Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109457 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erfandi
"Eksistensi penderogasian HAM melalui penyederhanaan partai politik dalam dialektika negara hukum (rechstaat) mulai banyak dikaitkan dengan konsep ketatanegaraan yang demokratis, baik dalam masa demokrasi tidak langsung (undirect democration) atau pada masa demokrasi langsung (direct democration) di Indonesia, realitas ini ditandai dengan munculnya Parlimentary Treshold dalam UU Pemilu dan UU partai politik.
Untuk memfokuskan pembahasan diatas, terutama yang berkaitan dengan korelasi HAM dan Partai Politik dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. maka perlu dibatasi dengan metode yuridis normatif dengan menelaah kepustakaan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan HAM dan Partai politik, serta mempertajam analisa secara komprehensif untuk memberikan solusi terhadap kebuntuan ketatatanegaraan Republik Indonesia saat ini dengan menggunakan Metode preskriptif evaluatif. Berhubungan dengan penegakan HAM melalui penyederhanaan partai politik akan banyak menimbulkan permasalahan ditengah maraknya sistem multi partai.
Disatu sisi banyaknya partai politik dalam sistem presidensial akan berimplikasi terhadap efektifitas kinerja parlemen dan Presiden dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Disisi lain adanya pembatasan partai politik ditengarai sebagai bentuk pembatasan HAM terhadap setiap indifidu yang justru bertentangan dengan semangat hak asasi untuk terlibat dalam pemerintahan. Tidak cukup hanya berdasarkan atas Konvenan Internasional Pasal 4 yang melegitimasi adanya pemabatasan terhadap hak sipil politik atau bersandarkan kepada Pasal 28 J yang menagtur pembatasan HAM, melainkan dibutuhkan perundang-undangan yang mengatur lebih teknis tentang mekanisme penderogasian terhadap partai politik, baik melalui syarat pembentukan partai dan/atau syarat masuknya partai politik ke parlemen sehingga akan berdampak pada kinerja di parlemen dan efektifitas sistem presidensial yang sudah ada.
Konsep penderogasian tersebut, tidak hanya berhenti melalui penderogasian terhadap partai politik melainkan dilanjutkan dengan penyederhanaan fraksi di parlemen sebagai wujud balances system di parlemen. Pembentukan dua fraksi, posisi dan oposisi sangat penting dilakukan untuk efektifitas pemerintahan dalam sistem presidensial dengan sistem multi partai seperti Indonesia ini.

The Existence of Human Rights derogation through political party simplification in Law State (rechstaat) dialectics has been started to be associated with the democratic constitutional concept, either in indirect democracy era or direct democracy era in Indonesia. This reality is marked by the emergence of Parliamentary Threshold in Election and Political Party Laws.
To make focus the above discussion which is primarily about the correlation between Human Rights and Political party in Indonesian Constitutional System, the limitations are made. The research is limited by means of Juridical Normative Method by reviewing the literature and the laws that are related to Human Rights and Political Party. Moreover, it is also important to sharpen the analysis comprehensively to give the solution towards the impasse of current Indonesian Constitutional System by using Prescriptive Evaluative Method.
Human Rights establishment through the simplification of political party will trigger many problems in the midst of multi-party system. On one side, the amount of political parties in presidential system will have an implication towards the effectiveness of parliamentary performance and president in running their duties and functions. On the other side, the existence of political party limitation is suspected as the form of Human Rights restraint towards each individual which is contradict with the spirit of right to involve in governmental ruling. The 4th article of international covenant which is legitimate the existences of the political civil right limitation or the 8th J article of Human Rights restriction Laws are not enough. In spite of that, the laws which regulate about derogation mechanism more technically toward political party are needed. They are needed either through the requirement of party establishment and/or the requirement of political parties? inclusion into parliament, thus it will have an impact towards their performance in the parliament and the effectiveness of the current presidential system.
That derogation concept is not only stopped through the political parties derogation but also continued with the simplification of factions in the parliament as the form of balanced system in the parliament. The establishment of two factions, position and opposition is very important for government effectiveness in presidential system with multi-party system such as in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Prayitna
"Indonesia yang menganut sistem multi partai merupakan konsekuensi logis dari banyaknya partai yang tumbuh di Indonesia. Pada era reformasi diterbitkannya UU Nomor 2 Tahun 1999 sebagaimamana telah diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang memberikan kebebasan rakyat mendirikan partai politik. Hal ini membuat partai politik tumbuh bagaikan jamur. Keberadaan partai politik dalam jumlah besar inl banyak kalangan mengkawatirkan berakibat pada ketidaksehatan kehidupan demokrasi, karena banyak partai politik yang ada tidak menjalankan peran dan fungsi partai politik sebagaimanamestinya yang ada adalah pragmentasi partai politik. Dari latar belakang permasalahan tersebut ada keinginan untuk melakukan penyederhanaan jumlah terhadap partai politik yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Umum UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan tujuan kemasyarakatan dan kenegaraan yang berwawasan kebangsaan, diperlukan adanya sistem kepartaian yang sehat dari dewasa yaitu sistem multi partai sederhana.
Dalam sistem multi partai sederhana akan lebih mudah dilakukan kerjasama menuju sinerji nasional. Pemerintah sudah tidak mungkin lagi bertindak sewenang-wenang untuk membatasi dan melarang berdirinya partai politik, apalagi untuk membubarkannya. Penyederhanan yang dilakukan adalah secara alamiah oleh seleksi rakyat melalui pemilihan umum dengan menerapkan electoral threshold sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pemilu No, 3 Tahun 1999 Pasal 39 ayat (3) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c yang menerapkan aturan electoral threshold atau ambang Batas yang harus dipenuhi bagi partai politik yang akan mengikuti pemilihan umum. Jika tidak mencapai electoral threshold partai tersebut harus membubarkan diri atau membuat partai baru. Dari hasil Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 banyak partai politik yang tidak memenuhi ketentuan electoral threshold, sehingga banyak partai politik yang berguguran, membubarkan diri dan mengganti baju baru. Untuk mendirikan partai politik itu harus memenuhi berbagai persyaratan sebagiamana diatur Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
Pada dasarnya partai politik di Indonesia juga dapat disederhanakan. Berdasarkan ideologi, karena sebenarnya jumlah partai politik dapat disatukan dalam kelompok ideologi yang sama. Kelompok sekuler (nasionalis kebangsaan dan nasionalis kerakyatan) dan kelompok agamis (Islam konservatif dan Islam Moderat) dari sisi tersebut dapat dijadikan tolak ukur untuk menerapkan prosentase electoral threshold. Disamping itu sistem kepartaian dan sistem pemilu berkaitan erat dengan keberadaan partai politik dalam suatu negara, namun sistem tersebut harus disesuaikan dengan latar belakang budaya setempat, sehingga penerapannya dapat berjalan dengan baik. Dalam perubahan sistem harus diperhatikan juga kondisi objektiv suatu masyarakat dalam negara, dan tidak bisa dipaksakan penerapannya sistem secara murni karena latar belakang budaya suatu bangsa yang berbeda."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Anggraini
"Tesis ini membahas tentang Kebijakan Penyederhanaan Partai Politik Menuju Sistem Multipartai di Indonesia Pasca Reformasi, dengan tujuan utama untuk mengetahui pengaturan dan dasar pemikiran kebijakan penyederhanaan partai, akibat hukum dalam pelaksanaannya terhadap partai politik dan sistem kepartaian dan batasan-batasannya sehingga tetap sesuai dengan amanat UUD 1945. Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan metode penelitian hukum normatif, melalui studi kepustakaan, dan membandingkan perundang-undangan yang berlaku dengan permasalahan yang terkait, kemudian dengan asas-asas hukum atau doktrin yang ada, serta memperhatikan praktek yang terjadi sebagai sebuah kajian terhadap sejarah hukum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kebijakan Penyederhanaan Partai Politik Pasca Reformasi di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sistem multi partai sederhana sebagai salah satu upaya memperkuat stabilitas sistem pemerintahan presidensiil dan juga untuk mewujudkan partai politik sebagai organisasi yang bersifat nasional, menciptakan integritas nasional dan menguatkan kelembagaan partai. Perwujudan kebijakan penyederhanaan partai politik yaitu melalui persyaratan kualitatif dan kuantitatif pembentukan dan pendaftaran partai politik sebagai badan hukum, persyaratan kualitatif dan kuantitatif serta persyaratan ambang batas perolehan kursi (electoral threshold) bagi partai untuk dapat menjadi peserta pemilihan umum dan juga persyaratan ambang batas perolehan suara (parliamentary threshold) sebagai syarat untuk dapat menempatkan kursi di DPR.
Akibat hukum kebijakan penyederhanaan partai politik bagi partai politik adalah : 1) Partai Politik tidak mendapat status badan, 2) Partai Politik tidak dapat menjadi peserta pemilu dan 3). Partai Politik tidak dapat memperoleh kursi di DPR. Meskipun terjadi penurunan jumlah partai politik yang diakui sebagai badan hukum dan parpol yang dapat mengikuti pemilu, namun dari pemilu 2004 sampai 2009, masih menciptakan sistem multipartai ekstrim. Namun demikian, Pemberlakuan kebijakan Parliamentary Threshold telah sedikit menurunkan Nilai ENPP (jumlah efektif partai di Parlemen) yang semula pada tahun 2004 bernilai 7.07 menjadi 6.47. Kebijakan penyederhanaan partai politik merupakan kebijakan yang tidak bertentangan dengan UUD 1945, karena merupakan pelaksanaan dari Pasal 28 UUD 1945 dan Pilihan kebijakan hukum (legal policy) pembentuk Undang-Undang, namun demikian terdapat prinsip-prinsip yang harus dipedomani dalam pengaturan kebijakan tersebut, yaitu : prinsip demokratis, Rasional dan Non Diskriminatif.

This thesis discusses Political Party Simplification Policy Towards Moderate Multiparty System in Indonesia Post-Reform, with main objective figuring out the arrangement and underlining idea at party Simplification, legal implication at its implementation on political parties and party system and its boundaries in keeping in line with the mandate of 1945 Constitution. The research was conducted using the method of normative legal research, literature study, and comparing applicable legislation to the associated problems, then with the principles of existing law or doctrine, and with regard to current practices as a study of the history of law.
The results of this study demonstrate that the Political Party Simplification Policy Post-Reform in Indonesia aims to realize a simple multi-party system in an effort to strengthen the stability of the presidential system of government and also to create a political party as a national organization, promoting national integrity and strengthen the parties institutionallity. Manifestation of the simplification policies of political parties is through qualitative and quantitative terms in founding and registrating political parties as a legal entity, as well as qualitative and quantitative threshold requirement of seats (electoral threshold) for the party to take part in the elections and voting threshold requirement (parliamentary threshold) as a requirement to be able to put the seats in Parliament.
The legal consequences of simplification policies of political parties are : 1) Political parties do not get the status of the legal body, 2) political parties do not take part in the elections and 3). Political parties can not gain seats in the House. Despite the decline in the number of political parties which are recognized as legal entities and political parties to follow the election, but the election of 2004 to 2009, it still creates extreme multiparty system. However, the policy Parliamentary Threshold enforcement lowered ENPP Value (effective number of parties in parliament) which was originally worth 7.07 in 2004 to 6.47 in 2009. Simplification policy do not conflict with the 1945 Constitution, simplification policy is an implementation of Article 28 of the 1945 Constitution and legal policy options of the former act. However, there are principles that should be followed in setting the policy, namely : democratic principle, rationality and non-discriminatory
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellya
"Untuk pertama kalinya Pemilihan Umum (Bab VIIB Pasal 22E) dimasukkan dalam amandemen UUD '45. Selanjutnya Pemilu diatur oleh Undang-Undang nomor 12/2003 yang diantaranya memuat tentang Sistem Pemilu Proporsional Dengan Daftar Calon Terbuka. Sistem Pemilu itu merupakan suatu terobosan politik yang baru di Era Reformasi sehingga menarik untuk diteliti.
Dari latar belakang tersebut timbul pertanyaan penelitian yaitu: 1. Apakah Sistem Pemilu Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka cukup efektif untuk menjaring calon legislator pilihan rakyat atau malahan menciptakan konflik dan fragmentasi di dalam partai?; 2. Apakah Undang-Undang Pemilu menguntungkan Partai Politik Besar dan merugikan Partai Politik Kecil?; 3. Apakah Undang-Undang Pemilu dapat menciptakan sistem multi-partai sederhana seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang Partai Politik nomor 31 tahun 2002 ?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian penulis memakai pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 7 orang informan kunci dan penelusuran transkrip rekaman persidangan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu sampai disahkan menjadi Undang-Undang No.1212003, didukung data sekunder hasil pemilu 2004, serta studi pustaka.
Teori yang untuk menganalisa penelitian ini memakai: Teori Transisi demokrasi O'Donnel, Teori Sistem Pemilu Reynolds, dan Teori Demokrasi Inklusif Young.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemilu gagal menjaring calon legislator pilihan rakyat, bahkan sebagian menimbulkan masalah dikalangan legislator terpilih. Undang-Undang Pemilu No. 1212003 memberikan keuntungan bagi Partai Besar berupa over-representation, dan merugikan Partai Kecil dengan under-representation. Undang-Undang Pemilu belum dapat menciptakan sistem multi-partai sederhana, tetapi dampaknya mengurangi jumlah peserta Pemilu 2004.
Implikasi teoritisnya adalah teori transisi demokrasi O'Donnel berlaku dalam penelitian ini khususnya bagi Partai Besar PDIP dan Golkar (partai lama), yang mana. Partai Besar cenderung mempertahankan kekuasaannya terhadap pemilih maupun terhadap Partai Kecil dalam pembuatan Undang-Undang Pemilu No. 12/2003.

For the first time, election (section VIIB article 22e) is included in the amendment of UUD 1945. Furthermore, election is arranged by the Law number 23 years 2003 which inserts the open list proportional system. This system is a new political breakthrough in the reformation era so that interesting to be explored.
From that background, some research questions rise. They are 1) is the system of open List proportional effective to select legislative candidates who are chosen by the voters or does it emerge political conflict and fragmentation among the parties; 2) does it give any advantages for major parties and oppositely disadvantages minor political parties; 3) is the law can develop simple multiparty system as mentioned in the Law number 31 year 2002 on Political Party.
To answer those question, this research applies qualitative approach and the category of the research is descriptive analytic. Primary data collection is examined by using in-depth interview with seven key informants and tracking transcript of codification sessions of the law. is also supported by secondary data such as the result of election in 2004 and literature study.
Theories applied in the research to analyze the issues are theory of transition to democracy from O'Donnel, theory of election from Reynolds, and theory of inclusive democracy from Young.
The result shows that the system of election applied in the law fail to select legislative candidates chosen by the voters, and even raises problems for elected candidates. The law gives advantages for major parties in term of over-representation and disadvantages minor parties in term of under-representation. The Law of Election has not developed simple multiparty system, even though the implication is degradation the number of political parties which involve in the election.
The theoretical implication of the research is that theory of transition to democracy from O'Donnel is relevant with the result of the research, especially for major parties such as Indonesian Democratic Party-Struggle and Golkar, which tend to maintain their power to their voters and minor parties in the codification of the law.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endra Wijaya
"Dalam sistem kepartaian sebagaimana yang diatur dalam IJndang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, telah terdapat 268 (dua ratus enam puluh delapan) partai politik, dan 24 (dua puluh empat) di antaranya telah berhasil ikut serta dalam pemilihan umum tahun 2004. Banyaknya partai politik yang telah berdiri, di sisi lain ternyata masih menimbulkan rasa tidak puas bagi sebagian masyarakat di daerah-daerah. Sebagian masyarakat di daerah masih menganggap aspirasi mereka belum bisa diperjuangkan oleh partai politik yang ada sekarang, dan partai-partai politik itu juga masih terlalu menyibukkan did dengan isu-isu "perebutan kursi kekuasaan di pusat" saja. Akibatnya, timbul kekecewaan pada diri masyarakat daerah terhadap partai politik. Kekecewaan masyarakat daerah itu pada perkembangan selanjutnya dapat mendorong timbulnya upaya untuk mendirikan partai politik lokal.
Penelitian ini difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan partai politik lokaI, yaitu mengenai faktor-faktor yang mendorong timbulnya partai politik lokal di Indonesia, dan kedudukan partai politik lokal dalam hukum positif di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian hukum normatif. Dalam hukum positif di Indonesia, setidaknya terdapat beberapa produk hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menganalisis keberadaan partai politik lokal, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh.
Dari penelitian ini terungkap beberapa hal yang menjadi faktor pendorong timbuinya partai politik lokal, antara lain, adalah berkaitan dengan masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia masyarakat daerah, baik hak ekonomi maupun politik, serta ketidakmampuan partai politik nasional dalam memperjuangkan kebutuhan masyarakat daerah. Terhadap isu partai politik lokal, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 masih belum mengatumya secara jelas, sedangkan untuk di Aceh, keberadaan partai politik lokal sudah mempunyai dasar hukum yang lebih rinci, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Ali Safa`at
Jakarta: Rajawali, 2011
324.2 MUC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rohim Ghazali, 1967-
"Dalam berbagai kajian teori politik, selalu ditegaskan bahwa partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi. Secara teoritis, demokrasi tidak bisa dibangun dalam suatu negara tanpa adanya partai politik yang menjadi wahana agregasi kepentingan segenap warganya. Tetapi pada kenyataannya, partai politik tidak selamanya berfungsi secara maksimal dalam proses demokratisasi. Inilah kondisi yang terjadi di Indonesia pada masa transisi dan konsolidasi demokrasi yang berlangsung sejak 21 Mei 1998 hingga ditulisnya tesis ini (akhir tahun 2003).
Transisi politik yang terjadi di Indonesia dimulai sejak 21 Mei 1998. Pada masa ini telah lahir puluhan partai politik, di samping tetap eksisnya partai yang sudah ada sejak sebelum proses transisi berlangsung.
Setelah "Pemilu Perintis" pasca transisi dilangsungkan, 7 Juni 1999, seharusnya Indonesia sudah memasuki tahapan konsolidasi demokrasi. Tapi pada kenyataannya, proses transisi berlangsung terus disebabkan karena tidak berjalannya proses konsolidasi demokrasi.
Tesis ini mengkaji peranan salah satu dari partai-partai politik yang tumbuh pada era transisi dan konsolidasi di Indonesia, yakni Partai Amanat Nasional (PAN). PAN dipilih sebagai obyek kajian karena partai ini dipersepsikan banyak kalangan sebagai partai reformis: didirikan di atas platform yang reformis, dan dipimpin oleh tokoh-tokoh yang reformis.
Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah content analysis yakni dengan cara analisis kualitatif yang secara teknis mencakup klasifikasi, penggunaan kriteria sebagai dasar klasifikasi, yang kemudian dianalisis untuk menghasilkan konklusi. Dalam merumuskan konklusi ditetapkan tiga macam kriteria: (i) legitimasi, yakni konklusi yang memperkuat data-data sekunder serta temuan-temuan hasil penelitian yang sudah dipublikasikan sebelumnya; (ii) verifikasi, yakni peninjauan ulang terhadap data-data sekunder dan temuan-temuan hasil penelitian sebelumnya; dan (iii) prediksi, yang berupa proyeksi ke depan yang beranjak dari kondisi obyektif yang ada di masa lalu dan masa sekarang.
Ada tiga teori yang digunakan dalam tesis ini, yakni teori-teori transisi politik, konsolidasi demokrasi, dan fungsi partai politik.
Dari metode yang dipakai, dan teori-teori yang menjadi rujukan, kajian tesis ini menemukan kesimpulan bahwa partai-partai politik pada umumnya, dan PAN khususnya, belum mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia dalam kurun waktu 1998 hingga 2003.
Menurut tesis ini, ada empat faktor yang menyebabkan PAN kurang mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pertama karena partai yang dideklarasikan 23 Agustus 1998 ini kurang konsisten dengan platform yang telah ditetapkannya. Kedua, seperti umumnya partai politik, PAN juga dilanda konflik internal yang berkepanjangan. Ketiga, masih kuatnya ketergantungan PAN pada Amien Rais sebagai tokoh simbolik. Keempat, disebabkan karena perolehan suaranya yang tidak signifikan dalam Pemilu 1999, PAN tidak memiliki bargaining yang memadai untuk menjadi motor penggerak demokratisasi. PAN masih tersubordinasi oleh kekuatan-kekuatan partai lain yang perolehan suaranya jauh lebih besar.
(Rincian isi Tesis: x + 229 halaman; Daftar Pustaka:75 buku, 3 artikel jurnal, 1 makalah, 27 majalah, 5 tabloid, 32 surat kabar, 4 media online, 12 orang nara sumber, tahun buku-buku yang digunakan: 1988 s/d 2003)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Mahdi
"Muslimin Indonesia (MI) adalah organisasi massa yang sudah mengalami penggabungan dan perubahan bentuk, dari fungsi partai politik independen hingga menjadi salah satu unsur dalam Partai Persatuan Pembangunan. Perubahan bentuk ini dilakukan karena adanya kebijakan politik dari Jenderal Soeharto pada tahun 1971 yang menginginkan agar diadakan pengelompokkan partai politik berdasarkan persamaan ideologi dan platform partai. Tujuan politik dari Orde Baru mengadakan pengelompokkan terutama terhadap kelompok politik Islam adalah untuk memudahkan pengawasan dan mudah memecah dari dalam. Dalam kondisi yang pro dan kontra terhadap ide fusi tersebut Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nahdhatul Ulama, Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Tarbiyah Islamiyah sepakat mendeklarasikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di tahun 1973.
Sejak tahun 1973-1994, kepemimpinan di PPP dikuasai oleh elite-elite politik dari unsur Muslimin Indonesia.Di bawah pimpinan HMS Mintaredja kondisi partai dalam keadaan yang kompak walaupun terjadi konflik internal partai tetapi berkat adanya kedudukan beberapa ulama kharismatik seperti KH Bisri Syansuri berhasil diredam. Bagi seluruh anggota legislatif, Mintaredja memberikan kebebasan mengeluarkan pendapatnya tanpa khawatir akan dipecat dari keanggotaan DPR maupun partai. Kejatuhan Mintaredja di PPP karena ia telah tidak disukai lagi oleh Jenderal Soeharto terutama sejak keberaniannya menuntut kepada Soeharto agar PPP diberikan kursi kementrian di kabinet.
Mulai tahun 1978, pimpinan di PPP diambil alih oleh Djaelani Naro secara kontroversial tanpa melalui suatu forum Muktamar partai. Selama dipimpin oleh Djaelani Naro, keadaan PPP mulai diterpa oleh konflik internal yang luar biasa konflik tersebut tidak hanya melibatkan antara elite politik MI versus NU, tetapi juga antara elite politik ME versus MI. Djaelani Naro memiliki- kebijakan keras terhadap para anggota legislatif yang menyimpang dari kebijakan Orde Baru. Sosok Naro lebih terkesan sebagai perpanjangan-tangan kebijakan rezim Orde Baru di PPP. Keberanian Djaelani Naro untuk mencalonkan dirinya sebagai salah seorang wakil presiden RI di tahun 1988 pada saat sidang umum MPR, telah mengakibatkan kemarahan Soeharto terhadapnya.
Periode kepemimpinan Ismail Hasan Meutareum (1989-1994), mulai membenahi konflik internal partai melalui kebijakan rekonsiliasi terhadap tokoh-tokoh PPP baik dari unsur NU, MI,SI, dan Pena. Ismail Hasan melakukan kebijakan untuk mengurangi fanatisme berlebihan diantara empat unsur tersebut melalui bentuk pengajian bersama dan pendidikan-pendidikan kader bersama.Yang diinginkan olehnya adalah fanatisme terhadap PPP saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T4274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Illiyina
"Tesis yang merupakan kajian interdisipliner antara kajian lembaga negara dengan kajian politik ini membahas perkembangan koalisi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat dalam era reformasi. Penelitian ini menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi legislatif di Indonesia. Dalam menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia penulis menemukan bahwa konfigurasi partai politik dan koalisi partai politik yang terbangun turut mempengaruhi pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statutory approach), dan pendekatan kasus (case approach) ini merekomendasikan perlunya koalisi berbasis kesamaan ideologi dan haluan (platform) politik diantara partai politik yang berkoalisi, menata pelembagaan koalisi yang mapan, menata ulang format pemilu dalam arti luas.

This thesis is an interdisciplinary study between state organ studies and political studies that discusses the development of political party coalition in reformation era of the House of Representative of the Republic of Indonesia. In analyze the dynamic of political party coalition and its influence to application to the House of Representative function in Indonesia, the author find that the configuration of political party and political party coalition that was built also influences the function of the House of Representative of the Republic of Indonesia. The research conducted by statutory approach and case approach recommend that need to set up the coalition base on similarity ideology and political platform among political party in coalition, to institutionalizing of establish coalition and reformulation of general electoral design in broader sense."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31445
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Liddle, R. William
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992
324.259 8 LID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>