Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119577 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinambela, Sondang Juwita
"ABSTRAK
Proses pembentukan identitas diri yang merupakan isu penting usia remaja
tidak dapat dipisahkan dengan sejauh mana pemahaman remaja mengenai dirinya
sendiri (konsep diri). Selanjutnya konsep diri remaja mempengaruhi bagaimana
perasaannya tentang dirinya dan perilakunya. Salah satu faktor yang
mempengaruhi konsep diri yang terbentuk dalam individu adalah peran orang tua
(Fitts, 1971). Perilaku orang tua yang penuh penghargaan dan memberikan
standar perilaku yang jelas, serta diberikan pengharapan-pengharapan yang
realistis memudahkan terbentuknya konsep diri positif dalam diri individu.
Sebaliknya jika orang tuatidak memberikan informasi yang akurat mengenai
dirinya maka hal ini berdampak terhadap munculnya konsep diri negatif dalam
diri individu
Subjek dalam penelitian ini, yakni F, merupakan seorang remaja putri yang
memiliki konsep diri negatif. Hal ini terjadi karena ibu F kerap memberi penilaian
negatif mengenai dirinya sehingga F pun pada akhirnya juga cenderung menilai
dirinya secara negatif. Penelitian ini bertujuan mengatasi konsep diri negatif yang
dialami F. Teknik intervensi yang dipergunakan adalah teknik coaching dengan
teori asimilasi dan akomodasi yang dikemukakan oleh Piaget (1950) dijadikan
dasar teori penyusunan intervensi. Intervensi juga melibatkan ibu F dengan tujuan
meningkatkan pemahaman ibu F mengenai konsep diri F sehingga memungkinkan
ibu F memberi informasi yang tepat bagi individu dalam rangka membentuk
konsep diri yang lebih positif.

ABSTRACT
Process of identity formation is an important issue teens can not be
separated by the extent to which adolescent understanding of itself (self-concept).
Furthermore adolescent self-concept affects how he feels about him and his
behavior. One of the factors that influence self concept formed in the individual is
the role of parents (Fitts, 1971). Behavior of parents who respect and provide
clear standards of behavior, and given realistic expectations facilitates the
formation of a positive self-concept within the individual. Conversely, if the
parents do not give accurate information about him then this affects the
appearance of negative self-concept in individuals.
Subjects in this study, ie, F, is a teenager who has a negative self-concept.
This happens because her mother has often given a negative assessment of her so
that F was in the end also tend to judge herself negatively. This study aims to
overcome negative self-concept experienced by F. Intervention techniques that are
used coaching techniques with the theory of assimilation and accommodation
proposed by Piaget (1950) form the basis of the theory of development
interventions. Intervention also involves her mother with the aim of improving
understanding of mother of F concerning self concept of F so that enable mother
of F to give appropriate information to F in order to form a more positive selfconcept."
2013
T35009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Sekartaji
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis karya sastra drama yang berjudul OvertonesA karya Alice
Gerstenberg (1916) dengan menggunakan teori Feminis Psikoanalisa. Melalui
drama Overtones, Alice Gerstenberg menyoroti isu beban domestik perempuan
pada awal abad 20 yang berat sehingga berdampak bagi kondisi psikis mereka;
perempuan dikondisikan untuk tidak memiliki hak atas diri dan suaranya sendiri
sehingga mereka rentan terhadap keretakan diri. Hal tersebut diungkap melalui
dua tokoh perempuan Harriet dan Margaret sebagai cultured woman; sebuah hasil
konstruksi diri patriarki yang harus tampil dengan sikap tidak murni sedangkan
suara dan keinginan mereka yang murni, yang disebut sebagai primitive self, tidak
diizinkan untuk tampil ke permukaan. Melalui Feminis Psikoanalisa milik Nancy
Chodorow terungkap bahwa masalah psikis perempuan yang berpotensi
meretakkan diri perempuan telah dimulai sejak perempuan sejak masih kanak–
kanak, bukan karena penis–envy melainkan dikarenakan adanya dominasi
patriarki yang konstruktif terhadap diri perempuan. Hal ini menyebabkan
perempuan tidak dapat mencapai identitas diri mereka sendiri dan malah
menghasilkan diri perempuan yang manipulatif serta obsesif .

ABSTRACT
This thesis analyzes a one – act drama entitled Overtones by Alice Gerstenberg
(1916) using Feminist Psychoanalysis theory. Overtones by Alice Gerstenberg
highlight the issue of women's domestic burden in the early 20th century that
made women were vulnerable to the mental health issue. In this matter, women
were conditioned not to have the right for their own voice even for their own
selves. This situation lead them to the splitting self and it was revealed by two
female characters Harriet and Margaret as cultured woman – a self constracted
by patriarchy – should appear without pure desire. Unlike the pure desire, which
is referred to primitive self, was not allowed to come out to the surface. Nancy
Chodorow sees this problem through her theory, Feminist Psychoanalysis. She
discovered that women psychic is vulnerable to such problem as it started since
the younghood, not the penis – envy; women had experienced a sever constructive
self under the patriarchy domination. This problem stands as a major point
toward the failure on women self identity achievement."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T35869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kroger, Jane, 1947-
London: Routledge, 2004
155.518 KRO i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arimbi Putri
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang negosiasi identitas yang dilakukan oleh musisi klasik di tengah gempuran budaya dominan dalam industri musik yakni musik populer. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma konstruktivisme kritis dan ditempuh melalui analisis resepsi khalayak dari Stuart Hall. Hasil penelitian menyatakan bahwa informan remaja yang berada pada posisi ldquo;pembacaan rdquo; negosiasi dan oposisi terhadap negosiasi identitas Isyana Sarasvati justru merupakan informan dari musisi klasik itu sendiri. Musik klasik sebagai budaya subordinat dalam penelitian ini pun pada arena tertentu menjadi musik yang dominan, sebaliknya musik populer juga pada arena tertentu menjadi musik subordinat. Sehingga, budaya dominan dan populer merupakan sesuatu yang relatif dan dapat saling bertukar tempat. Peneliti mengidentifikasi musisi seperti Isyana Sarasvati ini sebagai ldquo;musisi posmodern rdquo; di mana identitasnya cair, tidak tetap, parsial, dan terfragmen, serta bisa berada pada posisi dominan dan subordinat sekaligus.

ABSTRACT
This research is discussing about identity negotiation of classical musician in the middle of dominant culture in music industries, which refers to popular music omnipresence. The research is conducted by using qualitative methods with critical constructivism approach and is undergone by Stuart Hall rsquo s 1980 reception analysis. The results show that youth informants who are in negotiated and oppositional ldquo reading rdquo positions surprisingly come from classical musician themselves. Classical music, which in this paper belongs to subordinate culture, in certain arena becomes dominant culture, and vice versa. Hence, what is defined by dominant and subordinate culture are interchangeably and contextual. This research is identifying some kind of ldquo Isyana Sarasvati rdquo musician as a ldquo postmodern musician rdquo , which has fluid, flexible, partial, unsecured, and fractured identities, also possibly become dominant and subordinate as well."
2017
T47902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Marina Tiara
"Dalam dunia kerja saat ini terdapat pembagian bidang profesi sesuai stereotip jender. Sebagian besar perempuan berada pada bidang profesi feminin, walaupun adapula yang berada pada bidang profesi maskulin. Pengaruh sosialisasi peran jender sejak kecil menyebabkan berkembangnya sejumlah ciri kompetensi sesuai jender sehingga mengarahkan perempuan pada bidang profesi tertentu. Sosialisasi dilakukan diantaranya melalui aktivitas waktu luang, yaitu aktivitas yang dapat memberikan peluang bagi berkembangnya suatu kompetensi sesuai jenisnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kaitan antara aktivitas waktu luang yang ditekuni perempuan pada masa remaja dengan keberadaannya pada bidang profesi feminin dan maskulin, sehubungan dengan ciri-ciri kompetensi yang dikembangkan dalam menekuni suatu aktivitas waktu Iuang.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif berbentuk ex post facto; membandingkan 2 kelompok subyek dalam bidang profesi feminin dan maskulin; sampel penelitian 130 perempuan; dipilih berdasarkan incidental sampling. Aktivitas waktu luang diteliti berdasarkan keikutsertaan pada suatu jenis aktivitas olah raga, organisasi, kesenian dan pengembangan ketrampilan. Aktivitas olah raga dan organisasi diteliti lebih dalam menggunakan kuesioner sesuai teori kompetensi kerja Spencer & Spencer, (1993) dan Skala Likert (Oppenheim, 1966).
Ada perbedaan yang signifikan antara perempuan pada bidang profesi maskulin dan feminin dalam hal jenis aktivitas waktu luang yang ditekuni semasa remaja. Sesuai aktivitas olah raga, perempuan pada bidang profesi maskulin menekuni jenis olah raga team games dan olah raga dengan pihak lawan yang mengembangkan ciri-ciri kompetensi achievement orientation, team leadership, self confident; sedangkan perempuan dalam bidang profesi feminin menekuni jenis olah raga yang solitaire, yang tidak mengembangkan ciri kompetensi diatas. Sesuai aktivitas waktu luang organisasi, perempuan dalam bidang profesi maskulin memiliki jabatan pimpinan yang mengembangkan achievement orientation, team leaderhip dan self condfident; sedangkan perempuan dalam bidang profesi feminin memiliki jabatan non-pimpinan yang mengembangkan interpersonal relationship dan relationship building. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam keikutsertaannya pada aktvitas kesenian dan pengembangan ketrampilan.
Ada kaitan yang erat antara aktivitas waktu luang yang ditekuni perempuan semasa remaja dengan keberadaan mereka pada bidang profesi feminin dan maskulin. Keikutsertaan perempuan pada aktivitas olah raga team games, olah raga dengan pihak lawan dan jabatan pimpinan dalam berorganisasi mengembangkan sejumlah ciri-ciri kompetensi yang sesuai dengan bidang profesi maskulin. Absennya perempuan pada aktivitas tersebut menyebabkan tidak berkembangnya karakteristik "maskulin" sehingga lebih berkembang karakteristik yang sesuai dengan stereotip jender dan hal ini mengarahkan perempuan pada bidang profesi feminin. Bagi para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya, aktivitas waktu luang anak sesuai stereotip jender akan menghambat perkembangan potensi mereka secara maskimal. Bagi penelitian selanjutnya rnengenai aktivitas waktu luang, dapat diteliti lebih spesifik ciri-ciri kompetensi yang berkembang dalam menekuni suatu jenis aktivitas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Radista
"Indonesia merupakan sebuah negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda. Sebagai negara yang majemuk, hal ini memunculkan individu yang terlahir sebagai bagian dari satu suku bangsa dan juga yang terlahir sebagai bagian dari dua dua suku bangsa yang berbeda, atau biasa disebut sebagai dual identity. Namun, terkadang Indonesia masih menyimpan permasalahan berupa adanya prasangka buruk terhadap etnis minoritas yang dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari etnis mayoritas di Indonesia. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Shi, Dang, Zheng, dan Liu, (2017) mengatakan bahwa individu yang tergolong sebagai dual identity lebih memberikan prasangka yang rendah terhadap kelompok luarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan pada penurunan tingkat prasangka terhadap etnis minoritas dengan dual identification pada masyarakat Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode korelasional yang dilakukan pada partisipan berusia 18 hingga 28 tahun yang tergolong sebagai bagian dari dua suku bangsa. Hasil menunjukkan bahwa identifikasi sosial dua suku bangsa tidak berhubungan secara signifikan dengan prasangka terhadap etnis minoritas. Penjelasan mengenai hasil penelitian dibahasan pada bagian diskusi

Indonesia is a plural country consisting of many different ethnic groups. As a pluralistic country, this results in individuals born as part of one ethnicity and also two different ethnicities or commonly referred to as dual identities. However, Indonesia still has problems in the form of prejudice against ethnic minorities committed by people who come from the majority ethnicity in Indonesia. A study conducted by Shi, Dang, Zheng, and Liu, (2017) states that individuals who are classified as dual identities are more likely to give lower prejudice to outer groups. This study aims to determine whether there is a significant relationship in reducing the level of prejudice against ethnic minorities with dual identification in Indonesian society. The study was conducted using a correlational method that was conducted on participants aged 18 to 28 years who were classified as part of two ethnicities. The results show that dual ethnic social identifications are not significantly associated with prejudice towards ethnic minority. Explanations of the research results is discussed in the discussion section"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Nur Prasetiyowati
"ABSTRAK
Seiring dengan kompetisi yang semakin meningkat hampir di segala bidang, personal branding menjadi konsep yang semakin penting untuk diterapkan. Dimensi personal branding tidak hanya terkait dengan merek personal seperti citra diri, namun juga dilihat dari sudut pandang konsumen, sehingga konsep customer-brand relationship menjadi penting untuk dianalisis. Penelitian ini menggunakan konsep Attachment-Aversion Relationship Model yang diadopsi dari penelitian Park et al (2013). Studi kasus yang dipilih adalah tokoh Ridwan Kamil pada Pemilihan Umum Daerah Walikota Bandung 2013. Penelitian dilakukan terhadap 233 responden dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tiga determinan Enticing (Annoying) the self, Enabling (Disabling) the self, dan Enriching (Impoverishing) the self tidak mempengaruhi Attachment- Aversion Relationship yang terjadi. Selain itu, motivational strength juga terbukti menjadi mediasi antara hubungan Attachment-Aversion Relationship dan behavior intention dan behavior.

ABSTRACT
As the competition increases in almost all aspects, personal branding becomes a more significant concept to consider. Personal branding dimension does not only focus on the personal brand itself, but also on the consumer’s point of view. Thus, it is pivotal that marketer analyzes the relationship between consumer and brand. This paper investigates the customer-brand relationship using Attachment-Aversion Relationship Model (Park et al., 2013). Case study approach was selected to undertake the investigation. The case choosen was Ridwan Kamil in the Bandung Mayor Election 2013. The study was conducted on 233 supporters of Ridwan Kamil. The result implies that 3 determinants of AA Relationship (Enticing (Annoying) the self, Enabling (Disabling) the self, and Enriching (Impoverishing) the self) did not significantly influence the Attachment-Aversion Relationship. In addition, motivational strength significantly mediated the relationship between Attachment-Aversion Relationship and behavior intention and behavior."
2014
S53166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verawati Dewi Susanti
"Kejadian stunting masih menjadi masalah kesehatan anak-anak bahkan hingga remaja. Dampak stunting khususnya pada remaja dapat memengaruhi mereka di sekolah dan kemungkinan juga berpengaruh pada konsep diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian stunting dengan konsep diri remaja di Jakarta Selatan. Desain penelitian ini adalah analitik korelatif cross-sectional dengan menggunakan tabel z-score tinggi badan menurut usia (TB/U) dari WHO dan kuesioner Piers-Harris Childrens Self-Concept Scale 2nd Edition (Piers-Harris 2). Penelitian ini dilakukan pada 143 responden yang dipilih dengan menggunakan cluster, stratified dan random sampling pada sekolah di 10 Kecamatan yang berada di Jakarta Selatan. Hasil penelitian ditemukan 5,6% remaja di Jakarta Selatan mengalami stunting dan 64,3% memiliki konsep diri yang negatif. Selain itu, tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian stunting dengan konsep diri remaja di Jakarta Selatan. Konsep diri yang positif terdapat pada domain behavioral adjustment dan happiness and satisfaction. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelayanan kesehatan untuk lebih meningkatkan upaya penanganan stunting hingga pada masa remaja juga kepada sekolah agar dapat mengadakan dan/atau meningkatkan program-program yang berfokus pada pengembangan konsep diri peserta didik.

The incidence of stunting is still a health problem for children and even adolescent. The impact of stunting, especially in adolescents, can affect them in school and possibly influence their self-concept. This study aims to determine the relationship between the incidence of stunting and the self-concept of adolescents in South Jakarta Region. The design of this study was correlative analytic cross-sectional using the z-score height for age tables from WHO and Piers-Harris Childrens Self-Concept Scale 2nd Edition questionnaire (Piers-Harris 2). This study was conducted on 143 respondents who were selected using clusters, stratified and random sampling at schools in 10 sub-districts located in South Jakarta Region. The results of the study found 5.6% of adolescents in South Jakarta Region were stunted and 64.3% had a negative self-concept. In addition, there was no significant relationship between the incidence of stunting and the self-concept of adolescents in South Jakarta Region. Positive self-concepts are found in the behavioral adjustment and happiness and satisfaction domains. Furthermore, the results of this study are expected to be useful for health services to further improve stunting management efforts until adolescence also for schools to be able to hold and/or improve programs that focus on developing students self-concept."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Pitutur Jati
"Pemuda gay merupakan kelompok sosial yang rentan karena mengalami kekerasan secara mental maupun fisik di lingkungan sosialnya yang berdampak pada kesehatan psikologis yang rendah. Mekanisme mengatasi stres dilakukan sebagai respon secara kognitif maupun perilaku dalam merespon kejadian yang diluar kapasitas dan sumber individu. Masih sedikit studi sebelumnya bagaimana mekanisme mengatasi stres yang membahas dikalangan pemuda gay. Studi sebelumnya hanya membahas mengenai tema-tema umum strategi mengatasi stres dan sumber mengatasi stres yang dilakukan pemuda gay. Studi sebelumnya belum terlalu banyak membahas mengenai kompleksitas dari situasi yang berdampak pada strategi mengatasi stres. Padahal situasi menjadi penting karena memberikan atau membentuk sumber ndash; sumber yang tersedia bagi pemuda gay hingga berdampak pada strategi mengatasi stres. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana strategi mengatasi stres pemuda gay berserta kompleksitasnya untuk mengatasi stres. Studi ini melahirkan beberapa argumen. Pertama, terjadinya proliferasi stres dalam perkembangan kehidupan pemuda gay. Kedua, pemuda gay menggunakan banyak strategi dalam mengatasi stres yang dibagi menjadi dua strategi, problem-focused dan emotion-focused. Ketiga, konteks sosial membentuk sumber mengatasi stres. Keempat, internet mempunyai peran ganda dalam proses mengatasi stres pemuda gay. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara secara mendalam enam pemuda gay yang berusia 16-30 tahun untuk menggambarkan makna dan kompleksitas yang terkandung dalam tindakan mengatasi stres

Gay youth are vulnerable social groups due to mental and physical abuse in their social environment which affects low psychological health. The stress coping mechanism is performed in response to cognitive and behavioral responses to events beyond the capacity and individual sources. There are still few previous studies on how to deal with stress that addresses gay youth. Previous studies have only addressed the general themes of stress coping strategies and stress-tackling resources by gay youth. Previous studies have not discussed too much about the complexity of situations that impact on coping strategies. Though the situation is important because it provides or forms the resources available to gay youth to impact on coping strategies. Therefore, this study aims to explain how strategies to cope with gay youth stress and its complexity to cope with stress. This study spawned several arguments. First, the proliferation of stress in the development of gay youth life. Second, gay youth use many strategies in dealing with stress that is divided into two strategies, problem-focused and emotion-focused. Third, the social context forms the source of coping with stress. Fourth, the Internet has a dual role in the process of coping with gay youth stress. This study used a qualitative approach with in-depth interviews of six gay men aged 16-30 years to describe the meaning and complexity contained in the action to cope with stress."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Rusdy Bachtiar
"ABSTRAK
Religiositas sering dianggap menjadi penentu munculnya kecurangan. Pada penelitian ini, peran variabel identitas moral diuji sebagai mediator pada pengaruh religiositas terhadap kecurangan. Sebanyak 197 mahasiswa berusia 18-25 tahun se-Jabodetabek (45 laki-laki; 152 perempuan) diambil data religiositas, identitas moral, dan kecurangannya. Berdasarkan hasil uji regresi mediasi, tidak ditemukan signifikansi pengaruh langsung dari religiositas intrinsik, religiositas ekstrinsik, dan religiositas sebagai quest terhadap munculnya kecurangan secara langsung dan identitas moral tidak memediasi pengaruh religiositas terhadap munculnya kecurangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa religiositas tidak memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung melalui identitas moral terhadap munculnya kecurangan.


ABSTRACT
Religiosity is often considered to be a determinant of cheating behavior. In this study, moral identity was tested as a mediator on the effect of religiosity on cheating behavior. 197 students aged 18-25 years in Universitas Indonesia (45 men, 152 women) were taken data on religiosity, moral identity, and cheating behavior. Mediation regression test shows that there is no significance of the direct effect of intrinsic religiosity, extrinsic religiosity, and religiosity as a quest on cheating behavior and moral identity does not mediate the effect of religiosity on cheating behavior. The conclusion is religiosity has no direct or indirect effect, through moral identity, on cheating behavior."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>