Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215673 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmawati Alida Bahaweres
"Pemberitaan tentang PE (16 tahun) yang dituduh ‘khalwat’ oleh Wilayatul Hisbah (polisi syariah) menarik perhatian peneliti. Ruang lingkup larangan khalwat/mesum adalah segala kegiatan, perbuatan dan keadaan yang mengarah kepada perbuatan zina. Ini termuat dalam Pasal 2 Qanun Aceh No 14 Tahun 2003 tentang Larangan Berbuat Mesum. Informasi penangkapan PE pun diberitakan oleh media. Berita tersebut mengatakan bahwa PE adalah pelacur dan pelaku mesum. Keesokan hari PE ditemukan bunuh diri. Selang dua hari kemudian ditemukan surat yang berisikan tulisan tangan PE. Surat tersebut berisikan peryataan PE yang menyatakan bahwa ia tidak jual diri seperti yang dituduhkan Dinas Syariat Islam Aceh.
Tesis ini ingin mengetahui konstruksi pemberitaan PE di media dan hubungan antara pemberitaan dengan bunuh diri. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan analis wacana kritis. Data penelitian adalah media yang memberitakan tentang PE. Penulis juga melakukan wawancara dengan keluarga PE yakni Ayah dan Makcik PE. Selain itu wawancara dengan pengelola media.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada konstruksi negatif pada saat PE ditangkap oleh WH. Ada stigma kepada PE serta pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Namun pada saat PE ditemukan bunuh diri, stigma kepada PE semakin berkurang. Selain itu, penulis menyimpulkan bahwa konstruksi negatif berita membuat PE menjadi malu sehingga bunuh diri.

The news on media concerning PE (16 years old) who was accused of 'Khalwat or seclusion' by Wilayatul Hisbah (sharia police) has drawn attention from researcher. The scope of theprohibition of seclusion and all nasty activities, actions and any circumstances that lead tofornication. This is written in Article 2 of Aceh Qanun No. 14 of 2003 on the Prohibition ofImmoral Act. The information about PE detention was reported by the media. The newspublished that the PE is a nasty whore and adulterers. On the next day PE was found dead. Two days later found a handwritten letter of PE. The letter contains a statement of PE that she has never swhored herself as alleged Islamic Law Office in Aceh.
This thesis would like to explainthe social construction or the news making of PE in the media and the relationship between thereporting of her suicide.This study applies qualitative research methods by using critical discourse analysts. The data in this research is that media reports about PE. I conducted interviews with her family that is her father and her aunt. Besides, I also conducted interviewswith the media administrator.
This study shows that there was a negative construction at the time of PE was arrested by the WH.There found a stigma to PE as well as violations of the Codeof Journalistic Ethics. However, when PE was found committed suicide, the stigma PEdecreased. In addition, the author conclude that the negative construction of news makingeffecting PE felt so disgrace and drove her to commit suicide.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Khairani
"Penelitian ini menggunakan Muted Group Theory untuk membahas mengenai praktik wacana pembungkaman perempuan yang terjadi di media. Pemberitaan mengenai pelanggaran Syariat Islam yang melibatkan perempuan merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh kelompok dominan (laki-laki) untuk membisukan perempuan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis wacana kritis milik Norman Fairclough. Dalam menganalisis dimensi mikro (teks), kerangka analisis Theo Van Leeuwen dipinjam untuk membantu mendeteksi representasi perempuan ditampilkan pada teks. Sedangkan dimensi meso (discourse practice) dan makro (sosiocultural practice) dilakukan melalui teknik wawancara dan kajian literatur.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pembungkaman perempuan dilakukan dengan meniadakan suara dan pendapat perempuan, dengan tidak menjadikannya sebagai narasumber. Perempuan hanya diposisikan sebagai objek pemberitaan dan suaranya diwakilkan dan direpresentasikan dengan bahasa dan perspektif laki-laki.

This research was done by used of Muted Group Theory to assessed the practice of muteness on women in the media. The reported shari?a violation that involved women were one of the tool used by the dominant group (men) to muted the women.
This research is a qualitative study with Norman Fairclough's critical discourse analysis (cda). We used Theo Van Leeuwen's analysis framework to analized the micro dimensional aspects (texts), and to further assisted in detecting women representation that occured in those texts. Meanwhile, the meso (discourse practice) and macro (sociocultural practice) dimensions were assessed by interview and literature review.
According to the results, were found that the muteness of women were done by silencing the voice and the opinion of women, thus hindered women to act as a informant. Women were positioned as object of report only and their voice were represented through the language and perspective of men."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T42930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aceh: Center for community development & education,
362 POTRET
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Gratia Emellie
"Tingginya implikasi dan tingkat sensitivitas pemberitaan seputar kasus bunuh diri membuat organisasi pemerhati kesehatan dunia, WHO dan lembaga pengawas pers di Indonesia, Dewan Pers, mengeluarkan seperangkat aturan yang memuat pedoman untuk melakukan reportase bunuh diri yang bertanggung jawab. Media daring yang saat ini menjadi opsi saluran media utama yang diminati oleh Masyarakat Indonesia, seharusnya mematuhi pedoman tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan penerapan pedoman bunuh diri tersebut dalam media daring dengan mengkajinya melalui ketersediaan unsur-unsur potensi helpful yang seharusnya ada dan potensi harmful yang seharusnya dihindari dalam penulisan artikel reportase bunuh diri. Berdasarkan kajian tersebut, penulis menemukan bahwa unsur harmful justru memiliki prevalensi yang lebih tinggi ketimbang ketersediaan unsur helpful dalam tulisan artikel media daring. Lebih jauh lagi, penulis menemukan bahwa tingginya ketidaksesuaian antara hasil reportase dengan pedoman pemberitaan bunuh diri ini, dilatarbelakangi oleh faktor tekanan ekonomi akibat semakin banyaknya media daring di Indonesia. Hal ini memunculkan iklim kompetitif antar media daring untuk mendapatkan atensi khalayak yang akhirnya membuat hasil reportase tidak sesuai dengan pedoman pemberitaan bunuh diri.

The high implication and sensitivity level of reporting on suicides has made the World Health Organization (WHO)
and the press watchdog agency in Indonesia, Dewan Pers, issued a set of rules containing guidelines for reporting
responsibly on suicide. Online news media, which is currently the main media channel Indonesians desired, should comply with these guidelines. Therefore, this paper will describe the application of these suicide guidelines in Indonesian online news media by examining the availability of potentially helpful elements that should be present and potentially harmful factors that should be avoided when writing about suicide. Based on this study, the author found that the harmful elements had a higher prevalence than the availability of helpful elements in online media articles. Furthermore, the authors found that the high discrepancy between those reportage and the guidelines on reporting suicide was caused by the economic pressure factor due to the increasing number of online news media in Indonesia. This has created a competitive climate among Indonesian online news media to get audience’s attention, which ultimately makes the reportage results not in accordance with the guidelines of reporting on suicide.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gratia Emellie
"Tingginya implikasi dan tingkat sensitivitas pemberitaan seputar kasus bunuh diri membuat organisasi pemerhati kesehatan dunia, WHO dan lembaga pengawas pers di Indonesia, Dewan Pers, mengeluarkan seperangkat aturan yang memuat pedoman untuk melakukan reportase bunuh diri yang bertanggung jawab. Media daring yang saat ini menjadi opsi saluran media utama yang diminati oleh Masyarakat Indonesia, seharusnya mematuhi pedoman tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan penerapan pedoman bunuh diri tersebut dalam media daring dengan mengkajinya melalui ketersediaan unsur-unsur potensi helpful yang seharusnya ada dan potensi harmful yang seharusnya dihindari dalam penulisan artikel reportase bunuh diri. Berdasarkan kajian tersebut, penulis menemukan bahwa unsur harmful justru memiliki prevalensi yang lebih tinggi ketimbang ketersediaan unsur helpful dalam tulisan artikel media daring. Lebih jauh lagi, penulis menemukan bahwa tingginya ketidaksesuaian antara hasil reportase dengan pedoman pemberitaan bunuh diri ini, dilatarbelakangi oleh faktor tekanan ekonomi akibat semakin banyaknya media daring di Indonesia. Hal ini memunculkan iklim kompetitif antar media daring untuk mendapatkan atensi khalayak yang akhirnya membuat hasil reportase tidak sesuai dengan pedoman pemberitaan bunuh diri.

The high implication and sensitivity level of reporting on suicides has made the World Health Organization (WHO)
and the press watchdog agency in Indonesia, Dewan Pers, issued a set of rules containing guidelines for reporting
responsibly on suicide. Online news media, which is currently the main media channel Indonesians desired, should comply with these guidelines. Therefore, this paper will describe the application of these suicide guidelines in Indonesian online news media by examining the availability of potentially helpful elements that should be present and potentially harmful factors that should be avoided when writing about suicide. Based on this study, the author found that the harmful elements had a higher prevalence than the availability of helpful elements in online media articles. Furthermore, the authors found that the high discrepancy between those reportage and the guidelines on reporting suicide was caused by the economic pressure factor due to the increasing number of online news media in Indonesia. This has created a competitive climate among Indonesian online news media to get audience’s attention, which ultimately makes the reportage results not in accordance with the guidelines of reporting on suicide.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Desi Yasmini
"Surat kabar merupakan lawan nyata atau musuh penguasa mapan, seperti pemerintah yang diktator. Keadaan seperti ini mencontohkan kemampuan surat kabar untuk melakukan kontrol sosial dalam masyarakat. Pola hubungan pers semacam itu pernah dirasakan di Indonesia pada masa pemerintahan terdahulu (Orde Baru). Namun dalam beberapa mass pemerintahan terakhir terjadi beberapa perubahan yang sangat berarti di dunia pers, yaitu ketika dihapuskannya SIUPP dan dibubarkannya Departemen Penerangan (Deppen). Hegemoni pemerintahan pun memudar. Memudarnya hegemoni pemerintah tidak dengan serta merta memberikan kebebasan kepada media dalam menentukan arah, isi, dan bentuk pemberitaan. Karena ia pun harus berhadapan dengan kekuatan lain, yaitu pemilik atau pemodal, dan pasar. Kepemilikan media dan kepentingan si pemilik media menjadi fenomena yang menarik dalam penanganan bencana gempa dan tsunami di wilayah Aceh pada Desember 2004, dengan keikutsertaan pemilik Surat Kabar Media Indonesia (MI) Surya Paloh. Pada saat terjadinya gempa dan tsunami di Aceh, Surya Paloh yang pada saat itu menduduki posisi Pemimpin Umum Harian Umum Media Indonesia sekaligus pemilik, turut serta dalam penanggulangan bencana.
Dalam beberapa edisi Media Indonesia, Surya Paloh diberitakan melakukan berbagai kegiatan yang terkait pada penanggulangan bencana. Tidak kurang enam hari (edisi 28 Desember 2004 hingga 2 januari 2005), pemberitaan Harian Umum Media Indonesia didominasi oleh berita dan foto bencana gempa dan tsunami di Aceh. Dari rata-rata 20 halaman berita setiap edisi, sebanyak 16 halaman digunakan untuk halaman khusus "Indonesia Menangis". Otomatis selama enam hari itu, banyak halaman regular yang dihilangkan. Atas dasar itulah peneliti melakukan penelitian bagaimana pola hubungan yang terbentuk antara redaksional Surat Kabar Nasional Harian Media Indonesia dan pemiliknya, khususnya pada kasus bencana gempa dan tsunami di Aceh pada Desember 2004. Untuk memahami permasalahan tentang pola hubungan yang terbentuk antara redaksional Surat Kabar Nasional Harian Media Indonesia dan pemiliknya, diperlukan berbagai teori dari berbagai kajian tentang media massa, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk memahami realitas yang diteliti dengan pendekatan yang menyeluruh, tidak melakukan pengukuran pada bagian-bagian dari realitas. Kesimpulan-kesimpulan penelitian tidak dibuat berdasarkan perhitungan-perhitungan kuantitatif, melainkan berdasarkan deskripsi cermat atas realitas.
Peneliti memusatkan penelitian pada hubungan yang terbentuk antara redaksional Media Indonesia dan pemiliknya. Dalam melaksanakan tugas keredaksionalan tentunya ada pola-pola tertentu yang pada akhirnya memengaruhi kebijakan redaksional Surat Kabar Media Indonesia. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Tujuan peneliti adalah untuk mengamati pola hubungan yang terbentuk antara redaksi dan pemilik media, terkait pemberitaan gempa dan tsunami di Aceh. Kedua adalah untuk mengetahui bagaimana pers bersikap saat berhadapan dengan kepentingan pemilik media.
Berdasarkan penelitian pada hubungan yang terbentuk antara redaksional Media Indonesia dan pemiliknya, terlihat bahwa kebijakan redaksional di Media Indonesia masih dikuasai oleh elit dominan, dalam hal ini Surya Paloh sebagai pemilik media.
Keterlibatan pemilik media, meski hanya berupa arahan, tentunya juga berpengaruh pada proses produksi dan pola pemberitaan. Harian Umum Media Indonesia sebagai institusi pers harus tetap menjaga integritas dengan menjaga mutu dan bobot beritanya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan di depan khalayak pembaca dengan tampilan harian umum yang tetap mengedepankan etika jurnalistik yang berlaku.
Secara akademis, penelitian ini bisa menjadi pemicu tumbuhnya ide untuk meneruskan penelitian dengan topik yang mengarah pada kasus-kasus tertentu. Di masa sekarang ini, di mana pemilik media menjadi salah satu kekuatan yang dihadapi media massa, pers diharapkan bisa bersikap lebih tegas mengedepankan etika jurnalistik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Saleh HFS
"Hasil penelitian ini membenarkan sejumlah kelemahan media dalam menempatkan dirinya sebagai ruang publik. Melalui wacana Fairclough dengan metode analisis isi kualitatif dan pembingkaian (framing) Gamson dan Modigliani didapatkan temuan sebagai berikut. Pertama, Media Indonedia kental memperlihatkan ideolgi pemilik - Surya paloh - dalam konstruksi teks. Penerjemahan ideologi dilakukan dengan 'patuh' dalam aktivitas rutinitas media (media routine) dan menjadi panduan dalam memandang referendum Aceh. Kepentingan terhadap aspirasi ini dominan ditampilkan dalam pelbagai jenis teks mulai editorial sebagai ruang pribadi (priovate spsce) berita, komentar pembaca dan artikel opini sebagai ruang publik. Eksekusi teks yang demikian memperlihatkan indikasi rendahnya peran media sebagai ruang publik seperti akses publik nonelit yang minim, ketimnpangan kedudukan publik dalam diskusi isu, stretegi pemberitaan dengan pendekatan talking news, rendahnya keberlakuan obyektivitas pemebritaan, konstelasi sikap publik yang tidak berimbang, serta tendensi sikap media yang misleading. Semua rangkaian eksekusi teks tersebut memiliki motif baik ekonomi maupun khususnya yang terlihat jelas: kepentingan ideologis."
2004
JPIN-III-2-MeiAugust2004-47
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Siddiq
Banda Aceh: Aceh juctice resource centre, 2009
297.4 MUH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suraya
"ABSTRAK
Pokok permasalahan tesis ini dititik beratkan pada media yang diwakili oleh para pekerja medianya mengkonstruksi realitas sosial terutama mengenai kasus Aceh dilatarbelakangi oleh ideologi profesionalnya, yaitu menyajikan beritanya dengan tujuan untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan. Namun kita belum mengetahui bagaimana sebenarnya cara pandang yang dimiiiki oleh institusi medianya (KOMPAS, Republika dan Suara Karya) terutama para individu pengelolanya terhadap kasus Aceh itu sendiri dan citra ABRI yang diangkat ?
Aspek yang ditelaah dalam kerangka teori adalah seputar isi berita (teks) dengan teori ekonomi politik, yang diintertekstualitaskan dengan produksi dan konsumsi teksnya serta sosial budaya pers di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai (Ideologi) apa yang disebarkan oleh ketiga media tersebut melalui beritaberita kasus Aceh.
Hasil penelitian yang didapat, Republika dan Suara, Karya cenderung lebih banyak mengemukakan framing pelanggaran HAM. ABRI di citrakan sebagai pelariggar HAM. Pada Suara Karya eksemplar yang dikemukakan adalah kekejaman Polpot di Kamboja, Hitler dan Nazi-nya di Jerman dan kekejaman Serbia terhadap Bosnia.
Sedangkan KOMPAS mengemukakan ketiga framing secara merata, yaitu Stabilitas Keamanan, Jasa Rakyat Aceh dan Pelanggar HAM.
Namun pada elemen framing yang dikemukakan terdapat eksemplar, yaitu pemboman terhadap kedutaan besar Amerika Serikat di Nairobi, Kenya dan Dar es Salaam, Tanzania oleh aksi teroris. Depiction yang muncul adalah Terorisme pada aksi-aksi kerusuhan sedangkan pelakunya adalah teroris. Hal ini_ biasanya dikemukakan oleh media non Islam dengan menyebarkan nilai-nilai (Katolik) yang dianutnya. Ideologi dominan pada ketiga media tersebut adalah ideologi kapitalis. KOMPAS memiliki oplah yang besar sehingga lebih banyak dibaca dibandingkan dengan Suara Karya yang hanya lebih banyak dibaca oleh pegawai negeri (afiliasi ke Golkar) dan Republika yang segmen pembacanya kebanyakan muslim. Dengan adanya pemberitaan kasus Aceh tersebut. ketiga suratkabar mengharapkan lebihbanyak dibaca pembacanya sehingga oplahnya menjadi naik dan para pengiklan lebih banyak masuk.
Pemberitaan dalam media pada masa orde baru sangat dibatasi terutama yang menyangkut masalah Pancasila, UUD 1945, Dwi Fungsi ABRI dan kegiatannya serta Keluarga Suharto beserta kroninya. Karena itu pemberitaan mengenai ABRI sangat jarang terekspos. Sedangkan pada
masa reformasi, katup-katup pembatas tersebut mulai terbuka. Semua media menikmati ephoria kebebasan tersebut, sehingga kasus Aceh yang banyak menyangkut kegiatan ABRI mulai terekspos. Para pekerja media mengkonstruksi berita Kasus Aceh dipengaruhi oleh perekonomian media yang bersangkutan. Sehingga saat berita tersebut terjadi dikaitkan dengan krisis moneter yang melanda media massa serta peta politik yang sedang berubah ke arah era reformasi. Berita Kasus Aceh dikonstruksikan dengan tujuan agar oplah media tersebut menjadi naik sehingga tetap bertahan dalam situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orion Cornellia
"Peperangan antara TNI dan GAM sudah terjadi belasan bahkan puluhan tahun, dan hingga kini belum juga menemukan titik terang penyelesaian. Walaupun sudah menj alani beberapa perundingan, namun pelanggaran-pelanggaran selalu terjadi sehingga kata "perdamaian" antara TNI dan GAM terdengar begitu jauh. Masingmasing pihak saling menuding bahwa bukan pihaknyalah yang melakukan pelanggaran, sehingga perundingan pun menemui kebuntuan. Kontak senjata pun dianggap sebagai alternatif terakhir untuk menyelesaikan konflik Aceh. Hal ini tidak luput dari pengamatan pers. Pemberitaan mengenai konflik Aceh telah menjadi berita rutin di dalam surat kabar. Selama darurat militer yang diberlakukan selama enam bukan di Aceh, 19 Mei-19 November 2003, fotoberita tentang konflik Aceh ramai menghiasi surat kabar di Indonesia, tak terkecuali Kompas dan Republika. Dengan Tatar belakang, ideologi dan segmen khalayak yang berbeda, Kompas dan Republika mencoba merepresentasikan konflik Aceh melalui teks berita dan foto di dalam medianya. Konstruksi konflik Aceh dalam foto menjadi hal yang sangat menarik, karena foto memiliki daya tarik yang lebih besar dibandingkan dengan teks berita. Setiap bidikan foto bersifat lebih alami, apa adanya dan lebih nyata, sehingga memiliki peranan yang luar biasa besar untuk membentuk opini masyarakat mengenai TNI, GAM dan rakyat Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan cara Kompas dan Republika mengkonstruksikan Konflik Aceh di foto medianya, serta memaparkan pertimbanganpertimbangan yang dimiliki kedua media cetak itu dalam konstruksi tersebut. Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini akan melakukan analisis semiotika terhadap fotofoto konflik Aceh selama darurat militer 2003, dengan mencari makna di balik tandatanda dalam foto-foto tersebut, diantaranya dengan memperhatikan ide secara keseluruhan, caption, teknik pengambilan foto dan objek di dalam foto. Untuk memperoleh gambaran mengenai pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki Kompas dan Republika pada konstruksi konflik Aceh tersebut, peneliti menggunakan wawancara mendalam dan studi literatur. Pemahaman situasi yang mendukung konstruksi berita tersebut, penelitian ini juga menyertakan studi literatur mengenai kondisi pemberitaan pers selama pemberlakuan darurat militer di Aceh. Dari hasil analisis terhadap foto-foto konflik Aceh selama darurat militer, peneliti menemukan bahwa pemberitaan Kompas dan Republika cenderung melakukan pemihakan terhadap TNI, dengan penggambaran TNI sebagai pahlawan atau pembela bangsa. Hal ini dapat ditemukan dari komposisi foto yang bertemakan mengenai TNI sangat banyak, selain juga pemilihan teknik pengambilan foto, dan caption yang semakin memperkuat posisi TNI. Sedangkan dari wawancara mendalam dan studi literatur, ditemukan bahwa adanya situasi embedded journalism dalam pemberitaan konflik Aceh. Kepentingan TNI untuk memiliki citra positif di masyarakat adalah dasar diberlakukannya situasi ini. Darurat militer telah memberikan Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) kekuasaan penuh untuk mengatur segala hal di Aceh, termasuk pers. Selain itu, ditemukan adanya stereotip terhadap TNI dan GAM dalam mengkonstruksikan peperangan diantara keduanya. Artinya, wartawan, sadar atau tidak, telah memposisikan diri di dalam menentukan siapa kawan, siapa lawan. Dengan demikian, pemberitaan foto yang dilakukan Kompas dan Republika mengenai konflik antara TNI dan GAM, walau dengan pemilihan kata, teknik pengambilan foto, dan objek yang tidak persis sama, merupakan refleksi dari beberapa keadaaan, yaitu sikap media terhadap konflik Aceh, stereotip wartawan terhadap TNI dan GAM, serta pemberlakuan embedded journalism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>