Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66480 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwana Firdaous
"Perdagangan regional (RTA) menjadi fenomena umum yang menyebar luas ke seluruh dunia. Gelombang besar inisiatif perdagangan regional terus berlajut sejak awal tahun 1990-an. Banyak negara memilih membuat komitmen di tingkat regional karena lebih mudah dilakukan daripada komitmen bidang yang sama di tingkat multilateral. RTA merupakan bagian dari sistem perdagangan global (multilateral trading sistem), namun dalam kenyataanya persyaratan Pasal XXIV GATT 1994 sering kali diabaikan. Beberapa kelompok regional memiliki persetujuan perdagangan barang, persetujuan perdagangan jasa, persetujuan investasi, dan kerjasama ekonomi, diantaranya adalah ACFTA. Liberalisasi ACFTA akan meningkatkan kinerja perdagangan antara negara anggota, namun karena China jauh lebih siap dengan daya saing lebih tinggi, menyebabkan pertumbuhan kinerja ekspor China akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Kementerian Perindustrian pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industri nasional. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan paling buruk semenjak liberalisasi ACFTA. Penelitian ini mempergunakan kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum pengaturan RTA dalam kerangka WTO, sedangkan dalam kegiatan menggali dan mengkualifikasi fakta-fakta sebagai dipergunakan kajian empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa Pasal XXIV GATT 1994 memperbolehkan anggota WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. ACFTA bukan merupakan sistem terpisah, namun merupakan bagian dari sistem perdagangan global WTO, keduanya mengejar tujuan yang sama yaitu liberalisasi perdagangan secara substansial yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian WTO. Ketidakberhasilan Indonesia memanfaatkan liberalisasi ACFTA untuk meningkatkan kinerja perdagangan, khususnya sektor elektronik, mengakibatkan China akan memperoleh manfaat lebih besar dari liberalisasi ACFTA sebagai akibat daya saing industri mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, industri elektonik di Indonesia harus melakukan serangkaian perbaikan berupa investasi tenaga kerja, fisik dan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka dalam menghadapi produk dari China.

Regional Trade Agreement (RTA) to be a common phenomenon that widespread throughout the world. A surge of regional trade initiatives has continued since the early 1990s. Many countries have chosen to make a commitment at the regional level because it is easier to do than the same field commitments at the multilateral level. RTA is part of the multilateral trading system, but in fact the requirements of Article XXIV of GATT 1994 is often times overlooked. Some regional groups have consent of trade in goods, trade in services agreements, investment agreements, and economic cooperation, including the ACFTA. ACFTA liberalization will improve the performance of trade between member states, but because China is much better prepared with higher competitiveness, led to the growth of China's export performance will be much higher than the ASEAN countries. Ministry of Industry in 2010 revealed that the liberalization ACFTA adversely affect the performance of some of the national industry. The electronics sector is one sector that suffered the worst trade deficit since the liberalization of the ACFTA. The study used a normative legal studies to understand the application of legal norms within the framework of the WTO RTA arrangements, whereas in digging activities and qualify the facts as used empirical study. The result of this is that Article XXIV of GATT 1994 allows WTO members to trade freely with faster among certain members that form a group. ACFTA is not a separate system, but is part of the multilateral trading system the WTO, both pursuing the same goal of trade liberalization substantially subject to the provisions of the WTO agreements. The failure to take advantage of the liberalization of Indonesia in ACFTA to improve trading performance, particularly the electronics sector, China will result in a greater benefit from the liberalization of the ACFTA as a result of their industrial competitiveness higher. Thus, the electronic industry in Indonesia must make a series of improvements in the form of investment of manpower, physical and technology to improve their competitiveness in the face of the product from China.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reddy Satrio Onggodirono
"Thesis ini membahas mengenai dampak dari pembentukan AFTA bagi signifikansi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Asia Tenggara. Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN mensetujui dan meratifikasi pembentukan Regional Trade Agreement dalam bentuk Asean Free Trade Area/AFTA di kawasan Asia Tenggara, dimana mengenai Regional Trade Agreement sendiri diatur dalam Article XXIV dan XXV General Trade and Tariff / World Trade Organization. Meski dihadang oleh berbagai macam pro dan kontra atas dampak potensial dari AFTA, Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan perekonomian yang positif dan signifikan di kawasan ASEAN pasca diratifikasinya AFTA tersebut.

The focus of this thesis is the impact of the AFTA establishment for the Signification of Indonesia Economic Development in South East Asia. Indonesia as a member of ASEAN have agreed and ratify the establishment of Regional Trade Agreement in the form of Asean Free Trade Area/AFTA in South East Asia while the matters of Regional Trade Agreement is stated under the Article XXIV dan XXV General Trade and Tariff / World Trade Organization. In spite of pro and contras of the potential impact of AFTA, Indonesia have obtain the significant economic development after the ratification of AFTA.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge: Cambridge University Press, 2016
382.9 REG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aisia Arrifianty
"WTO adalah salah satu organisasi internasional yang memiliki peranan terpenting dalam mengatur pelaksanaan praktik perdagangan internasional. Dalam praktiknya, seringkali perdagangan internasional terutama yang melewati batasbatas suatu negara, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Sebagai contoh dari dampak-dampak negatif tersebut adalah masalah deforestasi, pemanasan global, dan juga overfishing. Karena hal tersebut lah WTO sering kali dikritik sebagai organisasi internasional yang environmentally-biased. Untuk menghadapi berbagai kritik tersebut, sebagai salah satu upaya perlindungan lingkungan hidup dalam hukum perdagangan internasional, pada perjanjianperjanian WTO dicantumkan ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan oleh masing-masing negara anggota untuk melaksanakan perlindungan lingkungan. Beberapa ketentuan-ketentuan dalam perjanjian WTO tersebut antara lain adalah ketentuan dalam Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) dan juga General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Namun, penerapan ketentuan-ketentuan tersebut seiring perkembangannya menimbulkan sengketa antara negara-negara anggota. Dengan demikian penting untuk mengetahui bagaimana hubungan antara perlindungan lingkungan dnengan hukum perdagangan internasional, pengaturan mengenai perlindungan lingkungan dalam menurut hukum WTO, dan juga perkembangan keterkaitan antara perdagangan internasional dengan perlindungan lingkungan hidup dalam sengketa-sengketa dagang WTO berdasarkan TBT Agreement dan juga GATT. Permasalahanpermasalahan tersebut akan dijawab melalui penelitian yuridis-normatif sehingga diperoleh simpulan bahwa WTO pada intinya sudah cukup mengakomodir kepentingan masing-masing negara anggota untuk melaksanakan upaya perlindungan lingkungan dengan ketentuan-ketentuan dalam TBT Agreement dan GATT, sepanjang suatu tindakan perdagangan internasional yang diterapkan, tidak menimbulkan distorsi bagi perdagangan internasional.

WTO plays an irrefutable role in supervising and regulating the practice of international trade. More often than not, international trade can be the cause of environmental degradation, such as forest degradation, global warming, and overfishing. For that matter, WTO is often criticized as an environmentally-biased international organization, due to the fact that there are still so few regulations in the WTO itself that rules on the issue of environmental protection. To face the growing criticisms from the international community, WTO had actually put some rules on many of WTO agreements, that can be imposed by its members as a means of protecting the environment. The two examples of the rules are the one incorporated under the Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) regarding products? standard (ecolabel and process and production methods) and the general exception on Article XX (b) and XX (g) of the General Agreement of Tariffs and Trade (GATT). Nonetheless, the imposition of these regulations can arise an international trade dispute among WTO Members. Therefore, it is important to understand the relationship between international trade and the issue of environmental protection, the regulations regarding environmental protection under WTO law, and the development of the correlation between international trade law and environmental protection in WTO disputes based on TBT Agreement and the GATT. These problems will be reviewed using a juridical-normative research method until it can be concluded that WTO indeed had provided its Members with some provisions on its multilateral trade agreements, mainly the TBT Agreement and the GATT, that actually can be used by its Members. The usage of those provisions can be carried out by all of its Members as long as it meets the requirements required under the specific provisions, and as long as they don?t create barriers on international trade.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Sunarty
"Berbagai mekanisme perlindungan global safeguards dalam WTO Agreement dan Free Trade Agreement (FTA) seperti pada Bilateral Trade Agreements (BTA) dan Regional Trade Agreements (RTA) didasarkan pada alasan-alasan yang berbeda, fungsi yang berbeda, juga memiliki mekanisme safeguards yang berbeda. Fungsi utama global safeguards sebagai instrumen sementara untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian serius dan atau ancaman kerugian serius disebabkan adanya lonjakan impor, sebagai akibat disepakatinya tingkat tarif liberalisasi perdagangan diantara Negara-negara Anggota WTO. Sehingga Negara-negara anggota WTO dapat menikmati fleksibilitas kebijakan tingkat tarif tertentu atas liberalisasi perdagangan. Pembebasan penerapan global safeguards antar pihak FTA tidak konsisten dengan WTO Agreement khususnya tidak sejalan dengan prinsip non-diskriminasi (Most-Favoured-Nation). Namun, pada prakteknya dibenarkan asalkan kondisi paralelisme terpenuhi. Pihak FTA juga dapat mengambil perlindungan bilateral safeguards dan regional safeguards terhadap pihak lain asalkan tingkat pembatasan tarif tidak membahayakan persyaratan yang terkait dengan menghilangkan hambatan sehubungan dengan substansial semua perdagangan. Mekanisme Bilateral safeguards dan regional safeguards di bawah FTA dirancang menyesuaikan laju liberalisasi lebih lanjut setelah pihak FTA melaksanakan rencana penghapusan tarif sebagaimana kesepakatan dalam BTA dan RTA. Karena fungsi mendasar ini, persyaratan substansial semua perdagangan berdasarkan ketentuan FTA dalam Pasal XXIV GATT 1994 merupakan satu-satunya ketentuan yang relevan terkait ketentuan bilateral safeguards dan regional safeguards. Diterapkan di FTA selama periode penghapusan tarif dan dalam batas tingkat tarif MFN, yang konsisten dengan aturan WTO. Pemberlakuan ketentuan global safeguards, bilateral safeguards, dan regional safeguards memiliki mekanisme persyaratan substantif dan prosedural dalam penerapannya. Mengingat kemungkinan banyak bentuk penerapan safeguards yang tumpang tindih, negosiator FTA dapat mengambil solusi legislatif yang efektif yang memasukkan ketentuan FTA yang secara eksplisit melarang bentuk-bentuk tertentu jika terjadi penerapan tumpang tindih yang tidak diinginkan. Tesis ini mengungkapkan bagaimana penerapan global safeguards dibandingkan dengan bilateral safeguards dan regional safeguards tersebut, juga akan memberikan preskripsi tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam menerapkan ketentuan bilateral safeguards dan regional safeguards antar negara-negara anggota BTA dan RTA yang juga merupakan Negara-negara anggota WTO yang menerapkan ketentuan global safeguards.

Various mechanisms of global safeguards in the WTO Agreements and the Free Trade Agreement (FTA) such as the Bilateral Trade Agreements (BTA) and Regional Trade Agreements (RTA) is based on different reasons, different functions, also has a different mechanism of safeguards. The main function of global safeguards as a temporary instrument to protect domestic industry from serious injury or threat of serious injury caused by a surge in imports, as a result of the agreement on the level of tariff liberalization of trade between Member States of the WTO. So WTO member countries enjoy a certain level of policy flexibility tariff on trade liberalization. The mutual exemption of the global safeguards application among FTA parties is not inconsistent with the WTO Agreement in particular are not in line with the principle of non-discrimination (Most-Favored-Nation), provided that the parallelism condition is met. An FTA party may also take safeguards against another party as long as the restriction level from those safeguards does not harm the requirement associated with eliminating barriers with respect to substantially all trade. Bilateral and regional safeguards under the FTA are designed to be mechanism for adjusting the pace of further liberalization once FTA parties implement the tariff elimination plan as an agreement in BTA and RTA. Because of this fundamental function, the substantially all trade requirement under FTA provisions in the Article XXIV of GATT 1994 represent was the only relevant provisions of the relevant provisions under which bilateral and regional safeguards measures are disciplined. Any bilateral safeguards, which are applied to sector subject to FTA tariff elimination during the tariff elimination period and within the limits of the MFN tariff rate, which is consistent with WTO Agreement. Enforcement of global safeguards provisions, bilateral safeguards, and regional safeguards have substantive and procedural requirements mechanism in its application. Given the many possibilities for the application of safeguards, which forms overlap, FTA negotiators can take effective legislative solutions that incorporate the provisions of the FTA, which explicitly prohibits certain forms in case of adoption of unwanted overlap.
This thesis reveals how the global application of safeguards in comparison with bilateral and regional safeguards such safeguards, will also provide prescriptions about things to do in implementing the provisions of bilateral and regional safeguards between countries BTA and RTA member who is also the Member States WTO provisions which apply global safeguards.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Nathasya Widyastika
"Dewasa ini, fasilitasi perdagangan merupakan elemen penting dalam proses ekspor-impor suatu negara. Fasilitasi perdagangan pertama kali dibahas dalam Singapore Ministerial Conference tahun 1996 dan kemudian dikategorikan sebagai salah satu Singapore Issues. Akan tetapi, negosiasi terhadap fasilitasi perdagangan antara negara-negara WTO sempat mengalami deadlock dan menghabiskan waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya pada 22 Februari 2017, Perjanjian Fasilitasi Perdagangan mulai diberlakukan bagi negara-negara anggota WTO. Dimulainya penerapan single window system di Indonesia, atau yang lebih dikenal sebagai Indonesia National Single Window INSW pada tahun 2008 menandai bahwa Indonesia menjalankan komitmen dalam negosiasi fasilitasi perdagangan WTO. Hal yang menarik adalah dalam hal ini Indonesia sudah mulai menerapkan kebijakan single window system sebelum kesepakatan terhadap Perjanjian Fasilitasi Perdagangan dicapai. Penerapan sistem ini dinilai penting oleh Indonesia demi menunjang proses ekspor-impor yang lebih efektif dan efisien, sebab seringkali proses tersebut memakan banyak waktu dan biaya yang cukup besar. Namun demikian, sebagai negara berkembang Indonesia membutuhkan dukungan baik secara kebijakan maupun pendanaan untuk dapat membangun sistem ini. Tulisan ini kemudian melihat bagaimana keterlibatan atau pengaruh WTO dan Bank Dunia dalam pengembangan sistem INSW. Dalam hal ini, pengaruh WTO lebih ditekankan pada penetapan aturan perdagangan yang berkaitan dengan fasilitasi perdagangan. Kemudian, keterlibatan Bank Dunia adalah dari sisi pendanaan dan pengawasan melalui program Development Policy Loan DPL yang mendukung policy reform, khususnya dalam kebijakan pengembangan sistem INSW. Cognitive authority yang dibangun oleh keduanya menunjukkan terdapat strong institutional belief untuk mewujudkan terciptanya perekonomian negara-negara di dunia yang lebih terbuka.

Nowadays, trade facilitation is a prominent element in a country rsquo s export import process. Trade facilitation was first discussed at the Singapore Ministerial Conference in 1996 and subsequently categorized as one the ldquo Singapore Issues. However, the negotiations on trade facilitation had been deadlocked and took considerable time to reach the conclusion. On February 22, 2017, the Trade Facilitation Agreement was finally applied to all of the WTO member countries. The commencement of the implementation of single window system in Indonesia, or Indonesia National Single Window INSW in 2008, indicates that Indonesia is committed to WTO trade facilitation negotiations. Indonesia has implemented this system even long before the Trade Facilitation Agreement is reached, which is considered unique as Indonesia is categorized as a developing country. Implementation of this system is considered crucial for Indonesia in order to promote the efficiency and effectivity of trade process, because sometimes this process takes a lot of time and costly indeed. Nevertheless, as a developing country Indonesia needs both policy support and funding to build this system. This paper explains the involvement of WTO and The World Bank in developing INSW system. In this case, the involvement of WTO is more emphasized on setting trade rules, especially relating to trade facilitation. The World Banks involvement is more on funding and monitoring through Development Policy Loan DPL program that promotes policy reform, particularly in the development of INSW system. Their cognitive authority shows there is strong institutional belief to stimulate more liberalized world."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ignatius Setiawan Cahyo Nugroho
"Tesis ini membahas tentang sejauhmana hak asasi manusia internasional diperhitungkan dalam hukum perdagangan internasional di World Trade Organization (WTO). Penelitian ini adalah penelitian yuridis-kualitatif. Perjanjian multilateral di WTO dikaji kesesuiannya dengan hokum hak asasi manusia dan pasal-pasal pengecualian umum sistem hukum perdagangan internasional serta perlakuan berbeda dan khusus bagi negara berkembang ditimbang sejauhmana telah memanifestasikan hak asasi manusia. Penelitian ini menyimpulkan hukum perdagangan internasional di WTO belum memberi perhatian yang serius kepada nilai hak asas manusia. Penelitian ini merekomendasikan nilai hak asasi manusia dijadikan rambu-rambu untuk mencapai keadilan global dalam liberalisasi perdagangan betapapun kompleks dan sulitnya hal tersebut terwujud

The current thesis discusses the extent of international human rights law being accounted within the international trade law of World Trade Organization (WTO). The current study takes on a juridical qualitative research approach: multilateral agreements at WTO are analyzed in their consistency with the human rights law as well as articles on general exemptions within the international trade law system additionally, special and differential treatments to developing countries are also assessed on the extent of their manifestation on human rights. Current findings concluded that international trade law of WTO has not provided sufficient attention towards human rights values. Therefore, the study recommends for the value of human rights law to be established as guidelines toward global justice within trade liberalization despite of the complex and intricate-natured challenges that may arise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Griselda Megantami
"Perjanjian Fasilitasi Perdagangan adalah perjanjian WTO yang berisi ketentuan tentang penyederhanaan prosedur bea cukai, yang dibuat untuk meningkatkan aliran perdagangan internasional. Indonesia adalah salah satu dari banyak anggota WTO yang meratifikasi Perjanjian Fasilitasi Perdagangan. Tesis ini membahas implikasi hukum ratifikasi Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO dengan Indonesia. Secara khusus, tesis ini membahas alasan ratifikasi Indonesia dari Perjanjian Fasilitasi Perdagangan bersama dengan implikasi hukum ratifikasi. Tesis ini disusun dengan menggunakan Metode yuridis normatif, yang dilakukan dengan menggambarkan ketentuan tercantum dalam Perjanjian Fasilitasi Perdagangan dan membandingkannya dengan ketentuan yang berkaitan dengan fasilitasi perdagangan dalam beberapa undang-undang dan peraturan di Indonesia. Tesis ini menyimpulkan bahwa sebagian besar ketentuan fasilitasi perdagangan dalam undang-undang tersebut dan peraturan di Indonesia sesuai dengan Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, tetapi pada ketentuan fasilitasi perdagangan yang belum mengikuti Fasilitasi Perdagangan Kesepakatan, beberapa penyesuaian harus dilakukan. Tesis ini menyarankan Indonesia untuk melakukannya penyesuaian sehubungan dengan ketentuan fasilitasi perdagangan yang belum mengikuti Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, karena dengan meratifikasi Fasilitasi Perdagangan

Trade Facilitation Agreement is a WTO agreement that contains provisions on simplifying customs procedures, which are made to increase the flow of international trade. Indonesia is one of the many WTO members to ratify the Trade Facilitation Agreement. This thesis discusses the legal implications of ratification WTO Trade Facilitation Agreement with Indonesia. Specifically, this thesis discusses the reasons for Indonesias ratification of the Trade Facilitation Agreement along with the legal implications of ratification. This thesis was prepared using a normative juridical method, which is done by describing the provisions contained in the Trade Facilitation Agreement and comparing it with
Provisions relating to trade facilitation in several laws and regulations in Indonesia. This thesis concludes that most of the trade facilitation provisions in the law and regulations in Indonesia are in accordance with the Trade Facilitation Agreement, but on trade facilitation provisions that have not yet followed the Trade Facilitation Agreement, some adjustments must be made. This thesis recommends that Indonesia make adjustments with respect to trade facilitation provisions that have not yet followed the Trade Facilitation Agreement, because by ratifying Trade Facilitation
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Suhana Somawidjaya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai konsep keamanan nasional (National Security) dalam kerangka liberalisasi perdagangan World Trade Organization yang diadopsi dalam Pasal XXI General Agreement On Tariffs And Trade dan Pasal XIV bis General Agreement On Trade Of Services, serta bagaimana konsep tersebut dapat mempengaruhi proses liberalisasi perdagangan yang bersifat hambatan terhadap liberalisasi perdagangan itu sendiri, dan bagaimana konsep tersebut menyebabkan pencapaian tujuan World Trade Organization yaitu kesejahteraan tidak akan tercapai sehingga aturan-aturan GATT dan GATS menjadi sia-sia dalam praktiknya

ABSTRACT
This thesis discusess the analysis of National Security concept in related to the trade liberalization framework on World Trade Organization (WTO) adopted by it rules in Article XXI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) and Article XIV bis General Agreement on Trade in Services, studying how the concept affected the trade liberalization as an obstacle for trade liberalization itself, and how the concept doesn't support for reaching prosperity for all WTO members which is it?s a main purpose of World Trade Organization"
2016
T45601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>