Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43717 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asrul Ibrahim Nur
"Penelitian ini membahas tentang harmonisasi peraturan perundang-undangan pengelolaan kawasan perbatasan berdasarkan keadilan sosial. Permasalahan yang diangkat adalah bertujuan untuk menguraikan bentuk disharmoni peraturan perundang-undangan pengelolaan kawasan perbatasan di Indonesia dan menguraikan harmonisasi peraturan perundang-undangan pengelolaan kawasan perbatasan berdasarkan keadilan sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach) dan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ketidakharmonisan antar peraturan perundang-undangan pengelolaan kawasan perbatasan ditinjau dari aspek kebijakan pembangunan wilayah dan aspek kelembagaan. Implikasinya adalah kebijakan pembangunan wilayah yang tidak fokus serta terlalu banyaknya lembaga yang mengelola kawasan perbatasan. Harmonisasi dilakukan dengan mengedepankan penyelesaian isu strategis dan mengedepankan pemerataan kesejahteraan. Cara mengharmonisasikan dapat dilakukan dengan executive review, legislative review, dan judicial review.

This research discusses about harmonization of border area management regulation based on social justice principles. Problems raised are intended to describe the form of disharmony area management regulation in Indonesia and elaborate harmonization of border area management regulation based on social justice principles. Research methods used is a normative juridical by statue approach and approach. The results showed that there is disharmony between the regulation of border area management in terms regional development policy aspects and institutional aspects. The implication is that regional development policies are not focused and too many institutions that manage the border area. Harmonisation conducted by promoting the completion of the strategic issues and promote wealth distribution. How to harmonize to conducted with executive, legislative, and judicial review."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moeldoko
"Keberhasilan dalam pengelolaan kawasan perbatasan merupakan salah satu tujuan dalam mewujudkan kepentingan nasional yang paling strategis bagi tegakberdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, selama lebih dari enam dasa-warsa, pengelolaan kawasan perbatasan masih menghadapi masalah dalam hal keamanan dan kedaulatan; kesejahteraan dan perlindungan rakyat; pelayanan publik dan sarana-prasarana; tata kelola dan keberlanjutan lingkungan; ketergantungan pada negara tetangga; kejahatan lintas perbatasan; pengamanan, pengelolaan dan perlindungan aset-aset nasional; dan desentralisasi pemerintahan.
Permasalahan-permasalahan tersebut bersumber pada isi kebijakan, implementasi kebijakan dan gambaran masa depan yang problematik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yakni: (i) bagaimana isi kebijakan ( policy content) pengelolaan kawasan perbatasan sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 2008 dan Perpres No. 12 Tahun 2010 serta peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait lainnya?; (ii) bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan dalam mewujudkan beranda depan negara yang aman dan sejahtera?; dan (iii) bagaimana skenario dan arah kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan yang aman dan sejahtera sampai dengan tahun 2030? Secara umum, penelitian dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap pertama yang mencakup evaluasi isi dan implementasi kebijakan serta tahap kedua yang mencakup scenario planning dan perumusan rekomendasi kebijakan.
Analisis terhadap isi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan menemukan adanya "kesenjangan" kebijakan, kurang harmonisnya pengaturan antar kebijakan, dan tumpang tindihnya kebijakan dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Ketidak-selarasan kebijakan antara lain ditemukan dalam aspek penganggaran, yaitu bahwa anggaran pengelolaan kawasan perbatasan yang terdapat pada pos belanja Pemerintah masih tersebar di beberapa Kementerian/ Lembaga teknis. Analisis terdahap implementasi kebijakan mendapatkan kurangnya koordinasi dan keterpaduan program oleh BNPP sebagai akar masalah dari belum efektifnya pengelolaan kawasan perbatasan. Sistem pembagian dan koordinasi kewenangan antara BNPP dan lembaga-lembaga ad-hoc juga problematik. Implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan juga dipengaruhi oleh belum adanya grand design penataan dan pengelolaan kawasan perbatasan.
Dengan pertanyaan strategis "Bagaimanakah kondisi kawasan perbatasan dapat dipertahankan dalam bingkai NKRI sampai dengan tahun 2030 dan guna mengantisipasi AEC 2015 yang berkolaborasi dan berkompetisi"?, empat driving forces dirumuskan, yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan, serta kesejahteraan. Peneliti membangun 4 (empat) scenario pengelolaan kawasan perbatasan, yaitu: Merah Putih Berkibar Jaya, Merah Putih Terkulai di Ujung Tiang, Merah Putih Setengah Tiang, dan Merah Putih Turun Tiang. Dari analisis kebijakan disimpulkan adanya kesenjangan, disharmonisasi, kevakuman, ketidakkonsistenan, serta ketidaktepatan perumusan kebijakan, yang mengakibatkan tidak optimalnya sistem keorganisasian dan program. Dari analisis implementasi kebijakan disimpulkan adanya ketidakefektivan implementasi karena keragaman persepsi dan hambatan prasarana dan sarana. Dari scenario planning disimpulkan adanya empat driving forces yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan dan kesejahteraan, dan bahwa apabila tidak dilakukan perubahan, pengelolaan kawasan perbatasan akan masuk pada Skenario Merah Putih Setengah Tiang atau Merah Putih Turun Tiang. Untuk itu, perubahan atau penyempurnaan kebijakan dan penguatan kelembagaan dibutuhkan.
Berkenan dengan isi kebijakan direkomendasikan perlunya perbaikan, penyempurnaan dan harmonisasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan, serta perlunya pengembangan Grand Design Penataan dan Pengelolaan Kawasan Perbatasan. Berkenaan dengan implementasi kebijakan direkomendasikan perlunya kesepahaman persepsi dan strategi dari para stakeholder serta penyediaan prasarana, sarana dan sumber daya yang memadai, mendesaknya reorganisasi BNPP dengan menempatkannya di bawah kendali langsung Wakil Presiden, perlunya restrukturisasi BNPP berdasarkan pada satuan wilayah, serta diberikannya kewenangan kepada BNPP untuk menentukan alokasi anggaran dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Berkenaan dengan scenario planning direkomendasikan perlunya pengembangan skenario dengan variabel-variabel yang lebih lengkap sebagai dasar pembaruan atau penyempurnaan kebijakan dan implementasinya, serta perlunya perbaikan atau penyempurnaan kebijakan strategis secara terus-menerus berdasarkan pada Skenario Merah Putih Berkibar Jaya, dengan mempertimbangkan perkembangan kekinian, preferensi dan agenda nasional dan lokal.
Implikasi teoritik penelitian ini adalah, pertama, penelitian kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan perlu dikembangkan lebih lanjut, dan, kedua, sintesa teoritik dalam penelitian kebijakan yang mendasarkan pada teori-teori struktur kebijakan dan kontekstualisasi kebijakan serta dipadukan dengan teori-teori evaluasi kebijakan serta teori-teori reformasi teritorial perlu dikembangkan lebih lanjut. Secara praktik, penelitian ini memiliki tiga implikasi. Pertama, perlunya perbaikan atau penyempurnaan kebijakan dengan mendasarkan pada analisis kebijakan terkait demi terwujudnya skenario ideal. Kedua, perlunya kajian kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan demi merumuskan peraturan perundangundangan yang bersifat lex specialis. Ketiga, perlunya intervensi pemerintah dalam hal pemekaran daerah, membuat tata wilayah pengembangan baru dalam bentuk daerah administratif di perbatasan.

The success of border area management is one of aims in creating the most strategic national importance for stand-establishment the unitary state of Indonesia or NKRI. However, for more than six decades, the border area management is still facing problems in terms of security and sovereignty; the prosperity and the protection of people; the public service and the infrastructures; the governance and the sustainability of behavior; the dependence on neighboring country; the cross-border crime; security, management and protection of national assets; and the government decentralization. Those issues are based on the content of policy, policy implementation and the problematic future reflection.
Therefore, this research is done for answering three main questions, there are: (i) what is the content of border area management policy in the same manner as set out in Law No. 43 of 2008 and Presidential Law No. 12 Tahun 2010 and the content of legislation rule and the other concerned policy?; (ii) What is the implementation of border area management policy in creating secure and prosperous national front porch?; (iii) what scenario and direction border area management policy which is secure and prosperous until 2030? Generally, the research is done in two stages; the first stage covers the content evaluation and the policy implementation and the second stage covers the planning scenario and the recommendation formulating of policy.
Analysis to content of border area management policy discovers the policy "discrepancy", the lack of inters policy regulation harmony, and the overlapping of policy in border area management. The policy unconformity is discovered in budgeting aspect, the budget of border area management which is contained in government expense items is still spread in some ministries or technical institutions. Analysis to policy implementation discovers the lack of program coordination and the cohesiveness by BNPP as the main problem of the border area management ineffectiveness. The distribution system and the authority coordination between BNPP and ad-hoc institutions are also problematic. The implementation of border area policy is also influenced by the absence of border area ordering and management grand design.
With the strategic question "how the condition of the border area is defensible in NKRI frame until 2030 and in anticipation of the AEC 2015 collaborate and compete"?, four driving forces are formulated, there are politic, economy development, security, and prosperity. The researcher set up four scenarios of border area management, there are: Merah Putih Berkibar Jaya, Merah Putih Terkulai di Ujung Tiang, Merah Putih Setengah Tiang, dan Merah Putih Turun Tiang. From the policy analysis can be concluded that there are the discrepancy, the exist of vacuum, the inconsistence, the disharmony, and the inaccuracy of policy formulation, which cause the organization and program system is non-optimal. From the implementation of policy analysis can be concluded that there is the ineffectiveness of implementation caused by varieties of perception and infrastructures obstruction. From the scenario planning can be concluded that there are four driving forces: politic, economy development, security, and prosperity, and that if there is no change, the border area management will be entered in Skenario Merah Putih Setengah Tiang or Merah Putih Turun Tiang. As for some reasons, the changes and the action of perfectingthe policy and the consolidating of institutional are needed.
In connection with the content of policy there is a recommendation for rehabilitation, action of perfecting and the harmonization of border area policy, and also the need of developing the border area management and ordering. In connection with the policy implementation there is a recommendation the need of the like-minded perception and the strategy from the stakeholders and also the infrastructure supplying, the equality of infrastructure and the main resource, the BNPP reorganization obtruding with place BNPP under the Vice President control, the need of restructuration BNPP based on unit of area, and the authority for BNPP leader for determining the budget allocation in managing border area. In connection with scenario planning there is a recommendation the need of scenario development with the complete variables as the main renewal or the action of perfecting the policy and its implementation, and also the need of rehabilitation and action of perfecting the strategic policy continuously based on Merah Putih Berkibar Jaya scenario, with considering the newest development, preference and national-local agenda.
The theories implication of this research is first, the research of border area management policy needs to be developed further. Second, theories synthesis in policy research is going upon the policy structure theories, the policy contextualization, and is compacted with the policy evaluation theories and the territorial reformation theories needs to be developed further. Practically, this research has three implications. First, the need of the rehabilitation and the action of perfecting the policy is going upon the concerned policy analysis for creating ideal scenario. Second, the need of the border area management policy study for formulating the rules of law which is lex specializes. Third, the need of government intervention in terms of the region enfoldment, creating a new development low of region such as an administrative region in border area.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1462
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Dwiatmoko
"Pelaksanaan kegiatan harmonisasi, juga pemantauan dan peninjauan undang-undang, seharusnya menjadi instrumen vital dalam melakukan penyempurnaan undang-undang eksisting sebelumnya atau menjadi rujukan dalam menyusun rancangan undang-undang atau aturan baru yang memiliki sangkutan erat. Hal tersebut dikarenakan dalam memproduksi peraturan perundang-undangan yang baik harus harmonis dan berciri efektif juga efisien. Melalui pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang yang telah ada di sektor energi yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (UU Energi), pembentukan rancangan undang-undang (RUU) seperti RUU tentang Energi Baru Terbarukan (EBT) dapat disusun dengan harmonis serta mempedomani elemen penting guna mencapai kualitas legislasi. Dalam penulisan tesis ini, terdapat dua rumusan masalah yakni 1) bagaimana perkembangan kebijakan harmonisasi, pemantauan dan peninjauan terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan; dan 2) bagaimana harmonisasi, pemantauan dan peninjauan pengaturan di sektor energi untuk menuju pengelolaan energi yang optimal di masa depan. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian, diperoleh simpulan berupa: 1) perkembangan kebijakan harmonisasi, pemantauan dan peninjauan peraturan walaupun masih terdapat kekurangan namun bergerak maju dengan keberadaannya yang strategis; 2) harmonisasi, pemantauan dan peninjauan peraturan perundang-undangan pada sektor energi belum diaplikasikan dengan optimal. Penulis menyarankan mulai dari penyatuan aturan harmonisasi, pemantauan dan peninjauan peraturan serta mendorong agar dibentuk lembaga khusus sebagai leading sector dalam membentuk peraturan. Saran terhadap studi kasus di sektor energi, sedianya RUU tentang EBET dan RUU tentang Perubahan Atas UU Energi diharmonisasi kembali secara bersama tanpa menghilangkan tujuan awal untuk memaksimalkan pemanfaatan EBT di Indonesia.

The implementation of harmonization activities, as well as monitoring and reviewing laws, should be a vital instrument in making improvement to previous existing laws or being a reference in drafting new laws or regulations that have a close bearing. This is because in producing good laws and regulations it must be harmonious and have effective as well as efficient characteristics. Through monitoring and reviewing the existing laws in the energy sector, namely Law Number 30 of 2007 concerning Energy (Energy Law), the formation of draft laws such as the Bill on New Renewable Energy can be drafted in harmony as well as guide the important elements in order to achieve the quality of legislation. In writing this thesis, there are two formulations of the problem namely 1) how is the development of harmonization policies, monitoring and review of the formation of laws and regulations; 2) how to harmonization, monitoring and review of regulations in the energy sector towards optimal energy management in the future. Research using qualitative methods with the type of normative juridical research. From the results of the research, conclusion are drawn in the form of: 1) the development of policy harmonization, monitoring and review of regulations is moving forward with a strategic existence even though there are still deficiencies; 2) harmonization, monitoring and review of laws and regulations in the energy sector have not been applied optimally. The author suggests starting from the unification of harmonization rules, monitoring and reviewing regulations and encouraging the formation of a special institution as the leading sector in forming regulations. Suggestions for case studies in the energy sector, that the Bill on Renewable Energy and the Bill on Amendments to the Energy Law should be re-harmonized together without eliminating the initial goal of maximizing the use of renewable energy in Indonesia.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Zashkia
"Kewenangan harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan diberikan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan untuk rancangan peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan Kantor Wilayah untuk rancangan peraturan perundang-undangan tingkat daerah. Kendati demikian, peraturan perundang-undangan yang berlaku masih belum megatur instrumen harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan yang konkrit. Padahal instrumen harmonisasi menjadi sangat penting untuk mengatasi disharmoni hukum yang terjadi di Indonesia akibat obesitas regulasi. Sejak dahulu, pemerintah telah mengeluhkan masalah obesitas hukum khususnya peraturan perundang-undangan di tingkat lembaga dan peraturan tingkat daerah yang semakin meningkat tiap tahunnya. Hal ini menjadi faktor penghambat pembangunan ekonomi dan perwujudan kepastian hukum. Instrumen harmonisasi yang ideal harus berbasis pada elemen validitas, harmonisasi, dan elemen interpretasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan doktrinal, tulisan ini akan menganalisis mengenai kondisi harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini dan bagaimana elemen validitas, harmonisasi, dan elemen interpretasi digunakan untuk menciptakan instrumen harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan yang konkrit yang meliputi harmonisasi vertikal, harmonisasi horizontal, harmonisasi diagonal, serta analisis koherensi, konsistensi, dan konsekuensi. Pengolahan dan analisis data dalam tulisan ini menggunakan metode analisis kualitatif, dengan disertai pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukan terjadi kekosongan instrumen harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hasil penelitian juga menghasilkan rekomendasi instrumen harmonisasi yang berbasis pada elemen validitas, harmonisasi, dan elemen interpretasi yang dapat digunakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menyatakan suatu rancangan peraturan perundang-undangan lolos harmonisasi atau tidak lolos harmonisasi sebagai bentuk upaya mengatasi masalah dishamoni hukum di Indonesia.

The authority to harmonize draft laws and regulations is given to the Ministry of Law and Human Rights through the Directorate General of Laws and Regulations for draft laws at the central level and Regional Offices for draft laws and regulations at the regional level. Nevertheless, the prevailing laws and regulations still have not arranged a concrete and clear harmonization instrument for draft laws and regulations. In fact, harmonization instruments are very important to overcome legal disharmony that occurs in Indonesia due to regulatory obesity. Since a long time ago, the government has complained about the problem of legal obesity, especially laws at the institutional level and local level regulations that are increasing every year. This is an inhibiting factor for economic development and the realization of legal certainty. The ideal harmonization instrument should be based on elements of validity, harmonization, and elements of interpretation. Using normative and doctrinal juridical research methods, this paper will analyze the current state of harmonization of draft laws and regulations in Indonesia and how elements of validity, harmonization, and elements of interpretation are used to create concrete harmonized instruments of draft laws and regulations which include vertical harmonization, horizontal harmonization, diagonal harmonization, as well as analysis of coherence, consistency, and consequences. Data processing and analysis in this paper uses qualitative analysis methods, accompanied by statutory approaches and conceptual approaches. The results showed that there was a vacuum in the instrument of harmonization of draft laws and regulations in Indonesia. The results of the study also produced recommendations for harmonization instruments based on elements of validity, harmonization, and elements of interpretation that can be used by the Directorate General of Laws and Regulations and Regional Offices of the Ministry of Law and Human Rights to declare a draft law that passes harmonization or does not pass harmonization as an effort to overcome the problem of legal dishamony in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzhary Muhammad Rio
"Pengelolaan kawasan perbatasan darat Indonesia telah mengalami banyak perkembangan. Pada periode awal kemerdekaan Indonesia, isu perbatasan sering dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan geopolitik dan keamanan. Namun hal ini mulai berubah sejak dibentuknya instansi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pada tahun 2010 sebagai lembaga yang bertanggung jawab membangun kawasan perbatasan tidak hanya secara geopolitik dan keamanan namun juga kesejahteraan ekonomi, hingga perwujudan program Nawacita membangun sejumlah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) secara bertahap hingga tahun 2024 kelak. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pembangunan ekonomi dalam kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan darat Indonesia dengan rentang waktu 2010-2021.  Melalui kerangka analisis kebijakan luar negeri, dan metode studi kasus, penelitian ini menemukan hubungan sebab akibat dari faktor eksternal (internasional) dan faktor internal (domestik) yang mempengaruhi kebijakan pengelolaan perbatasan darat yang berorientasi pada  pembangunan ekonomi. Tesis ini menemukan bahwa lingkungan strategis (faktor eksternal/internasional) berupa dorongan lingkungan strategis terkait intensifikasi pembentukan BCA dan BTA dengan dukungan PLBN dan optimalisasi kerjasama investasi tiga negara sekitar dalam mengelola perbatasan darat memengaruhi strategi pembangunan ekonomi dalam kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan darat di Indonesia. Begitu juga secara simultan, faktor internal/domestik yaitu kepentingan ekonomi yang diwujudkan melalui dorongan pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi baru, dan mengoptimalkan pengolahan serta distribusi komoditas pangan untuk masyarakat sekitar perbatasan, turut mempengaruhi penggunaan strategi pembangunan ekonomi dalam kebijakan pengelolaan perbatasan darat Indonesia.

The management of Indonesia's land border areas has undergone many developments. In the early period of Indonesian independence, border issues were often associated with geopolitical and security considerations. However, this has begun to change since the establishment of the National Border Management Agency (BNPP) in 2010 as an institution responsible for developing border areas not only geopolitically and security but also economic welfare, until the realization of the Nawacita program to build a number of State Cross-Border Posts (PLBN), gradually until 2024 later. This study analyzes the factors that influence the economic development strategy in Indonesia's policy on land border areas during 2010-2021. Through the framework of foreign policy analysis, and case study methods, this study finds a causal relationship between external (international) and internal (domestic) factors that influence policy. This thesis finds that the strategic environment (external/international factors) in the form of strategic environmental incentives related to the intensification of the formation of BCA and BTA with the support of the PLBN and the optimization of investment cooperation between the three neighboring countries in managing land borders affect the economic development strategy in the policy of managing land border areas in Indonesia. Simultaneously, internal/domestic factors like economic interests that are realized through the encouragement of the development of new economic growth centers, and optimizing the processing and distribution of food commodities for communities around the border, also influence the use of economic development strategies in Indonesia’s policy on land border managements."
Depok: fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amin
"Tesis ini membahas tentang pemberian izin pertambangan batu bara, di antaranya adalah di Kabupaten Berau. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara dan juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pejabat daerah untuk memberikan izin usaha pertambangan membuat penerbitan izin usaha pertambangan seperti tidak bisa dikendali. Izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh pejabat setempat banyak yang melanggar peraturan perundang-undangan, seperti luas wilayah izin usaha pertambangan yang melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. Akibat dari penerbitan izin usaha pertambangan yang tidak terkendali tersebut, membuat dampak yang sangat besar, seperti tumpang tindih hak pengusahaan pertambangan dengan hak pengelolaan sumber daya alam lainnya dan berbagai penolakan masyarakat sekitar terhadap penerbitan izin usaha pertambangan yang baru. Dari hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian izin pertambangan batu bara di Kabupaten Berau sebelum dan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batu Bara, dan hambatan dan solusi dalam pemberian izin pertambangan batu bara di Kabupaten Berau setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batu Bara. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis. Hasil penelitian menyarankan bahwa segera dilakukan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batu Bara untuk menyelaraskan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah terkait dengan kewenangan Bupati dan Walikota yang tidak lagi berwenang menerbitkan Izin Usaha Pertambangan.

This thesis discusses the granting of coal mining, among which are in Berau. Since the enactment of Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal as well as Law No. 32 Year 2004 on Regional Government which provides broad authority to local officials to provide mining license makes mining permit such issuance could not are controlled. Mining permit issued by local officials who violate many laws and regulations, such as the area of the mining permit that exceed the provisions laid down by law. As a result of the issuance of the mining permit uncontrolled, making a huge impact, such as mining concessions overlap with the right management of natural resources and a variety of local community rejection of the issuance of new mining permit. From this, the authors wanted to examine more deeply about the local government authority in granting coal mining in Berau before and after the enactment of Law No. 4 of 2009 on Mining and Coal, and the barriers and solutions in coal mining permits in Berau regency after the enactment of Law No. 4 of 2009 on Mining and Coal. This research is a normative juridical research, ie research that emphasizes the use of legal norms in writing. Results suggest that immediate revision of Law No. 4 of 2009 on Mining and Coal to align with Law No. 23 of 2014 on Regional Government relating to the authority of regents and mayors are no longer authorized to issue Mining Permit."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benavita Aprilia Kurnia
"Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya memiliki keharusan untuk melakukan penandatanganan akta di wilayah jabatannya. Namun, dapat saja terjadi permasalahan dimana pihak penghadap sedang memiliki masalah hukum seperti sedang menjalankan masa tahanan di rumah tahanan. Selain itu, pedoman maupun penelitian terhadap pelaksanaan penandatanganan dan pembacaan akta yang dilakukan di rumah tahanan masih sangat minim walaupun tiap tahunnya banyak terjadi kasus yang mengharuskan dilakukannya perbuatan hukum di rumah tahanan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengaturan penandatanganan akta dalam rumah tahanan dan akibat hukum penandatangan akta yang penjualnya sedang ditahan dalam rumah tahanan berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan yang didukung dengan hasil wawancara dan tipe penelitian bersifat eksplanatoris analitis. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa penandatanganan akta di dalam rumah tahanan dapat dilakukan dengan memperhatikan tindak pidana yang dilakukan tahanan ini akan membuatnya kehilangan kemerdekaan untuk melakukan perbuatan hukum atau tidak serta apakah tahanan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Tahanan dengan kasus narkoba dan berstatus sebagai pemakai tetap memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum di bidang keperdataan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 KUHPerdata. Dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku, pelaksanaan penandatangan akta yang dilakukan di luar wilayah kerja notaris dapat dilakukan dengan menggunakan akta kuasa jual maupun perjanjian pengikatan jual beli. Namun, Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah pilihan yang paling tepat karena lebih aman karena memiliki risiko yang lebih kecil untuk terjadinya sengketa.

Notaries in carrying out their duties and positions have the obligation to sign the deed in their area of ​​office. However, problems may occur where the appearer is having legal problems, such as serving a period of detention in a detention center. In addition, guidelines and research on the implementation of signing and reading of deeds carried out in detention centers are still very minimal, although every year there are many cases that require legal actions to be carried out in detention centers. The problems discussed in this study are the arrangements for signing the deed in the detention house and the legal consequences of signing the deed where the seller is being detained in a detention house based on a binding sale and purchase agreement and the power to sell. The research method used is normative juridical by reviewing the provisions of the legislation supported by the results of interviews and the type of research is explanatory and analytical. Based on the results of the study, it is known that the signing of the deed in the detention house can be done by taking into account the criminal acts committed by the prisoner will make him lose his freedom to carry out legal actions or not and whether the prisoner is capable of carrying out legal actions. Detainees with drug cases and status as users still have the right to take legal action in the civil sector as regulated in Article 3 of the Civil Code. By taking into account the applicable provisions, the execution of the signing of the deed carried out outside the notary's work area can be carried out using a deed of power of sale or a binding sale and purchase agreement. However, the Sale and Purchase Binding Agreement is the most appropriate choice because it is safer because it has less risk for disputes to occur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rachmatullah
"Sebagai “teras depan” suatu negara, wilayah perbatasan Indonesia khususnya di pulau Kalimantan menyimpan beberapa masalah kompleks baik dari aspek keamanan maupun aspek sosio-ekonomi, yang dapat mengancam kedaulatan Negara Indonesia. Untuk mengatasi ancaman di wilayah perbatasan khususnya di wilayah kalimantan, pemerintah sudah membuat kebijakan pengamanan perbatasan yang dilaksanakan oleh TNI yang berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Kegiatan pengamanan perbatasan tersebut dapat dilaksanakan secara efisien jika didukung akses langsung menuju perbatasan. Untuk membantu akses tersebut, Kemhan merencanakan pembangunan Jalur Inspeksi dan Patroli Perbatasan (JIPP) yang direncanakan menyusuri pilar perbatasan baik di wilayah perbatasan Kalimantan Barat maupun Kalimantan Utara.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin menganalisis sejauh mana proses implementasi kebijakan Permenhan Nomor 7 tahun 2018 di lingkungan Kementerian Pertahanan RI selaku pembuat kebijakan dan TNI/Kementerian terkait selaku pelaksana kebijakan ini. Pengamatan ini dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur birokrasi, dan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah melalui pendekatan kualitatif-deskriptif untuk mendalami implementasi kebijakan Permenhan Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Jalur Inspeksi dan Patroli Perbatasan (JIPP) di wilayah perbatasan darat RI-Malaysia. Data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi, sedangkan untuk memperoleh data sekunder dilakukan penelaahan terhadap naskah-naskah dokumen yang terkait dengan objek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan adanya berbagai faktor hambatan dalam proses implementasi permenhan di lingkungan pelaksana kebijakan, salah satunya yaitu belum mendapatkan sosialisasi secara langsung berupa penjelasan mengenai pokok-pokok kebijakan Permenhan Nomor 7 tahun 2018. Bentuk koordinasi antara Kemhan RI, TNI, dengan kementerian atau lembaga lain dalam pengelolaan JIPP belum ditetapkan dalam suatu Struktur yang jelas, karena masih ada hambatan dalam hal komunikasi, koordinasi, dan sinkronisasi lintas sektor. Dan diperlukan evaluasi terkait pemeliharaan pada pengelolaan JIPP yang tertuang dalam kebijakan ini, karena JIPP merupakan fasilitas yang membutuhkan pemeliharaan secara intensif untuk dapat digunakan secara berkelanjutan.

As a "front porch" of a country, the Indonesian border region, especially on the island of Borneo, holds several complex problems both from the aspect of security and socio- economic aspects, which can threaten the sovereignty of the State of Indonesia. To overcome the threat in the border region, especially in the Kalimantan region, the government has made border security policies carried out by the TNI in coordination with relevant ministries and agencies. The border security activities can be carried out efficiently if supported by direct access to the border. To assist with this access, the Ministry of Defense plans to develop a Border Inspection and Border Patrol Line (JIPP) which is planned to follow the border pillars both in the border areas of West Kalimantan and North Kalimantan.
Based on the description, the researcher wants to analyze the extent to which the implementation process of Permenhan Number 7 of 2018 in the Indonesian Ministry of Defense as a policy initiator and the TNI / Ministry is related as the pelaksana of this policy. This observation is done by looking at the factors that influence the implementation process, namely communication, resources, disposition, bureaucratic structure, and social, economic, and political environment.
The method used in this study is through a qualitative-descriptive approach to explore the implementation of the Regulation of Minister of Defense No. 7 of 2018 concerning the Management of Inspection and Border Patrol Line (JIPP) in the RI-Malaysia land border region. Primary data is obtained through in-depth interview and observation techniques, while to obtain secondary data a review of documents related to the object of research is conducted.
Based on the results of the study, it was found that there were various obstacles in the implementation process of policy implementers, one of which was not getting direct socialization in the form of an explanation of the policies of Permenhan Number 7 of 2018. Form of coordination between the Indonesian Ministry of Defense, the TNI and the ministry or Other institutions in the management of JIPP have not yet been defined in a clear structure, because there are still obstacles in terms of communication, coordination and cross-sector synchronization. And an evaluation related to maintenance is needed in the management of JIPP as stated in this policy, because JIPP is a facility that requires intensive maintenance to be used sustainably.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robertus Seta Dyaksa Hanindya
"Dalam rangka mendukung pemberantasan pengelakan dan penggelapan pajak yang dilakukan lintas negara dibutuhkan kerja sama internasional yang memungkinkan adanya pemberian sanksi kepada para wajib pajak yang melakukan pengelakan dan penggelapan pajak tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung hal tersebut adalah melalui pengimplementasian Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Untuk mendukung upaya tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan ketentuan terkait AEOI salahs satunya melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017.
Diterbitkannya UndangUndang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai payung hukum implementasi AEOI di Indonesia merupakan babak baru bagi dunia perpajakan khusunya berkaitan denan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan. Penerbitan undangundang sebagaimana dimaksud sebagai payung hukum implementasi AEOI diikuti dengan penerbitan ketentuan teknis di bawahnya yang berfungsi sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Penerbitan beberapa aturan tersebut tentunya memiliki konsekuensi berkaitan dengan harmonisasi dengan peraturan lain khususnya yang berkaitan dengan rahasia bank.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yaitu, pertama, menganalisis pengaturan mengenai rahasia bank dan AEOI di Indonesia dan kedua, menganalisis harmonisasi peraturan pelaksanaan AEOI yang berkaitan dengan rahasia bank setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah yaitu pertama, pengaturan mengenai rahasia bank dan implementasi AEOI terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berbeda waktu penerbitannya dan latar belakang penerbitannya sehingga terdapat potensi permasalahan terkait harmonisasinya. Kedua, permasalahan harmonisasi terhadap ketentuan sebagaimana tersebut dapat diatasi melalui penegasan pengesampingan pasal yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Sementara isu harmonisasi terhadap peraturan di bawah perundang-undangan yang berfungsi sebagai petunjuk teknis dapat dilakukan melalui penyesuaian ketentuan yang lama dengan yang baru yang dapat dilakukan dengan penerbitan peraturan perubahan ataupun pencabutan peraturan yang lama.

The effort of tackle down the tax evasion and tax evading in the global scope requires international cooperation and instrument that allows the impose of sanctions to the taxpayers who are shifting their profit and revenue outside their home country. One of the actions that made by the global scope to support this, is through the implementation of Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Government of Indonesia issued regulations of AEOI in order to support to fight tax evasion and tax evading by the enactment of Act Number 9 of 2017.
The enactment of Act Number 9 of 2017 as the legal basis of AEOI implementation triggered the new phase for the world of taxation in Indonesia, especially concerning the bank secrecy in tax matters. The enactment of Act Number 9 of 2017 as a legal basis of the implementation of AEOI followed by the enactment of the technical regulations under the act as the technical guideline. The enactment of these regulations have consequences related to harmonization with other regulations, especially those related to bank secrecy.
This study aims to analyze the problems related to these matters, first, to analyze the regulation of bank secrecy and AEOI in Indonesia and second, to analyze the harmonization of AEOI regulations related to bank secrecy after the enactment of Act Number 9 of 2017. Research methods that used in this study is juridical normative based on literature study.
This study concluded that first, the regulations of bank secrecy and implementation of AEOI are found in several different laws and regulations that has the different time and background so there are potential problems related to harmonization. Second, the solutions of the harmonization of these issues of regulations can be overcome by the waiver of the old regulations by using the Act Number 9 of 2017. The harmonization issues of regulations under the Act Number 9 of 2017 can be done through the adjustment of the old regulations referring to the Act Number 9 of 2017."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Farhan
"Dalam sistem perundang-undangan terdapat hierarki atau tingkatan, peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi. Dalam peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2011 terdapat pengaturan mengenai verifikasi dimana belum diatur dalam undang-undang. Penelitian bertujuan membahas mengenai penerapan verifikasi dan pemeriksaan terhadap hierarki perundang-undangan. Penelitian ini berfokus pada perbedaan antara verifikasi dan pemeriksaan, penerapan pelaksanaan serta bias antar peraturannya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data kualitatif yang diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah penerapan verifikasi berdasarkan teori yang digunakan berbeda dengan pemeriksaan dan tidak sesuai hierarki perundang-undangan oleh karena itu penelitian ini menyarankan pemerintah dalam pelaksanaannya verifikasi harus sesuai fungsi dan hierarki perundang-undangan.

In the laws system there is a hierarchy or degree, regulations that lower levels must not conflict with the higher. In government regulation number 74 year 2011 contains a provision wherein the verification is not regulated by law. This research addresses the implementation of verification and audit based on government regulation toward of law hierarchy. This research focus on the differences between verification and audit, implementation and kind of disputes accross the rules. This research used qualitative descriptive approach. Qualitative data obtained through the study of literature and in-depth interviews. The result of this research is the implementation of verification is totally different with audit and not related to laws hierarchy, thus this research recommends the government in implementing verification should be match by function and laws hierarchy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S56989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>