Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nelmi Silvia, auhtor
"Latar Belakang : Industri pemotongan batu memiliki potensi bahaya berupa debu batu yang dihasilkan dari proses pemotongan batu. Debu batu berpotensi besar masuk dan mengendap di saluran napas pekerja yang terpajan debu batu tersebut. Dalam penelitian ini ingin diketahui hubungan pajanan debu batu dan faktor lainnya dengan gangguan fungsi paru.
Metode Penelitian : Desain penelitian cross sectional dengan analisis regresi logistik. Subjek penelitian diambil secara cluster sampling. Tingkat pajanan debu batu ditentukan dengan metode semikuantitatif dan faktor-faktor lainnya dengan kuesioner. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan alat spirometer.
Hasil : Subjek penelitian adalah 70 pekerja laki-laki industri pemotongan batu informal dengan masa kerja lebih dari 5 tahun. Sebanyak 21,4% subjek mengalami gangguan fungsi paru, dengan gangguan fungsi paru restriksi sebanyak 14,3% dan gangguan fungsi paru obstruksi sebanyak 7,1%. Faktor risiko yang berhubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru adalah tingkat pajanan debu batu. Faktor umur, pendidikan, status gizi, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, masa kerja, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) dan penyediaan APD tidak memperlihatkan hubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru. Subjek dengan tingkat pajanan debu batu tinggi mempunyai risiko 5,889 kali mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan subjek dengan tingkat pajanan debu batu rendah [ odds rasio suaian (ORa) = 5,889; interval kepercayaan (CI) 95% = 1,436-24,153)].
Kesimpulan : Didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pajanan debu batu dengan gangguan fungsi paru. Perlu dilakukan pengendalian terhadap pajanan debu batu untuk mencegah risiko gangguan fungsi paru pada pekerja industri pemotongan batu.

Background : Stone cutting industry have a potential hazard in stone dust resulted from stone cutting process. Stone dust has a significant potential to enter and settle inside exposed worker’s respiratory tract. This study aims to identify the relationship between stone dust exposure and other factors with lung function disorder.
Method : This study was a cross-sectional study with logistic regression analysis. Study’s subjects were taken with cluster sampling method. Level of stone dust exposure was determined by semi-quantitative method and the other factors were identified by a questionnaire. Lung function was tested with a spirometer.
Results : Study’s subject was 70 male informal stone cutting industry workers with more than 5 years of service. In this study, it was found that lung function disorders was 21.4%, which restrictive lung function disorder was 14.3% and the obstructive lung function disorder was 7.1%. Risk factor significantly related to lung function disorder was stone dust level of exposure. Age, education, nutritional status, exercise habit, smoking habit, length of employment, habit of using personal protective equipment (PPE) and provision of PPE showed no significant relationship with lung function disorder. Subjects with high level of stone dust exposure had 5.889 times the risk of lung function disorder compared to subjects with low level of stone dust exposure [adjusted odds ratio(ORa) = 5.889; 95% confidence interval (CI) = 1.436 - 24.153)].
Conclusion : The level of stone dust exposure significantly related to lung function disorder. Control measures are needed for stone dust exposure to prevent the risk of lung function disorder in stone cutting industry workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfahtun Ni`mah
"Debu batu kapur dihasilkan oleh kegiatan penambangan batu kapur, salah satunya adalah PM2,5. Paparan PM2,5 dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan keterkaitan PM2,5 dengan penurunan fungsi paru pada pekerja. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan teknik total sampling 30 pekerja. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk wawancara, Dusttrak II TSI untuk mengukur konsentrasi PM2.5 dan spirometri untuk mengukur fungsi paru-paru. Berdasarkan hasil penelitian, nilai konsentrasi PM2.5 tertinggi adalah 987 μg / m3 dan terendah 14 μg / m3. Hasil analisis menggunakan Chi-square diperoleh korelasi antara penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan fungsi paru-paru (p = 0,000). Selanjutnya, hasil menggunakan uji eksak Fisher, ada korelasi antara konsentrasi PM2,5 dan penurunan fungsi paru (p = 0,002) dan tahun kerja dengan penurunan fungsi paru (p = 0,000). Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis risiko kesehatan lingkungan untuk memperkirakan berdasarkan asupan.

Limestone dust is produced by limestone mining activities, one of which is PM2,5. Exposure to PM2,5 can cause a decrease in lung function. The purpose of this study was to determine the relationship of PM2.5 linkages with decreased lung function in workers. This study uses a cross-sectional study with a total sampling technique of 30 workers. The instruments in this study used questionnaires for interviews, Dusttrak II TSI to measure PM2.5 concentrations and spirometry to measure lung function. Based on the results of the study, the highest PM2.5 concentration values ​​were 987 μg / m3 and the lowest was 14 μg / m3. The results of the analysis using Chi-square obtained a correlation between the use of personal protective equipment with impaired lung function (p = 0,000). Furthermore, the results using Fisher's exact test, there is a correlation between PM2.5 concentration and decreased lung function (p = 0.002) and years of work with decreased lung function (p = 0,000). Further research is needed by using environmental health risk analysis to estimate based on intake."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Saputra Agus
"Pajanan debu PM2.5 di tempat kerja pada umumnya akan menyebabkan obstruksi pada saluran pernapasan yang ditunjukkan dengan penurunan fungsi paru. Pekerja industri batu kapur mempunyai risiko yang sangat besar untuk penimbunan debu terhirup pada saluran pernapasan. Absorbsi dari partikel-partikel pajanan debu terjadi melalui mekanisme pernapasan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pajanan debu PM2.5 dengan gangguan fungsi paru pada pekerja industri pengolahan batu kapur di Nagari Tanjung Gadang Kecamatan Lareh Sago Halaban KabupatenLima Puluh Kota. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional dengan total sampel sebanyak 60 orang. Analisis data untuk mengetahui hubungan pajanan debu PM2.5 dengan fungsi paru pekerja berupa faktor-faktor risiko yang mempengaruhi yaitu jenis kelamin, umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, penggunaan APD dan lama pajanan, menggunakan uji chi square dan stratifikasi. Analisis multivariat dengan uji regresi logistik metode backward stepwise. Hasil dari penelitian menemukan pajanan debu PM2.5 mempunyai hubungan yang kuat dengan terjadinya gangguan fungsi paru (nilai p = 0,02 dan OR = 5,833 serta probabilitas terjadinya gangguan fungsi paru bagi pekerja yang bekerja di tempat kerja dengan konsentrasi debu di atas adalah 68,6 %.Kedepannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah atau instansi terkait pada umumnya dan dinas kesehatan sebagai acuan pelaksanaan program yang berkaitan dengan efek merugikan dari pekerjaan terhadap kesehatan pekerja dan monitoring lingkungan kerja serta surveilans kesehatan kerja. Agar program tersebut berjalan secara optimal perlu dilakukan promosi perilaku kesehatan kerja di tempat kerja.

PM2.5 dust exposure in the workplace will generally cause obstruction of the respiratory tract which is indicated by decreased lung function. Limestone industry workers are at great risk for the accumulation of inhaled dust in the respiratory tract. The absorption of dust exposed particles occurs through the respiratory mechanism. The purpose of this study was to determine the relationship between PM2.5 dust exposure and impaired lung function in limestone processing industry workers in Nagari Tanjung Gadang, Lareh Sago Halaban District, Lima Puluh Kota Regency. This research is an observational study with a cross sectional design with a total sample of 60 people. Data analysis to determine the relationship of PM2.5 dust exposure with workers' lung function in the form of risk factors that influence, namely gender, age, years of service, smoking habits, exercise habits, nutritional status, use of PPE and length of exposure, using the chi square test and stratification. Multivariate analysis with logistic regression test backward stepwise method. The results of the study found that PM2.5 dust exposure had a strong relationship with the occurrence of pulmonary function disorders (p value = 0.02 and OR = 5.833 and the probability of pulmonary function disorders for workers working in workplaces with dust concentrations above was 68, 6%. In the future, this research is expected to be a material consideration for the government or related agencies in general and the health office as a reference for implementing programs related to the detrimental effects of work on workers' health and monitoring the work environment and surveillance of occupational health. So that the program runs optimally. it is necessary to promote occupational health behavior in the workplace."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Adi Pranaya
"ABSTRAK
Latar Belakang : Lebih dari sepertiga pekerja pembuatan batubata mengalami keluhan nyeri pada bahu. Perlu di identifikasi penyebab atau faktor yang berhubungan dengan terjadinya nyeri bahu, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan di tempat kerja dengan harapan terjadi peningkatan derajat kesehatan pekerja pembuatan batu bata.Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan pemilihan sampel secara total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan cara kerja. Variabel yang diteliti adalah umur, indeks massa tubuh, masa kerja, lama kerja, aktivitas olahraga, kebiasaan merokok, pekerjaan rumah tangga, posisi kerja lengan atas, lama posisi lengan atas sewaktu istirahat, posisi duduk ketika bekerja. Dilakukan pengukuran nyeri dan disabilitas juga menggunakan instrumen shoulder pain and disablity index SPADI Hasil : Jumlah responden adalah 92 orang lelaki. Didapatkan prevalensi nyeri bahu 57,6 dengan skor pain index 40 tahun ROs 30,62 IK95 7,16-131,01 , tidak aktivitas olahraga ROs 8,97 IK95 1,30-61,76 Faktor pekerjaan yang berhubungan; lama kerja > 8 jam ROs 5,71 IK95 1,56-20,80 , masa kerja > 5 tahun ROs 5,00 IK95 1,30-19,13 , serta posisi duduk bungkuk ROs 5,13 IK95 1,20 ndash;21,95 . Kesimpulan dan saran : Prevalensi nyeri bahu pada pekerja pembuatan batubata adalah 57,6 . Faktor yang berhubungan adalah; umur > 40 tahun, tidak aktivitas olahraga, lama kerja > 8 Jam, masa kerja > 5 tahun, posisi duduk bungkuk. Saran agar desain tempat kerja agar sesuai dengan posisi bekerja dan dianjurkan untuk berisitirahat yang cukup bagi pekerja seteleh bekerja 8 jam sehari. Kata Kunci : Nyeri bahu, pekerja informal, pembuat batu bata, aktivitas olahraga, lama kerja, masa kerja, posisi duduk.

ABSTRACT
Analysis of shoulder pain and associated risk factors among male brick making workers Study in Cibarusah sub district, Bekasi district Background More than one third of brick making workers suffer from shoulder pain. It is necessary to identify causes or related factors to shoulder pain among them, so that prevention measures in the workplace can be implemented so that it can improve the health status of brick making workers. Method The study used cross sectional design with total sampling. Data collection was done by interviewing and observing the workers. The variables studied were age, body mass index, work period, duration of work, sport activity, smoking habit, housework, upper arm position, upper arm position during rest, sitting position at work. Pain index and disability index was measured using shoulder pain and disablity index SPADI instrument. Result The number of respondents were 92 people consisting of all men. The prevalence of shoulder pain was 57,6 . Pain index score 40 years AOR 30,62 95 CI 7,16 131,01 , no sport activity AOR 8.97 95 CI 1.30 61,76 . Related work factors duration of work 8 hours AOR 5.71 95 CI 1.56 20.80 , working period 5 years AOR 5.00 95 CI 1.30 19.13 , and AOR hunched position 5.13 95 CI 1,20 21,95 . Conclusion and suggestion The prevalence of shoulder pain in brick making workers was 57.6 . Related factors are age 40 years, no sports activity, duration of work 8 hours, work period 5 years, hunched position. Suggestions for the design of the workplace to fit the working position and it is advisable to have adequate rest for workers after work 8 hours a day. Key words Shoulder pain, informal workers, brick makers, sports activities, work period, duration of work, sitting position at work. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haeranah Ahmad
"ABSTRAK
Konsentrasi PM2,5 di udara dapat mempengaruhi kesehatan apabila terhirup oleh
manusia karena akan terdeposit ke dalam alveoli yang akan menimbulkan reaksi
radang yang mengakibatkan daya kembang paru menjadi terbatas dan
menurunkan fungsi paru pada manusia. Pekerja yang bekerja di industri kerajinan
batu ukir mempunyai risiko tinggi terpajan oleh PM2,5 yang dihasilkan dari proses
pemotongan, pembentukan dan penghalusan menggunakan gerinda. Penelitian ini
bertujuan mengetahui hubungan pajanan debu PM2,5 terhadap gangguan fungsi
paru pada pekerja dengan desain studi cross sectional yang dilakukan pada
seluruh pekerja industri kerajinan batu ukir yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi di desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap
sebanyak 100 orang. Pemeriksaan faal paru menggunakan spirometri sedangkan
pengukuran konsentrasi PM2,5 di ruang kerja menggunakan Haz dust EPAM 5000.
Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil analisis
menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5 dengan
gangguan fungsi paru (4,17 ;1,68- 10,38). Faktor lain yang mempengaruhi adalah
masa kerja (2,41; 1,05-5,52) dan kecepatan angin (4,77 ;1,93-11,77). Pada analisis
multivariat menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja pada lingkungan kerja
dengan konsentrasi PM2,5 yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,86 kali
menderita gangguan fungsi paru setelah dikontrol dengan variabel kecepatan
angin, kelembaban, suhu, masa kerja dan penggunaan APD. Penelitian ini
menyimpulkan didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pajanan debu batu
dengan gangguan fungsi paru. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian
terhadap pajanan debu batu dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
dipergunakan sebagai acuan pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan
pada pekerja serta pelaksanaan monitoring lingkungan kerja serta surveilans
kesehatan kerja.

ABSTRACT
PM2,5 concentration on the air can affect health when inhaled by human. It will be
deposited in the alveoli that could inflict an inflammatory reaction that cause
reduce lung volume and decreasing the lung function in human. Workers who
work in stone carving craft industry had a high risk of PM2,5 exposure that resulted
from the process of cutting, forming and refining by using grinder. This cross
sectional study purposed to assess the relationship between exposure of PM2,5 dust
and impaired lung function among 100 workers who had fulfilled the inclusion
and exclusion criteria in the Allakuang village, Maritengngae subdistrict, Sidrap
District, South Sulawesi Province. Lung function was assessed by spirometry.
PM2,5 concentration in the workspace was assessed by Haz dust EPAM 5000.
Logistic regression analysis was carried out and showed a significant correlation
between the PM2,5 concentration with impaired lung function (4,2; 1,68- 10.38).
Another determinant factor was the work duration (2.4; 1,05-5,52) and wind speed
(4,8; 1.93-11.77). Multivariate analysis showed that worker who work on the
work space with high concentration of PM2,5 tend to have 6.86 times higher risk of
suffering from impaired lung function after adjusted by wind speed, humidity,
temperature, work duration and using PPE (Personal protective equipment). There
was significant association between the level of dust exposure with impaired lung
function. Hence, it is necessary to control the dust exposure.The finding of this
study could be used as a consideration of health and safety programs
implementation among workers and monitoring the implementation of work space
and also the surveillance of occupational health."
2016
T47074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Christianti Asrida
"Latar belakang: Bahan perekat/lem merupakan bahan utama yang digunakan untuk merekatkan bagian-bagian dari sepatu dalam proses industri alas kaki. Pelarut organik yang terkandung di dalam bahan perekat dapat mempengaruhi kesehatan antara lain iritasi mata yang kemudian menjadi konjungtivitis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pajanan uap pelarut organik dengan terjadinya konjungtivitis dan keluhan iritasi mata serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja laki-laki industri alas kaki sektor informal, Kecamatan Ciomas,Bogor.
Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan disain cross sectional. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara, pengamatan dan pengukuran lingkungan serta pemeriksaan kesehatan mata pekerja. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data mengenai demografi, riwayat penyakit, keluhan pada mata, kebiasaan merokok, sedangkan pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pemakaian APD saat bekerja, merokok sambil bekerja dan intensitas pajanan. Indentifikasi jenis pelarut organik dilakukan dengan menganalisis kandungan dan proporsi jenis pelarut organik pada kedua jenis bahan perekat kemudian dilakukan penilaian skoring berdasarkan parameter konsentrasi, daya uap dan daya iritasi. Pelarut dengan skor tertinggi dijadikan pajanan utama untuk dilakukan pemeriksaan kadamya di lingkungan kerja. Pemeriksaan mata dilakukan untuk mendiagnosis konjungtivitis berdasarkan gejala dan tanda Minis sedangkan keluhan iritasi mata berdasarkan gejala klinis. Terhadap semua variabel dilakukan uji bivariat menggunakan tes CM square atau Mann-Whitney dan kemudian variabel yang rnempunyai nilai p<0,25 dilakukan uji multivariat menggunakan Regresi Logistic Binary
Hasil : Berdasarkan penilaian skoring terhadap konsentrasi, daya uap, daya iritasi masingmasing pelarut organik didapatkan bahwa toluen merupakan pajanan utama. Didapatkan bahwa prevalensi konjungtivitis 10% dan keluhan iritasi mata 21,6 %. Dari hasil analisis mutivariat didapatkan bahwa variabel yang paling berhubungan dengan keluhan iritasi mata adalah intensitas pajanan. Kelompok responder yang terpajan tinggi mempunyai risiko 4,6 kali lebih besar untuk terjadinya keluhan iritasi mata dibandingkan kelompok dengan pajanan rendah (OR=4,6; p=0,004; CI=1,65-12,84)
Kesimpulan dan Saran : Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas pajanan toluen berhubungan dengan terjadinya iritasi mata. Perbaikan sistem dan pola kerja termasuk pelatihan kepada tenaga kerja perlu dilakukan.

Glue, the main substance in shoes industry, is widely used to assemble shoe parts. Organic solvent contained in glue influence worker's health such as eye irritation/conjunctivitis. The aim of this study was to know the relation between exposure of organic Solvent Fume with Conjunctivitis and Eye Irritation among men workers in shoes industry (informal sector) at Ciomas District, Bogor.
Method
The study design was a cross-sectional study which data was collecteu by using questionnaire, field observation, measurement of workplace environment and eye examination. Interview and their questionnaire were used to collect data about demography, health and smoking habits of the workers. Observations were used to know habitually in their being duties. The identification of organic solvent was done by
analyzing the content of two kinds glues and the/: scoring them based on the solvent concentration, volatility and irritably in the eye. The organic solvent which had the highest
score was chosen to be main exposure in this study. Eye examination was done to diagnose conjunctivitis on the basis of clinical symptoms and signs while eye irritation was determined by clinical symptoms. All variable were bivariate tested by using Chi-square test or Mann-Whitney test. The variables which have p value < 0.25 were included into multivariate analysis by using binary logistic regression.
Result
Based on the assessment of substance concentration, volatility and irritably, it was found that toluene was the main exposure organic solvent. It was found that prevalence of conjunctivitis was 10% and eye irritation was 21.6%. Multivariate analysis shows that the most related variable to the eye irritation was exposure intensity. Workers who were high exposed to toluene have 4.6 times more risk to get eye irritation than those who were low exposed (OR =4.6; p=0.006; CI=1.65-12.8)
Conclusion
This study shows that toluene exposure intensity have a relation with the prevalence of eye irritation. Improving system and activity of work are necessary including training for workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Marwisitaningrum
"Latar Belakang: Banyaknya industri jamu menimbulkan masalah baik bagi lingkungan berupa pencemaran maupun bagi kesehatan para pekerja. Dari proses produksi jamu, banyak dihasilkan debu. Hal ini tentunya dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan pekerja di pabrik tersebut. Kualitas udara sangat berpengaruh terhadap kesehatan pekerja, terutama yang berhubungan dengan fungsi pernapasannya dikarenakan sistem pernapasan terus-menerus terpajan oleh partikel-partikel yang ada di udara.
Obyektif: Mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru akibat pajanan debu jamu serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja di pabrik jamu PT.X, Semarang.
Metode: Penelitian potong lintang dengan mengukur fungsi paru pekerja pabrik jamu PT.X Semarang pada bulan November dan Desember 2014 dengan menggunakan spirometri dan mengukur kadar debu lingkungan kerja. Sampel yang dikumpulka sebanyak 100 responden untuk pengukuran fungsi paru dan 4 lokasi untuk pengukuran kadar debu lingkungan kerja.
Hasil dan Kesimpulan: Ditemukan gangguan obstruksi paru ringan sebanyak 1%. Tidak ditemukan gangguan restriksi paru ataupun gangguan fungsi paru kombinasi. Faktor risiko yang bermakna terhadap rasio VEP1/KVP adalah Umur (p < 0,01; selisih rerata 6,48% (-8,91 sampai -4,06)), Jenis kelamin (p = 0,016; selisih rerata -3,72 (-6,73 sampai -0,71)), Pendidikan (p = 0,01; selisih rerata 5,02 (2,21 sampai 7,83)), dan Masa Kerja (p = 0,01; selisih rerata -4,77 (-8,4 sampai -1,13)).

Background: Indonesian traditional herbal medicine industries cause many problems to environment and workers? health. Traditional herbal medicine production process produces many organic dusts. The organic dusts could lead to health disorder among factory workers. Air quality very influential to workers health, especially those that associated to respiratory function since it?s been exposed to air particles.
Objectives: The aim of this study is to determine the prevalence of lung function disorder and its related factors due to dust exposure in one of Indonesian traditional herbal medicine factory.
Method: This was a cross sectional study performed by examining 100 workers? lung function using spirometry and examining environment dust level from one of Indonesia traditional herbal medicine factory in November to December 2014.
Result: There was 1% prevalence of mild obstructive lung disease but there were no restrictive or combined lung diseases. Bivariate analysis showed that Age {p < 0,01; mean difference 6,48% (-8,91 to -4,06)}, Sex {p = 0,016; mean difference -3,72 (-6,73 to -0,71)}, Education {p = 0,01; mean difference 5,02 (2,21 to 7,83)}, and Years of service {p = 0,01; mean difference -4,77 (-8,4 to -1,13)} were the risk factors to ratio of VEP1/KVP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Nursyahbani Luthfiah
"Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia perlu diperhatikan terutama dari segi kesehatan terhadap risiko dan bahaya pekerjaan. Pengolahan kapur telah berkembang selama puluhan dekade baik dengan cara pembakaran maupun penggilingan.
Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru dan hubungan faktor-faktor risiko dengan gangguan fungsi paru pada pekerja industri kapur. Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi dan pendekatan studi potong-lintang. Jumlah sampel yang diperoleh, yaitu 44 orang. Variabel independen diukur melalui wawancara dan pengisian kuesioner, serta pemeriksaan fisik secara umum untuk mengetahui riwayat penyakit. Variabel dependen diukut dengan pemeriksaan uji spirometri. Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor risiko dengan gangguan fungsi paru, seperti umur, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, lama kerja, dan penggunaan APD.
Hasil penelitian diketahui prevalensi gangguan fungsi paru pada pekerja sbesar 36,4% dan tidak ditemukan adanya hubungan antara faktor-faktor risiko dengan gangguan fungsi paru. Pekerja dengan riwayat penyakit diharapkan mendapatkan pengobatan dan seluruh pekerja agar dapat memeriksakan kesehatannya secara rutin.

Workers as human resources need to be paid attention, especially their health status related to the hazard and risk of working. Limestone manufacture has been burgeoning in decades whether by way of combustion or hulling.
The purpose of this research was to find out the prevalence of lung function disorder and the association between the risk factors and lung function disorder in the lime worker industry. This research was an observational method using cross-sectional study approach. The sample size was 44 people. Independent variable was measured by interviewing and filling the questioner, also general physical diagnose to find out the history of diseases. Dependent variable was measured by doing the spirometry test. Data analysis was done to find out the association between the risk factors and the lung function disorder, such as age, smoking habit, history of diseases, year of working, and using the personal protective equipment.
The result found out the prevalence of lung function disorder, 36,4% and there were no association between the risk factors with the lung function disorder. Workers who have the diseases need to get the medical treatment and all of the workers have to be examined their health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Lestari
"Salah satu penyebab terjadinya gangguan fungsi paru yaitu pajanan debu batubara. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan pajanan debu batubara dan gangguan fungsi paru pada pekerja. Metode yang digunakan desain Cross Sectional dengan sampel 72 pekerja. Gangguan fungsi paru diperoleh dari data kesehatan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gangguan fungsi paru restriksi 8,3%, obstruksi 2,8%, dan kombinasi 2,8%. Analisis bivariat menunjukkan gangguan fungsi paru berhubungan dengan masa kerja (p = 0,46). Namun pajanan debu batubara, umur, dan penggunaan alat pelindung pernapasan, ada kecenderungan untuk menjadi faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru.

One of the causes of lung function disorder in health problems is coal dust exposure. This study aims to describe the relationship of coal dust exposure and lung function disorder in workers. The method used cross-sectional design with a sample of 72 workers. Lung function disorder data is obtained from the company health data. The results of this research showed that the restriction of pulmonary function disorder 8.3%, obstruction 2,8%, and a combination of restriction and obstruction 2.8%. Bivariate analysis showed lung function disorder associated with year of work experience (p=0,46). However, coal dust exposure, age, and the using of respiratory protective equipment showed there is a tendency to get risk for lung fungtion disorders.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zilfa Yenny
"Ruang lingkup dan metodologi : Telah banyak bukti yang menggambarkan dampak buruk dari debu kayu terhadap kesehatan. Penelitian ini ingin membuktikan bahwa debu kayu mungkin berhubungan dengan timbulnya asma kerja di Mangan pekerja mebel sektor informal. Penelitian ini adalah penelitian retrospektif dengan melibatkan total populasi pekerja di tempat penelitian. Peserta penelitian adalah 135 dari 274 (49.27%) orang pekerja dengan rentang usia 18 - 60 tahun. Data didapatkan dari wawancara, pemeriksaan fisik serta pengukuran fungsi paru, dalam kurun waktu Juli sampai Augustus 2004. Dan selain itu, dilakukan juga pemeriksaan debu lingkungan kerja baik total maupun respirabel. Analisis bivariat digunakan untuk menilai hubungan semua faktor risiko tersebut dengan timbulnya asma kerja.
Hasil dan Kesimpulan : Dan populasi penelitian, 24 orang (17.8%) adalah penderita asma, dengan asma kerja 11,11% dan asma yang diperburuk oleh kerja sebesar 6.67%. Setelah dilakukan analisis multivariat, diketahui faktor risiko maupun yang berpengaruh terhadap timbulnya asma kerja, yaitu indeks masa tubuh (OR : 26.625, 95% CI : 4.198-168.846, dan p < 0.001), riwayat atopi (DR : 14.250, 95% CI : 2.685-75.620, dan p < 0.002), keluhan hidung (OR : 5.714, 95% CI : 1.779-18.356, dan p = 0.003) serta lokasi kerja dengan debu tinggi (OR : 4.295, 95% CI : 1.195-15.439 dan p = 0.026). Dapat disimpulkan bahwa indek masa tubuh, riwayat alergi serta pajanan debu tinggi memainkan peranan penting dalam terjadinya asma akibat kerja.

Scope and methodology : Evidence was accumulated concerning the adverse effects of wood-dust. Studies have suggested that wood-dust may be associated with work related asthma among furniture workers at informal sector. This study was population-based and retrospective. The selected participants were 135 from 274 (49.27%) workers who ranged in age from 18 to 60 years. Data used were derived from interview, physical examinations, and lung function test during July up till Augustus 2004. Beside that, measuring if dust at working environtment had been conducted, either against total dust or respirable. Bivariate analysis was used to examine the association among all risk factors and work-related asthma.
Results and Conclusion : Study found that 24 workers (17.8 %) were suffering from asthma, were divided into occupational asthma 11.11% and work-aggravated asthma 6.67%. After conducting multivariate analyses - logistic regression, risk factors which related to work-related asthma, were body mass index (OR : 26.625, 95% CI : 4.198 - 168.846, with p < 0.001), atopic historical (OR : 14.250, 95% CI : 2.685 - 75.620, with p < 0.002), nose problem (OR : 5.714, 95% CI : 1.779 -18.356, with p = 0.003) and high dust-exposure (OR : 4.295, 95% CI : 1.195 - 15.439 with p = 0.026). The study concluded that body mass index, allergic historical and high dust-exposure might play significant role, in work-related asthma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>