Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153434 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudha Pratesa
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kandidat biomaterial yang mampu luruh
berbasis Fe-Mn-C menggunakan proses metalurgi serbuk. Karbon ditambahkan
dalam paduan dengan tujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dan korosi sebagai
biomaterial yang mampu luruh. Hasil pencampuran serbuk disinter dalam tungku
kedap udara. Hasil sinter dilakukan karakterisasi sifat mekanik, fisik,
kimia,biokompatibilitas dan perilaku korosi dalam lingkungan albumin dan tanpa
albumin dalam larutan ringer. Pengujian biokompatibilitas invitro dilakukan dengan
metode Methylthiazol Tetrazolium Assay (MTT) untuk mengetahui toksisitas paduan.
Hasil penelitian menunjukkan fasa Austenite terbentuk hingga 99% pada paduan Fe-
25%Mn-1%C dan Fe-35%Mn-1%C. Karakteristik laju korosi meningkat dari
1.01mm/year menjadi 1.53 mm/year seiring dengan peningkatan kadar mangan
dalam paduan dan menurun dalam kondisi mengandung Albumin. Nilai viabilitas sel
pada persentase 50% hingga 72 jam pengamatan menujukan paduan ini potensial
untuk dikembangkan sebagai kandidat biomaterial mampu luruh

This study aims to find the candidate of degradable biomaterial using Fe-Mn-C alloy
formed by powder metallurgy. Carbon added in the alloy to improve the mechanical
properties and corrosion rate of material as a degradable biomaterial. The result from
powder mixing process sintered in a vacuum furnace. Sintering product was
characterized to gain the mechanical, physical, chemical properties,
biocompatibilities and corrosion behavior in the presence of albumin and without
albumin in ringer solution. Biocompatibility In Vitro testing was performed by
Methylthiazol Tetrazolium Assay (MTT) method to determine the toxicity of alloys.
This research shows 99% of austenite phase formed at Fe-25%Mn-1%C and Fe-
35%Mn-1%C alloy. The corrosion rate increase proportionally with Manganese
content in the alloy from 1.01mm/year to 1.53 mm/year and decline in albumin
environment. The decline of percentages viabilities into 50% after 72 hours shows
potential of this alloy to be developed as degradable biomaterial candidate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyadi
"Terak akhir timah merupakan produk samping hasil peleburan terak-1 yang mengandung jenis oksida serupa dengan semen Portland OPC , yaitu SiO2, CaO, Al2O3, dan Fe2O3 sehingga terdapat potensi untuk diutilisiasi sebagai beton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik OPC dan semen campuran terak-2 terhadap korosivitas material semen dan baja berdasarkan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy EIS dan Cyclic Polarization. Penelitian ini menggunakan terak akhir timah Bangka yang dicampurkan dengan OPC masing-masing sebanyak 10 , 20 , dan 30 . Beton yang dicetak memiliki rasio 0.5 w/c dengan proses curing selama 28 hari lalu direndam di dalam larutan NaCl 3.5 selama 6 hari. Hasil analisa menunjukkan baja di dalam campuran 20 terak memiliki ketahanan korosi yang paling kompetitif dan stabil terhadap beton OPC murni, diikuti campuran 10 , dan 30 terak secara berturut-turut.

Final tin slag is a byproduct of slag 1 smelting process that contains similar oxides compared to Portland cement OPC , which is SiO2, CaO, Al2O3, and Fe2O3 so that there is potential to be initiated as a concrete. The aim of this research is to know the characteristics of OPC and cement of slag 2 mixture against corrosivity of cement and steel material based on Electrochemical Impedance Spectroscopy EIS and Cyclic Polarization methods. This study uses final tin slag from Bangka mixed with OPC each of 10 , 20 , and 30 . The molded concrete has a ratio of 0.5 w c with 28 days curing process then immersed in a 3.5 NaCl solution for 6 days. The analysis shows that the steel in 20 slag 2 concrete mixture has the most competitive and stable corrosion resistance compared to original OPC concrete, followed by 10 , and 30 slag mixture respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Rita Adriana
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Abdillah Mas`Ud
"

Kegagalan sistem perpipaan pada industri minyak bumi dan gas merupakan kondisi yang sangat dihindari dan diantisipasi karena kerugian yang dihasilkan dapat mencapai sangat tinggi. Salah satu penyebab yang mengakibatkan kegagalan sistem perpipaan adalah korosi internal. Korosi internal ini disebabkan oleh kandungan karbon dioksida dan zat-zat yang korosif di dalam minyak bumi dan gas. Untuk mengantisipasi kegagalan yang dapat terjadi, dibutuhkan sistem inspeksi yang optimal sehingga tidak hanya dapat mencegah terjadinya korosi yang mengakibatkan kegagalan sistem perpipaan namun juga overbudgetting akibat inspeksi yang terlalu sering. Risk Based Inspection (RBI) merupakan salah satu metode untuk menentukan sistem inspeksi secara optimal dengan menggunakan pendekatan risiko. Dalam pendekatan penghitungan risiko, simulasi monte carlo dapat digunakan untuk mendekati nilai risiko aktual pada kondisi lapangan dengan jumlah sampel yang sedikit. Dalam simulasi monte carlo ini digunakan dua jenis fungsi laju korosi yang sesuai dengan ASTM G-16 95. Dengan membandingkan jenis fungsi laju korosi linier yang umumnya digunakan dalam penghitungan laju korosi di lapangan dengan fungsi laju korosi non-linier akan menghasilkan pendekatan nilai risiko yang lebih akurat. Dengan pendekatan nilai risiko yang lebih akurat, sistem inspeksi yang dihasilkan dalam akan lebih optimal.

 


Failures in oil and gas piping system are a condition which may occur and resulting in high amount of loses. One of the main causes on pipeline system failure is Internal corrosion. This internal corrosion is occurred due to high content of carbon dioxide gasses and other corrosive substances inside crude oil and natural gasses. Therefore, an optimum inspection scheduling system will be needed not only to intercept the probability of pipeline failures caused by corrosion but also to prevent overbudgeting on excessive inspection scheduling. For this purpose, Risk-Based Inspection (RBI) is used based on API RP 581 document as a standard procedure of analysis. Also, in this paper Monte Carlo simulation will be applied using stochastic iteration to approximate the actual risk value of the pipeline system with limited amount of sample on site. In addition, the non-linear corrosion rate function is used as a comparison to the commonly used linear corrosion rate function based on the ASTM G-16 95 document. The results show non-linear corrosion rate function will generate more accurate approach on approximating the actual risk value and eventually resulting in more efficient inspection scheduling system during the lifetime of the pipe system.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sapto Nugroho
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41102
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristian
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fuad Hakim
"Stent mampu luruh alami sudah menjadi salah satu metode alternatif yang sedang banyak dikembangkan dalam aplikasinya untuk stent koroner. Besi murni dan paduan magnesium merupakan material stent mampu luruh alami yang populer saat ini. Bagaimanapun dalam lingkungan tubuh manusia, laju peluruhan besi murni terlalu lambat dan paduan magnesium terlalu cepat. Paduan Fe-Mn-C diproduksi dengan metode metalurgi serbuk diharapkan menjadi material alternatif dengan laju korosi diantara besi murni dan paduan magnesium. Besi, ferromangan, dan karbon dalam bentuk serbuk manjadi bahan baku paduan ini. Pemaduan mekanik secara sederhana dan variasi komposisi mangan (25% dan 35%) dilakukan pada paduan Fe-Mn-C ini. Proses sinter dilakukan dengan aliran Ar pada temperatur 1100°C.
Karakterisasi terhadap porositas, mikrostruktur, kekerasan, laju korosi, dan biokompatibilitas dilakukan pada sampel hasil sinter. Laju korosi dilakukan pada cairan simulasi tubuh larutan Hank’s dan ringer laktat. Pengujian biokompatibilitas dengan metode sitotoksisitas in vitro dilakukan dengan sel osteoblas MG 63. Hasil uji laju korosi memperlihatkan paduan Fe-Mn-C berada diantara laju korosi besi murni dan paduan magnesium. Pada hasil sitotoksisitas paduan Fe-Mn-C memperlihatkan viabilitas kehidupan sel MG 63 yang tinggi. Pada akhirnya dapat disimpulkan paduan Fe-Mn-C dapat dikembangkan lebih lanjut untuk aplikasi biomaterial mampu luruh alami.

Biodegradable stents have become one of the alternative method which being widely developed for corronary stent application. Pure iron and magnesium alloy are biodegradable stent materials which popular at this time. However, magnesium alloy degrades too fast and pure iron is too slow, in human body environment. Fe-Mn-C alloy produced by powder metallurgy method is expected to be an alternative material with range of degradation rate between pure iron and magnesium alloy. Iron, ferromanganese, and carbon in the form of powder as raw material for this alloy. Simple mechanical alloying and compositional variations of manganese (25% and 35%) performed for Fe-Mn-C alloy. Sinter process is done with Ar inert flow gas at a temperature of 1100°C.
Porosity, microstructure, hardness, degradation rate, and biocompatibility characterization performed on samples of sinter. Degradation rate performed in simulated body fluid of Hank’s and ringer lactate. Biocompatibility with in vitro cytotoxicity methods performed by MG 63 osteoblast cells. The results show the degradation rate of Fe-Mn-C alloy is between pure iron and magnesium alloys. The cytotoxicity test show the high metabolic activities of MG 63 cells. In conclusion, Fe-Mn-C alloy are considered for further development of biodegradable materials.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Prasetyo
"Material biologis mampu luruh berbasis paduan Fe-Mn-C hasil proses pemaduan mekanik dan metalurgi serbuk besi, mangan dan karbon diamati dengan paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C. Material biologis mampu luruh berbasis Fe-Mn-C telah diteliti dengan pengujian sifat korosi dengan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) pada larutan Hanks', pengamatan SEM dan EDAX pada material setelah direndam di dalam lautan Hanks', pengujian AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) dengan ekstrak material pada larutan Hanks' dan pengujian sitotoksitas dengan menggunakan sel osteoblas. Impedansi paduan Fe-33Mn-2C lebih tinggi dibandingkan dengan paduan Fe- 26Mn-1C. Lapisan Ca/P terbentuk dan menutupi permukaan paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C. Konsentrasi Fe dan Mn terlarut pada kedua material di dalam larutan Hanks' secara berurut yaitu di bawah 45 mg/L dan 11 mg/L per hari. Hasil ekstrak paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C memiliki persentase viabilitas yang tinggi dengan tingkat toksisitas yang rendah. Dengan demikian, paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C memiliki sifat biokompatibilitas yang baik.

Degradable biomaterial based on Fe-Mn-C alloy product from mechanical alloying and powder metallurgy process of iron, manganese and carbon is observed with Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys. This Fe-Mn-C based degradable biomaterial alloy has been investigated with corrosion properties examination by Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Method with Hanks' solution, SEM and EDAX observation of material after immersion in Hanks' solution, Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) examination of material extracts with Hanks' solution and cytotoxicity examination with osteoblast cell. Impedance of Fe-33Mn-2C alloy is higher than Fe-26Mn-1C alloy. Ca/P layer formed and covered the interface of Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys. Solute concentrations of iron and manganese from each material in Hanks' solution were lower than 45 mg/L per day and 11 mg/L per day in sequence. Extracts of Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys have high viability percentage with low toxicity level. From the result, Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys have good biocompatibility properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhidiyan Waroko
"Material Fe-M n-C telah banyak dikembangkan sebagai material mampu luruh untuk aplikasi penyangga pembuluh dalam satu dekade belakangan ini. Penggunaan biomaterial Fe-M n-C mampu menghindari tindakan pembedahan kembali setelah pembuluh jantung kembali normal setelah mengalami penyempitan, yaitu sekitar 6-12 bulan. Pengujian material Fe-M n-C dilakukan untuk mencari kelayakan kandidat biomaterial ini digunakan sebagai penyangga pembuluh yang mampu luruh. Material tersebut dibuat dengan cara pemaduan mekanik kemudian metalurgi serbuk. Hasil pengujian EDAX pada material akhir menunjukkan komposisi material yaitu Fe-24Mn-0.4C dan Fe-33Mn-0.3C. Hasil pengujian atomic absorption spectroscopy pada ektrak larutan kedua larutan menunjukkan kandungan logam pada ekstrak material Fe-24M n-0.4C lebih tinggi dari ekstrak material Fe-33M n-0.3C. Pada permukaan kedua material juga menunjukkan adanya pembentukan lapisan kalsium fosfor yang dapat memberikan tahanan antarmuka seperti data pada pengujian electrochemical impedance spectroscopy. Secara umum, hasil pengujian biokompatibilitas dengan metode sitotoksisitas pada kedua material menunjukkan nilai viabilitas sel yang lebih baik dari material SS 316 L. Secara keseluruhan, material Fe-24M n-0.4C dan material Fe-33M n-0.3C layak digunakan sebagai kandidat biomaterial.

Fe-M n-C materials has been developed as biodegradable material for coronary stent application in recent decades. The use of Fe-Mn-C biomaterials is able to avoid surgery after heart vessels returned to normal condition after a constriction, which is about 6-12 months. Material testing of Fe-M n-C alloy is performed to proving of feasibility that biomaterials candidate for biodegredable coronary stent. Fe-Mn-C biomaterials produce by mechanical alloying and powder metallurgy. EDAX test result shows that both material composition is Fe-24M n-0.4C and Fe-33Mn-0.3C. Atomic absorption spectroscopy (AAS) test result of solution extract of both materials shows that metal composition at solution extract of Fe-24M n-0.4C material higher than solution extract of Fe-33M n-0.4C material. On the surface of both materials shows that there is a Calsium/Phospor layer. Electrochemical impedance sp ectroscopy (EIS) test result shows that there is interface barrier on the surface, that cause by Calsium/Phospor layer. Generally, biocompatibility test result shows that the cell viability of both materials is higher than SS 316 L material. For all test result shows that both material, Fe-24M n-0.4C and Fe-33Mn-0.3C material can be used for biodegradable material candidate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T43305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>