in the various actions is the construction of ulun lampung with a new image through field of education, cultural symbols, or political field, and a process for gaining recognition in terms of their existence identity in the social structure. The reproduction of piil pesenggiri in social structure Lampung society shows that piil is not a static entity but an ever-changing one and it is inseparable from the ulun Lampung?s habitus.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>