Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natania Rosalina
"Rapat Umum Pemegang Saham adalah suatu organ Perseroan Terbatas yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan hal-hal tertentu mengenai jalannya Perseroan, termasuk untuk perubahan Anggaran Dasar. Rapat Umum Pemegang Saham ini merupakan bentuk keikutsertaan para pemegang saham Perseroan yang notabene merupakan para pemilik dari Perseroan Tersebut, namun demikian terdapat prosedur yang harus diikuti untuk menyelenggarakan Rapat tersebut yang salah satunya adalah mengenai kuorum Rapat. Untuk keabsahan suatu Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham maka harus dipenuhi kuorum yang berkaitan dengan Agenda Rapat yang akan dibahas. Dalam hal kuorum pada Rapat Umum Pemegang Saham Pertama dan Kedua tidak dapat dipenuhi, maka dibuka kesempatan bagi Perseroan untuk memohon Penetapan Pengadilan Negeri yang Daerah Hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan mengenai kuorum Rapat Umum Pemegang Saham Ketiga. Namun demikian, harus diperhatikan bahwa dalam hal Rapat Umum Pemegang Saham Ketiga dihadiri oleh seluruh Pemegang Saham Perseroan maka kuorum dihitung berdasarkan jumlah kehadiran 100% (seratus persen) Pemegang Saham tersebut. Juga harus diingat bahwa Penetapan kuorum Rapat Umum Pemegang Saham oleh Pengadilan Negeri ini adalah untuk Rapat Umum Pemegang Saham Ketiga, tidak untuk Rapat Umum Pemegang Saham Pertama ataupun Kedua. Hal ini perlu diperhatikan sebab Rapat Umum Pemegang Saham harus diselenggarakan menurut ketentuan yang mengaturnya termasuk penentuan kuorumnya. Kesalahan dalam menetapakan kuorum Rapat akan berakibat terhadap keabsahan Keputusan suatu Rapat Umum Pemegang Saham.

General Shareholders Meeting is an organ of a Limited Liability Company that has the authority to make certain decisions regarding directions of Company, in which includes changes on Article Association. General Shareholders Meeting is also a form for all of the shareholders to participate (body that governs all the shareholders) as they are the owner of the Company, yet in order to organize this meeting, there are certain procedures that must be obliged, include the quorum for the meeting. For this General Shareholder Meeting of to be considered valid, there must be a majority agreement (quorum) of the shareholders to the Agenda of the meeting. In the cases that majority is not agreed (quorum is not reached) in the First and Second General Shareholder Meetings, then there is an opportunity for the Limited Liability Company to request ruling by the Lower Court in which its jurisdiction area covers the place where the Limited Liability Company located for quorum of Third General Shareholders Meeting. However, consideration must be taken if in this Third General Shareholders Meeting, all Shareholders attend the meeting, quorum is counted based on this 100% (one hundred per cent) attendance. In addition, the ruling of quorum made by the Lower Court is solely for the purpose of the Third General Shareholders Meeting, neither for the First nor the Second General Shareholders Meetings. This is very important to note since every General Shareholders Meetings must be held accordance to rulings made which include determining the Meeting’s quorum. A mistake on determining the Meeting’s quorum may result to the validity of any General Shareholders Meeting's agreement or decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Firji Junizar
"Akta pernyataan keputusan rapat merupakan akta Notaris (akta otentik) sebagai akta partij yang memuat isi akta risalah rapat umum pemegang saham Perseroan Terbatas yang dibuat dibawah tangan. Pada putusan Mahkamah Agung nomor 1860 K/Pid/2010, seorang Notaris di Surakarta dilaporkan berkaitan dengan tuduhan memasukkan keterangan palsu dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat nomor 3 tanggal 6 januari 2006 yang didasari oleh akta pernyataan keputusan rapat nomor 2 tanggal 6 januari 2006. Bahwa dalam akta nomor 3 dimasukkan kata-kata akta nomor 2 tersebut telah mendapat pengesahan dari yang berwajib, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sehingga timbul permasalahan dalam tesis ini yaitu apakah akta pernyataan keputusan rapat PT IVU mengenai penyesuaian seluruh anggaran dasar harus mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia agar dapat dijadikan dasar untuk pembuatan akta pernyataan keputusan rapat selanjutnya mengenai perubahan data Perseroan. Bahwa ternyata akta nomor 2 tersebut memuat berita acara rapat PT IVU mengenai penyesuaian anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menurut undangundang untuk hal tersebut tidak diperlukan pengesahan hanya persetujuan perubahan anggaran dasar saja sehingga dalam hal ini Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi telah keliru dalam penafsiran kata pengesahan tersebut karena yang dimaksudkan kata pengesahan dalam akta nomor 3 tersebut adalah untuk akta pendirian PT IVU dan bukan akta nomor 2 tersebut dan akta nomor 3 tentang perubahan data Perseroan tetap bisa dibuat walaupun akta nomor 2 tentang penyesuaian anggaran dasar tersebut belum disetujui oleh Menteri.

The statement of minutes of meetings is a notary deed (authentic deed) as a parties deed which contains the essences of minutes of meeting the general meeting of shareholders of the limited liability company that were made as an authentic deed. On the verdict of the Supreme Court number 1860 K/Pid/2010, a notary public in Surakarta was reportedly related to charges of entering false information in making the statement of minutes of meeting deed no. 3 dated 6 January 2006 based on the statement of minutes of meeting deed no. 2 dated January 6, 2006. That in deed number 3, the wording of the deed number 2 were also included and it has been approve from the authorities, in this case the Minister of Justice and human rights.
Problems that were appoint in the thesis is whether statement of minutes of meetings of PT IVU which contains the adjustment of all articles of association must be obtained approval from the Minister Of Justice And Human Rights Republic Of Indonesia that can be used as a basis for making the statement of minutes of meetings on the amendments of the company data for next meeting. That turns on that deed number 2 contain the adjustment of article of association of PT IVU to the Limited Liability Company Act which according to the act those thing does not need endorsement only approval of the amendment of articles of association, in this case is District Court and High Court was wrong in exegesis the passage word for word intended ratification in the deed number 3 is for PT IVU article of association and not deed number 2 and the deed number 3 contains the data of the company can still made although the number 2 about the adjustment articles of association wasn't been approved by the Minister.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira
"Tesis ini membahas kasus mengenai Perseroan Terbatas yang telah melakukan pemanggilan untuk RUPS Pertama, RUPS Kedua, RUPS Ketiga dan RUPS Kempat, tetapi tidak dapat diselenggarakan dikarenakan tidak tercapai kuorum kehadiran dalam RUPS tersebut. Jenis penelitian ini adalah hukum normatif, dengan metode penelitian kepustakaan dengan studi kasus terhadap permohonan penetapan kuorum RUPS setelah RUPS Ketiga dalam Putusan Nomor: 1199/K/Pdt/2010. Dalam kasus ini, Perseroan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar ditetapkan kuorum untuk RUPS Kelima. Namun Ketua Pengadilan Negeri menolak permohonan tersebut dengan didasarkan kepada pertimbangan hukum bahwa Perseroan telah melakukan pemanggilan dan menyelenggarakan RUPS sebanyak 4 (empat) kali, sedangkan yang diatur dalam pasal 86 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah mengenai permohonan Perseroan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum untuk menyelenggarakan RUPS Ketiga. Sehingga permohonan yang diajukan oleh Perseroan tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 86 ayat (5) UUPT.
Tesis ini juga membahas mengenai kewenangan Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili permohonan penetapan kuorum RUPS. Pasal 86 ayat (7) UUPT mengatur bahwa penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam kasus yang dibahas dalam tesis ini, permohonan penetapan kuorum RUPS yang diajukan oleh Perseroan telah ditolak oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun Perseroan kemudian mengajukan upaya hukum kasasi dimana Mahkamah Agung memeriksa dan mengadili permohonan yang diajukan tersebut. Oleh karena Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak permohonan tersebut dan tidak memberikan penetapan mengenai kuorum RUPS, maka sesuai dengan ketentuan pasal 43 ayat (1) juncto penjelasan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung, atas penetapan tersebut dapat diajukan upaya hukum kasasi. Sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan kasasi yang diajukan oleh Perseroan.

This thesis addresses a case regarding a Limited Liability Company which have issued a notice to the First GMS, Second GMS, Third GMS and Fourth GMS, but could not be held since the GMS did not present the attendance quorum. This normative research conducted using the literature study completed with case study to stipulation of quorum of GMS after the Third GMS, The Supreme Court Decision number: 1199/K/Pdt/2010. In this case, the Company filed a petition to the Chairman of Central Jakarta District Court to determine a quorum attendance for the Fifth GMS. However, the Chairman of Central Jakarta District Court decided to decline the petition which based on the legal consideration, stating that the Company have issued a notice and held the GMS for 4 (four) times, whereas pursuant to Article 86 paragraph (5) of the Law of Limited Liability Company (Company Law) a Company may file a petition to the Chairman of District Court to determine the quorum attendance for the third GMS. Hence, that petition filed by the Company does not fulfill the stipulation of Article 86 paragraph (5) of the Company Law.
This thesis also addresses the authority of the Supreme Court on investigating and adjudicating the petition for GMS? quorum determination. The Article 86 paragraph (7) of the Company Law stipulates that the determination of GMS quorum by the Chairman of District Court is final and binding. In this case, the petition of determination of GMS quorum which have been filed by the Company has been declined by the Chairman of Central Jakarta District Court. Furthermore, the Company then appealed for the same petition where the Supreme Court performed an investigation and adjudicated the said appeal. Since the Chairman of Central Jakarta District Court decided to decline the petition and did not determine the GMS quorum, in accordance to Article 43 paragraph (1) of the Law of Supreme Court and its elucidation, such decision can be filed for an appeal. Hence, the Supreme Court is authorized to investigate and adjudicate the said appeal which filed by the Company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31070
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Viria Chandra
"Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur kewenangan direksi sekaligus pembatasan dari kewenangan-kewenangan tersebut dalam kondisi tertentu antara lain benturan kepentingan ketika direksi berperkara melawan Perseroan. Hal tersebut diatur dengan tujuan agar anggota direksi dapat menjalankan pengurusan dan perwakilan dengan itikad baik dan bertanggung jawab. Penelitian ini membahas mengenai: (i) kewenangan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) oleh anggota direksi yang sedang berperkara melawan perseroan; (ii) peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta RUPS perseroan terbatas yang direksinya melawan perseroan; dan (iii)  pertimbangan hakim mengenai benturan kepentingan dalam RUPS yang diselenggarakan oleh direksi yang sedang berperkara melawan perseroan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1212 K/PDT/2018. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder disertai tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu (i) kewenangan menyelenggarakan RUPS tidak dibatasi oleh Pasal 99 ayat (1) UUPT dan tetap dapat dilaksanakan oleh direksi; (ii) Notaris berperan untuk memastikan syarat formil pembuatan akta dan penyelenggaraan RUPS telah terpenuhi; dan (iii) pertimbangan hakim mengenai tidak adanya benturan kepentingan dalam penyelenggaraan RUPS sudah tepat, perbuatan memanggil, menyelenggarakan dan memimpin RUPS tersebut tidak bisa dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, karena perbuatan tersebut merupakan kewajiban yang diamanatkan UUPT kepada organ direksi yang wajib dijalankan untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan.

Law Number 40 of 2007 concerning Company Law (Company Law) regulates the authority of the Board of Directors (BOD) as well as the limitation of these powers under certain conditions, including conflicts of interest when the directors have dispute against the company. This is regulated with the aim that members of the BOD can carry out management and representation in good faith and responsibly. This research discussses (i) the authority to hold a General Meeting of Shareholders (GMS) by member of the BOD who are currently having a dispute against the Company, (ii) The roles and responsibilities of a Notary in drafting the deed of the GMS of a Company whose BOD is currently having a dispute against the Company and (iii) Judge’s considerations regarding conflict of interest in the GMS held by the BOD who are currently having a dispute against the Company. This research is a normative juridical research using secondary data accompanied by an explanatory typology. The results of this research are (i) the authority to hold a GMS is not limited by Article 99 paragraph (1) the Company Law and can still be implemented by the BOD; (ii) Notary have a role to ensure that the formal requirements for the preparation of the deed and the holding of the GMS have been fullfilled; and (iii) The judge’s consideration regarding the absence of a conflict of interest in holding the GMS is correct. The act of inviting, holding and chairing the GMS can’t be categories as tort, because basically that act is an obligation mandated by the Company Law to the BOD that must be carried out to achieve the aims and objectives company. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Friana
"ABSTRAK
Pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi Perseroan Terbatas telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT), yaitu melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) yang keputusannya dibuat dalam bentuk akta notaris seperti Akta Risalah RUPS maupun Akta Pernyataan Keputusan Rapat. Namun kurangnya pemahaman mengenai keabsahan penyelenggaraan RUPS banyak menyebabkan akta notaris yang telah dibuat sebagai hasil keputusan RUPS dibatalkan oleh Pengadilan, sehingga Notaris yang membuat akta tersebut turut diminta pertanggungjawabannya. Seperti PT. NP yang membuat Akta Risalah RUPS LB mengenai pemberhentian dan pengangkatan Direksi yang baru tanpa mematuhi ketentuan pemanggilan RUPS dalam UUPT, sehingga akta tersebut dibatalkan oleh Pengadilan. Tesis ini mengangkat permasalahan mengenai akibat pembatalan Akta Risalah RUPS LB Perseroan Terbatas yang berisi tentang pemberhentian dan pengangkatan Direksi yang baru, serta tanggung jawab Notaris yang dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 549 K/Pdt/2018. Metode Penelitian dalam penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normative, yakni dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder dan menghasilkan data deskriptif analitis. Akibat dari akta risalah rapat yang telah dibatalkan ialah segala perbuatan hukum yang dilakukan setelah akta itu dibuat adalah tidak sah, tidak mengikat dan batal demi hukum. Akta tersebut dianggap tidak pernah ada dan situasi kembali seperti saat akta tersebut belum dibuat, sehingga pengangkatan Aan sebagai Direksi baru adalah tidak sah dan EN tetap menjabat sebagai Direksi, serta Notaris yang bersangkutan dapat diminta pertanggungjawaban secara administrasi dan perdata. Notaris dalam menjalankan jabatannya seharusnya menerapkan prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan ketentuan penyelenggaraan RUPS sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas.

ABSTRACT
The appointment and termination of the Board of Directors of the limited liability company is governed by the law of limited liability company number 40 year 2007, namely through the extraordinary General Meeting of shareholders, whose decision is made in the form of notarial deed such as the treatise Act General Meeting of Shareholder and the Deed of statement of meeting. However, the lack of understanding of the validity of the General Meeting of Shareholders has led to a notarized deed which has bEN made as a result of the General Meeting of Shareholders decision to be canceled by the court, so that the notary Such as PT. NP which makes the treatise Act of General Meeting of Shareholders on the termination and appointment of the new board of directors without adhering to the provisions of the General Meeting of Shareholders in the law of limited liability company, until the deed is cancelled by the court. This thesis raises the problem of the result of the cancellation of the treatise Act of the extraordinary General Meeting of shareholders Limited company containing the termination and appointment of new board of directors in the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 549 K/PDT/2018, and the legal responsibility associated with the decision of Supreme Court of Republic of Indonesia number 549 K/PDT/2018 The research method in the writing of this thesis uses normative juridical form of research, which is by researching the library material or secondary data and generating analytical descriptive data. The result of the treatise deed that has bEN cancelled is any legal action performed after the deed is made invalid, not binding and null and void. The deed is deemed to have never existed and the situation is returned as if the deed has not bEN made, and the notaries may be asked for administrative and civil liability. The notary in his office should apply the principle of prudence by observing the provisions of The General Meeting of shareholders under the law of limited liability company."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiawan Adiputra
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perbedaan pendapat di lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan RUPS berdasarkan penetapan pengadilan. Secara khusus, tesis ini membahas mengenai mekanisme penyelenggaraan RUPS melalui penetapan pengadilan menurut UU PT, dan analisis terkait penetapan pengadilan yang mengabulkan permohonan penetapan RUPS dari pemegang saham 6,02 dengan meniadakan kehadiran pemegang saham lainnya. Selain itu, tesis ini juga membahas mengenai upaya hukum kasasi yang diajukan terhadap penetapan pengadilan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan mengkaji suatu penetapan pengadilan yang memuat perkara antara PT. Sheriutama Raya selaku pemegang 6,02 saham pada PT. Davomas Abadi, Tbk. melawan PT. Davomas Abadi, Tbk. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa permohonan penetapan RUPS hanya dapat dilakukan dengan 2 dua mekanisme, yaitu i pemegang saham minimal 10 mengajukan permohonan penetapan RUPS ke pengadilan negeri karena Direksi dan Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 UU PT; dan ii PT mengajukan permohonan penetapan RUPS ketiga ke pengadilan negeri karena kuorum kehadiran RUPS pertama dan kedua tidak terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Pasal 88, dan Pasal 89 UU PT. Dalam hal ini, pemegang saham sebesar 6,02 tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan RUPS tersebut karena tidak memenuhi kriteria menurut UU PT. Selain itu, upaya hukum kasasi yang dilakukan terhadap penetapan pengadilan tidak sesuai dengan UU PT karena penetapan pengadilan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, termasuk banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Dalam hal ini, Mahkamah Agung Republik Indonesia perlu menerbitkan pedoman agar terdapat pemahaman yang sama di lingkungan peradilan terkait penyelenggaraan RUPS melalui penetapan pengadilan.

ABSTRACT
This thesis discusses on the dissenting opinion within the court system with regards to the establishment of a General Meeting of Shareholders GMS based on a court decree. In particular, this thesis shall discuss on the mechanism on how to establish GMS based on a court decree in accordance to Law Number 40 Year 2007 on Limited Liability Company, and shall provide an analysis on a court decree that grants the request for the establishment of GMS from 6.02 of Shareholders whilst disregarding the presence of other Shareholders. In addition, this thesis discusses the petition of cassation towards the aforementioned decree. This research is juridical normative analysing a Central Jakarta Court Decree between PT. Sheriutama Raya as shareholder of 6.02 in PT. Davomas Abadi Tbk. against PT. Davomas Abadi Tbk. The result of this research shows that the request for the establishment of GMS shall only be permissible under two mechanisms, i shareholders at least 10 submit a request for GMS to the district court because the Board of Director and Board of Commissioners did not undertake the invitation for GMS as reffered to in Article 80 of Law on Limited Liability Company and ii the company submit a request for GMS to the district court because the quorum of the GMS does not meet requirement as stipulated in Article 86, Article 88, and Article 89 of Law on Limited Liability Company. In this case, the shareholder of 6.02 shares does not have any legal basis in requesting for RUPS because he is not meet the criteria according to the Law on Limited Liability Company. Furthermore, the petition of cassation towards the aforementioned decree is not in conformity with the Law on Limited Liability Company because a court decree cannot be filed by any legal action, including an appeal, cassation, or reconsideration. In this case, the Supreme Court of the Republic of Indonesia should establish guidelines so that there is a common understanding within the court system with regards to the provisions on establishing RUPS based on court decrees."
2017
T47250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Ningsih
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini. Kemudian Penelitian dilakukan secara diskriptif dimana penggabungan antara hasil penelitian dengan data-data yang ada untuk memberikan gambaran secara kualitatif.
Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas yang selama ini dilaksanakan pada umumnya memberikan sejumlah hak-hak yang dijamin oleh undang-undang. Namun demikian ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas belum cukup melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas. Adanya ketidakseimbangan antara para pemegang saham mayoritas dan minoritas dalam memberikan kontribusinya pada perusahaan, khususnya pada saat pemegang saham minoritas hendak mengajukan permohonan kepada Direksi untuk mengadakan RUPS, namun permohonan tersebut di abaikan oleh Direksi, yang mana jabatan direksi tersebut di jabat oleh pemegang saham mayoritas.
Dalam hal ini kasus yang penulis telaah dimana perlindungan pemegang saham minoritas PT. Prabu Mutu Mulia tidak berjalan sebagaimana yang diatur dalam anggaran dasar maupun undang-undang, hal tersebut dapat dilihat dimana dalam hal pemegang saham memohon kepada direksi untuk mengadakan RUPS untuk mengalihkan sahamnya sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan undang¬undang tapi tidak dilaksanakan oleh Direksi yang dalam hal ini berkedudukan sebagai pemegang saham mayoritas.
Pemegang saham minoritas mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan pemanggilan dan melaksanakan RUPS sendiri dan dalam putusannya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan penetapan bahwa pemegang saham minoritas dapat mengadakan RUPS sendiri dengan alasan-alasan yang diterima oleh pengadilan dengan surat penetapan nomor 211/PDT.G/PN.Jkt. Sel tanggal 25 Juli 2002.Perlindungan tersebut bagi para pemegang saham minoritas melalui pengadilan mengajukan permohonan khususnya permohonan untuk mengadakan RUPS, perlindungan tersebut merupakan perlindungan yang terakhir jika hak-haknya terabaikan oleh pemegang saham mayoritas. Direksi dan Komisaris. Pengadilan Negeri merupakan institusi pertama dan terakhir dalam memberikan keputusan artinya tidak ada badan peradilan lain yang berwenang mengeluarkan ijin untuk mengadakan RUPS dan apa yang diputuskan atau ditetapkan pengadilan merupakan keputusan yang final dan mengikat artinya tidak ada upaya hukum lain untuk menolak-putusan yang telah ditetapkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawati
"Persoalan pertanggungjawaban pemegang saham perseroan terbatas pada mulanya merupakan masalah yang kontroversial, karena tanggung jawab pemegang saham dalam perseroan terbatas tidak boleh lebih dari nilai saham yang diambilnya, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.1/1995 (UUPT). Akan tetapi dalam keadaan tertentu tabir pemisah antara perseroan terbatas dan para pemegang saham dapat disingkap oleh hakim (piercing the corporate veil) sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 110 UUPT. Pemegang saham dapat bertanggung jawab secara tidak terbatas atau terbatas adalah melalui suatu proses pemeriksaan di pengadilan. Hakim akan menentukan apakah pemegang saham perseroan terbatas melanggar norma Pasal 3 ayat 2 UUPT. Proses pengadilan inilah yang akan membuktikan apakah ada piercing the corporate veil pada PT bank apabila terjadi likuidasi PT bank akibat kredit macet dan asset yang ada tidak mencukupi untuk membayar kepada kreditur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penyelesaian pertanggungjawaban pemegang saham PT bank, yaitu pertama, menggunakan hukum perusahaan melalui mekanisme piercing the corporate veil, dan kedua, melalui hukum perbankan. Apabila terbukti pemegang saham secara langsung atau tidak langsung menyebabkan PT bank mengalami kebangkrutan maka pemegang saham dapat bertanggung jawab secara pribadi. Namun apabila tidak terbukti tetapi PT bank tetap bermasalah, pemegang saham pengendali PT bank secara pribadi tetap dapat dituntut untuk bertanggung jawab atas dasar pernyataan kesanggupan pemegang saham pengendali sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 9 hurup a angka 4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 dan Pasal 25 ayat (2) hurup c PBI Nomor 5/25/PBI/2003. Dengan demikian, pemegang saham PT bank dapat dituntut pertanggungjawaban secara pribadi walaupun tidak ada piercing the corporate veil."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliani Hanly
"Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) mengatur mengenai tata cara pelaksanaan dan kuorum terkait kehadiran dan pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tidak terpenuhinya kuorum kehadiran maupun pengambilan keputusan RUPS sebagaimana yang ditentukan dalam UU PT dapat mengakibatkan keputusan RUPS menjadi tidak sah. Penelitian ini membahas mengenai (i) implikasi dari keputusan RUPS yang tidak sah terhadap keabsahan dari akta berita acara RUPS; dan (ii) peran dan tanggung jawab notaris terhadap RUPS yang mengandung cacat hukum dalam pengambilan keputusan rapat. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian adalah bahwa (i) keputusan RUPS yang tidak sah dapat mengakibatkan akta berita acara RUPS juga menjadi tidak sah; dan (ii) Notaris berperan untuk memberikan penyuluhan hukum terkait pembuatan akta berita acara RUPS, dan memiliki kewenangan untuk menolak pembuatan akta apabila RUPS mengandung cacat hukum. Dalam hal Notaris membuat akta berita acara RUPS yang mengandung cacat hukum, Notaris dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana, maupun administratif.

Law No. 40 of 2007 regarding Limited Liability Company (Company Law) regulate about procedures and quorums regarding the attendance and resolutions made in the General Meeting of Shareholders (GMS). GMS which does not fulfill the quorum requirements regarding attendance and resolutions-making can result in invalid resolution. This research analyze about (i) implication of invalid resolutions in GMS in validity of such deed of the GMS’ minutes; and (ii) notary’s roles and responsibilities to the GMS containing legal defect in the resolution-making within the GMS. To answer these problems, normative juridical legal research methods with explanatory typology are used towards the prevailing laws and regulations in Indonesia. The result of the research are (i) that invalid resolutions in GMS may cause the deed of the GMS' minutes become invalid too; and (ii) Notary has roles of giving legal counseling regarding the deed making, and also has authority to reject the deed making in terms of facing legal-defect GMS. Notary shall be deemed liable of civil, criminal, or administrative liability providing that such deed is made. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Aura Ramadhani
"Pembatalan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (“Akta PKR”) oleh pengadilan terjadi dikarenakan akta yang dibuat tidak dikehendaki oleh pemilik saham sah yang menyatakan tidak pernah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (“RUPSLB”), sebagaimana termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 690 PK/Pdt/2021. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu adanya penghibahan saham secara sepihak tanpa sepengetahuan pemilik saham, dalam hal ini dikaji secara mendalam dari sisi notaris sebagai pembuat Akta PKR. Apakah notaris memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan Akta PKR tersebut, serta bagaimana kekuatan pembuktian Akta Notaril PKR yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang tidak dihadiri notaris tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dipergunakan metode penelitian doktrinal, dengan pengumpulan data secara kepustakaan untuk memperoleh data sekunder, dan metode analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan pembuktian akta notariil PKR yang dibuat berdasarkan risalah RUPSLB yang tidak dihadiri notaris adalah sempurna selama tidak mengalami cacat formil dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, serta untuk pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum notaris berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 690 PK/Pdt/2021, didapatkan hasil bahwa Notaris MN telah memenuhi seluruh unsur perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan timbulnya permohonan ganti rugi sebagaimana Pasal 1365 KUHPerdata. Penggantian kerugian dalam hal ini tidak dalam bentuk uang, melainkan pertanggungjawaban notaris untuk mengembalikan saham kepada keadaan semula.

The cancellation of the Deed of Statement of Meeting Resolutions ("PKR Deed") by the court occurred because the deed that was made was not desired by the legal shareholders who stated that they had never held an Extraordinary General Meeting of Shareholders ("EGMS"), as stated in the Supreme Court Decision Number 690 PK /Pdt/2021. The problem in this research is that there is a unilateral donation of shares without the knowledge of the share owner, in this case it is studied in depth from the perspective of the notary as the maker of the PKR Deed. Does the notary fulfill the elements of an unlawful act in the process of making the PKR Deed, and what is the strength of the proof of the PKR Notarial Deed which was made based on the minutes of the meeting which the notary was not present at? To answer this problem, doctrinal research methods were used, with library data collection to obtain secondary data, and qualitative data analysis methods. The results of the research show that the evidentiary strength of the PKR notarial deed made based on the minutes of the EGMS which was not attended by a notary is perfect as long as it does not experience any formal defects in the provisions of Article 1320 of the Civil Code, as well as to fulfill the elements of a notary's unlawful act based on Supreme Court Decision Number 690 PK/Pdt/2021 , the results obtained were that the MN Notary had fulfilled all the elements of an unlawful act which resulted in a request for compensation as stated in Article 1365 of the Civil Code. Compensation for losses in this case is not in the form of money, but rather the responsibility of the notary to return the shares to their original condition."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>