Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91671 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amir Nurdianto
"Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya yakni tanggal 12 April 2002. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak memang terkesan memunculkan dualisme bahwa seolah-olah Pengadilan Pajak, yang hanya berkedudukan di Jakarta, itu berada di luar kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hingga sekarang, kewenangan pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan Pajak belum dialihkan kepada Mahkamah Agung. Hal ini menimbulkan polemik tersendiri dalam lingkungan Peradilan di Indonesia, khususnya untuk Pengadilan Pajak. Dalam yudisial review terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak di Mahkamah Konstitusi, yaitu putusan Perkara Nomor 004/PUU-II/2004 dan putusan Perkara Nomor 011/PUU-IV/2006, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan bahwa pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung, bahwa adanya ketentuan yang menyatakan pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, dan bahwa dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa sebagai lembaga peradilan, Pengadilan Pajak mempunyai kekhususan tersendiri, dalam hal ini termasuk dalam pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan yang dilakukan oleh Departemen Keuangan. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa, Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung; dan Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan, hal tersebut telah mencerminkan adanya pemisahan kekuasaan. Di sini jelas terlihat adanya pemisahan kekuasaan, yaitu kekuasaan eksekutif berada di bawah Departemen Keuangan, yang saat ini adalah Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan kekuasaan yudikatif berada dibawah Mahkamah Agung. Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan pajak yang saat ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dilaksanakan Departemen Keuangan hendaknya diserahkan ke Mahkamah Agung. Menempatkan badan peradilan di bawah eksekutif, dalam hal ini departemen, meskipun yang ditempatkan dibawahnya hanya organisatoris, administratif dan financial, sistem seperti ini baik langsung maupun tidak langsung merupakan simbol pengakuan yuridis bahwa badan peradilan di bawah departemen yang bersangkutan. Salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya pemisahan yang tegas antara kekuasaan-kekuasaan negara.

[Code/Law] Number 14 Year 2002 about Justice of Iease which go into operation commencing from the date of its it[him] namely the 12 April 2002. Delivering birth of [Code/Law] Number 14 Year 2002 about Justice of Iease (it) is true impress to peep out dualisme that impressing Justice of Iease, which only dimiciling [in] Jakarta, that beyond judicial power which [is] arranged in [Code/Law] Number 48 Year 2009 about Judicial Power. Until now, kewenangan construction of organization, finance and administration Justice of Iease not yet been transferred to Appellate Court. This Matter generate separate polemic in Jurisdiction environment in Indonesia, specially for the Justice of Iease. In review yudisial to [Code/Law] Number 14 Year 2002 about Justice of Iease [in] Lawcourt Constitution, that is Number verdict 004/PUU-II/2004 and Number verdict 011/PUU-IV/2006, Lawcourt Constitution have a notion that Justice of Iease of[is included in jurisdiction environment which under Appellate Court as expressed by Section 24 sentence ( 2) Constitution 1945. The decision taken pursuant to consideration that the lawsuit can raise Sighting Return of Decision Justice of Iease to Appellate Court, that there is rule him expressing technical construction [of] jurisdiction to Justice of Iease [done/conducted] by Appellate Court, and that Civil service arbitration tribunal environment can be performed [a] [by] peculiarity which regulate, in this case [Code/Law] Number 14 Year 2002 about Justice of Iease. In the balance [of] Lawcourt Constitution also have a notion that as jurisdiction institute, Justice of Iease have separate specialty, in this case the included in construction of organization, administration, and finance [done/conducted] by Treasury Department. Rule Section 5 sentence ( 1) and sentence ( 2) [Code/Law] Number 14 Year 2002 about Justice of Iease expressing that, Technical construction [of] jurisdiction to Justice of Iease [done/conducted] by Appellate Court; and Construction of organization, administration, and finance to Justice of Iease [done/conducted] by Treasury Department, [the] mentioned have expressed the existence of dissociation of power. Clear here seen the existence of dissociation of power, that is power of executive under Treasury Department, what in this time [is] Ministry Of Finance Republic Of Indonesia and power of yudikatif reside in below/under Appellate Court. Construction of organization, administration, and finance justice of Iease which in this time pursuant to [Code/Law] Number 14 Year 2002 about Justice of Iease executed [by] Treasury Department shall be delivered to Appellate Court. Placing jurisdiction body below/under executive, in this case department, though which [is] placed under him only organisatoris, administrative and financial, system like this indirect and also direct goodness represent symbol confession of yuridis that jurisdiction body below/under pertinent department. One of [the] characteristic of body politic [is] the existence of coherent dissociation [among/between] powers of state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Gunawan
"Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) yang telah mengalami perubahan menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman di Republik Indonesia adalah ?kekuasaan kehakiman yang merdeka?. Hakim disini memegang peran sentral dalam peradilan sebagai personifikasi dari peradilan, sehingga kedudukan hakim dan kemerdekaan hakim harus dijamin dalam sebuah undang-undang (UU). Saat ini, kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, oleh karena itu tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis materi UU No. 48 Tahun 2009 dalam melindungi kemerdekaan hakim di Republik Indonesia berdasarkan prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman yang terdapat pada UUD 1945 dan instrumen-instrumen internasional. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang dilengkapi dengan pendekatan sejarah, perbandingan dengan negara lain dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UU No. 48 Tahun 2009 telah memiliki norma-norma yang mengatur kemerdekaan hakim, namun tetap masih terdapat kekurangan dan ketidaklengkapan dari materi UU No. 48 Tahun 2009 dalam melindungi kemerdekaan hakim, sehingga perlu diadakan perbaikan terhadap UU No. 48 Tahun 2009.

Article 24 of The 1945 Amended Constitution of Republic of Indonesia stated that "The judicial power branch shall be independent". In here, judge has a central role on the judiciary, that judge as the personification of judiciary, therefore judge's status and independence shall be secured by law. Now, the judicial power is regulated on Act No. 48 Year 2009 (The Judical Power Act), so then the purpose of this writing is to analyze the substance of Act No. 48 Year 2009 in accomodating judge's independence in the Republic of Indonesia based on the judicial principles on the 1945 Constitution and international instruments. This is a normative study and also be improved by historical approach, comparative approach and case study method. The result of this study showed that the Act of No. 48 Year 2009 has contained the general norms to protect judge?s independence, but still has to be revised because of its material incompleteness in order to protect judge's independence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Salim
"Untuk dapat menjalankan fungsinya yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar, sebuah undang-undang tentu harus dirumuskan secara jelas, tidak mengandung kecacatan substansial, dan tidak menimbulkan inkonsistensi dalam penerapannya terhadap sistem hukum secara keseluruhan. Merupakan sebuah tanggung jawab bagi perancang peraturan perundang-undangan dan merupakan fungsi dari Ilmu perundang-undangan untuk mewujudkan hal tersebut. Rumusan sebuah pasal sangat menentukan dapat atau tidak dapatnya hukum memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi manusia. Tidak dirumuskannya sebuah undang-undang secara baik akan menimbulkan permasalahan yang pelik, contohnya adalah diterimanya permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa terhadap putusan bebas yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana oleh Mahkamah Agung. Ketidakjelasan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang peninjauan kembali menimbulkan berbagai macam penafsiran yang sayangnya tidak sesuai dengan hakikat dari peninjauan kembali. Oleh karena itu, terhadap rumusan pasal-pasal tersebut perlu diadakan perbaikan dan karena proses perubahan sebuah undang-undang memakan waktu, tentunya terhadap pasal-pasal yang masih berlaku tersebut perlu diterapkan sebuah metode penafsiran yang tepat.

In order to apply its function as has been mandated under the Constitution of the Republic of Indonesia, an act must be formulated clearly, doesn’t have a substantial defects, and doesn’t cause any incosistency in its implementation at the whole level. It is a duty for a legal drafter to make sure that it is done properly and it is the functions of the legislation theory to implement it. The drafting of each articles in an act is essential towards to ensure its impartiality and its certainty, also its benefit towards the people governed by it. Fraud of act’s legal drafting process will cause a huge consequences. Example given, the approval of a case review requestas has been appealed by Prosecutor to a legal and binding judgment in a criminal case by the Supreme Court of the Republic of Indonesia. The uncertainty in articles that governs about the rights to file a case review will cause a misinterpretation and distorting the basic philosophy of the case revie (herziening) itself. Hence, the drafting of an act’s article must be coordinated together with revision and in such a lengthy time-frame, especially to implement the interpretation of the articles properly."
Universitas Indonesia, 2014
S54028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Murlian
"Tesis ini membahas mengenai PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) yang merupakan salah satu kewajiban perpajakan objektif yang melekat pada kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan atas pembangunan rumah atau bangunan dengan kriteria tertentu. Pertimbangan utama diberlakukan kebijakan ini adalah untuk mencegah penghindaran pengenaan PPN. Dalam perjalanan waktu, ketentuan PPN KMS senantiasa mengalami perubahan. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah asas keadilan pajak terpenuhi pada pengenaan PPN KMS dan aturan pelaksananya telah memenuhi asas kepastian hukum. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa PPN KMS sama sekali tidak mencerminkan asas keadilan pemungutan pajak dan peraturan pelaksana PPN KMS tidak memberikan kepastian hukum karena peraturan yang ada selalu berubah-ubah atau inkonsistensi sehingga sangat membingungkan masyarakat yang melakukan kegiatan membangun sendiri.

This thesis discussed about the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own that is one obligation taxation objective attached to to the activity of build on one’s own that conducted not within the business activity or work by individual or corporate for the construction of house or building with certain criteria. Activity of build on one's own that conducted not within its business activity or work, subject to Value Added Tax with consideration to prevent evasion of Value Added tax. In course of time, the provisions of the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own constantly changing. The research was conducted with the study of librarianship and field studies with the aim of this study is to determine whether the principle of tax fairness are met on the imposition of Value Added Tax imposed on activity of build on one's own and rules of the organization has fulfilled the principle of legal certainty. Based on the results of this research thar the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own in no way reflects the principle of tax fairness and the implementing regulation of the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own does not provide legal certainty due to the ever-changing regulations or inconsistencies so very confusing communities that conduct activities to build on one's own."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bima
"Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Negara hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan pada negara yang berdasarkan pada kekuasaan belaka (machtsstaat). Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tentunya tindakan dari pemerintah tersebut harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Dibutuhkan suatu pengujian yuridis terhadap tindakan pemerintah dan pengujian yang dilakukan terhadap tindakan pemerintah itu harus dapat menghasilkan perlindungan bagi kepentingan rakyat. Apabila tindakan tersebut bertentangan dengan kepentingan rakyat, maka kepentingan rakyat tidak semena-mena dapat dikorbankan begitu saja. Prinsip adanya peradilan TUN, untuk menempatkan kontrol yudisial dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik menjadi bias dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Apabila suatu putusan PTUN tidak memiliki kekuatan eksekutorial, bagaimana mungkin hukum dan masyarakat dapat mengawasi jalannya pemerintah yang dilaksanakan oleh pejabat-pejabat TUN. Maka dari itu diperlukannya suatu sanksi administratif yang tegas seperti pembayaran uang paksa dwangsom terhadap si pejabat yang tidak mau melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Indonesia is a country based on Law, and not a country based on power, As a country that based on law, surely the Government must act according to law. It is needed to analyze if it was suspected about any Government or Government official wrongdoing which the outcome is for the greater good. The main principal of the Administrative Court is to put Judiciary control on the Government itself. If The Administrative Court make a law decision that does not have a real impact to government, than it really is a waste of time. Therefore there is a need of an administrative punishment for those government officials to make sure that they obey the law decision that have been made by the Administrative Court."
Universitas Indonesia, 2012
S43166
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Astrid Margareth
"PT PLN (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang ketenagalistrikan. Dalam menjalin hubungannya dengan konsumen, PLN haruslah tunduk pada hukum yang ada. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Ketenagalistrikan telah memberikan perlindungan kepada konsumen tenaga listrik yang salah satunya dalam hal pencantuman klausula baku yang dibuat oleh Pelaku Usaha. Namun, sangat disayangkan klausula baku yang ada dalam Pernyataan Kontrak Penyambungan dan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik masih terdapat klausula eksonerasi dan klausula inkorporasi yang merupakan klausula baku yang dilarang menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen. Untuk itu diperlukan peran Pemerintah untuk melakukan kontrol atas klausula baku agar kepentingan konsumen tidak dirugikan.

PT PLN (Persero) is a state owned company that runs electricity business. In a relationship with consumer, PLN must obey the existing law. Civil Code, Law concerning Consumer Protection, and Law concerning Electricity have given protection for electricity consumer, one of which in terms of inclusion of standard form clause that Seller made. However, it is unfortunate that standard form clause in Statement of Contract Connection and Electricity Power Purchase Agreement found exemption clause and incorporation clause that are forbidden clauses according to Law concerning Consumer Protection. For that required the role of government to control standard form clause so the interest of consumers not harmed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Indharto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8789
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Askin Harta Mulya
"Tesis ini membahas tentang penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan (IUP) oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dengan melakukan analisa dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009) dan peraturan lainnya yang terkait dengan analisa tersebut. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Hasil penulisan ini memberikan kesimpulan bahwa penetapan status clear and clean pada IUP telah sesuai dengan UU 4/2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara selaku wakil Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada Pemerintah Daerah yang dijalankan melalui penetapan status clear and clean tersebut. Berbeda halnya dengan penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan sertifikat clear and clean menjadi salah satu persyaratan tambahan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan. Hal ini telah menciptakan akibat hukum baru yang mana tidak tercantum dalam UU 4/2009 dan bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan sebagai akibat daripada itu persyaratan sertifikat clear and clean dalam kegiatan pertambangan menjadi batal demi hukum. Kedua penetapan status clear and clean oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memperhatikan pada asas penyelenggaraan kepentingan umum, namun dalam penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan persyaratan tambahan dalam kegiatan pertambangan, hal ini telah bertentangan dengan asas kepastian hukum dan asas kewenangan. Tesis ini menyarankan agar pembuat undang-undang menerbitkan peraturan yang memberikan payung hukum kepada penerbitan sertifikat clear and clean yang merupakan bagian dari penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan dan selanjutnya Penulis menyarankan agar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh yang meliputi pemeriksaan administratif, teknis pertambangan di lapangan, faktor lingkungan dan finansial, yang mana kegiatan ini merupakan yang dipersyaratkan dalam undang-undang.

This thesis elucidates the stipulation of the clear and clean status of the mining business license (IUP) by the Directorate General of Mineral and Coal with the consideration to the provisions of the Law No. 4 Year 2009 (Law 4/2009) concerning Mineral and Coal Mining and other regulations that are related to such law. This thesis employs normative legal as its research method, using bylaw as the approach of the analysis. This thesis concluded that the clear and clean status on the IUP has a line with the Law 4/2009 jo. Government Regulation No. 55 Year 2010 concerning the Control and Supervision of the Mineral and Coal Mining Management. In such regulation, the Directorate General of Mineral and Coal as the government representative has been granted an authorization to conduct supervision toward the Local Governement that is conducted in the way of stipulation of the clear and clean status. In contrast with the issuance of the clear and clean certificate which effecting the clear and clean certificate as one of the additional requirement to perform the mining activities. This has created new norm that is not stipulated in the Law 4/2009 and violated Article 8 paragraph 2 of the Law No. 12 concerning the Establishment of Regulations and as the concequense of the regulation, the requirement of the clear and clean certificate in the mining activities turn out to be annulled. Secondly the stipulation of the clear and clean status by the Directorate General of Mineral and Coal has included the principle of governance to the public interest, however the issuance of the clear and clean certificate and causing such certificate to be the additional requirement in the mining activities had violated the principle of legal certainty and authorization. This thesis advises that the lawmaker to issue regulations that regulate the issuance of the clear and clean certificate as part of the clear and clean process on the mining business license and moreover the Author recommends to the Directorate General Mineral and Coal as the authorized authority by the law to conduct fully examination that comprise of administrative assessment, mining technical in the field, environmental elements and financial, whereby this assessments were required by the law."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>