Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180429 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Mei Lestari
"Hak budget parlemen dalam sistem bikameral Indonesia dalam rangka mewujudkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, belum ditempatkan pada kedudukan yang tepat dan sepadan dari sudut konstitusi (Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Perubahan), sesuai dengan falsafah kedaulatan rakyat, checks and balances serta tujuan bernegara. Kedudukan Parlemen Indonesia yang terdiri dua kamar (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dimana DPR memiliki peran yang lebih kuat dari pada DPD, karena DPR sebagai lembaga yang membahas dan memberikan persetujuan anggaran, sedangkan DPD hanya sebagai lembaga pemberi rekomendasi, membuat tidak terjadi keseimbangan sistem bikameral Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian hukum (legal research) untuk mendapatkan deskripsi mengenai hukum yang menyangkut aktivitas pemerintahan yakni Parlemen Indonesia dalam menggunakan hak budgetnya yangdisajikan secara analitis.
Hasil penelitian menunjukkan Perubahan UUD 1945 tidak secara tepat mendudukkan hak budget parlemen. Hak budget parlemen diletakkan pada persetujuan APBN sebagai bentuk pengelolaan keuangan negara, yang seharusnya merupakan persetujuan APBN sebagai wujud kedaulatan negara. Kewenangan DPR dan DPD yang tidak seimbang dalam sistem bikameral juga menambah tidak optimal hak budget parlemen tersebut. Selain itu, diperoleh pula faktor-faktor yang menghambat hak budget parlemen dapat berjalan secara efektif mewujudkan APBN untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yaitu faktor kapasitas personal anggota parlemen, kerangka regulasi pembahasan APBN, lembaga pendukung keahlian, sistem kepartaian dan partai politik, proposal APBN dari pemerintah, partisipasi masyarakat, dan Mahkamah Konstitusi.

The parliamentary rights of budget in Indonesia bicameral of system in order to create the National Revenue and Expenditure Budget (state budget) for the prosperity of the people as much as possible, in the placed being in correct position and angle to match the constitution of Law (Article 23 Sentence 1 of the Constitution of Law 1945 revenue Change), according to the philosophy`s popular of sovereignty, checks and balances and the purpose of nationhood. The Indonesia of Parliament position consisting of two room`s (bicameral), the House of Representatives (DPR), and the House of Representative Council (DPD), which would like to the House has a stronger role`s of the DPD, because the House of Representatives as the board discusses and gives approximate agreement, whereas DPD only as the provider of the board recommendations, make unoccur balance bicameral of system of Indonesia. The method used in this thesis is a study of law (legal research) to get a description of the rule of law that concerns activity in the Indonesian Parliament to exercise the right purse presented analytically.
The results showed changes in the 1945 Constitution of law didn`t exactly sitting right parliamentary of budgeting. Right parliamentary of budget placed on the consentrations of the state of budget as a form state financial of management, which should be a state budget agreement as inherent sovereignty. The DPR and DPD authority disproportionate bicameral of system also adds to optimum not right to the parliamentary budgeting. In addition, acquired about the factors that inhibit the parliamentary budget of right can run effectively creating a state of budget for the prosperity of the people as much as possible, the members of parliament personal for capacity factor, regulatory framework discussion of the state of budgeting, agency expertise, political party system and the party system, the proposal state budgeting of government, participation of the people`s, and the Constitutional Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Mahmud Syaukat
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menemukan jawaban apakah Hak Guna Usaha yang diberikan di atas tanah ulayat memenuhi konsep keadilan dan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah “normative-empiris” yaitu dengan menganalisa aturan perundang-undangan yang ada, kemudian mengujinya dengan praktek empiris yang peneliti temukan di lapangan. Tekhnik pendekatan yang peneliti lakukanya itu kualitatif dengan melakukan wawancara yang mendalam dengan responden yang ada di lapangan. Dari hasil penelitian baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, dapat dideskripsikan sebagaimana di bawah ini:
Salah satu tujaun Undang-Undang No.5 Tahun 1960, tentang Undang-Undang Pokok Agraria atau yang sering disingkat UUPA adalah “meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, UUPA telah menyusun pokok-pokok aturan yang menyangkut bumi, air, dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikelompokkan kedalam 8 (delapan) asas yang peneliti sebut sebagai 8 (delapan) asas UUPA yakni : 1) Asas Kebangsaan, 2) Asas Kekuasaan Negara, 3) Asas Pengakuan atas Hak Ulayat, 4) Asas Fungsisosial, 5) Asas kewarganegaraan, 6) Asas Kesetaraan dan Perlindungan, 7) Asas Landreform, 8) Asas Rencana Umum.
Berdasarkan asas Kekuasaan Negara, ditetapkan hak-hak atas tanah yaitu sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 16. Salah satu hak atas tanah tersebut adalah Hak guna Usaha (HGU). HGU ini adalah salah satu dari hak yang tidak berdasarkan sistematik hukum adat disamping Hak guna Bangunan (HGB), namun menurut penjelasannya, hak ini diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern saat ini Sesuai dengan pasal 28 ayat (1) UUPA, HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.Sungguh pun begitu, UUPA member peluang untuk memberikan Tanah Ulayat sebagai obyekdari HGU tersebut.
Sementara, UUPA juga memberikan pengakuan kepada Tanah Ulayat sebagai hak dari masyarakat hukum adat, dengan persyaratan sepanjang masih ada dan sesuai dengan kepentingan nasional. Persyaratan tersebut membuat posisi Tanah Ulayat menjadi dilematis, dimana pada satu sisi diakui keberadaannya, dan di sisi lain, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu terhadap pengakuannya. Oleh karena itu, dalam prakteknya, justru “Tanah Ulayat” sangat banyak menjadi obyek HGU dan tidak jarang menimbulkan konflik. Cara-cara penyerahan Tanah Ulayat menjadi obyek HGU ada tiga macam yaitu: 1) Diserahkan secara sukarela, 2) Pengebirian UUPA oleh undang-undang lain, dan 3) Alasan kepentingan umum.
Ketiga bentuk penyerahan tersebut sama-sama berpotensi menimbulkan konflik baik konflik vertical maupun konflik horizontal. Penyerahan Tanah Ulayat sebagai obyek HGU, telah menyebabkan terjadinya penguasaan tidak terkendali terhadap tanah masyarakat adat tersebut, meskipun pada kenyataannya, Indonesia menjadi negara yang memilki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, yang mencapai 9 juta hektar.Namun di balik itu, suatu hal yang ironis, keadilan dan kemakmuran sebagaimana yang menjadi tujuan UUPA tidak terwujud, bahkan sebaliknya ketidakadilan dan kemiskinan telah menjadi langganan yang abadi bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan terkosentrasinya penguasaan tanah kepada segelintir orang yang mempunyai modal, sementara program “landreform” yang merupakan salah satu asas dari UUPA dan yang diharapkan akan membawa keadilan dan kemakmuran tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Hasil penelitian lapangan yang peneliti lakukan menujukan bahwa, penguasaan tanah ulayat oleh pemegang HGU, hanya menguntungkan pemegang HGU tersebut, sementara penghasilan yang diperoleh petani yang berstatus petani plasma tidak lebih dari penghasilan buruh tani. Meskipun diakui, penghasilan tersebut bersifat tetap dan menjamin kelangsungan hidup petani tersebut. Namun, secara hakikat, jauh dari apa yang disebut "Sejahtera".

The aim of this research is to examine and find answer whether a given leasehold on communal lands meet the concept of the justice and the greatest prosperity for the people. The technique used is a qualitative approach by conducting a depth interview with some respondents in place of research. The method used in this research is a normative- empirical by analyzing the rules and the regulation that exist, then test it with empirical practice that researcher has found in the research. The result of this research can be described as follow :
One of the purposes of the Act No.5 of 1960( herein after refer to as UUPA) is lying the groundwork for the preparation of National Agrarian Law would be an instrument to bring prosperity, the happiness, and justice for the people and nation mainly peasant society in the framework a fair and prosperous society.
To achieve the goals, UUPA has made the points rule concerning the earth, water and air space are grouped into eight principles that researchers refer to as the eight principles of UUPA namely: 1) The principle of Nationality, 2) The principle of State authority, 3) The principle of recognition of customary right, 4) The principle of social functions, 5) The principle of citizenship, 6) The principle of equality and protection, 7) The principle of land reform, 8) The principle of general plan.
Base on the principle of State authority, set the right on land namely as set in the article 16 of UUPA. One of the rights is “ leasehold” (herein after refer to as HGU). It is one of right on land which is not based on customary law. Another is building rights. But in the general explanation of UUPA, this right is made to meet the requirement of today’s modern society.
In accordance with article 28 paragraph 1 of UUPA, HGU is the right to manage the land owned directly by the state. Even though so, UUPA provide an opportunity to give Customary Land as the object of HGU. While UUPA also give recognition to Customary Land as the right of the indigenous community with conditions as long as still there and in accordance with national interest. The requirement has made the right to cultivate in a dilemma as on the one hand UUPA acknowledge its existence but in the other hand it must fulfill a certain requirement to be recognized. In practice, even the most communal lands become the object of HGU and often cause conflict with indigenous people. There are three kinds of hand over the customary land to HGU applicant. 1) Voluntary surrender, 2) Castration of UUPA by other Law, 3) The reason public interest.
The third form submission have the same potential for conflict both vertical and horizontal conflict. Submission of communal lands as an object of HGU has resulted in uncontrolled possession of the lands of the indigenous people. Even in fact, Indonesia become the largest palm oil production countries in the world achieving 9 billion hectare. However, an ironic thing, justice and prosperity as the main goal of UUPA is not realized. On the contrary, injustice and poverty have become immortal subscription to the people and the nation of Indonesia. It because the concentration of land ownership to a handful of people who have capital. While landrefom program as one of the principles in the UUPA and expected to bring justice and prosperity not working properly.
The result of research indicate that the lease hold on communal land will only benefit that concession holder of HGU. Meanwhile the income of small holder farmaer as nothing more than a hodge income. Although admittedly, the income is fixed and ensure the survival of the farmers. But in nature, away from the so-called prosperous.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bako, Ronny Sautma Hotma
"Fokus utama yang akan diteliti adalah penggunaan hak budget yang dimiliki oleh anggota parlemen dalam menetapkan anggaran negara. Fokus ini juga didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga didasarkan kepada masa parlemen dan pemerintahan yang berlaku, khususnya dimasa parlemen di era pemerintahan Soeharto tahun 1967 - 1998. Selain fokus utama dari penggunaan hak budget, hal yang diteliti dari penggunaan hak budget adalah efisiensi fungsi anggaran dalam sistem ketatanegaraan. Hal ini dilatarbelakangi untuk melihat efektifnya suatu lembaga parlemen, sebab dengan efektifnya suatu lembaga parlemen, maka akan tampak demikratisnya suatu negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah hukum dan pendekatan perbandingan hukum. Kedua pendekatan ini dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D1031
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiya Yaumilfat
"Penyelenggaraan kegiatan persepakbolaan di Indonesia menjadi tugas dan tanggung jawab PSSI sebagai induk organisasi cabang olahraga sepakbola. Meskipun demikian, dalam praktiknya pemerintah tetap memiliki andil dalam penyelenggaraan kegiatan persepakbolaan. Salah satu bentuk keikutsertaan pemerintah adalah melalui pengalokasian dana dari APBN yang diberikan kepada PSSI guna pengembangan dan peningkatan prestasi olahraga sepakbola. Pemberian dana dari pemerintah kepada PSSI telah melahirkan suatu hubungan keuangan yang membawa implikasi terhadap kedudukan PSSI terhadap keterbukaan informasi publik, yaitu masuknya PSSI dalam kriteria dan karakteristik suatu badan publik nonpemerintah. Melalui metode penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis, penelitian ini memberikan deskripsi mendalam terkait pemberian dana APBN dari pemerintah kepada PSSI serta analisis tentang implikasi yang ditimbulkan dari pemberian dana tersebut berkaitan dengan keterbukaan informasi yang harus dilakukan oleh PSSI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pemberian dana APBN kepada PSSI menjadikan PSSI sebagai organisasi nonpemerintah, terdapat limitasi mengenai informasi yang wajib disediakan oleh suatu organisasi nonpemerintah berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, yaitu sebatas pada pengelolaan dana yang diberikan oleh pemerintah. Pembatasan tersebut dimaksudkan untuk menjamin kedudukan organisasi nonpemerintah sebagai suatu organisasi yang tunduk pada ketentuan hukum privat. Perlu dilakukan revisi terkait perumusan definisi badan publik yang memasukkan organisasi nonpemerintah ke dalam lingkup badan publik dengan memberikan penjelasan mendetail dan terperinci terkait kriteria yang digunakan dalam pendefinisian organisasi nonpemerintah tersebut, contohnya kriteria sumber pendaan. Untuk menghindari kekeliruan penafsiran, sepatutnya ditentukan kriteria baku dari masing-masing sumber pendanaan, misalnya jumlah atau besaran dana, prosedur pemberian dana, dan sebagainya.

As the National Football Federation, PSSI has the responsibility to manage all the football activities in Indonesia. However, practically the government still has a role in football management. One of the government’s participation in football is through the allocation of funds from the state budget given to PSSI in order to develop and to improve football activities. Funding transfer from the government to PSSI has made a financial relationship that gave an impact for PSSI in the realm of freedom of information, which means PSSI has fulfilled the criteria and characteristics of a non-governmental public body. By doing the normative juridical methods with descriptive analysis type, this study provides an in-depth description related to the fund transfer from state budget to PSSI then gave an analysis about the implication of this funds relating to the freedom of information that must be carried out by PSSI. As a result, this research shows that although the funding transfer from the state budget to PSSI makes PSSI as a non-governmental organization that is obligated to provide the public information, there are limitations regarding the information that must be provided by non-governmental organization under the Freedom of Information Act, which is limited to the management of funds that provided by the government. This restriction is intended to guarantee the position of a non-governmental organization as the subject of private law. It is necessary to revise the definition of public body that include non-governmental organizations by providing a detail explanation regarding to the criteria in defining these non-governmental organizations, for instance funding source criteria. The standard criteria for each funding source is needed, such as the amount of funds, the procedure for providing funds, and etcetera. With these such of criteria, there will be no misinterpretation to defining a public body, especially for non-governmental organizations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amat Darsono Sudibyo
"Disertasi ini membahas tentang proses politik penentuan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN 2005-2009. Ini sangat penting karena berkaitan dengan kewajiban negara untuk membiayai pendidikan warga negara, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945. Pemerintah dan DPR tidak memenuhi itu pada APBN 2005-2008, sehingga memicu masyarakat sipil untuk melakukan demonstrasi dan judicial review di Mahkamah Konstitusi. Untuk menganalisis proses politik tersebut, ada beberapa teori yang digunakan, yaitu model negara kesejahteraan oleh Gosta Esping Andersen, demokrasi deliberasi oleh Habermas, konflik dan konsensus oleh Maswadi Rauf, teori elite dari Suzanne Keller, serta beberapa teori lainnya sebagai pendukung.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam dengan para elite penentu anggaran pendidikan di eksekutif, legislatif, dan civil society, serta mempelajari dokumen risalah rapat BP MPR dan Badan Angagran DPR, yang membahas anggaran pendidikan, dan buku-buku yang relevan. Ada beberapa poin yang dapat disimpulkan dari penelitian ini. Pertama, pro dan kontra terjadi dalam power interplay antar elite mengenai anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945 dan Pasal 49 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas), yang direalisasikan dalam APBN 2009. Kedua, DPR dan Pemerintah tidak memenuhi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN 2005-2008 karena keuangan negara terbatas dan ada pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dihindari, seperti bunga utang, subsidi, serta belanja pegawai dan pensiun (non-diskresi). Ketiga, atas desakan Putusan MK No. 13/PUU-VI/2008, DPR dan Pemerintah memenuhi anggaran pendidikan 20% pada APBN 2009 dengan cara memperbesar defisit anggaran hingga Rp 106.628 triliun (1,9% dari PDB tahun 2009 ? 5.613 triliun). Keempat, lembaga anggaran yang dominan dalam menentukan anggaran pendidikan 20% pada APBN 2009 adalah pemerintah, sebagaimana diatur dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Kelima, masyarakat sipil berperan besar dalam mempengaruhi kebijakan anggaran pendidikan melalui tekanan publik dan judicial review APBN di Mahkamah Konstitusi.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada pro dan kontra dalam power interplay antar elite DPR dan pemerintah. Power interplay tersebut hanyalah seremoni politik yang pragamatis, dengan berbagai kepentingan politik yang tersembunyi (dalam rangka menghadapi pemilu 2009). Dalam hal itu, masyarakat sipil memainkan peranan yang signifikan. Implikasi teoritis: teori Gosta Esping - Andersen, dari perspektif Anglo Saxon Liberal, yang menyatakan bahwa peran pasar dan masyarakat di bidang kesejahteraan ? dalam hal ini, pendidikan ? lebih besar daripada negara, adalah terbukti. Kritik terhadap teori tersebut menyatakan bahwa di Barat, negaralah yang berperan dalam menciptakan kesejahteraan. Tetapi, di Indonesia, masyarakat dan negara bergotong royong untuk menciptakan hal tersebut.

This dissertation discusses about the political process of minimal establishing the 20% education budget in 2005-2009 National Revenue and Expenditure Budget (APBN) in Indonesia. It is very important because it relates to the country?s obligation to fund the education of its citizens as mandated in the 1945 Constitution article 31. The Government and the People?s Representative Council did not do it in 2005-2008 APBN. It led to people?s demonstrations and judicial review in Constitutional Court. To analyze that political process, several theories are applied in this dissertation: welfare state model by Gosta Esping Andersen, democratic deliberation by Habermas, conflict and concencus by Maswadi Rauf, elite theory by Suzanne Keller, supported by a few other theories.
The method used here is the qualitative method with deep interviews with elites who determine the education budget in executive, legislative, and civil society, as well as studying relevant books and minutes of meeting of People?s Consultative Assembly Working Committee and the People?s Representative Council Budget Committee, that discussed the education budget. Several points can be concluded from this research: first, there were pros and cons in the power interplay among elites in minimal establishing the 20% education budget in APBN as mandated in 1945 Constitution article 31 and article 49 of the Law No. 20/2003 about national education system, which was implemented in 2009 APBN. Second, the People's Representative Council and the Government did not minimal fulfill the 20% education budget in 2005-2008 APBN because the state finances were limited and there were limited and there were inevitable expeditures, such as debt interests, subsidy, and personnel and pension non-discretionary expenditure. Third, due to the pressure of Constitutional Court's Decision No. 13/PUU-VI/2008, The People's Representative Council and the government fulfilled the 20% education budget in 2009 APBN by increasing the budget?s deficit until Rp106,628 trillion (1,9% of the 2009 Gross Domenstic Product or PDB - 5,613 trillion). Fourth, the budget institution dominant in determining the 20% education budget in 2009 APBN was the government, as regulated in the Law No. 17/2003 about state finances. Fifth, the civil society played a big part in influencing the education budget by public pressure and judicial review on APBN in the Constitutional Court.
The findings of this study show that there were pros and cons in the power interplay among People's Representative Council and Government elites. It was a pragmatic political ceremony with hidden political interests (due to the coming of 2009 election). The civil society played a significant role in it. The theoritical implication: Gosta Esping - Andersen?s theory, from Liberal Anglo Saxon perspective, which states that market and people?s role in welfare - education, in this matter ? is bigger than the government's, is rightly proven. Criticism to this theory says that in the West, it is the government that plays the bigger role. In Indonesia, however, the people and the government work together in creating welfare.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1435
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Muti
"Tesis ini berupaya melakukan penelitian tcrhadap pengelolaan keuangan publik menurut Abu Yusuf dalam AI-Kharaj yang telah memiliki kontribusi terhadap keberhasilan pemerintahan Harun Ar-Rasyid dalam menyejahterakan masyarakat, penelitian ini juga mencoba melihat relevansi kebijakan tcrscbut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ncgara Republik Indonesia. Penelitian ini mcnggunakan mctode kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis teks. Data yang digunakan adalah data dolcumenter dengan data ulama berasal dari kitab A1-Kharaj tulisan Abu Yusuf disenai data pendukung lainnya.
Hasil penelitian menunjukkkan bahwa Abu Yusuf memiliki kebijakan pcngelolaan keuangan publik yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat, kebijakan tersebut mencakup penenmaan dan belanja negara serta optimalisasi keduanya dalam konteks kenegaraan. Di antaranya restrukturisasi mekanisme pemungutan kharaj, reformasi sistem pemungutan pajak, membuat kriteria pegawai pajak, optimalisasi unsur dan jizyah, melebarkan pos ghonimah yang mencakup kekayaan laut dan pertambangan serta harta temuan, mengatifkan sektor perairan dan pengembangan aset tetap milik pemerintah berupa tanah produktif serta optimalisasi zakat yang mencakup sektor pertanian, peternakan, pertambangan dan perdagangan. Sedangkan dari sisi belanja publik, Abu Yusuf menggunakannya untuk belanja pegawai, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, penahanan militer, pembangunan infraslruktur, dan mustahik zakat. Dari analisis yang dilakukan, diketahui bahwa kebijakan pengelolaan keuangan publik perspektif Abu Yusuf memiliki relcvansi terhadap Anggaran Pendapatan dan Bclanja Ncgara Republik Indonesia dan layak diimplcmcntasikan sebagai scbuall kebijakan baru.

This thesis tried to do research on public financial management of perspecdve Abu Yusuf in Al- Kharaj who have contributed to the success of Harun Ar-Rashid's reign in the welfare of society, this study also tried to see the relevance of the policy with the State Budget ofthe Republic of Indonesia. This research uses descriptive method with qualitative text analysis approach. The data used is data documentary with the main data comes from the book of Al-Kharaj writings of Abu Yusuf with other supporting data.
The results showed that Abu Yusuf has a public financial management policy that aims to bring about justice and prosperity in the community, these policies include revenue and expenditures as well as the optimization of both in the context of statehood. Among the collection mechanism kharaj restructuring, refonn the tax collection system, making the criteria liar tax officials, optimizing usyur and jizya, which includes expanding the post ghonimah ocean resources and mining as well as finding treasure, activate the water sector and the development of state¢owned assets in the fonn of productive land, and optimizing Zakat wich includes agriculture, animal husbandry, mining and trade. In temis of public spending, Abu Yusuf use it for employees shopping, fullillment of basic needs of the people, military defense, infrastructure development, and mustahik charity (zakah). From analysis, it is known that the policy of public financial management of Abu Yusuf perspective, has relevance to the Budget State of the Republic of Indonesia and feasible implemented as a new policy.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33437
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiya Yaumilfat
"Penyelenggaraan kegiatan persepakbolaan di Indonesia menjadi tugas dan tanggung jawab PSSI sebagai induk organisasi cabang olahraga sepakbola. Meskipun demikian, dalam praktiknya pemerintah tetap memiliki andil dalam penyelenggaraan kegiatan persepakbolaan. Salah satu bentuk keikutsertaan pemerintah adalah melalui pengalokasian dana dari APBN yang diberikan kepada PSSI guna pengembangan dan peningkatan prestasi olahraga sepakbola. Pemberian dana dari pemerintah kepada PSSI telah melahirkan suatu hubungan keuangan yang membawa implikasi terhadap kedudukan PSSI terhadap keterbukaan informasi publik, yaitu masuknya PSSI dalam kriteria dan karakteristik suatu badan publik nonpemerintah. Melalui metode penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis, penelitian ini memberikan deskripsi mendalam terkait pemberian dana APBN dari pemerintah kepada PSSI serta analisis tentang implikasi yang ditimbulkan dari pemberian dana tersebut berkaitan dengan keterbukaan informasi yang harus dilakukan oleh PSSI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pemberian dana APBN kepada PSSI menjadikan PSSI sebagai organisasi nonpemerintah, terdapat limitasi mengenai informasi yang wajib disediakan oleh suatu organisasi nonpemerintah berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, yaitu sebatas pada pengelolaan dana yang diberikan oleh pemerintah. Pembatasan tersebut dimaksudkan untuk menjamin kedudukan organisasi nonpemerintah sebagai suatu organisasi yang tunduk pada ketentuan hukum privat. Perlu dilakukan revisi terkait perumusan definisi badan publik yang memasukkan organisasi nonpemerintah ke dalam lingkup badan publik dengan memberikan penjelasan mendetail dan terperinci terkait kriteria yang digunakan dalam pendefinisian organisasi nonpemerintah tersebut, contohnya kriteria sumber pendaan. Untuk menghindari kekeliruan penafsiran, sepatutnya ditentukan kriteria baku dari masing-masing sumber pendanaan, misalnya jumlah atau besaran dana, prosedur pemberian dana, dan sebagainya.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Rosmidaria
"Skripsi ini membahas mengenai legitimasi persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai fungsi Anggaran yang dimiliki oleh DPR yang sampai pada satuan empat atau rincian jumlah, jenis, spesifikasi, dan harga yang rentan disalahgunakan oleh anggota DPR dan sering dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi maupun golongan, juga termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Pemerintah. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, dimana alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang didapat melalui literatur berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan artikel-artikel dari harian maupun dari internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam persetujuan yang diberikan oleh DPR terhadap APBN seperti yang disebut sebelumnya sangat rentan untuk diselewengkan khususnya dalam menentukan suatu proyek atau pengadaan barang. Untuk itu dapat dicarikan solusi untuk mencegah hal tersebut berlanjut antara lain dalam pemberian persetujuan yang dilakukan oleh DPR terhadap anggaran dari satuan empat seperti yang disebut di atas dikurangi menjadi hanya sampai pada jumlah dan jenis saja hal tersebut juga agar DPR dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN tersebut dengan baik.

This paper discusses about the legitimacy of the approval of the House of Representatives of the State Budget as a function of the Budget held by the House are up to four units or details of the number, type, specifications, and prices are vulnerable to abuse by members of the House and is often used to gain advantage for personal and group, also includes supervising the implementation of state budget approved jointly by the Parliament and Government.This study is the juridical-normative research, where data collection tool used was obtained through a literature study. The results showed that the approval given by the Parliament against the budget as it was called previously highly vulnerable to distorted, especially in determining a project or procurement. It can be a solution found to prevent this behavior continues among others in approval by the Parliament against the budget of the four units as mentioned above is reduced to only arrive at the number and type of course it is also so that Parliament can supervise the implementation of the State Budget well."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S270
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika , 2010
351.72 APB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1977
350.702.6 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>