Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179987 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yadita Wira Pasra
"ABSTRAK
Latar belakang : Hampir seluruh penduduk dunia pernah mengeluhkan masalah di telinga. Salah satu kelainan pada telinga adalah akibat penyakit infeksi telinga Otitis media supuratif kronik (OMSK). Data yang digunakan di Indonesia pada saat ini sudah sangat lama sehingga diperlukan data epidemiologi baru untuk menentukan strategi pencegahan dan pola tatalaksana yang tepat sesuai dengan karaktersitik penyakit dan penderita di masyarakat Indonesia saat ini.
Metode: Penelitian ini bersifat survei deskriptif potong lintang, sebagai bagian dari penelitian ?Profil Otitis Media? untuk mengetahui prevalensi dan hubungannya dengan faktor risiko OMSK, di Jakarta.
Hasil : Prevalensi OMSK di Jakarta tahun 2012 berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap populasi penduduk Kotamadya Jakarta Timur adalah 3,4%. Faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian OMSK adalah usia (p=0,047), tingkat pendapatan keluarga (p=0,002; OR 2,65(1,35-5,27)) dan pajanan rokok (p=0,037; OR 1,92(1,02-3,59)). Faktor risiko yang secara statistik tidak bermakna terhadap kejadian OMSK adalah rinitis alergi (p=0,226;OR 1,75(0,59-4,78)), jenis kelamin (p=0,796 ; OR 0,92(0,49-1,74)) dan status gizi (p=0,143 ; OR 0,53(0,2-1,32)). Berdasarkan penelitian ini, didapatkan dua dari tiga subyek penderita OMSK di bawah lima tahun, memiliki riwayat pemberian ASI.
Diskusi: Prevalensi OMSK pada penelitian ini sebesar 3,4%, angka ini menurut WHO digolongkan sebagai negara dengan prevalensi OMSK yang tinggi (2-4%). Strategi penatalaksanaan komprehensif diperlukan untuk menurunkan prevalensi OMSK.

ABSTRACT
Introduction: Almost all of world populations complain of ear disturbance once in their life. Chronic supurative otitis media (CSOM) is one of chronic infection of middle ear. The data use in Indonesia is out of date, new data is needed to make new policy of treatment and preventive strategy.
Method: This is cross sectional survey study, as one of ?Profil Otitis Media? study. The aims of this study are to describe prevalence and risk factor of CSOM in Jakarta.
Result: The prevalence of CSOM in Jakarta in year 2012 based on this study is 3.4%. Risk factor that significantly correlated to CSOM are age (p=0.047), family economical status (p=0,002; OR 2,65(1,35-5,27)) and smoke (p=0,037; OR 1,92(1,02-3,59)). Allergic rhinitis (p=0,226;OR 1,75(0,59-4,78)), sex (p=0,796 ; OR 0,92(0,49-1,74)) and nutritional state (p=0,143 ; OR 0,53(0,2-1,32)) are not significantly correlate with CSOM. Based on this study 2 of 3 children with CSOM below 5 years age, are given breast feeding.
Discussion: CSOM prevalence based on this study is 3.4%, according to WHO recommendation this is high CSOM prevalence (2-4%). Comprehensive treatment strategy needed to decrease CSOM prevalent in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Umar
"Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit telinga yang paling sering terjadi pada anak-anak. Di Indonesia belum ada data nasional baku yang melaporkan angka kejadian OMA. Penelitian ini dilakukan sebagai dasar bagi penelitian berskala nasional dalam memperoleh angka prevalensi penyakit telinga khususnya OMA di Indonesia. Penelitian ini merupakan studi epidemiologi deskriptif potong lintang untuk mengetahui prevalensi dan gambaran karakteristik faktor-faktor risiko OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur. Subyek penelitian dipilih secara multistage stratified random sampling, bertingkat dari kecamatan hingga kelurahan berdassarkan tingkat kepadatan penduduk. Kemudian dilanjutkan secara spatial random sampling berdasarkan nomer rumah. Hasil penelitian ini didapatkan prevalensi OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur sebesar 5,38 %, dan prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 2-5 tahun. Hubungan faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian OMA adalah usia ( p < 0,001; OR=11,36), jenis kelamin (p= 0,029 dan OR=2,50), riwayat ISPA (p< 0,001; OR=14,07), dan lingkungan tempat tinggal (p= 0,016;OR=2,60). Faktor risiko yang memiliki kecenderungan penyebab terhadap kejadian OMA, namun secara statistik tidak bermakna adalah pajanan asap rokok (p=0,066;OR=2,18), dan pendapatan rumah tangga (p=0,135;OR=0,55). Dari keempat faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur, didapatkan faktor risiko usia (p<0,001;OR=10,00) dan ISPA (p<0,001;OR=10,01) yang paling bermakna dan dominan terhadap kejadian OMA. (koefisien determinan=0,410).

Acute Otitis Media (AOM) is the most common ear disease in children. To date, a standardized national data reporting on the number of OMA cases is still not available. This research was conducted to become basis for nation-based researches to obtain the number of ear disease prevalence in Indonesia especially AOM. This research is epidemiologic study, descriptive and cross-sectional to find out the prevalence and the characteristics description of AOM risk factors in children in the Municipality of East Jakarta. The research subject was selected with multistage stratified random sampling, authority levels ranging from villages to sub-districts based on population density level. After that, the method employed was spatial random sampling based on house numbers. The research resulted in 5,38% in AOM prevalence in children in the Municipality of East Jakarta, and the highest prevalence occurred in the group of 2-5 years old children. Statistically significant risk factor relations in AOM cases were in age ( p < 0,001; OR=11,36), gender (p= 0,029 and OR=2,50), upper airway infection history (p< 0,001; OR=14,07), and living environment (p= 0,016;OR=2,60). Risk factors that have a tendency toward causes of OMA case, but statistically not significant are exposure to cigarette smoke (p=0,066;OR=2,18), and household income (p=0,135;OR=0,55). From the four significant AOM risk factors in children in the Municipality of East Jakarta, age risk factor (p<0,001;OR=10,00) and upper airway infection (p<0,001;OR=10,01) are the most significant and dominant toward AOM cases (coefficient determinant=0,410)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nizma Permaisuari
"Otitis Media Akut (OMA) adalah penyakit multifaktorial. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi OMA dan hubungannya dengan status gizi, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), dan perokok pasif pada anak usia 0-5 tahun di lingkungan padat penduduk di Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diperoleh melalui wawancara terpimpin, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan THT pada seluruh anak usia 0-5 tahun yang rumahnya terpilih berdasarkan spatial random sampling di Kelurahan Cawang yang terpilih berdasarkan multistage random sampling. Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA 17,54%. Uji Fisher Exact menunjukkan perbedaan tidak bermakna pada prevalensi OMA berdasarkan status gizi (p>0,05), ISPA (p>0,05), dan perokok pasif (p>0,05). Disimpulkan prevalensi OMA pada anak usia 0-5 tahun di lingkungan padat penduduk di Jakarta Timur adalah 17,54% dan tidak berhubungan dengan status gizi, ISPA, dan perokok pasif.

Acute Otitis Media (AOM) is a multifactorial disease. The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with nutritional status, Upper Respiratory Tract Infection (URTI), and passive smoker of 0-5 years old children in high-density population in East Jakarta. This cross sectional study was conducted by performing guided interview, physical examination, and ear, nose, and throat examination to all 0-5 years old children whose house is chosen based on spatial random sampling in Cawang, chosen district based on multistage random sampling. Data are managed with SPSS version 20.0 and analyzed with chi square test. The results showed that the prevalence of AOM was 17,54%. Fisher exact test has shown no significant difference between prevalence of AOM with nutritional status (p>0,05), URTI (p>0,05), and passive smoker (p>0,05). In conclusion, prevalence of AOM of 0-5 years old children in high density population in East Jakarta is 17,54% and there is no association between the prevalence of AOM with nutritional status, URTI, and passive smoker"
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Kolesteatoma adalah lesi keratin non-neoplastik yang berhubungan dengan proliferasi sel epitel dengan karakteristik morfologi yang menyimpang. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) yang disertai dengan adanya kolesteatoma dapat mengganggu keseimbangan antara pembentukan tulang dengan resorpsi tulang. Kolesteatoma dapat menghasilkan sitokin-sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) yang berperan dalam proses destruksi tulang pendengaran. Tujuan: Mengetahui distribusi derajat kerusakan tulang pendengaran pada pasien OMSK dengan kolesteatoma, rerata kadar IL-6 pada kolesteatoma, dan adanya hubungan antara kadar IL-6 pada kolesteatoma dengan derajat kerusakan tulang pendengaran pada pasien OMSK dengan kolesteatoma. Metode: Penelitian ini melibatkan 6 pasien dengan OMSK dengan kolesteatoma yang dilakukan operasi mastoidektomi. Satu pasien menderita OMSK dengan kolesteatoma bilateral dan dilakukan operasi mastoidektomi pada kedua telinganya. Derajat kerusakan tulang pendengaran dinilai dengan menggunakan kriteria Saleh dan
Mills, sedangkan kadar IL-6 pada kolesteatoma diukur dengan menggunakan instrumen ELISA. Hasil:
Derajat kerusakan tulang pendengaran tertinggi yang ditemukan adalah derajat 3 (28,57%), sedangkan derajat kerusakan tulang pendengaran yang terbanyak adalah derajat 2 (42,86%). Kadar IL-6 pada kolesteatoma yang tertinggi adalah 2290 pg/mL, sedangkan rerata kadar IL-6 pada kolesteatoma adalah 1778,57±392,616 pg/mL. Kesimpulan: Kadar IL-6 pada kolesteatoma tidak berhubungan dengan derajat kerusakan tulang pendengaran pada pasien OMSK dengan kolesteatoma (p=0,885)."
ORLI 44:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agustawan Nugroho
"Latar belakang: Otitis media efusi adalah penyebab tersering gangguan pendengaran pada anak-anak di negara berkembang. Diagnosis dan penatalaksanaan OME pada anak sering terlambat karena jarang dikeluhkan. OME merupakan penyakit yang memiliki banyak faktor risiko. Salah satu faktor risiko OME yang saat ini banyak dihubungkan dengan kelainan di telinga tengah adalah refluks laringofaring.
Tujuan: Mengetahui peran refluks laringofaring sebagai faktor risiko OME pada anak-anak.
Metode:Pemeriksaan penapisan 396 anak pada tahap pertama dan 1620 anak pada tahap kedua untuk mencari 46 anak yang masukkategori OME sebagai kelompok kasus, kemudian pemilihan 46 anakkelompok non OME sebagaikontrol secara acak, menyepadankan usia dan jenis kelamin. Pada kedua kelompok dilakukan wawancara, pengisian kuesioner, pemeriksaan THT dan pemeriksaan laring dengan nasofaringoskopi serat lentur untuk mendiagnosis refluks laringofaring.
Hasil: Proporsi refluks laringofaring pada kelompok OME lebih tinggi dibandingkan non OME, yaitu sebesar 78,3% dan 52,2%.Terdapat hubungan bermakna antara refluks laringofaring dan OMEdengan nilai odds ratio (OR)3,3 dan interval kepercayaan (IK) 95% antara 1,33 sampai 8,187; p=0,01).
Kesimpulan:Refluks laringofaring merupakan faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya otitis media efusi.

Background: Otitis media with effusion (OME) is the most cause of hearing impairment in children of developing countries. OME is usually late in diagnosis and management due to the lack of patient’s complaints. OME is a disease that has many risks factor. One of the risk factor in developing OME, that is currently being studied, is its relationship with laryngopharyngeal reflux.
Purpose: To know the role of laryngopharyngeal reflux as a risk factor for OME.
Methods: Examination of the first stage was performed to 396 children and the second stage was performed to 1620 children. Using the exclusion and inclusion criteria, 46 children were accounted as the case group. Forty six children for control group was randomly taken from non OME patients whichmatched with age and sex from the case group. Both groups were treated equally with history taking, questionnaire filling, ENT examination and larynx examination using fiberoptic flexible laryngoscope to diagnose whether there is laryngopharyngeal reflux or not.
Results: The proportional of laryngopharyngeal reflux in OME group is higher compared to non OME group, with 78,3% and 52,2%. There is a significant relationship between laryngopharyngeal reflux and OME with an odds ratio (OR) 3,3 and confidence interval (CI) 95% of 1,33-8,187 (p=0,01).
Conclusion: Laryngopharyngeal reflux is a risk factor that has significant relationship with OME.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviati Sri Racha
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T58806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Astri Paramaramya
"Latar belakang: Timpanoplasti tipe 1 merupakan prosedur untuk menangani Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Prosedur ini bertujuan untuk memperbaiki membran timpani, menjaga telinga tengah dari patogen luar dan pada akhirnya memperbaiki fungsi pendengaran. Faktor yang memengaruhi hasil timpanoplasti yaitu faktor operator, alat dan pasien. Tujuan: Mengidentifikasi karakteristik klinis preoperasi sebagai faktor yang memengaruhi fungsi pendengaran pascatimpanoplasti tipe 1. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien OMSK tipe aman tenang yang telah menjalani timpanoplasti tipe 1. Subjek dengan membran timpani utuh pascaoperasi masuk dalam kriteria penelitian. Karakteristik klinis preoperasi berupa ukuran perforasi, letak perforasi dan fungsi Tuba Eustachius dikumpulkan melalui rekam medis. Fungsi pendengaran pascatimpanoplasti dinilai menggunakan audiometri nada murni. Hasil: Rata-rata ambang dengar preoperasi 44,7 dB ± 15,9dB menurun menjadi 33,2 dB ± 14,4dB. Rata-rata Air Bone Gap (ABG) preoperasi 41,9 dB menurun menjadi 14,4 dB. Tidak adanya perbaikan fungsi pendengaran 1 tahun pascatimpanoplasti terjadi pada 17,6% (n = 6). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara ukuran perforasi, letak perforasi dan fungsi Tuba Eustachius preoperasi terhadap fungsi pendengaran pascatimpanoplasti tipe 1. Kesimpulan: Terdapat faktor selain ukuran perforasi, letak perforasi dan fungsi Tuba Eustachius preoperasi yang memengaruhi fungsi pendengaran.

Background: Type 1 tympanoplasty is a procedure in to treat Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM). It aims to repair the tympanic membrane, protect the middle ear from external pathogens and ultimately improve hearing function. Factors that affect the outcome of tympanoplasty, including operator, tools and patient factors. Objective: Identify preoperative clinical characteristics as factors affecting hearing function after type 1 tympanoplasty. Methods: The study was a prospective cohort design involving patients with tubotympanic type CSOM who had undergone type 1 tympanoplasty. Subjects with an intact tympanic membrane postoperatively were included in the study criteria. Data regarding preoperative clinical characteristics such as perforation size, perforation location, and Eustachian tube function were collected from medical records. Pure tone audiometry was performed to determine postoperative hearing function. Results: The preoperative hearing threshold of 44.7 dB ± 15.9dB decreased to 33.2 dB ± 14.4dB. The preoperative Air-Bone Gap (ABG) value of 41.9 dB decreased to 14.4 dB. There was no improvement found in 17.6% subjects (n = 6). There was no significant relationship between perforation size, perforation location, and preoperative Eustachian tube function on postoperative hearing function in type 1 tympanoplasty. Conclusion: There are factors other than perforation size, perforation location and preoperative Eustachian tube function that affect hearing function."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gustav Syukrinto
"Otitis media efusi (OME) sering terjadi pada anak, dapat timbul tanpa gejala sehingga diagnosis dan penatalaksanaan sering terlambat adakalanya telah terjadi komplikasi. Salah satu komplikasinya berupa gangguan pendengaran, meskipun tidak selalu jelas namun pada anak usia dini dapat menyebabkan keterlambatan bicara, berbahasa dan bila terjadi pada usia sekolah maka anak menjadi kesulitan mengikuti pelajaran atau pendidikan, gangguan tingkah laku sehingga terlihat kurang berprestasi dan tidak fokus. Gangguan pendengaran umumnya terdapat pada kedua telinga, apabila volume cairan sedikit, maka gangguan pendengaran akan minimal. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Profil Otitis Media di Kotamadya Jakarta Timur yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media efusi dan gambaran gangguan pendengarannya pada anak usia 5-18 tahun di kotamadya Jakarta Timur berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni. Metode penelitian berupa survey di populasi masyarakat bersifat deskriptif potong lintang terhadap 396 anak di kotamadya Jakarta Timur sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Percontoh dipilih secara multi stage stratified random sampling, bertingkat dari kecamatan hingga kelurahan berdasarkan kepadatan penduduk. Kemudian dilanjutkan secara spatial random sampling berdasarkan nomor rumah. Dari hasil penelitian ini didapatkan angka prevalensi OME sebesar 1,52%. Ambang dengar pada anak dengan OME berkisar 10-43,75dB dan gangguan pendengaran terjadi pada 5 dari 6 anak dengan OME.

Otitis Media with Effusion (OME) is common in children. It is usually asymptomatic, causing late diagnosis and management. Sometimes OME is diagnosed very late while there is already complications, one of the complication of OME is hearing impairment. Although not always clear, but in young children OME can cause delayed speech and lingual disability. If this condition happens in school-aged-children, it will be difficult for children to catch up with the education programs and there could be behavior problems. The hearing impairment usually occur at both ear, and its degree accord to the volume of the fluid. This research is a part of research on Profile of Otitis Media at East Jakarta that aims to evaluate the prevalence of OME and the hearing impairment due to OME in 5-18 years old at East Jakarta based on pure tone audiometry examination. The research method is a descriptive cross sectional survey on 396 children at East Jakarta that match with inclusion and exclusion criteria. Sample was chosen using multistage stratified random sampling method, starts from the district to sub district according to population density. It was continued with spatial random sampling based on the house number. The research shows the prevalence of OME in 5-18 years old at East Jakarta was 1,52%. The hearing threshold in children with OME was ranged 10-43,75dB and hearing impairment occur on 5 from 6 children with OME."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hably Warganegara
"ABSTRAK
Tindakan operasi timpanomastoidektomi pada pasien otitis media supuratif kronis (OMSK) perlu dipahami struktur tiga dimensi intraoperatif, yaitu diantaranya adalah jarak dinding superior liang telinga ke tegmen, jarak dinding posterior liang telinga ke sinus sigmoid dan besar sudut sinodura. Salah satu struktur yang juga berperan pada penyakit OMSK adalah aditus ad antrum. Aditus ad antrum merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan sel-sel udara mastoid yang berfungsi sebagai penyimpan udara. Struktur-struktur tersebut dapat dievaluasi pada pemeriksaan tomografi komputer. Saat ini belum didapatkan variasi jarak struktur anatomi tersebut pada pasien OMSK dan bukan OMSK, serta kajian introperatif pada pasien OMSK di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini adalah studi analisis potong lintang yang terdiri dari 2 penelitian pendahuluan. Penelitian pertama adalah penelitian variasi jarak struktur anatomi tulang temporal menggunakan pengukuran TK tulang temporal pada pasien OMSK dan bukan OMSK, masing-masing terdiri dari 30 TK tulang temporal yang dikumpulkan secara konsekutif. Penelitian kedua adalah penelitian kesesuaian variasi jarak struktur anatomi tulang temporal antara pengukuran TK tulang temporal dengan intraoperatif pada 5 pasien OMSK yang dikumpulkan secara konsekutif total sampling selama 9 bulan. Pada penelitian 30 TK tulang temporal OMSK dan 30 bukan OMSK didapatkan perbedaan ukuran yang lebih kecil pecontoh yang OMSK, yaitu pada jarak dinding superior liang telinga ke tegmen 2 (irisan tegmen sejajar spina henle), jarak dinding superior liang telinga ke tegmen 3 (irisan tengah tegmen antara skutum dan spina henle), besar sudut sinodura dan luas aditus ad antrum. Pada penelitian 5 pasien OMSK didapatkan kesesuaian yang sangat kuat antara pemeriksaan TK tulang temporal dengan intraoperatif pada jarak dinding posterior liang telinga ke sinus sigmoid.

ABSTRACT
In performing timpanomastoidectomy procedure for chronic suppurative otitis media, it is important to understand about the three dimensional structure intraoperative. Some of the important structure in the temporal bone are the distance from superior part of canalis acouticus externus to the tegmen, distance from posterior part of canalis acousticus externus to the sigmoid sinus and sinodural angle. One of another important structure related to chronic suppurative otitis media is aditus ad antrum. Aditus ad antrum is a canal which connect the tympanic cavity with mastoid air cells that functioned as air reservoir. Those structure can be evaluated in computed tomography examination. In dr. Cipto Mangunkusumo hospital, we still have no data about the variation of temporal bone anatomic structure distance in chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media also about evaluation of chronic supurative otitis media patients intraoperative. This research is a cross sectional study that consist of 2 preeliminary study. The first research was evaluating the variation of temporal bone anatomic structure distance using computed tomography examination from chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media, each consist of 30 computed tomography recruited consecutively. The second research was evaluating the correlation of variation temporal bone anatomic structure distance using computed tomography examination and intraoperative from 5 chronic suppurative otitis media patient recruited consecutively total sampling for 9 months. From the measurement of each 30 computed tomography from chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media patients, there was a smaller measurement in CSOM patients in the distance from superior part of canalis acousticus externus to tegmen 2, distance from superior part of canalis acousticus exterrnus to tegmen 3, sinodural angle and the width of aditus ad antrum. From the evaluation of 5 CSOM patients there was a very strong correlation between computed tomography examination and intraoperative findings in the distance of posterior part of canalis acousticus externus to sigmoid sinus."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Otitis media akut atau inflamasi telinga tengah adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada anak-anak. Pajanan rokok pasif diduga berperan terhadap kejadian otitis media akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun dan hubungannya dengan pajanan rokok pasif di Jakarta Timur tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada Maret-Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan THT pada 125 anak. Data diolah menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA pada anak yang terpajan adalah 21,95% dan pada anak yang tidak terpajan adalah 9,52%. Uji chi square tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi OMA dan hubungannya dengan pajanan pasif asap rokok (p=0,086). Disimpulkan prevalensi OMA di Jakarta Timur adalah 17,6% pada anak 0-5 tahun dan tidak berhubungan bermakna dengan pajanan pasif asap rokok., Acute otitis media or middle ear inflammation is a common infection disease, especially in children. Passive smoking is believed to be associated with acute otitis media (AOM). The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with passive smoking in East Jakarta, 2012. This cross sectional study was conducted in March-June 2012 by performing anamnesis and otholaryngology examination to 125 children. Data are managed with SPSS and anayzed with chi square test. The results showed that the prevalence of AOM was 17,6% (passive smoker 21,95% and non passive smoker 9,52%). Chi square test have shown non significant difference between the prevalence of AOM with passive smoking (p=0,086). In conclusion, the prevalence of AOM in children under 5 years, East Jakarta, 2012 is 17,6% and there is n]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>