Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84099 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Taufik
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kemungkinan ancaman yang terdapat di Aceh pascaNota Kesepahaman Helsinki berdasarkan presiden terpilih pada Pemilu 2014. Kemungkinan ancaman tersebut dilakukan dengan mendekonstruksi ancaman menjadi tiga variabel yaitu, niat, kemampuan, dan kondisi dan mengekstraksi data variabel tersebut dari 5 aktor utama yaitu Variabel-variabel tersebut didapat dengan mengekstraksi data dari lima aktor utama yang memiliki ancaman terhadap Indonesia di Aceh yaitu Partai Aceh (PA), Partai Nasional Aceh (PNA), Majelis Pemerintahan GAM (MP-GAM), sebagai pecahan eks-gam yang memiliki kepentingan dominasi kekuasaan, baik dengan cara separatisme maupun tidak; Pihak internasional yang memiliki kepentingan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang dapat digunakan untuk keperluan militer, dan Elite Jakarta dengan kepentingan ekonomi. Operasionalisasi variabel-variabel tersebut menggunakan analisis morfologis dan menghasilkan 6 skenario kemungkinan ancaman yang ditimbulkan dari perkembangan pola perjuangan eks-GAM dengan 2 end-state yang berbeda, merdeka secara de facto sehingga menghasilkan negara dalam negara dan referendum. Setelah itu, analisis linimasa digunakan untuk memberikan hindsight terhadap perkembangan ancaman di masa lalu berdasarkan variabel-variabel yang sama . Hindsight tersebut menunjukkan intelligence failure terjadi karena satu hal yang signifikan yaitu permasalahan pada kepala pemerintahan sebagai pembuat keputusan. Temuan analisis morfologis tersebut disintesiskan dengan temuan analisis linimasa dan menghasilkan tiga skenario dengan tiga karakteristik yang berbeda dari presiden terpilih tahun 2014 untuk menggambarkan kontribusi presiden terpilih terhadap realisasi kemungkinan ancaman eks-GAM yang telah ditemukan. Berdasarkan skenario tersebut, penelitian menyimpulkan tiga rekomendasi untuk meminimalisasi terjadinya hal tersebut yaitu peningkatan trustee intelijen daerah, operasi terpadu, dan mengundang investor asing.

The research is intended to assess the possibility of threat in Aceh past the Helsinki MOU period, in particular how the situation will unfold as Indonesians select their new president in 2014 presidential election. The threat possibility is carried out by deconstructing the threat into three variables, namely intention, capability and condition and extracting these data variables from 5 main actors including The Aceh Party (PA), The Aceh National Party (PNA), GAM’s Government Council which has an ambition for power domination through separatist means or other means, International parties with economic and infrastructure interests which could be used for military purposes and Jakarta’s elite with economic interests. The operasionalization of the variables in the study is conducted by using a morphological analysis that produced 6 possible threat scenarios by looking at the pattern of the former GAM members struggle with two different end states, to be independent, thereby creating a country within a country or referendum. A timeline analysis is further used to provide hindsight for the threats past background based on the same variables. The hindsight showed an apparent intelligence failure in the part of the head of the government as a decision maker. The findings from the morphological analysis is then synthesized with the findings of the timeline analysis to produce three scenarios with three different characteristics relevant to who gets elected in the 2014 presidential election. The findings stated the contribution that the next Indonesian president could make in facing the realization of the former GAM threat. The study concludes that there are three available recommendations to minimize the GAM threat. They include improving the trust in regional intelligence, holding organized operations and inviting foreign investors."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamaruddin
"Penelitian ini berfokus pada kemampuan manusia secara individu maupun kelompok dalam mengkonstruksi realitas proses transformasi konflik Aceh pasca MoU Helsinki. Termasuk penelitian kualitatif dengan disain interpretatif yang menggunakan pendekatan paradigma konstruksionisme. Permasalahan utama adalah bagaimana realitas proses transformasi konflik dari perjuangan bersenjata menuju perjuangan politik kasus Gerakan Aceh Merdeka-GAM Pasca MoU di konstruksikan oleh informan, bagaimana komunikasi dibangun oleh para pihak dalam proses transformasi konflik Aceh serta bagaimana dan mengapa kendala- kendala mesti dapat di selesaikan.
Model operasional penelitian menggunakan perspektif komunikasi budaya terutama tentang konsep-konsep konstruksi realitas, interaksionis simbolik, proses dialektika, identitas, etnisitas dan resolusi-transformasi konflik. lnforman terdiri dari mantan GAM, korban konflik, BRA, intelektual/akademisi, peace builder dan tokoh masyarakat Aceh. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, partisipan observasi dan analisis dokumen sedangkan analisis dilakukan dengan merujuk pada standar dan pendapat para peneliti kualitatif dengan paradigma konstruksionisme- interpretive.
Analisis hasil wawancara, partisipan observasi dan analisis dokumen bahwa: Fase awal transformasi yang ditandai dengan pengalaman sejarah, dari kegagalan HDC, Gempa dan tsunami, hadimya IMC, lahir MoU Helsinki, proses decommissioning dan pembubaran sayap militer GAM dengan membentuk KPA serta penarikan TNI/Polisi non organik berhasil dilakukan. Lahirnya BRA sebagai wadah reintegrasi menimbulkan dan menyisakan berbagai permasalahan. UUPA suksesnya Pilkada dengan calon Independen, lahirnya partai lokal sebagai bagian dari road map to peace proses dan Pemilu legislatif secara demokratis dimenangkan partai lokal mantan GAM relatif mampu memberi ruang baru bagi sirkulasi kekuasaan sosial, budaya dan politik di Aceh.
Kendala proses transformasi; pemahaman sejarah keacehan masih kurang, mutual trust terus merosot di Aceh, implementasi MoU dan BRA-PKK setengah hati, kurangnya penerimaan mantan GAM oleh Militer, milisi dan sebaliknya, peran KPA yang berlebihan dalam masyarakat Aceh, keterbatasan pemerintah Irwandi-Nazar mengatasi budaya korupsi, kolusi dan nepotisme, perbedaan penafsiran self government, terhambatnya pembentukan KKR, isu ALA-ABAS serta peran peace builders relatif kurang, penerapan trust building. Dialektika realitas tersebut menjadi persoalan sosial, politik, budaya dan hukum.

This study is focused on the human ability, as individual or group, in constructing the reality of conflict transformation process in Aceh post MoU in Helsinki. This is qualitative study with interpretative design using an approach of constructionism paradigm. The main problem is how the reality of conflict transformation from armed-struggle to political struggle in case ofthe Aceh Freedom Movements (GAM) post MoU constructed by informant, how the communication is established by the person in charge in the process of conflict transformation in Aceh also how and why the obstacles should be solved.
The operational model of this study was using the perspective of cultural communication, especially regarding the concepts of reality construction, symbolic interactionism, dialectic process, identity, ethnicity, and resolution-transformation of the conflict. informants consist of former GAM members, the victims ofthe conflict, BRA, academician, peace builder, and prominent figures in Aceh’s community. The data collection was done by interview, observation of the participants, and document analysis; while the data analysis was done by referring to the standard and the opinion of the qualitative researchers.
The analysis of interview result, stated that the initial phase marked by the history experiences, the failure of HDC, earthquake and tsunami, the present of IMC, MoU Helsinki, decommissiomng process, the dissolution of GAM military wings by forming KPA, and the success of the pulling of non-organic TNI/Police. The establishment of BRA as an umbrella for the reintegration produces and leaves several problems. UUPA the success of Pilkada with independent candidates, emerging of local parties as a part of road map to peace process, and legislative general election which held democratically and won by local party that consist of former GAM'member is relatively be able to create a new space for the hegemony circulation in social, cultural, and political aspects in Aceh.
Obstacles of transformation process; the lack of understanding regarding to history of Aceh, the decline of mutual trust in Aceh, the implementation of MoU and BRA that is still half-hearted, lack of acceptance of fomtcr GAM members by the Indonesian military, military and vice versa, the over role of KPA in Aceh’s community, the limitedness of Irwandi Nazar’s govemment in overcoming KKN, the different opinion in translating the meaning of seygovemnrent, the impeded of the KKR formation, issue about ALA-ABAS, andthe lack of peace builders roles and the implementation of trust building as well. The dialectic of those realities has become a social, politics, cultural, and law problems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33952
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Yudha Apriliasari
"Memorandum of Understanding Helsinki merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka GAM sebagai bentuk penyelesaian konflik berkepanjangan di Aceh secara damai, menyeluruh, dan berkelanjutan. Implementasi atas butir-butir MoU menjadi instrumen bagi pemeliharaan perdamaian positif jangka panjang di Aceh. Pemerintah dan Eks kombatan GAM menjadi aktor penting dalam implementasinya, karena beberapa butir MoU menargetkan langsung pada kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan Eks Kombatan GAM. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, skripsi ini akan menjelaskan bagaimana implementasi MoU Helsinki memperbaiki kesejahteraan eks kombatan GAM pascakonflik. Skripsi ini menggunakan pendekatan welfare criminology dan didukung dengan pemikiran peacemaking criminology dari Richard Quinney dalam menganalisis seberapa jauh implementasi MoU Helsinki berperan sebagai pemelihara perdamaian di Aceh, dan sebagai tolok ukur untuk mengukur keseriusan pemerintah dalam pemenuhan kesejahteraan sosial bagi eks kombatan GAM, serta menjelaskan permasalahan dalam pengimplementasiannya hingga saat ini.

Helsinki MoU is an agreement between the Government of The Republic of Indonesia and The Free Aceh Movement GAM as the solution of long term conflict in Aceh in peaceful, whole, and sustainable. Implementation of the points of MoU becomes instrument for keeping the long term positive peace in Aceh. The government and the Ex GAM Combatant become important actors in the implementation, because some the MoU points directly target the welfare of Ex GAM Combatants. Using qualitative approach, this undergraduate thesis will explain how implementation of Helsinki MoU repairs the welfare of Ex GAM Combatants post conflict. This undergraduate thesis uses a welfare criminology approach that is supported by Richard Quinney's peacemaking criminology to analyze how far the implementation of Helsinki MoU takes role as the keeper of peace in Aceh, and as an indicator to measure the Government's seriousness in fulfilling social welfare for Ex GAM combatants, and to explain the problems in implementating the MoU until now."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subur Wahono
"Penelitian ini berfokus pada kebijakan Pemerintah dalam rangka implementasi nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dengan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan disain deskriptif analitis. Metode deskriptif akan menjabarkan kebijakan yang dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam melaksanakan nota kesepahaman Helsinki. Sedangkan metode analitik digunakan dalam membahas aktifitas peacebuilding dalam rangka menciptakan situasi aman serta pengaruhnya kepada ketahanan nasional Indonesia. Dari analisis terhadap data hasil penelitian, nota kesepahaman Helsinki secara literal telah mampu mengembalikan rasa ke-Indonesiaan (nasionalisme) rakyat Aceh kepada Republik dan menanggalkan keinginan merdeka. Post-conflict peacebuilding selama hampir 3 tahun mampu mendamaikan kedua belah pihak pelaku konflik dan mereduksi potensi konflik serta menghasilkan pemerintahan yang dilegitimasi rakyat melalui proses demokrasi (Pilkada Aceh) damai dengan terpilihnya drh. Irwandi Yusuf, M.Sc., sebagai Gubernur baru provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan 20 Bupati/Walikota untuk periode tahun 2007 sampai 2012. Penyelesaian konflik mampu menyentuh akar masalah identitas Aceh dan ketidakadilan dibidang sosial dan ekonomi. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dinilai mampu mewujudkan otonomi daerah dengan sharing of power di bidang pemerintahan, perimbangan keuangan dan penegakan hak asasi manusia dengan baik. Kedepan implementasi nota kesepahaman Helsinki harus mampu menegosiasikan kepentingan elite politik dengan rakyat Aceh dengan agenda utama pembangunan dalam mencapai kesejahteraan. Harapan untuk mewujudkan Aceh baru, adalah harapan untuk mewujudkan Indonesia baru.

This research focus at policy of Government in order to implementation of Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki betwen Republic Government of Indonesia with Free Aceh Movement (Gerakan Aceh Merdeka/GAM) in Nangroe Aceh Darussalam Provense. This is qualitatif research with deskriptif analitic desain. Descriptive method will formulate policy run by Republic Government of Indonesia in executing MoU Helsinki. While analytic method used in studying peacebuilding actifity in order to creating peaceful situation and its influence to Indonesian national resilience. From analysis to data result of research, MoU Helsinki by literal have been able to return to feel Indonesiaan (Acheh people nasionalisme) to Republic and take off desire independence. Peacebuilding post-conflict during almost 3 year can pacify both parties perpetrator of conflict and reduce conflict potency and also yield governance which is people legitimate through peaceful democracy process (Pilkada Acheh), chosenly drh. Irwandi Yusuf, M.Sc., as new Governor of Nangroe Acheh Darussalam province and 20 Regent/Mayor for the period of year 2007 until 2012. Solving of conflict can touch root of problem of Acheh identity and justice in economic and social area. Government of Susilo Bambang Yudhoyono assessed can realize autonomy with sharing of power in governance, monetary counter balance and straightening of human right. In the future implementation of MoU Helsinki have to negotiation between political elite and Acheh people with especial agenda of development in reaching prosperity. Expectation to realize new Acheh, is expectation to realize new Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24968
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vemmy Richard
"Tesis ini membahas tentang ancaman separatis yang ditimbulkan Oleh Gerakan Papua Merdeka terhadap kedaulatan NKRI. Keticlakpuasan yang dirasakan oleh masyarakat Papua sejak paska penjajahan Belanda menimbulkan keinginan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beragam pcnycbab munculnya keinginan untuk memisahkan diri tersebut, salah satu yang utama karena masyarakal Papua menganggap bahwa pemerinlah pusat bclum mampu menycjahtcrakan rakyat Papua. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain dcskriptif analitis dan penelitian intelijen stratejik.
Hasil penelitian ini menyarankan kepacla pcmcrintah pusat bahwa ketidakpuasan masyarakat Papua dapat mcngancam stabilitas dan kedaulatan NKRI. Keinginan untuk memisahkan diri tersebut muncul sebagai akibat dari adanya ketidakpuasan, marjinalisasi budaya dan sosial, ekplorasi SDA, pelanggaran HAM serta adanya dukungan dari dunia intcmasional. Oleh karena itu pemerintah perlu menerapkan stratcgi kebijakan yang tepat untuk mengeliminir Gcrakan Papua Merdeka.

This thesis discusses about separatist threat posed by Papua Freedom Movement against sovereignty ot`NKRI. Dissatisfaction felt by the people of Papua from Dutch colonial post raises a desire to secede from The Republic of Indonesia. Various causes emerge of the desire to secede, one of the main because of the Papuan people assume that the central govemment has not been able to provide welfare for the Papuans. This study was a qualitative research with descriptive analysis design and strategic intelligence research.
The results of this study suggest to the central government that the dissatisfaction of the Papuans could threaten the stability and sovereignty of the Republic of Indonesia. The desire for secession is emerging as a result of dissatisfaction, social and cultural marginalization, exploration of natural resources, human rights violations and the support from the intemational community. Therefore, govemment needs to implement appropriate policy strategies to eliminate the Papua Freedom Movement.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33381
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mastuti
"Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan negara Republik Indonesia, terutama dalam dua tahun terakhir. Keberadaan GAM dengan kekuatan yang seperti sekarang tentu tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kemunculan dan periode awal gerakannya, karena pada waktu itulah pondasinya dibangun. Oleh sebab itu, masalah GAM tidak akan dapat ditangani dengan baik tanpa menelaah periode awalnya. Dengan mengkaji periode tersebut, diharapkan dapat diketahui sebab-sebab kelahirannya, ideologi, taktik dan strategi, para pendukung, tujuan, dan tahapan aksi yang akan mereka lakukan.
Permasalahan-permasalahan yang ada akan coba ditelaah dengan menggunakan teori etnisitas dari David Brown, teori collective action dari Charles Tilly, dan konsep perang gerilya dari Nasution. Dalam eksplanasi ditekankan bahwa baik struktur maupun aktor memiliki peran yang sama pentingnya dalam melahirkan peristiwa.Tulisan yang tergolong dalam sejarah sosial politik ini pada prinsipnya ingin menjawab dua permasalahan utama, yaitu: bagaimana bentuk pemberontakan GAM dan mengapa GAM dapat bertahan lama.
Dari hasil penelitan yang dilakukan, diperoleh jawaban bahwa GAM merupakan gerakan separatis yang causal factor dari kelahirannya adalah karena bangkitnya nasionalisme etnis Aceh sebagai ekses dari kebijakan pemerintah pusat yang sangat sentralistis. Adapun penyebab GAM dapat bertahan sampai sekarang adalah karena akar-akar ideologisnya telah tertanama baik seiring keberhasilan penanaman kesadaran pada periode pertama dan juga karena adanya perubahan kebijakan pemerintah pusat dalam menangani gerakan-gerakan daerah. Ketidakjelasan sikap dan langkah dari pemerintah telah membingungkan aparat yang bekerja di lapangan. Mereka serba takut dalam melakukan tindakan yang membawa dampak fatal terhadap kondisi keamanan secara menyeluruh.
Kekecewaan yang berkembang luas dalam diri masyarakat Aceh terhadap perlakuan pusat telah menyebabkan munculnya tindakan-tindakan perlawanan, yang kemudian dengan cantik dimanfaatkan oleh GAM untuk mengekspoiltir dukungan massa. Di sini terjadi keseiringan gerak tentara GAM dengan gerakan perlawanan rakyat yang sesungguhnya gerakan perlawanan itu tidak bersifat separatis seperti GAM. Meskipun ada pengentalan perlawanan namun GAM tidak akan sampai menggulirkan sebuah revolusi, sebab koalisi yang terbangun tidak cukup kuat untuk melakukannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T4272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamid Awaludin
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies (CSIS), 2008
303.66 HAM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sjohirin
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Galura Pase, 2007
297.47 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S6360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>