Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200302 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Wahyuni
"Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Nilai normal asam urat serum pada wanita adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl dan pada laki - laki 5,1 ± 1,0 mg / dl. Kadar asam urat dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan), asupan zat gizi (purin, protein, vitamin C, lemak, serat, asam folat),gaya hidup (kopi, soft drinks, olah raga, merokok) dan IMT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor determinan terhadap kadar asam urat pada kelompok orang dewasa di Desa Pabuaran Gunung Sindur Bogor.
Disain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan sampel sebanyak 66 responden. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2012. Analisis statistik deskriptif pada data numerik disajikan dalam bentuk rata-rata ± SD, sedangkan data nominal dan ordinal dalam bentuk proporsi.
Analisis statistik inferensial menggunakan uji t independen, ANOVA, korelasi pearson product moment dan regresi linear ganda dilakukan untuk mengetahui faktor dominan. Rata-rata kadar asam urat responden 4,64 ± 1,19 mg/dl dengan rata-rata kadar asam urat pria yaitu 5,88 ± 1,30 dan wanita yaitu 4,31 ± 0,92. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan merokok dengan kadar asam urat. IMT merupakan faktor dominan terhadap kadar asam urat setelah dikontrol usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, asupan purin rendah, dan asupan vitamin C.

Uric acid is the end product of purine metabolism. Normal level of serum uric acid for women is 4,0 ± 1,0 mg/dl and for men is 5,1 ± 1,0 mg / dl. An elevated uric acid level can be caused by several factors of which is respondents characteristics (age, gender, level of education, knowledge), nutrient intake (purine, protein, vitamin C, fat, dietary fiber, folic acid), life style (coffee, soft drinks, sport, smoking) and BMI. This research was aim to know determinant factor of uric acid level at group of adult in Pabuaran Countryside, Gunung Sindur Subdistrict, Bogor Regency.
Research design used by cross sectional study with 66 sample. This research was performed on May-June 2012. Descriptive statistic analysis on numeric data were presented as mean ± SD, while nominal and ordinal data in proportion.
Inferential statistic analysis with t test independen, ANOVA test, pearson product moment corellation was performed and multiple linear regression was used to know the dominant factor. Mean uric acid level was 4,64 ± 1,19 mg/dl with Mean uric acid consentration for men was 5,88 ± 1,30 dan for women was 4,31 ± 0,92. gender and smoking was significantly associated with uric acid level. BMI was dominance factor to uric acid level after controlled by age, sex, level of education, low purine intake and vitamin C intake.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Fauzia
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26543
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Wahyudin
"Kadar asam urat dalam darah dan urin yang tidak normal menyebabkan timbulnya berbagai penyakit sehingga dibutuhkan pendeteksian asam urat secara cepat. Penggunaan sensor untuk mendeteksi asam urat secara elektrokimia menggunakan Screen Printed Electrode (SPE) telah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi asam kadar asam urat secara presisi. Pengukuran luas permukaan aktif elektroda diukur dengan menggunakan teknik siklik voltametri dengan luas permukaan elektroda yang aktif sebesar 87,16%. Modifikasi elektroda dilakukan dengan menggunakan teknik kronoamperometri terhadap logam Co, Ni, dan Co/Ni pada potensial tetap secara berurutan sebesar -0,9 V; -0,8 V; -0,9 V selama 180 detik. Modifikasi SPE kemudian dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy/Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM/EDS). Didapatkan pH optimum yaitu pH 7 untuk pengujian asam urat dengan menggunakan bare SPE dan memiliki nilai linearitas sebesar 0,9109. Hasil uji linearitas, nilai LOD, dan sensitivitas yang diperoleh dari modifikasi elektroda Co/SPE, Ni/SPE, dan CoNi/SPE terhadap pengujian asam urat adalah 0,9185, 3,02 x 10-3 M, dan 2049,4 μA mM-1 cm-2 untuk Co/SPE; 0,9923, 0,169 x 10-3 M, dan 9874 μA mM-1 cm-2 untuk Ni/SPE; serta 0,989, 2,34 x 10-3 M, dan 3563,8 μA mM-1 cm-2 untuk CoNi/SPE.

Abnormal uric acid levels in the blood and urine cause various diseases so that a fast uric acid detection is needed. The use of sensors to detect uric acid electrochemically using a Screen Printed Electrode (SPE) has been carried out. This research was conducted to detect uric acid level with precision. Measurement of the active surface area of the electrodes was measured using a cyclic voltammetry with an active electrode surface area of 87.16%. Modification of the electrodes was carried out using the chronoamperometric technique of Co, Ni, and CoNi metals at a fixed potential in sequence of -0.9 V; -0.8 V; -0.9 V for 180 seconds. The SPE modification was characterized using Scanning Electron Microscopy / Energy Dispersive X-Ray Sprectroscopy (SEM/EDS). The optimum pH obtained is pH 7 for testing uric acid using bare SPE and has a linearity value of 0.9109. The results of the linearity test, LOD value, and sensitivity obtained from the modification of the electrodes Co/SPE, Ni/SPE, and CoNi/SPE against testing of uric acid were 0.9185, 3.02 x 10-3 M, and 2049.4 μA mM-1 cm-2 for Co/SPE; 0.9923, 0.169 x 10-3 M, and 9874 μA mM-1 cm-2 for Ni/SPE; and 0.989, 2.34 x 10-3 M, and 3563,8 μA mM-1 cm-2 for CoNi/SPE."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Astuti
"ABSTRAK
Akar kucing (Acalypha indica Linn) dan rosella (Hibiscus sabdariffa L) adalah tanaman yang secara empiris telah digunakan untuk menurunkan kadar asam urat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kombinasi dosis efektif dari kedua tanaman tersebut dalam menurunkan kadar asam urat darah pada tikus putih jantan yang hiperurisemia. Kondisi hiperurisemia didapatkan dengan memberikan inhibitor urikase yaitu kalium oksonat 50 mg/200 g bb. Sebanyak 24 tikus putih jantan galur Sprague Dawley berumur 2 bulan dengan bobot kurang lebih 200 gram yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam 6 kelompok. Kelompok I, II, dan III diberikan kombinasi yaitu rosella 0,216 g dan akar kucing 5,4 g/200 g bb; rosella 0,432 g dan akar kucing 5,4 g/200 g bb; rosella 0,864 g dan akar kucing 5,4 g/200 g bb. Kelompok IV sebagai kontrol pembanding diberikan allopurinol 54 mg/200 g bb, kelompok V sebagai kontrol induksi dan kelompok VI sebagai kontrol negatif diberikan CMC 0,5%. Kadar asam urat diukur dengan metode kolorimetri enzimatik pada panjang gelombang 520 nm. Hasil menunjukkan bahwa dosis yang optimal dalam menurunkan kadar asam urat darah adalah kombinasi rosella 0,864 g/200 g bb dan akar kucing 5,4 g/200 g bb, tetapi efektivitasnya masih lebih rendah dari allopurinol.

ABSTRACT
Akar kucing (Acalypha indica) and rosella (Hibiscus sabdariffa L.) were the plants empirically used for decreasing uric acid levels. The purpose of this study was to determine the effective dose combination of two plants to reduce uric acid levels on hyperuricemia male rats. Hyperuricemia was induced by 50 mg/200 g an inhibitor uricase, potassium oxonate . Twenty four Sprague Dawley rats, weighing 200 g were used and divided into 6 groups. Group I,II, and III received combination of 0,216 g rosella and 5,4 g/200 g akar kucing; 0,432 g rosella and 5,4 g/200 g akar kucing; 0,864 g rosella and 5,4 g/200 g akar kucing. Group IV as a control comparison received allopurinol 54 mg/200 g , group V as control of induction and group VI as a negative control received CMC 0,5%. Level uric acid were measured by colorimetry enzymatic method on 520 nm wavelengths. The result showed that the optimal dose combination to decrease blood uric acid levels was a 0,864 g/200 g rosella and 5,4 g/200 g akar kucing but its effectivity was still lower than allopurinol. "
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S761
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyanti Dian Rachmawati
"Latar Belakang: Tumor sistem saraf pusat (SSP) meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan berbagai gangguan neurologis yang dapat memengaruhi status gizi pasien. Status gizi memengaruhi imunitas bawaan dan adaptif. Pada hampir semua jenis keganasan kadar asam amino rantai cabang (AARC) didapatkan rendah. Asam amino rantai cabang meningkatkan imunitas dengan meningkatkan fagositik neutrofil, proliferasi limfosit, sintesis protein, menjaga jalur pensinyalan yang sensitif terhadap nutrisi. Rasio neutrofil limfosit (RNL) menggambarkan keseimbangan sistem imunitas dengan inflamasi. Peningkatan RNL dihubungkan dengan penurunan respon imun tubuh, terapi, harapan hidup dan prognosis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan AARC terhadap RNL pada pasien tumor SSP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien tumor SSP yang dirawat di RSCM. Karakteristik subjek berupa usia, jenis kelamin, jenis tumor, defisit neurologis, status performa karnofsky, indeks massa tubuh (IMT), status gizi berdasarkan ASPEN, penyakit komorbid, status infeksi, kemoterapi, radiasi, dan atau kemoradiasi, terapi glukokortikoid, asupan energi dan protein, asupan AARC, serta nilai RNL. Dilakukan analisis hubungan antara dua kelompok asupan AARC yang dibagi sesuai median populasi penelitian terhadap RNL.
Hasil: Terdapat 66 subjek penelitian dengan median usia 48 tahun, mayoritas subjek perempuan (56,1%), dengan jenis tumor sekunder sebanyak 38 subjek (57,6%). Defisit neurologis tertinggi berupa nyeri kepala (60,6%), proporsi status performa karnofsky terganggu sedang-berat (60,6%). Proporsi IMT estimasi normal sebanyak 34,8%, rerata IMT 23,46 ± 4,95 kg/m2, dengan mayoritas malnutrisi (54,5%) berdasarkan kriteria ASPEN. Mayoritas subjek tidak memiliki komorbid (65,2%), tidak infeksi (80,3%), tidak menjalani kemoterapi, radiasi dan atau kemoradiasi (84,8%), serta tidak mendapat glukokortikoid (71,2%). Rerata asupan energi 1519 kkal, protein 65 g/hari, median AARC 9 g/hari. Terdapat perbedaan bermakna nilai RNL (p=0,047) pada kelompok asupan AARC <9 g/hari (median RNL 4,9); pada kelompok asupan AARC ≥9 g/hari (median RNL 3,1).

Background: Central nervous system (CNS) tumors increase intracranial pressure and cause various neurological disorders that can affect the nutritional status of patients. Nutritional status influences both innate and adaptive immunity. In almost all malignancies, low levels of branched-chain amino acids (BCAA) are observed. Branched-chain amino acids enhance immunity by increasing neutrophil phagocytosis, lymphocyte proliferation, protein synthesis, and maintaining nutrient-sensitive signaling pathways. The neutrophil lymphocyte ratio (NLR) reflects the balance of the immune system with inflammation. An elevated NLR is associated with decreased body immune response, therapy outcomes, life expectancy, and prognosis. This study aims to determine the relationship between BCAA intake and NLR in CNS tumor patients.
Method: This is a cross-sectional study on CNS tumor patients treated at RSCM. Subject characteristics include age, gender, tumor type, neurological deficits, Karnofsky performance status, body mass index (BMI), nutrition status based on ASPEN, comorbidities, infection status, chemotherapy, radiation, and/or chemoradiation, glucocorticoid therapy, energy, and protein intake, BCAA intake, and NLR values. The analysis examines the relationship between two groups of BCAA intake divided according to the study population's median with NLR.
Results: There were 66 study subjects with a median age of 48 years, mostly female subjects (56,1%), with 38 subjects (57,6%) having secondary tumors. The highest neurological deficit was headache (60,6%), and the majority have a moderately to severely impaired Karnofsky performance status (60,6%). The proportion of estimated normal Body Mass Index (BMI) was 34.8%, with a mean BMI of 23,46 ± 4,95 kg/m2, and the majority were malnourished (54,5%) based on ASPEN criteria. Most subjects had no comorbidities (65,2%), no infections (80,3%), did not undergo chemotherapy, radiation, and/or chemoradiation (84,8%), and did not receive glucocorticoids (71.2%). The mean energy intake was 1519 kcal, protein intake 65 g/day, and the median BCAA was 9 g/day. There was a significant difference in the NLR values (p=0,047) between the group with BCAA intake <9 g/day (median NLR 4,9) and the group with BCAA intake ≥9 g/day (median NLR 3,1).
Conclusion: BCAA intake is related to NLR values in CNS tumor patients. Higher BCAA intake is associated with lower NLR values.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Bagus Donny Aryatma Mahadewa
"Latar Belakang: Kanker serviks masih merupakan penyakit keganasan tersering kedua yang mengenai perempuan di Indonesia dimana setiap tahunnya didapatkan hampir 15.000 kasus baru dan setengahnya meninggal.1-4 Oleh karena itu, skrining kanker serviks penting sebagai usaha pencegahan primer. Metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) merupakan metode alternaltif yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Female Cancer Program (FCP)-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berkolaborasi dengan Universitas Leiden memiliki program see and treat yaitu skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA dan secara langsung dapat memberikan krioterapi pada kunjungan pertama. Sejak 2007 hingga 2011,FCP Jakarta melakukan skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA melibatkan 25.406 perempuan yang tersebar di beberapa wilayah Jakarta. Dengan menggunakan data tersebut, kita dapat mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya IVA positif di Jakarta yang berguna bagi peningkatan performa kegiatan skrining pencegahan kanker serviks.
Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi IVA positif di Jakarta dari 2007 - 2011 dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya lesi prakanker yang ditandai dengan IVA positif.
Metode Penelitian: Penelitian potong lintang menggunakan data program see and treat dari Desember 2007-Desember 2011, dilaksanakan oleh FCP di 6 wilayah di Jakarta menggunakan metode IVA yang dilakukan oleh dokter umum serta bidan yang ada di puskesmas dibawah pengawasan teknik oleh dokter spesialis Obsteri dan Ginekologi.
Hasil Penelitian: Sejak Desember 2007 hingga Desember 2011 terdapat sebanyak 25.406 perempuan yang mengikuti program see and treat. Dari 25.406 perempuan terdapat 1192 kasus (4,7%) perempuan dengan hasil IVA positif dimana 1162 kasus (97%) diantaranya memiliki luas lesi acetowhite<75% dan sisanya memiliki luas lesi acetowhite>75%. Sebanyak 4745 kasus (18%) perempuan mengalami servisitis dan 19 kasus (0,07%) perempuan sudah menderita kanker serviks. Faktor-faktor risiko yang menunjukkan hubungan kemaknaan (p<0,05) terhadap timbulnya IVA positif yaitu jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan odd ratio 1,51;1,85;1.95 and 0,68 secara berurutan.
Diskusi dan Kesimpulan: Prevalensi IVA positif masih cukup tinggi pada populasi Jakarta dan faktor risiko jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi hasil IVA.

Background: Cervical cancer is still the 2nd most frequent cancer in women especially in developing countries that almost 15,000 women were diagnosed with cervical cancer every year in Indonesia and half of them died from the disease.1-4 Therefore screening program is still important to prevent it.Inspection with acetic acid (VIA) is introduced as an alternative method that more suitable with indonesia?s condition. The female cancer program (FCP)-Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) organization collaborates with University of Leiden has a program called see and treat program that screen precancerous lesions using VIA method and simultaneously offer the immediate therapy on the first visit setting using cryotherapy. Since 2007 until 2011, the FCP from Jakarta Regional has done cervical cancer screening involving 25.406 correspondents patients spreading across several primary health centers and other agencies in several areas of Jakarta. By using these data, we can find out the prevalence and risk factor of VIA positive in Jakarta as a useful data to improve the performance of cervical cancer screening program.
Objective: The purpose of the study was to report the prevalence and risk factor of VIA Test-Positive in Jakarta from 2007- 2011.
Material and Method: An Observational study using the data from see and treat program that has been conducted at several areas in Jakarta from December 2007 until December 2011. VIA was used as the screening method, and performed by doctors and midwives in community health centers with technical supervision by gynecologists and management supervision by District and Provincial Health Officers.
Results: Starting December 2007 to December 2011, there were 25.406 women screened with VIA (Visual inspection with acetic acid). From 25.406 correspondents that had been screened, there were 1192 cases (4,5%) of VIA test positive. The risk factors that significantly (p<0,05) can influence the result of VIA in this study were number of marriage, parity, smoking habits and the use of hormonal contraception with OR 1,51;1,85;1.95 and 0,68 respectively.
Disscussion and Conclusions: Prevalence of VIA test-positive is still high in Jakarta population and number of marriage, parity, smoking and the use of hormonal contraception can influence the result of VIA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Wahjuono
"Preeklampsia dan eklarnpsia di Indonesia masih menjadi masalah di bidang obstetrik, karena kelainan ini merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian ibu serta perinatal. Di negara maju angka kejadian preeklampsia 6-7% dan eklampsia sebesar 0,05%-0,1%.4 Di Indonesia angka kematian perinatal pada preeklampsia dan eklampsia adalah 42,2%-48,9%,4 dan pada beberapa rumah sakit pendidikan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia adalah 1,13-9,7% dan 0,6-3,2%, sedangkan angka kematian ibu karena kelainan ini 20,4%.5.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 1984 didapatkan angka kejadian preeklampsial 10,53% angka kejadian eklampsia 2,51% dengan "case fatality rate" 8,03% untuk eklampsia dan 1,41% untuk preeklampsia.6 Pada tahun yang sama penyebab kematian ibu karena kelainan ini menduduki tempat pertama diantara penyebab kematian ibu yang utama yaitu perdarahan, infeksi dan kelainan jantung.
Pada preeklampsia dan eklampsia akan terjadi perubahan-perubahan anatomik dan fisiologik pada berbagai alat tubuh, seperti pada ginjal, sistem hemodinamik dan kimia darah. Perubahan kimia darah yang dapat terjadi antara lain adalah dalam metabolisme asam urat, yang oleh beberapa peneliti dikatakan bersifat khas. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa perubahan dalam metabolisme asam urat dapat terjadi sebelum gejala klinik tampak. Peneliti lainnya menyatakan bahwa kadar asam urat dapat dijadikan ukuran untuk menilai derajat berat ringannya penyakit preekIampsia.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:
1) apakah pada preeklampsia dan eklampsia terjadi peningkatan kadar asam urat serum;
2) apakah peningkatan kadar asam serum sesuai dengan beratnya pre-eklampsia dan eklampsia;
3) apakah terdapat hubungan antara kadar asam urat serum ibu dan morbiditas bayi.
Diharapkan dari hasil penelitian ini diagnostik dan prognostik preeklampsia dan eklampsia dapat dipertajam, sehingga dapat membantu mengurangi masalah penanganan preeklampsia dan eklampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinuraya, Fira Alyssa Gabriella
"Hiperurisemia merupakan faktor risiko independen dari sindroma metabolik. Kadar asam urat dikontrol dengan allopurinol. Akan tetapi, pemakaiannya pada pasien sindroma metabolik berisiko menimbulkan severe cutaneous adverse reactions SCAR . Oleh sebab itu, penelitian eksperimental ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas anti-hiperurisemia allopurinol dengan ekstrak etanol akar Acalypha indica terhadap perubahan kadar asam urat tikus hiperurisemia yang diinduksi dengan diet tinggi fruktosa dan kolesterol DTFK selama tujuh minggu. Dua puluh lima tikus dibagi menjadi lima kelompok, yaitu kelompok kontrol normal, kelompok DTFK, kelompok allopurinol 30 mg/kgBB, kelompok Acalypha indica 250 mg/kgBB, dan kelompok kombinasi allopurinol dan Acalypha indica. Periode terapi empat minggu akan disertai dengan DTFK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok allopurinol memiliki peningkatan kadar asam urat terkecil, yaitu 1,2944 mg/dL SD 0,6884 mg/dL, sedangkan kelompok Acalypha indica menunjukkan peningkatan kadar asam urat, 1,8388 mg/dL SD 1,4842 mg/dL, yang tidak jauh berbeda dari kelompok DTFK, 1,7632 mg/dL SD 1,2625 mg/dL. Kelompok kombinasi menunjukkan peningkatan kadar asam urat yang tertinggi yaitu 2,2825 mg/dL SD 2,1969 mg/dL. Meskipun demikian, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor variasi genetik pada tikus dan kurangnya dosis terapi Acalypha indica.

Hyperuricemia is an independent risk factor of metabolic syndromes. Allopurinol is used to control uric acid level. However, usage in patients with metabolic syndrome is associated with the risk of severe cutaneous adverse reactions SCAR. Therefore, this experimental study aims to compare the anti hyperuricemic activity of allopurinol with etanol extract of Acalypha indica towards uric acid levels alteration in hyperuricemic rats induced by high fructose and high cholesterol diet. Twenty five rats are divided into five groups, that is group normal diet group, DTFK group, allopurinol 30 mg kg bw group, g Acalypha indica 250 mg.kg bw group, and combination of allopurinol and Acalypha indica group. Treatment is given in four weeks with continuity of the high fructose and high cholesterol diet.
Results shows allopurinol group have the smallest increase in uric acid level, 1.2944 mg dL SD 0.6884 mg dL. Acalypha indica group shows similar increase in uric acid level with DTFK group, 1.8388 mg dL SD 1.4842 mg dL, and 1.7632 mg dL SD 1.2625 mg dL respectively. Combination group shows the highest increase in uric acid level, 2.2825 mg dL SD 2.1969 mg dL. However, these differences are not significant. This could be caused by the small dose of Acalypha indica and the possibility of rats rsquo genetic variation in the study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Ambar Prabowo
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kristal asam urat urin, mencari factor-faktor risiko yang berpengaruh, dan algoritma risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja di bagian binatu, dapur utama dan dapur restoran di hotel T Jakarta. Penelitian survei analitik dengan analisis kasus kontrol terhadap 206 pekerja ditemukan prevalen kristal asam urat urin sebesar 45,2%. Pada analisis univariat terdapat hubungan bermakna antara lingkungan kerja suhu panas (pM),002), jenis pekerjaan (p),003), lama bekerja (p=,021), penyakit diabetes melitus (p),432) dan kadar asam urat darah (p.:1,04) mempertinggi terjadinya kristal asam urat urin. Bila dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpapar panas, maka risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja yang bekerja di suhu panas 2,7 kali lebih besar(OR 2,74; 95%CI: 1,35-5,61), Setelah dilakukan analisis multivariat, risiko terjadinya kristal asam urat pada urin 8,5 kali leblh tinggi pada lingkungan kerja suhu panas dengan lama bekerja, kadar asam urat darah lebih dari 7.1 mg/dl dan interaksi lingkungan kerja lama kerja. (OR----8,49; 95% CI: 2,35-30,58). Model algoritma faktor risiko yang sesuai dengan data penelitian ini adalah lingkungan kerja suhu panas, lama bekerja, dan kadar asam urat darah lebih dari 7,1 mg/dl.

The objectives in this study are to know the prevalence of urine uric acid crystal in urine, to know the risk factors increasing the uric acid crystallization and to make suitable algorithm for the available data.The analytical survey study with case control analysis found a 45.2% uric acid urine crystallization among 206 workers. The univariate analysis found that heat exposure (p=-0.002), occupation (p=0.003), working duration (p.1.021), diabetes (p=0.032) and uric acid blood (p=0.04) were significantly related to uric acid crystallization in the urine. Workers exposed to heat have 2.7 times increased risk of having uric acid crystallization (OR==2,74; 95% CI: 1.35-5.61) compared to workers working in normal temperature. The multivariate analysis found that risk increased 8.5 times among heat exposed workers when adjusted to working duration, diabetic and uric acid blood (OR=8.49; 95% CI: 2.35-30.58)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisita Dyah Nareswari
"Prevalensi hiperurisemia di seluruh dunia telah meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Kondisi ini memiliki hubungan yang erat dalam patogenesis dan perkembangan CKD. Alopurinol merupakan obat lini utama yang terbukti efektif dan aman dalam menurunkan kadar asam urat. Namun, sekitar 2% pasien yang mengonsumsi alopurinol menderita hipersensitivitas parah yang dapat meningkatkan risiko kematian hingga 20%. Oleh karena itu, dibutuhkan obat alternatif dalam penurunan asam urat yang ditujukan untuk pasienpasien tersebut. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu produk herbal yang terbukti memiliki berbagai manfaat kesehatan. Beberapa studi telah melakukan penelitian mengenai teh hitam serta teh hijau terhadap asam urat dan ginjal. Studi literatur ini bertujuan untuk meninjau temuan-temuan mengenai efek teh hitam dan teh hijau serta menganalisa hubungannya terhadap penurunan asam urat dan perbaikan kerusakan ginjal. Pencarian literatur untuk penelitian ini dilakukan melalui electronic database seperti Google Scholar, ScienceDirect, Scopus, dan Nature dengan memasukkan kata kunci hiperurisemia, uric acid, CKD, kidney damage, Camellia sinensis, black tea, green tea, EGCG, dan teaflavin. Jurnal selain bahasa Indonesia dan bahasa inggris tidak diikutsertakan dalam pembuatan studi literatur ini. Hasil uji in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa kedua jenis teh ini dapat menurunkan kadar asam urat dan memperbaiki kerusakan ginjal. Namun uji klinis tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara teh hitam dan teh hijau dengan penurunan asam urat.

The prevalence of hyperuricemia worldwide has been increasing significantly over the years. This condition is closely associated with the pathogenesis of CKD. Allopurinol is the firstline drug that has been proven effective and safe in reducing uric acid levels. However, about 2% of the patients who consumed allopurinol suffer from severe hypersensitivity which can increase the risk of mortality by up to 20%. Therefore, alternative medicines in lowering uric acid levels are needed for these patients. Tea (Camellia sinensis) is one of the herbal products proven to have various health benefits. Several studies have conducted research on black tea and green tea on uric acid levels and kidney. This literature study aims to assess findings regarding the effects of black tea and green tea as well as analyze its association in the reduction of uric acid levels and repairing kidney damage. Literature for this study is conducted through electronic database Google Scholar, ScienceDirect, Scopus, and Nature by entering the keywords hyperuricemia, uric acid, CKD, kidney damage, Camellia sinensis, black tea, green tea, EGCG, and theaflavin. Journals other than Indonesian and English were not included in the making of this study. The results of in vitro and in vivo studies show that both of these teas can reduce uric acid levels and repair kidney damage. However, clinical studies do not show a significant relationship between black tea and green tea in reducing uric acid levels."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>