Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152190 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atika
"Kebugaran merupakan masalah pada karyawan di Puskesmas kecamatan cengkareng. Tingkat kebugaran kurang karyawan adalah 55,9%. Tujuan Utama penelitian ini adalah menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran karyawan di Puskesmas Kecamatan Cengkareng. Tujuan khususnya menjelaskan dan mengetahui hubungan antara faktor Umur, jenis Kelamin, Aktivitas Fisik, IMT, Kebiasaan Merokok, dan Kadar Hb dengan tingkat kebugaran karyawan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2013. Metode penelitian dengan menggunakan Cross Sectional (Potong Lintang), dengan sampel 143 responden.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara faktor umur (p=0,0005), Jenis kelamin (p=0,010), Aktivitas Fisik (p=0,0005), Kebiasaan merokok(p=0,047) dengan kebugaran. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi tingkat kebugaran adalah Umur, Jenis kelamin, dan Kadar Hb. Sedangkan Aktivitas fisik dan Kebiasaan merokok merupakan faktor confounding.Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah tingkat kebugaran karyawan masih Kurang. Faktor yang berhubungan dengan kebugaran adalah Umur, jenis kelamin, Aktivitas Fisik, kebiasaan merokok, dan kadar Hb. Saran dari penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas fisik, Olah raga, dan Pola hidup sehat.

Fitness is a problem to the employees of Puskesmas Kecamatan cengkareng. Based on the fitnees test result obtained that the less-fit level of the employees is 55,9%. The main reason of this research is to explain factors that are related to the fitness of the employees of puskesmas Cengkareng. The specific research is to explain and knowing the relation of age factor, gender, physical activity, body mass index, smoking habit, and Haemoglobin level to the fitness of the employees. The Research was held on May - June 2013. The research methode is by using the Cross Sectional, with sample of 143 respondents.
The result of research show that are significant correlation between age factor (p=0,0005), gender (p=0,010), physical activity (p=0,0005), smoking habit (p=0,047) with fitness. Based on the most dominant factors that affect the fitness level are age, gender, and Hb level. While the physical activity and smoking habit are confounding factors. The conclusion of this research is the fitness level of the employees is still lacking factors related to fitness are age, gender, physical activity, and smoking habit. Advice from this research is to increase physical activity, exercise, and healthy lifestyle.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika
"Kebugaran merupakan masalah pada karyawan di Puskesmas kecamatan cengkareng. Tingkat kebugaran kurang karyawan adalah 55,09%. Tujuan utama penelitian ini adalah menjelaskan faktor-fakotr yang berhubungan dengan kebugaran karyawan Puskesmas kecamatan Cengkareng. Tujuan khususnya menjelaskan dan mengetahui hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, IMT, kebiasaan merokok, dan kadar Hb dengan tingkat kebugaran karyawan. Penelitian dilaksanakan pada bulan mei-Juni 2013. Metode penilitian ini menggunakan Cross sectional (potong lintang), dengan sampel 143 responden. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara faktor umur (p=0,0005), jenis kelamin (p=0,010), aktivitas fisik (p=0,0005), kebiasaan merokok (p=0,047) dengan kebugaran. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi tingkat kebugaran adalah umur, jenis kelamin, dan kadar HB. Sedangkan aktivitas fisik dan kebiasaan merokok merupakan faktor confounding. kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah tingkat kebugaran karyawan masih kurang. Faktor yang berhubungan dengan kebugaran adalah umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan kadar HB. saran dari penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas fisik, olahraga, dan pola hidup sehat.

Fitness is a problem to the employess of Puskesmas Kecamatan cengkareng. based on the fitness test result obtained that the less-fot level of the employees is 55,9%. the man reason of this research is to explain factors that are related to the fitness of the employees of puskesmas cengkareng. The specific reasearch is to explain and knowing the relation of age factor, gender, physical activity, body mass index, smoking habit, and Haemoglobin level to the fitness of the employees. the research was held on May-June 2013. The research method is by using the cross sectional, with the sample of 143 respondents. the result of research show that are significant correlation between age factor (p=0,0005), gender (p=0,010), physical activity (p=0,0005), smoking habit (p=0,047) with fitness. Based on the most dominant factors that affect the fitness level are age, gender, and Hb level. While the physical activity and smoking habit are confounding factors. The conclusion of this research is the fitness level of the employees is still lacking factors related to fitness are age, gender, physical activity, and smoking habit. advice from this research is to increase physical activity, exercise and health lifestyle."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T41441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Ervin S.
"Pada tahun 1989/1990 Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaksanakan survai tingkat kesegaran jasmani kelompok usia kerja di lingkungan pegawai negeri dan swasta. Hasil survai menyimpulkan bahwa tingkat kesegaran jasmani kelompok usia kerja di lingkungan pegawai negeri dan swasta adalah kurang.
Penelitian yang dilaksanakan merupakan studi cross sectional untuk mengetahui gambaran tingkat kesegaran jasmani karyawan-karyawati Puskesmas Kecamatan Palmerah dengan melakukan pengukuran daya tahan kardiovaskuler menggunakan ergocycle serta mengetahui hubungannya dengan karakteristik karyawan-karyawati tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan 72.3 % karyawan-karyawati Puskesmas Kecamatan Palmerah memiliki tingkat kesegaran jasmani kurang dan faktor-faktor yang berhubungan terhadap tingkat kesegaran jasmani karyawan karyawati tersebut yaitu usia (p = 0.0043) dan aktifitas olahraga (p = 0.0004).
Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kesegaran jasmani karyawan karyawati Puskesmas Kecamatan Palmerah dengan cara meningkatkan daya tahan kardiovaskuler melalui latihan olahraga yang teratur dan terencana.

Figure of Physical Fitness Level among Employees of Public Health Centre of Palmerah, West Jakarta 2001In 1989/1990 Department of Health Republic of Indonesia has implemented a physical fitness level survey among the working age group of the civil servant and private employees. The survey shows that physical fitness level of the working age group of the civil servant and private employees are low.
This study is a cross sectional study to know physical fitness level among the employees of Public Health Centre of Palmerah by measuring cardiovascular resistance using ergo cycle and knowing the relationship according employee characteristics.
The study shows that 72.3 % employees of Public Health Centre of Palmerah have low physical fitness level and the factors related with the employees physical fitness level are age (p = 0.0043) and exercise activities (p = 0.0004).
Therefore, efforts to increase physical fitness level of the employees of Public Health Centre of Palmerah are needed by increasing cardiovascular resistance through regular and planned exercise.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aridon Anikar
"Proporsi tingkat kesegaran jasmani kurang pada anak usia remaja (10-I9 tahun) di Indonesia diketahui masih cukup tinggi, hal ini akan memberi dampak buruk pada daya tahan kerja, kecerdasan, dan produktivitas mereka.
Tujuan penelitian ini adalah ingin mendapatkan informasi tentang proporsi tingkat kesegaran jasmani kurang pada siswa SLTP Negeri dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesegaran jasmani mereka. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Tanjungkarang Barat Kodya Bandar Lampung atas dasar bahwa penelitian semacam ini belum pernah ada dan jumlah SLTP Negeri yang ada di kecamatan tersebut paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya di Kodya Bandar Lampung.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 200 orang siswa kelas I s/d III yang dipilih secara acak sederhana dari 5 SLTP Negeri. Tingkat kesegaran jasmani sampel diukur dengan menggunakan Tes Kesegaran Jasmani Piagam Presiden Untuk Siswa SMTP, sedangkan analisa data dilakukan dengan metoda regresi logistik. Hipotesa yang diajukan adalah ada hubungan antara faktor jenis kelamin, umur; aktivitas fisik, status gizi, keadaan kesehatan, kebiasaan makan pagi, atau kebiasaan merokok dengan tingkat kesegaran jasmani siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 69,4% dari seluruh siswa yang diteliti ternyata memiliki jasmani yang tidak segar. Setelah dikontrol dengan faktor lainnya ternyata status gizi, kebiasaan makan pagi, jenis kelamin, dan keadaan kesehatan siswa merupakan faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan tingkat kesegaran jasmani.
Salah satu kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kebiasaan makan pagi merupakan faktor yang paling besar tingkat resikonya terhadap kesegaran jasmani siswa, karena siswa yang tidak biasa makan pagi ternyata memiliki resiko untuk mendapatkan jasmani yang tidak segar sebesar 14,13 kali lebih tinggi dibandingkan siswa yang biasa makan pagi (POR = 14,13; 95% CI: 1,79 - 111,24; p = 0,0119 ). Saran yang bisa diberikan adalah meningkatkan KIE kepada siswa, guru, dan orang tua murid dalam berbagai kesempatan dan cara tentang pentingnya makan pagi bagi kesegaran jasmani siswa.

Milt physical fitness level proportion at teenagers (10-19 year old) in Indonesia has been known still in high level, furthermore that would become a damage effect on work endurance, intellegentia, and their productivity.
The purpose of this research is to get more infomation about ratio of milt physical fitness level at Public Yunior High Schools students and factors that related with their physical fitness level. The research was conducted in West Tanjungkarang Subdistrict Bandar Lampung District, based on there was not any similar research before, and the number of Public Yunior High Schools in this subdistrict are greater than in other subdistricts in Bandar Lampung District.
Moreover, cross sectional analysis was used in this design research. The samples consist of 200 students fiom the first to third grade at 5 Public Yunior High Schools, those were choosen randomly. Physical fitness level of the samples were measured with the President Charter of Physical Fitness Test for Yunuior High School Student.
The data were analyzed with logistic regression method. The submitted hypqtesis is there were relationships among sex, age, physical activity, nutritional status, healthiness, breakfast custom, and smoking behavior factor with student physical fitness level.
Further, the result showed that 69.4% of student fiom the samples had tmtit body. In fact, after it was controlled with another factor, it appeared that nutritional status, breakfast custom, sex, and student health condition were risk factors which related with physical fitness level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Zahara
"Pendahuluan: Manufaktur telah menjadi suatu industri penting dalam mendukung kemajuan perekonomian Indonesia. Indonesia telah berhasil mencapai peringkat keempat dunia di bidang industri manufaktur dan akan terus meningkatkan prestasinya. Produktivitas merupakan hal yang perlu ditingkatkan untuk memenangkan persaingan dunia. Salah satu faktor manusia dalam mencapai produktivitas adalah kebugaran. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian bersama yang dilakukan oleh Direktorat Bina K3 dengan Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi FKUI di enam wilayah Indonesia dengan enam bidang industri manufaktur.
Tujuan: Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kebugaran kardiorespirasi pada pekerja manufaktur di Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh.
Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui profil kebugaran pekerja manufaktur di enam wilayah Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh menggunakan uji jalan enam menit.
Hasil: Kebugaran kardiorespirasi pada 53,34% pekerja adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran adalah lama tidur. Lama tidur yang kurang dari delapan jam sehari berhubungan dengan kebugaran.
Kesimpulan: Kebugaran pekerja manufaktur adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Lama tidur kurang dari delapan jam sehari merupakan faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran. Tidak didapatkan faktor pekerjaan yang berhubungan dengan kebugaran.

Background: Manufacture plays important role in Indonesian economic development. Indonesia had successfully achieved fourth rank in the world industrial manufacture and would always made improvement. Productivity must be encouraged to win the world competition. Physical fitness was one of the human factors that was needed to achieve productivity. This study is part of a joint study between Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ministry of Manpower Republic Indonesia and Occupational Medicine Specialist Program Faculty of Medicine Universitas Indonesia in six region of Indonesia with six different type of industrial manufacture.
Objective: This study was aimed to explore cardiorespiratory fitness among manufacture workers in Indonesia and its related factors.
Methods: A cross-sectional study design was conducted to 120 manufacture workers with heat stress hazard using six minute walking test and heat stress assessment in their workplace using heat stress monitor.
Results : The result showed that that physical fitness of 53,34% workers were above average. Individual factor that related to physical fitness of manufacture workers were sleep duration and age. Sleep duration that was less than eight hours a day and age more then 35 years-old was related to physical fitness.
Conclusions: The cardiorespiratory fitness of manufacture worker in Indonesia was average and above average. Sleep duration was related to physical fitness. There was no occupational factor related to physical fitness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rafikana Desi Darmastuti
"Anggota Brimob adalah salah satu bagian dari Kepolisian Republik Indonesia yang ditugaskan pada situasi-situasi darurat seperti penanganan demonstrasi dan huru hara, penanggulangan bencana, dan penugasan di daerah konflik. Seorang anggota Brimob perlu didukung oleh kondisi kesamaptaan jasmani yang baik sehingga selalu siap siaga, mempunyai daya tahan dan kekuatan fisik yang yang optimal dalam melaksanakan tugasnya. Kesamaptaan jasmani adalah kondisi jasmani yang menggambarkan kesegaran jasmani untuk melaksanakan tugas tertentu dengan hasil yang optimal tanpa memperlihatkan keletihan yang berarti.
Dari hasil tes kesamaptaan periode I tahun 2014 didapatkan 30 % dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60, pada periode II tahun 2014 juga didapatkan 30 % dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60, pada periode I tahun 2015 didapatkan 40% dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor ? faktor yang berhubungan dengan penurunan tingkat hasil tes kesamaptaan dan diketahuinya faktor yang paling berhubungan. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, menggunakan data sekunder hasil tes kesamaptaan periode II tahun 2014 dan periode I tahun 2015 pada Anggota Brimob di Kelapa Dua Depok, serta data hasil pemeriksaan kesehatan rutin tahun 2015.
Dari 382 subyek penelitian, terdapat penurunan tingkat kategori hasil kesamaptaan jasmani sebesar 146 (38,1%), didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol dengan penurunan tingkat kesamaptaan jasmani (p=0,000) dan terdapat hubungan antara pangkat dengan penurunan tingkat kesamaptaan jasmani (p=0,009).

Members of Mobile Brigade are one part of the Indonesian National Police assigned to emergency situations such as the handling of demonstrations and riots, disaster management, and assignments in conflict areas. A member of Mobile Brigade should be supported by good physical fitness, so it is always ready, has endurance and optimal physical strength in performing their duties. Physical fitness is a physical condition that describes the good condition to perform certain tasks optimally without any significant fatigue.
The result of the first periode of physical fitness test in 2014, there were 30 % participants got score under 60. The second periode in 2014, the rate of the score almost the same. For the first periode in 2015, there were 40 % of participant got score under 60. The purpose of this study to determine the factors related with decrease level of the physical fitness test score and knowing the most related factors.This research using cross sectional method, using secondary data of the second periode physical fitness test in 2014 and the first periode in 2015, and data from routine medical check up in 2015.
Out of the 382 subjects, there was a decrease in the level of physical fitness category results for 146 (38.1%), it was found a significant related between total blood cholesterol with a decrease in the level of physical fitness (p = 0.000) and between Police Rank with a decreased level of physical fitness (p = 0.009).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Zuliani
"Kebugaran menjadi sangat penting karena kebugaran berhubungan dengan kesehatan kardiovaskular. Remaja yang memiliki kebugaran yang rendah dapat berisiko mengalami penyakit kardiovaskular saat dewasa kelak jika terus menerus dibiarkan. Kebugaran kardiovaskular biasa dinilai dengan VO2max (konsumsi maksimal oksigen). Salah satu cara untuk meningkatkan VO2max ialah dengan memberikan suplemen yang mengandung zat besi (Fe) dan multivitamin dan mineral (MVM).
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan kuasi eksperimen pre-test and post-test design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplemen kombinasi Fe dan MVM yang diberikan selama enam hari terhadap nilai estimasi VO2max pada siswi SMP di Jakarta. Nilai estimasi VO2max diukur menggunakan tes kebugaran 20-m shuttle run.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perubahan nilai estimasi VO2max pada kelompok Fe&MVM adalah 0,20 ml/kg/min sedangkan kelompok kontrol adalah 0,13 ml/kg/min serta terdapat perbedaan yang signifikan pada perubahan total lintasan tes 20-m shuttle run diantara kedua kelompok (p=0,001). Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekalipun tidak ada perbedaan bermakna pada rata-rata nilai estimasi VO2max kedua kelompok, pemberian suplemen dapat meningkatkan nilai estimasi meningkatkan VO2max dan total lintasan pada tes kebugaran 20-m shuttle run.

Cardiovascular fitness is very important especially for teenage. Teenage with low fitness have risk of cardiovascular disease later. Cardiovascular fitness was usually scored by VO2max (maximal consumption oxygen). One of solutions to increase VO2max is administration of iron (Fe) and multivitamins and mineral (MVM) supplement.
This Research was a quasi experiment pre-test and post-test design with purpose of study is to discover the effect of six days administration of iron combination supplement with multivitamins & mineral (MVM) toward the predicted of VO2max of Girl Student in Junior High School. The predicted of VO2max score was calculated by 20-m shuttle run test.
The result showed delta of VO2max score in Fe&MVM’s group was 0,20 ml/kg/min and placebo’s group was 0,13 ml/kg/min; and there was significant differences in delta of total lap of 20-m shuttle run between two groups after intervention (p=0.001). Although there was no significant differences of VO2max, administration of supplement can increased VO2max score and increased total lap of 20-m shuttle run.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Diah Tuntian
"ABSTRAK
Latar belakang. Tingkat aktivitas fisik ringan adalah salah satu penyebab status tidak bugar yang akan berdampak terhadap kinerja dan produktivitas kerja. Perusahaan A merupakan industri vaksin dengan tingkat aktivitas fisik yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status kebugaran jasmani pada pekerja bagian pengemasan.
Metode. Disain penelitian potong lintang dengan analisis regresi logistik. Subyek berasal dari bagian pengemasan. Tingkat aktivitas fisik dinilai dengan Global Physical Activity Questionairre. Sedangkan tingkat kebugaran jasmani diukur dengan menggunakan metode YMCA-3 minute step test.
Hasil. Subyek penelitian adalah 126 pekerja laki-laki bagian pengemasan dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda yang berumur antara 18 ? 40 tahun. Sebanyak 46,8% subyek mempunyai status tidak bugar. Faktor risiko yang berhubungan dengan status tidak bugar adalah umur (p=0,04). Faktor pendidikan, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, kadar lipid dan tingkat aktivitas fisik tidak terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Sedangkan faktor status gizi dan kadar haemoglobin terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Subyek yang berumur 31 ? 40 tahun mempunyai risiko 3,16 kali terhadap status tidak bugar dibandingkan dengan umur 18 ? 30 tahun (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Kesimpulan. Status kebugaran tidak berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik.

ABSTRACT
Backround. Low level physical activity can caused unphysical fitness which caused to work and productivity. A company is a vaccine industry with high physical activity in difference. The objective of this study is to determine the related between physical activity level with physical fitness to the workers in packaging division.
Method. Cross sectional study with logistic regression analysis. A subject is from packaging division. Physical activity level is marked by Global Physical Activity Questionairre. While physical fitness activity is measured by using YMCA-3 minute step test method.
Result. The subject of the study is 126 men workers of packaging division with different types of work. The workers age is between 18 ? 40 years old. 46,8% subjects has unphysical fitness. Risk factors that related to low physical fitness was age (p=0,04). Education level, working period, type of work, smoking, lipid level and physical activity were not likely correlated to unphysical fitness. While the factors of nutritional status and hemoglobin levels increase the risk proved unphysical fitness. Subjects were aged 31- 40 years have 3,16 times the risk of unphysical fitness compared with age 18-30 years (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Conclusion. Physical fitness is not related to physical activity level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Priscilla Amanda
"Latar belakang: Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dipengaruhi oleh kebugaran fisik yang dimiliki seseorang. Kapasitas fungsional seseorang dapat dilihat berdasarkan beberapa parameter seperti ambilan oksigen maksimal, metabolic equivalent of tasks (METs), dan jarak tempuh uji latih. Uji latih yang umum dilakukan adalah six minute walking test (6MWT), sedangkan uji latih yang saat ini sudah mulai banyak digunakan adalah incremental shuttle walking test (ISWT). Kelebihan ISWT adalah bersifat external paced sehingga dapat mengambarkan toleransi latihan seseorang lebih baik dibandingkan 6MWT. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kebugaran kardiorespirasi, di antaranya adalah kelembaban, suhu, hemoglobin, kadar laktat darah, serta karakteristik demografis dan antropometri seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Penelitian ini berfokus pada faktor demografis dan antropometri.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan jarak tempuh ISWT pada orang dewasa sehat sedenter.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan pada 85 subjek. Subjek melakukan ISWT sebanyak dua kali, dengan jarak tempuh yang diambil adalah jarak tempuh yang terbesar. Variabel independen (usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan) diuji dengan analisis bivariat untuk melihat korelasi dengan jarak ISWT. Selanjutnya, dilakukan analisis multivariat untuk melihat variabel yang paling berpengaruh pada jarak ISWT.
Hasil: Subjek penelitian ini sebanyak 60 orang berjenis kelamin perempuan. Median jarak tempuh ISWT orang dewasa sehat sedenter pada laki-laki sebesar 630 m dengan rentang 440-750 m, sedangkan perempuan sebesar 500 m dengan rentang 330-710 m. Berdasarkan hasil analisis multivariat, didapatkan bahwa jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan memiliki korelasi dengan jarak tempuh ISWT (p<0,05)
Kesimpulan : Jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan berhubungan dengan jarak tempuh ISWT pada dewasa sehat sedenter.

Background: In carrying out daily activities, it is influenced by a person’s physical fitness. A person’s functional capacity can be seen based on several parameters such as maximal oxygen uptake, metabolic equivalent of tasks (METs), and exercise testing distance. A common exercise testing is the six minute walking test (6MWT), while another exercise testing that is currently being applicated is incremental shuttle walk test (ISWT). The advantage of ISWT is external paced so it can describe person’s exercise tolerance better than 6MWT. There are various factors that affect cardiorespiratory fitness including humidity, temperature, hemoglobin, blood lactate levels, as well as demographic and anthropometric characteristics such as age, gender, height, and weight. This study focused on demographic and anthropometric factors.
Objective: To determine the factors that correlate with ISWT distance in sedentary healthy adults
Methods: This study was a cross-sectional study conducted on 85 subjects. Subjects performed ISWT twice, with the greatest distance was included in analysis. The independent variables (age, gender, height, weight) were analyzed using bivariate analysis to see the correlation with ISWT distance. Furthermore, multivariate analysis was done to see the most influential variable on the ISWT distance.
Results: The subjects of this study were 60 women. The median ISWT distance for men was 630 m with a range of 440-750 m while for women was 500 m with a range of 330-710 m. Multivariate analysis showed gender, body height, and body weight correlated with ISWT distance (p<0,05)
Conclusion: Gender, body height, and body weight correlated with ISWT distance in sedentary healthy adults.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Yogialamsa
"LATAR BELAKANG : Awak pesawat khususnya penerbang tempur yang bekerja pada kondisi hipobarik akan mudah terpajan hipoksia jika tidak menggunakan perlengkapan Positive Pressure Breathing diatas ketinggian 39.500 kaki dan bila mengalami kondisi emergensi berupa loss of cabin pressurization. Selama melakukan manuver Positive Pressure Breathing akan membutuhkan kekuatan otot-otot ekspirasi, karena kerja otot ekspirasi menjadi aktif. Tingkat kesamaptaan jasmani yang baik diyakini dapat meningkatkan kemampuan latihan Positive Pressure Breathing.
HIPOTESIS : Penelitian ini bertujuan membuktikan kebenaran hipotesis bahwa terdapat hubungan antara tingkat kesamaptaan jasmani A dan tingkat kesamaptaan jasmani B dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing.
METODE : Pada simulasi latihan Positive Pressure Breathing subyek dipajankan terhadap tekanan 25 mmHg dan diinstuksikan untuk bernafas melawan tekanan tersebut sampai timbul kelelahan, tidak dapat berkomunikasi dan hiperventilasi. Kemampuan subyek pada latihan Positive Pressure Breathing dinilai dengan lamanya durasi bertahan. Tingkat kesamaptaan jasmani subyek dinilai dengan prosedur tes kesamaptaan jasmani yang diberlakukan di TNI AU.
HASIL : Rata-rata tingkat kesamaptan jasmani 67,6 ± 5,6. Rata-rata durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing 6,77 ± 1,49 detik. Pada analisis multivariate ditemukan adanya hubungan yang sedang antara tingkat kesamaptaan jasmani A (r = 0,285 ; p = 0,05) dan tingkat kesamaptan jasmani B (r = 0,292 ; p = 0,05) dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing. Repetisi gerakan sit up dalam tes kesamaptaan B memiliki hubungan yang kuat (r = 0,549 ; p = 0,000) dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing dan repetisi gerakan pull up dalam tes kesamaptaan B memiliki hubungan yang sedang (r = 0,347 ; p = 0,003) dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing.
KESIMPULAN : Tingkat kesamaptaan jasmani A dan B dapat digunakan untuk memprediksi durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing pada awak pesawat dan penerbang tempur. Latihan untuk menguatkan otot perut kemungkinan akan dapat mengurangi kelelahan yang terjadi saat melakukan manuver Positive Pressure Breathing.

BACKGROUND : Air Crew especially fighter pilots who work in a hypobaric condition shall tend to exposed by hypoxia when flying above 39,000 ft and in an emergency condition such as loss of cabin pressurization if they don't use a Positive Pressure Breathing equipment. During Positive Pressure Breathing maneuver they shall require expiratory muscles strength that become active during this maneuver. Good fitness levels are believed to be able to increase endurance ability on Positive Pressure Breathing training.
HYPOTHESIS : This study aims to define correlation between fitness levels and durations of endurance ability on Positive Pressure Breathing Training.
METHODS : Subjects who underwent to Simulation of Positive Pressure Breathing Training were exposed to 25 mmHg and instructed to resist that they suffered until volitional fatigue, difficulty to communication and hyperventilation. They endurance ability on Positive Pressure Breathing Training was evaluated by measuring the exposure durations. Fitness levels were determined by using a standardized test protocol of Indonesian Air Force.
RESULTS : The mean value of fitness levels 67,6 ± 5,6 . The mean value of duration of endurance ability on Positive Pressure Breathing Training 6,77 ± 1,49 second. With multivariate analysis statistically aerobic fitness level had moderate positive correlation (r = 0,285 ; p = 0,05) and statistically muscle fitness level had moderate positive correlation too (r = 0,292 ; p = 0,05). Sit up item had a strong correlation (r = 0,549 ; p = 0,000) with ability on Positive Pressure Breathing Training durations. Pull up item had a moderate correlation (r = 0,347 ; p = 0,003) with ability on Positive Pressure Breathing Training durations.
CONCLUSION : The result indicate that the aerobic and muscle fitness level both can be used to predict duration of endurance ability on Positive Pressure Breathing performed by air crew and Indonesian Air Force fighter pilots. Training to strengthen abdominal muscle may reduce fatique while performing Positive Pressure Breathing maneuver.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>