Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Botik Anggunmega
"Salah satu wilayah di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia ialah Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi infrastruktur terutama jalan yang rusak membuat masyarakat lebih berorientasi ke Sarawak- Malaysia untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti pangan, energi, pendidikan dan kesehatan, sehingga dapat mempengaruhi ketahanan daerah di wilayah tersebut.
Tujuan penelitian adalah untuk mengukur posisi strategis kawasan perbatasan serta menentukan strategi pembangunan daerah perbatasandi Kabupaten Sintang.Penelitian ini berlokasi di Desa Jasa dan Desa Nanga Bayan, karenaberbatasan langsung dengan Sarawak-Malaysia.Metode SWOT untuk mengukur posisi strategis dan AHP untuk milihdesa mana yang lebih diprioritaskanuntuk pembangunannya.

One area in Indonesia that directly adjacent to the neighboring Malaysia is West Kalimantan Province. The condition of infrastructures, especially damaged road condition make local society oriented to Sarawak- Malaysia to meet their daily needs, which finally in turn can affect regional resiliance.
The purpose in this research is to measure the strategic position in the border area and also determine development strategies in SintangProvince.Research concentration in the thesis are Nanga Bayan village and Jasa village, because both villages are directly adjacent to the neighboring Sarawak Malaysia. Using SWOT research methods to measure the strategic position and AHP to determine the border area development priorities."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benediktus Hendro
"Tesis ini membahas tentang pengembangan Pasar Tradisional di Entikong yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tidak berkembanganya Pasar Tradisional di Entikong disebabkan oleh implementasi kebijakan pengembangan Pasar Tradisional yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah Daerah tidak berjalan optimal serta lemahnya manajemen pengelolaan pasar yang diterapkan oleh Dinas Perdagangan dan pengelola pasar. Terdapat beberapa faktor yang membuat pasar menjadi tidak berkembang, seperti kurangnya kunjungan pembeli di pasar, minimnya keuntungan yang diperoleh pedagang, besarnya kenaikan tarif retribusi penyewaan kios, kondisi lingkungan pasar yang tidak kondusif dan banyaknya sarana fisik pasar yang rusak.

This thesis discuss about the development of Traditional Market in Entikong by local government Sanggau regency. The research used a qualitative approach to the type of descriptive study research. The result of this study show that the undeveloped of traditional market in Entikong caused by the implementation of development traditional market policy by local government employer doesn?t run optimally and weak managing that applied by department of trade and market organizer. There are several factor that make market become undeveloped, such as the less of buyers come to the market, the less of profit that merchant can get, the increase of retribution shop rent fee, the condition of market area that unsupported and a lot of market facility that out of order."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T38601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arkhan Doohan
"Perbatasan negara merupakan salah satu objek menarik bagi para peneliti sosial di Indonesia. Sebab perbatasan menjadi daerah khusus yang selalu menjadi fokus perhatian baik secara eksternal (internasional) maupun internal (negara indonesia itu sendiri) karena di dalamnya terdapat banyak dinamika yang terjadi entah itu konflik, identitas, migrasi, ilegal loging, dan sebagainya. Dinamika itu tidak hanya terjadi kepada subjek dari penelitian saja, melainkan juga terjadi oleh para peneliti sosial itu sendiri. Permasalahannya adalah seringkali para peneliti Indonesia yang membahas kajian tentang studi-studi perbatasan Negara baik secara sadar maupun tidak sadar banyak yang terpengaruh oleh cara pandang dari epistemologi Negara, seperti: adanya idealisme bahwa masyarakat hidup harus menetap, perbatasan sebagai wilayah yang paling rawan akan terkikisnya rasa nasionalisme, kehadiran Negara sebagai faktor kunci dalam penyelesaian konflik yang ada di perbatasan, dan lain sebagainya. Kondisi itu yang akan dijelaskan lebih detail pada tulisan ini. Metode yang dilakukan yaitu studi kualitatif dengan menggunakan model anotasi bibliografi dalam studi pustaka. Hasilnya menunjukan bahwa peneliti sosial untuk waktu yang lama banyak mengabdikan diri kepada pemerintah yang berkuasa, akibatnya terdapat bias antara perspektif Negara dengan perspektif Ilmu Sosial. Terutama ketika membahas tentang masyarakat perbatasan di Kalimantan Barat dan Sarawak.

National borders are one of the interesting objects for social researchers in Indonesia. Because the border is a special area that is always the focus of attention both externally (internationally) and internally (the Indonesian state itself) because in it there are many dynamics that occur whether it's conflict, identity, migration, illegal logging, and so on. This dynamic does not only occur to the subject of the research, but also to the social researchers themselves. The problem is that often Indonesian researchers who discuss studies of state border studies, both consciously and unconsciously, are often influenced by the perspective of the state epistemology, such as: the idealism that people live should settle down, the border as an area that is most prone to erosion of sense of belonging. nationalism, the presence of the State as a key factor in resolving conflicts at the border, and so on. This condition will be explained in more detail in this paper. The method used is a qualitative study using a bibliographic annotation model in a literature study. The results show that social researchers for a long time have devoted themselves to the ruling government, as a result there is a bias between the State perspective and the Social Science perspective. Especially when discussing border communities in West Kalimantan and Sarawak.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Robert
"Entikong, salah satu daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia, merupakan daerah yang merespon krisis ekonomi secara berbeda dari sebagian besar daerah di tempat lain. Jika sebagian besar wilayah negara Indonesia mengalami 'kebangkrutan' akibat krisis ekonomi, sebaliknya, masyarakat di daerah perbatasan ini justru meraup keuntungan. Masyarakat Entikong justru menginginkan tetap berlangsungnya krisis ekonomi, karena hal itu membuat semakin bergairahnya kehidupan mereka. Harga jual komoditi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan keperluan barang sehari-hari melalui lintas batas antarnegara relatif tinggi. Hal itu terjadi karena selisih kurs yang sangat tinggi. Bahkan, harga barang yang dibeli dari warga negara Indonesia jauh lebih murah daripada harga barang yang sama di Malaysia. Faktor itulah yang mengakibatkan masyarakat Malaysia bersedia membeli barang-barang Indonesia. Faktor pendukung dari keuntungan masyarakat Entikong itu berkaitan dengan fasilitas sarana dan prasarana di Entikong yang relatif memadai. Warga Indonesia atau warga Malaysia tidak terlalu sulit mencapai garis perbatasan sebagai titik pertemuan mereka untuk melakukan interaksi. Selain itu, tingkat ekonomi warga Malaysia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat ekonomi warga Indonesia. Warga negara Indonesia pun mampu menawarkan komoditi dengan kualitas yang tidak terlalu rendah dan harga bersaing dengan barang-barang yang diperjualbelikan di Malaysia. Bahkan, tingkat harganya sangat rendah dipandang dari sudut kacamata ekonomi Malaysia."
2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saiman
"ABSTRAK
Disertasi ini dilatarbelakangi dengan seringnya terjadi pemasalahan perbatasan Indonesia-Malaysia yang sangat menganggu keamanan dan kedaulatan NKRI. Ketertinggalan pembangunan perbatasan Indonesia merupakan salah satu penyebab terjadinya permasalahan perbatasan khususnya di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Berdasarkan UU No. 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara dan Perpres No. 12 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), negara mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam pembangunan perbatasan guna pencapaian masyarakat perbatasan yang sejahtera dan aman. Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan mengusulkan pembangunan jalan, dermaga, listrik, sarana pendidikan, kesehatan dan lainnya sesuai RPJMD tahun 2012-2016 kepada Pemerintah Pusat untuk membuka keterisolasian dan ketertinggalan pembangunan pada 12 wilayah kecamatan perbatasan.
Pertanyaan penelitian ini bagaimana peran BNPP dan power interplay antar lembaga, mengapa terjadi perbedaan prioritas kebijakan dan kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah, serta mengapa anggaran minim dan bagaimana respon dan nasionalisme masyarakat perbatasan?
Penelitian ini menggunakan metode kualitiatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara. Teori Miliband tentang negara memiliki otoritas sebagai teori utama. Teori Distribusi kekuasaan dalam hubungan Pusat-Daerah oleh B.C.Smith, Rondinelli dan Cheema serta teori nasionalisme sebagai teori pendukung dalam kajian ini.
Temuan penelitian menunjukkan peran BNPP sebagai lembaga koordinasi. Keanggotaan BNPP di dominasi oleh kementerian dan lembaga negara sehingga terjadi ego sektoral dan power interplay antar lembaga dan pemerintah daerah mengakibatkan BNPP tidak efektif. Perbedaan prioritas kebijakan dan kepentingan program pembangunan infrasruktur perbatasan terjadi, karena kepentingan nasional Pemerintah meliputi aspek politik, keamanan dan strategis geografi. Kepentingan Daerah meliputi membuka isolasi wilayah, pelayanan masyarakat, membangun kawasan ekonomi dan nasionalisme. Anggaran perbatasan minim, dan masyarakat mengalami pergeseran orientasi nasionalisme.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa hubungan (distribusi) kekuasaan dan kewenangan Pemerintah Pusat pada Daerah dalam pembangunan infrastruktur perbatasan di Kabupaten Nunukan masih dominasi Pusat. Sesuai dengan teori negara oleh Miliband dan Skocpol, dan Smith tentang distribusi kekuasaan dalam hubungan Pusat-Daerah, sehingga belum memberikan dampak pada kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah perbatasan Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Perlu penguatan regulasi dan institusi BNPP serta keberpihakan pemerintah pusat (negara) pada percepatan pembangunan perbatasan

ABSTRACT
The background of this study is often happen problems in Indonesian-Malaysian borders which very threatened security and sovereignty of NKRI. Underdevelopment in Indonesian border were one of cause Indonesian border problems in Nunukan Regency of North Borneo Province. According State Territorial Policy Number 43, year of 2008 and Presiden Policy Number 12 year of 2010 about National State Institution of Border Management (BNPP), state have outhority in border developments for society prosperity and security. Nunukan Local Goverment had to proposed road developments, port, electric construction, education and health facilities according RPJMD 2012-2016 policy for central Government to opens territorial isolation and underdevelopment in 12 border districs.
This research questios, how was the rule of BNPP and power interplay with other institutions, why happen differences of policy priority and Central-Local Goverment intersts. Why were budgets and nationalism border society.
This research used kualitatif methods and the case study, data collecting by library studi and interview. State theory by Miliband as main theory, Central-Local Governments Relations by B.C.Smith, Rondinelli and Cheema and nationalism were supports theories in this research.
The result of reserch showed that BNPP rule as coordinatif institution, members of BNPP dominant by departements and state institutions so that ego sectoral happen and power interplays with anathor institutions and local government so that BNPP was not efectif. Policy priority defferences and national interests of Central Goverment consists politic aspec, security and strategic geografic. Local Government including to opens isolation territorial, public service, economics development territorial and nationalism.
Theoritical implications showed that outhority distributions relations Central Government for Local Government in border infrastructur developments in Nunukan Regency of North Borneo Provinci dominated by Central Government. So that relevants by State theory about authority of Miliband and Skocpol and Central-Local Government distribution theory by Smith. Thus border infrastructur developments by Central Government were not give impacts for society prosperity and local development of Nunukan Regency of North Borneo Provinci. So that must to sthreengtness for regulations and institution of BNPP and aligmants Central Government (state) for border developments accelerations."
2016
D2226
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Muthia Kinanti
"[Masyarakat di wilayah perbatasan Kalimantan Barat – Sarawak telah lama melakukan kegiatan perdagangan lintas batas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang kemudian diformalkan dalam bentuk perjanjian bilateral Border Trade Agreement tahun 1970. Pergeseran paradigma ekonomi di wilayah ini menyebabkan berubahnya kepentingan perdagangan lintas batas dari semula bersifat tradisional, hingga kini lebih mirip dengan perdagangan internasional. Sayangnya, potensi ini tidak diakomodasi dengan peraturan hukum yang baik serta sarana dan prasarana yang mapan. Alhasil, kegiatan ekonomi di wilayah perbatasan ini tidak berjalan dengan baik. ASEAN Economic Community 2015 memberikan mandat untuk mendorong liberalisasi perdagangan dengan tujuan meningkatkan perdagangan intra-ASEAN. Perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan merupakan salah satu kegiatan utama dari konsep free flow of good dalam perdagangan bebas. Penelitian ini akan dilakukan untuk memberikan analisa terkait implikasi penerapan AFTA dengan bentuk perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan saat ini dan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam usaha peningkatan perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan Kalimantan Barat – Sarawak. Ditemukan bahwa liberalisasi perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan akan mendorong integrasi ekonomi regional ASEAN. Pemerintah Indonesia telah berlaku aktif dalam peningkatan perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan Kalimantan Barat – Sarawak dengan ikut serta dalam kerjasama subregional ASEAN dan mengimplementasikkannya ke dalam peraturan nasional.

Communities in the border region of West Kalimantan - Sarawak has long been conducting border trade to meet their daily needs which are then formalized in the form of Border Trade Agreement in 1970. The shifting economic paradigm in this region led to changes in the interest of border trade from a traditional trade to a more formal international trade. Unfortunately, this potential is not accommodated with legal regulations as well as established infrastructures and facilities. As a result, economic activity in the border region is not going well. ASEAN Economic Community 2015 provides a mandate to promote trade liberalization with the aim of increasing intra-ASEAN trade. Border trade is one of the main activities of the free flow of good concept in free trade. This study will be conducted to provide analysis related to the implications of the of AFTA to border trade in this border region, and policies of the central government and local governments in the efforts to increase border trade in West Kalimantan - Sarawak. It was found that the liberalization of border trade will encourage regional economic integration of ASEAN. The Government of Indonesia has been active in the improvement of border trade in border areas of West Kalimantan - Sarawak by participate in the ASEAN sub-regional cooperation and implement it into national legislation., Communities in the border region of West Kalimantan - Sarawak has long been conducting
border trade to meet their daily needs which are then formalized in the form of Border Trade
Agreement in 1970. The shifting economic paradigm in this region led to changes in the
interest of border trade from a traditional trade to a more formal international trade.
Unfortunately, this potential is not accommodated with legal regulations as well as
established infrastructures and facilities. As a result, economic activity in the border region is
not going well. ASEAN Economic Community 2015 provides a mandate to promote trade
liberalization with the aim of increasing intra-ASEAN trade. Border trade is one of the main
activities of the free flow of good concept in free trade. This study will be conducted to
provide analysis related to the implications of the of AFTA to border trade in this border
region, and policies of the central government and local governments in the efforts to
increase border trade in West Kalimantan - Sarawak. It was found that the liberalization of
border trade will encourage regional economic integration of ASEAN. The Government of
Indonesia has been active in the improvement of border trade in border areas of West
Kalimantan - Sarawak by participate in the ASEAN sub-regional cooperation and implement
it into national legislation.]
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmayadi
"Kalimantan Barat mempunyai hutan seluas 14.680.700 hektar, terdiri dari 3.812.740 ha kawasan lindung, dan 10.867.960 ha kawasan budidaya. Pada tahun 2002 jumlah lahan kritis dalam kawasan hutan telah mencapai 2.163.570 ha dan di luar kawasan hutan 2.978.700 ha. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan karena: (a) penebangan oleh pemegang izin HPH; (b) pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan; (c) kebakaran hutan; dan (d) penebangan Liar. Belakangan ini penebangan liar (illegal logging) di kawasan perbatasan Kalimantan Barat Sarawak muncul sebagai isu terhangat di bidang kehutanan karena dampak yang ditimbulkannya tidak hanya pada kerusakan ekosistem hutan, tetapi juga pada aspek legal, sosial, ekonomi, politik, dan bahkan pertahanan keamanan.
Illegal logging adalah sebuah bentuk aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya hutan di luar sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu secara sistematis baik dalam sebuah jaringan maupun cara-cara lain untuk kepentingan perorangan atau kelompok dengan cara illegal. Oleh karena itu, rangkaian proses aktivitas illegal logging umumnya terdiri atas: pencurian kayu, penebangan, pengolahan, pengangkutan, perdagangan dan penyelundupan.
Permasalahan pokok yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat Sarawak masih terus terjadi dan belum dapat dikendalikan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan masih terus berlangsung dan sulit untuk dikendalikan; (2) untuk mengetahui besamya pengaruh faktor-faktor penyebab terhadap aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat - Sarawak.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Tingkat aktivitas illegal logging dipengaruhi oleh tingkat penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan asumsi jika aparat penegak hukum mampu meningkatkan tindakan preventif dan represif, kesadaran hukum masyarakat dapat ditingkatkan, serta kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor illegal logging maupun yang tinggal disekitar kawasan hutan dapat ditingkatkan, maka aktivitas illegal logging akan dapat ditekan/dikurangi.
Variabel dalam penelitian adalah: aktivitas illegal logging (Y), Penegakan hukum (X1), Kesadaran Hukun (Xz) Kesejahteraan Masyarakat (X3), sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif (survey) dengan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dilakukan selama enam bulan (Pebruari-Juli 2003) di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau dan Instansi/lembaga terkait di Propinsi Kalimantan Barat. Penentuan Entikong sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa: (a) Entikong adalah salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak dan cukup maju dibandingkan kecamatan lainnya; (b) semua rangkaian proses illegal logging mulai dari penebangan sampai pada penyelundupan terjadi di Entikong.
Penentuan sampel dilakukan dengan tehnik sampling aksidenlal yaitu siapa saja di lokasi penelitian yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan diketahui terlibat langsung dalam aktivitas illegal logging, serta dipandang cocok sebagai sumber data. Karena jumlah populasi tidak diketahui secara pasti maka jumlah sampel diambil sebanyak 40 prang dengan mempertimbangan persyaratan ukuran sampel untuk analisis, waktu, biaya dan tenaga.
Pengumpulan data primer dengan teknik wawancara terstruktur atau menggunakan instrumen penelitian, sebelum dilakukan survey, instrumen diujicoba di lokasi penelitian untuk mengetahui validitas dan realibilitas. Data yang diperoleh sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi regresi berganda multikolinieritas, uji heteroskedastisiitas, uji normalitas, dan uji autokorelasi, selanjutnya data di analisis dengan regresi berganda, dan korelasi parsial, sedangkan koefisien regresi dilakukan uji F dan Uji t.
Hasil perhitungan regresi berganda melalui persamaan regresi dengan menggunakan 5P55 (1.0 for windowsdiperoleh:
Y = 102.213 - 0.651 (Xi) - 0.444 (X2) - 1.262 (X3)
Artinya penambahan atau peningkatan salah satu nilai pada variabei X sebesar 1 unit akan menurunkan aktivitas illegal logging sebesar nilai salah satu variabel X dengan konstanta 102.213.
Adapun nilai R2= 0.724. berarti bahwa 72,4 % variabel aktivitas illegal logging secara bersama-sama dipengaruhi oleh faktor penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan sisanya sebesar 27,6 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Hasil uji F menunjukkan sangat signifikan karena nilai F hitung = 31.422 masih jauh lebih besar dari F tabel4.38 pada a a 0.01
Hasil uji t juga menunjukkan sangat signifikan karena nilai t hitung pada Xi = 7.164, Xz = 5.331, X3 = 3.271, semuanya lebih besar dari t label pada 2.704 dengan tingkat signifikan pada a > 0.01. Ini menunjukkan bahwa seluruh koefisien persamaan regresi secara sendiri-sendiri mampu menjelaskan variabel aktivitas Illegal logging.
Kesimpulan penelitian adalah:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal lagging sulit diberantas dan cenderung meningkat adalah:
a. Masih Iemahnya penegakan hukum, yang disebabkan oleh: (1) terbatasnya jumlah aparat penegak hukum, (2) terbatasnya sarana dan prasarana penegakan hukum, (3) terdapat oknum aparat yang terlibat dalam praktek kolusi dan korupsi (4) pressure dari oknum atau kelompok masyarakat terhadap aparat penegak hukum, (5) kurangnya dukungan dan partisipasi masyarakat, (6) terdapat peraturan yang tidak sinkron antara kepentingan pemerintah di setiap tingkatan, (7) terdapat hukum lokal/adat yang kurang selaras dengan hukum positif.
b. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya sosialisasi peraturan tentang kehutanan, (2) adanya sikap dan perilaku oknum aparat penegak hukum yang kadang-kadang belum dapat menjadi tauladan bagi masyarakat, (3) kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hukum, (4) keterpaksaan melanggar hukum karena dorongan kondisi ekonomi, (5) tidak adanya penjatuhan sanksi terhadap pelaku yang dapat membuat masyarakat jera, (6) kejadian sebelum era reformasi yang kurang memperhatikan kepentingan masyarakat setempat, kondisi tersebut dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan illegal logging.
c. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya komitmen pemerintah untuk membangun kawasan perbatasan menyebabkan terbatasnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, (2) terbatasnya lapangan pekerjaan yang lebih layak untuk menopang kehidupan.
2. Besarnya pengaruh penegakan hukum (XI), kesadaran hukum (X2), dan kesejahteraan masyarakat (X3) terhadap aktivitas illegal logging (Y), adalah sebesar nilai R2 yaitu 0.724, yang berarti bahwa 72,4 % faktor penegakan hukum, kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat, secara bersama-sama mernpengaruhi aktivitas illegal logging, sedangkan selebihnya sebesar 27,6 % ditentukan oleh faktor lain.
Saran yang dikemukakan adalah: (1) perlu penambahan jumlah aparat penegak hukum dari Kepolisian, Bea dan Cukai, Berta lagawana/Polhut untuk ditempatkan pada Pos-pos pengawasan di sepanjang kawasan perbatasan, (2) Pemerintah Daerah Kalimantan Barat perlu mengintensifkan kegiatan sosialisasi melalui kampanye anti illegal logging, (3) perlu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat perbatasan melalui berbagai pelatihan keterampilan, (4) memberikan peran pengelaiaan hutan yang lebih besar kepada masyarakat lokal/adat, (5) meninjau kernbali berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh daerah yang tidak sinkron serta berpotensi merusak kelestarian hutan dan menimbulkan illegal logging, (6) Pemerintah Daerah Kalimantan Barest secara bertahap perlu mengupayakan pembangunan jalan di sepanjang garis perbatasan guna mempermudah pengawasan perbatasan dan tindak penyelundupan, (7) untuk mengatasi penyelundupan di Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong perlu menugaskan satuan TNI secara bergilir antara 1-3 bulan, (8) melakukan operasi penertiban secara rutin dengan mengikutsertakan aparat penegak hukum dan instansi terkait di daerah, (9) meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Negeri Sarawak untuk lebih mengintensifkan patroli di garis perbatasan masing-masing.
Daftar Kepustakaan: 52 (1981-2003).

The Illegal Logging Activity and Control in the Border Area of West Kalimantan - Sarawak (Case study: Entikong Sub District of Sanggau Regency, West Kalimantan Province)
The width of natural forest of in West Kalimantan is approximately 14.680.700 ha covers 3.812.740 ha of protected area and 10.867.960 ha of cultivated one. In 2002, the number of critical land within forest area has been 2.163.570 ha, and out of the area has been 2.978.700 ha. The damage is caused by: (a) Tree Cutting by IHPH license holder, (b) Land clearing for agriculture and plantation projects, (c) Forest fire, and (d) Illegal logging.
Recently, Illegal Logging in the bordering area of West Kalimantan and Sarawak has been the main issue in forestry sector as it brings impact not only on the damage of forest ecosystem, but also on legal aspect, social, economy, politics, and even security and defense.
Illegal logging is an illegal activity done by people to exploit forest resources out of preserved forest management system done by individual or certain group of people systematically either in a network or other ways for personal interest or group interest. Therefore, what people do in line with illegal logging consists of: woods robbing, cutting tree, processing, transporting, trading, and smuggling.
The main problem put forward in this research is the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak is still happening and has not been controlled yet. The purposes of the research are: (1) To identify the causal factors of why illegal logging activity along the way of Bordering Area is still happening and difficult to control. (2) To identify to what extent the causal factors influence the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak.
Hypothesis proposed in this research is: " the level of activity of Illegal togging is influenced by law enforcement, law awareness, and social welfare". By assuming that if Law Officials were capable to increase preventive and repressive actions, public law awareness was able to increase , and standard of living of people who working in illegal logging sector and living nearby the forest area was able to increase, so activity of illegal logging would be able to control or minimize.
Variables in this research are : illegal logging activity (Y), Law Enforcement (XI), Law Awareness (X2), Social Welfare (X3). Method used is descriptive (survey) through both quantitative and qualitative approach. The research is undertaken for the period of 6 (six) months (February - July 2003) by taking place in Entikong Sub District of Sanggau Regency and visiting related Department or Institution in West Kalimantan. By doing purposive sampling, Entikong is selected as the location to do research by considering: (a) Entikong is one of Sub Districts that borders directly with Sarawak and more developed than other Sub Districts. (b) Sets of activity illegal logging started from cutting the tree up to smuggling is happening in Entikong.
Selection of samples done through accidental sampling method, that is anyone the author meet, who is recognized getting involved directly in the activity of illegal logging and qualified to give data needed.
As the number of population is unknown exactly, so the author just pick 40 (forty) people as sample by considering sample size requirement for analyzing process, time, cost, and ability.
Primary data is collected through structured interview method or research instrument. Before doing survey, the instrument is examined at the research location to identify the validity and reliability. Before analyzing the data collected, the author
1) lack of socialization of forestry regulations
2) Poor performance of Law Officials
3) Low of people's knowledge and understanding about law
4) Economic pressure
5) No sanction or punishment to those who break the rule
6) Past experience, before reform era,that was less to consider public interest being justification to legal the illegal logging
c. Low of social welfare caused by:
1) less commitment from government to develop the bordered area caused the area has no sufficient infrastructure to support economic growth
2) Limited feasible job opportunity to improve people's standard of living 2. The big impact of law enforcement (XI), law awareness (X2), and social welfare (X3) on illegal logging activity (Y) is big as point R2 , that is 0.724. it means that 72,4 % of factors of law enforcement, law awareness, and social welfare altogether influence the illegal logging activity, while the rest (27,6 %) is determined by others.
Suggestion to propose is as follows:
1. The government need to increase the number if law officials come from Police department, Custom, Forest Guard I Forest Policy
2. Socialization must be done intensively trough anti illegal logging campaign
3. Job opportunity should be provided through various skill training
4. Local people should be given a bigger role to manage the forest
5. Regional Regulation should be reviewed back
6. Assign Armed Forces take turns for the period 1-- 3 month to guard the Entikong Borderline Post in order to anticipate smuggling
7. The government should cooperate with the local law official and related institutions to do a regular inspection
8. The West Kalimantan Government should develop road along the borderline to ease and facilitate control system in order to anticipate and prevent the smuggling.
9. Enhance international cooperation with Sarawak State Government to do joint patrol at the borderline.
Number Reference: 52 (1981-2003)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
As`adi
"Udang galah alam merupakan sumberdaya perikanan yang terdapat di sepanjang sungai. Keberadaanya sangat penting dalam memenuhi kebutuhan akan lauk pauk sebagai sumber protein hewani yang baik dalam menunjang perkembangan tubuh. Rasanya yang gurih rnenjadikan udang galah sangat popular, baik sebagai komoditas konsumsi masyarakat setempat maupun sebagai komoditas ekspor. Produk perikanan yang baik haruslah memenuhi standar kesehatan dan keamanan konsumsi seperti terbebas dari zat-zat logam berat yang berbahaya. Hasil produk perikanan yang berasal dari sungai (alam) banyak dipengaruhi oleh cemaran yang berasal dari kegiatan manusia baik di bidang pertanian, industri, domestik, maupun pertambangan.
Adanya keberadaan logam berat merkuri (Hg) di Badan Sungai Melawi, Kalimantan Barat akibat kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang dilakukan di badan sungai akan mengganggu kehidupan sejumlah biota di dalamnya. Jumlah PETI yang ada di sepanjang Sungai Malawi beserta anak sungainya diperkirakan setidaknya mencapai 2000 buah mesin penambang yang berkekuatan antara 25 sampai 100 tenaga kuda. Proses pengolahan bijih emas yang dilakukan oleh penambang emas rakyat adalah dengan menggunakan metode amalgamsi, yaitu bijih emas dari hasil pendulangan dicampur dengan merkuri dengan perbandingan 1 sampai 2. Hasil penambangan emas yang didapat oleh para PETI berkisar antara 3-5 gram emas untuk setiap hari/mesin, apabila tidak mencapai target tersebut, maka penambang akan segera berpindah lokasi. Kebutuhan merkuri untuk setiap mesin diperkirakan dengan perbandingan proses amalgamsi, maka setidaknya sebanyak 5 gram merkuri terpakai setiap harinya.
Keberadaan logam berat merkuri dapat berakibat buruk terhadap biota sungai maupun kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi produk perikanan dan menggunakan air sungai. Hal tersebut dikarenakan sifat logam berat merkuri tidak mudah terurai dan bersifat akumulatif dalam biota, air, dan sedimen. Supaya dapat diketahui sejauh mana logam berat merkuri yang teiah masuk ke dalam air dan sedimen di dalam sungai soda terakumulasi dalam hasil perikanan sungai, yakni udang galah, maka perlu diselenggarakan penelitian dengan maksud untuk mendapatkan informasi tentang kandungan merkuri pada air, sedimen, dan udang galah, serta mencari hubungan antara kandungan logam berat merkuri dalam udang galah dengan kandungan logam berat merkuri dalam air permukaan, air dasar sungai, dan sedimen.
Penelitian dengan metode survei ini dilakukan terhadap biota asli Sungai Malawi, yaitu udang galah jenis Macrobrachium rasenbergii de Man dan komponen fisik sungai yaitu air dan sedimen pada bulan September 2002. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu sampel diambil pada titik stasiun pengamatan yang telah ditetapkan. Stasiun sampel berjumlah 14 buah untuk mewakili seluruh lokasi penelitian. Sampel udang galah sebanyak 102 ekor yang tertangkap pada 14 stasiun pengamatan, dengan menggunakan alat jaring anco dan pancing, jala, dan hasil tangkapan nelayan setempat. Sampel air permukaan diambil dengan menggunakan botol sederhana dan air dasar sungai digunakan alat tipe sederhana dengan pemberat. Pengambilan sampel air sebanyak 100 ml pada masing-masing stasiun pengamatan, diambil di sisi kiri, tengah, dan kanan sungai, kemudian dicampur (homogenisasi). Pengambilan sedimen yang terletak di dasar sungai dengan menggunakan alat eyckman grab pada sisi kiri, tengah, dan kanan sungai kemudian didekomposit atau dicampur. Penentuan logam berat merkuri pada udang galah, air, dan sedimen dilakukan dengan alat AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometer). Data yang diperoleh dianalisis dengan motode analisis deskriptif, analisis Sidik Ragam (ANOVA), Duncan's Multiple Range Test (DMRT), dan regresi linier berganda dengan bantuan program SAS (Sratistical Analysis Software) versi 6.12 untuk melihat kemaknaan keragaman sampel (kandungan Iogam berat merkuri pada air, sedimen, dan udang galah) dan keragaman pada tiap-tiap stasiun pengamatan. Analisis regresi berganda bertujuan untuk melihat hubungan antara kandungan logam berat pada bagian kepala dan badan udang galah dengan kandungan logam berat dalam air dan sedimen.
Berdasarkan data sekunder diketahui bahwa Kabupaten Sintang memiliki jumlah penduduk 460.033 jiwa dan sebanyak 44.999 jiwa bekerja pada sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan jumlah PETI yang ada di dalam badan Sungai Melawi yang terdiri atas 509 pemodal, 2000 buah mesin, dan 2047 orang pekerja.
Kandungan logam berat merkuri dalam air permukaan di bawah limit deteksi alat, sedangkan dalam air dasar sungai mempunyai kisaran antara 0,5 - 4,2 pg/l. Sebagian konsentrasi tersebut telah melewati ambang batas yang diperbolehkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 untuk air kelas I, yaitu sebesar 1 ug/l. Kandungan Hg yang terdapat pada sedimen mempunyai kisaran 0,5 - 161 ug/kg. Konsentrasi merkuri dalam sedimen belum ada standar baku mutu. Kandungan logam berat merkuri dalam kepala udang galah berkisar 1 - 26 ug/kg, sedangkan dalam badan udang galah berkisar 2 - 108 ug/kg. Kadar ini masih di bawah batas aman untuk dikonsumsi, yaitu sebesar 500 ug/kg (0.5 ppm). Standar dari WHO batas konsumsi maksimum untuk total merkuri adalah 300 ug orang1 minggu 1. dan untuk metil merkuri 200 ug orang1.minggu-1 (WHO, 1989).
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa keragaman kandungan merkuri yang terdapat pada air permukaan, air dasar sungai dan sedimen pada 14 stasiun pengamatan memperlihatkan P > 0,0768 (nyata pada taraf a sebesar 10 persen), sedangkan uji Jarak Berganda Duncan?s memperlihatkan adanya berbedaan yang nyata antara kandungan merkuri dalam air permukaan dan air dasar sungai dengan sedimen pada taraf a sebesar 5 persen. Keragaman kandungan merkuri dalam bagian kepala dan badan udang galah masing-masing sebesar P < 0,05 dengan R2 = 0,409766 dan p < 0,05 dengan R2 = 0,707830. Selanjutnya hasil uji Duncan?s kandungan merkuri pada bagian kepala udang galah pada 14 stasiun menunjukkan adanya perbedaan yang nyata masing-masing pada stasiun 11, 12, dan 9 dengan nilai a sebesar 0,05, sedangkan kandungan merkuri pada bagian badan udang galah memperlihatkan perbedaan yang nyata pada taraf a sebesar 0,05 pada stasiun 11, 6, 13, dan 5. Model korelasi kandungan logam berat merkuri pada kepala udang galah (Y1) dengan (X1) air dasar sungai dan (X2) sedimen adalah: Konst Hg = 7,738297 + 0,056330.Konst Hg air + 0,036798.Korst Hg Sedimen (R2 = 0,1326). Hal ini berarti meningkatnya konsentrasi logam berat merkuri dalam sedimen sebesar 1 ug/kg akan mempengaruhi kandungan merkuri pada kepala udang sebesar 0,036798 ug/kg. Korelasi kandungan logam berat merkuri pada badan udang galah (Y2) dengan (X1) air dasar sungai dan (X2) sedimen adalah: Konst Hg = 3,046111 + 9,535250.Konst Hg air + 0,000951.Konst Hg sedimen (R2 = 0,2765).
Berdasarkan uji regresi linier berganda, memperlihatkan bahwa adanya hubungan positif kandungan logam berat merkuri baik pada bagian kepala maupun badan udang galah dengan kandungan merkuri dalam air dasar sungai dan sedimen. Pengaruh logam berat merkuri dalam air dasar sungai dan sedimen terhadap bagian kepala dan badan udang galah, menunjukkan pengaruh yang kecil.
Data penyakit yang terdapat di rumah sakit dan puskesmas di Kabupaten Sintang terdapat paling banyak diderita oleh penduduk adalah penyakit kulit sebanyak 30.104 orang, infeksi saluran pemapasan atas (ISPA) 26.680 orang, dan penyakit lain pada saluran pernapasan 19.697 orang. Untuk menghubungkan antara mengkonsumsi air sungai, udang galah maupun produk perikanan sungai lainnya dengan sungai yang tercemar oleh logam berat merkuri tidaklah mudah, sehingga data kesehatan tersebut belum bisa ditarik suatu kesimpulan.

Giant freshwater prawn is a fishery resources that is available along the river. Its existence is very important to meet the food need as a good animal protein source in supporting body growth It is very delicious that make giant freshwater prawn very popular, both as local community consumption as well as export commodity. A good fishery product must meet health and security standard for consumption such as free of hazardous heavy metal substance. Fishery products originated from river (nature) are many influenced by pollutant originated from human activities, both in agriculture, industry, domestic as well as mining fields.
The existence of heavy metal of mercury (Hg) in Melawi River, West Kalimantan as a result of Illegal Gold Mining (PETI) activities conducted at the river body will disturb a number biota ecosystem therein. The existing PETI is along Melawi River and its river-branches are estimated at least to reach 2,000 units of mining machines with the capacity between 25 up to 200 horsepower. The gold processing conducted by the gold miners are usually using amalgamation method, namely gold ore from gold wash processing result are mixed with mercury on the ratio 1 up to 2. The gold mining result obtained by PETI ranged between 3-5 gram a day/machine, if the target is not reached, then miners will move a new location. Mercury need for each machine is estimated proportional with amalgamation process, so that at least 5 grams of mercury are used everyday.
The existence of mercury may give bad consequence to the river biota as well as community health consuming fishery product and water from the river. lt is because mercury characteristic that is not easy to solve and accumulative in water biota, water and sediment. In order to know how much mercury that has entered into water and sediment in the river as well as accumulated in fishery product, namely giant freshwater prawn, then it is necessary to conduct research for obtaining infomation on the mercury content in the water, sediment and giant freshwater prawn, as well as to find out correlation between mercury content in giant freshwater prawn and mercury content in the surface water, river bed water and sediment.
The research with this survey method is conducted to the original biota of Melawi River namely giant freshwater prawn from Macrobrachium rosenbergii de Man type and physical component of the river namely water and sediment on September 2002. Sampling is conducted by purposive method. There are taken 14 sample stations to represent all research locations. 102 giant freshwater prawn samples are caught in 14 survey stations, by using anco net and fishing rod, net and local fishermen. Surface water samples are taken by using simple bottle and river bed water used simple equipment by using burden. 100 ml water sampling at each survey station are taken at the left, center and right-sides ofthe river and then mixed (homogenization). Sediment sampling are taken from the river bed by using eyckman grab in the left, center and right-sides of the river and then decomposit or mixed. To determine mercury content in giant freshwater prawn, water and sediment, it is conducted by AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer). Its data are analyzed by descriptive analysis method, Diversity Investigation analysis (ANOVA), Duncan?s Multiple Range Test (DMRT), and double regression linear with the assistance of SAS (Statistical Analysis Software) version 6.12 to see the sample diversity (mercury content on water, sediment and shrimp) and the diversity at each observation station. Double regression analysis is used to see correlations between heavy metal content in the head and body parts of giant freshwater prawn with the heavy metal content in water and sediment.
Based on the secondary data it is known that Sintang Regency has 460,033 population and 44,999 of them work in mining sectors, while the existing PETI in Melawi River are consisting of 509 investors, 2,000 machines and 2,047 workers.
Mercury content in the surface water is under the detection limit, while in the river bed water, it ranges 0.5 - 4.2 ug/l. This grade has exceed the permitted threshold, based on the Govemment Regulation of the Republic of Indonesia No. 82 Year 2001 for water class I, namely 1 ug/l. Hg content in the sediment ranges 0.5- 161 ug/kg. Mercury concentration in the sediment has not quality standard. The mercury content in the giant freshwater prawn head ranges 1 - 26 ug/kg, while in the giant freshwater prawn body ranges 2 - 108 ug/kg (0.5 ppm). This content is still under safe threshold for consumption, namely 500 ug/kg. WHO standard, the total maximum consumption limit for total Hg is 300 ug. person1 week-3 (WHO, 1989).
The analysis result of diversity investigation (ANOVA) indicates that mercury content diversity in the surface water, river bed water and sediment in 14 survey stations show P > 0.0768 (concrete at grade a 10 percent), while Duncan?s double Distance test shows there is a real difference between mercury content in the surface water and river bed water with sediment on the grade ot of 5 percent
Mercury content diversity in the head and body pans of giant freshwater prawn respectively amounting to P < 0.05 with R2 = 0.409766 and p < 0.05 with R2 = 0.707830 Further, from Duncan?s test, mercury content at giant freshwater prawn head in 14 stations indicate a real difference respectively at station 11, 12, and 9 with a value of 0.05, while mercury content at body part of giant freshwater prawn shows that the real difference on the grade ot 0.05 at station 11, 6, 13, and 5. Correlation model of mercury content in the head part of giant freshwater prawn (Y1) and (X1) river bed water and (X2) sediment are: Konst Hg = 7.73 8297 + 0.056330.Konst Hg water + 0.036798.Konst Hg sediment (R2 = 0.1326). It means the increase of mercury concentration in sediment by 1 ug/kg will influence mercury content on the giant freshwater prawn head by 0.036793 ug/kg. The correlation of mercury content on the body part of giant freshwater prawn (Y2) and (X1) liver bed water and (X2) sediment are: Konst Hg = 3.046111 + 9.53525O.Konst Hg water + 0.000951.Konst Hg sediment (R2 = 0.2765).
The double linear regression test shows that there is positive correlation of mercury content in the head and body part of giant freshwater prawn with mercury content in the river bed water and sediment. The influence of mercury heavy metal in the river bed water and sediment to the head and body part of giant freshwater prawn indicate the small influence.
The illness data available in the hospitals and Puskesmas (Public Health Center) in Sintang Regency, the largest patients are skin illness by 30,104 persons, upper respiratory infection (ISPA), 26,680 persons and other illness in respiratory channel 19,697 persons. To correlate between consuming river water, shrimp and other river fishery products with the polluted river by mercury is not easy, medical data could not be taken as a conclusion."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Yassir Fathinsyah
"Sebagai dampak dari meningkatnya ketergantungan (interdependensi) dan upaya untuk menciptakan keterhubungan (interkonektivitas) yang didorong oleh dinamika internasional sebagai dampak dari globalisasi, membuat ASEAN berupaya menjawab tantangan integrasi tersebut dengan merumuskan Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC). Dokumen tersebut berisi mengenai rumusan kompilasi proyek-proyek prioritas yang dianggap esensial bagi konektivitas intra-ASEAN menjadi suatu komunitas tunggal. Akan tetapi dalam proses implementasinya, proyek-proyek prioritas Master Plan on ASEAN Connectivity tersebut menghadapi berbagai macam hambatan atau barriers. Satu-satunya strategi yang dapat terimplementasikan adalah strategi Energy Interconnection yang memuat gagasan proyek Sarawak-West Kalimantan Interconnection.
Penelitian ini mencoba menganalisis penyebab mengapa strategi tersebut dapat mencapai implementasinya menggunakan pendekatan aktor-aktor ayng terlibat dalam gagasan tersebut. Dengan berdasarkan teori Contested Regionalism oleh Toby Carroll dan Benjamin Sovacool, tesis ini berusaha menganalisis kontestasi yang terjadi antar aktor yang terlibat demi mencapai kepentingannya sehingga dapat menjadi jawaban atas keberhasilan suatu gagasan kerja sama regional.

As an impact of increasing interdependence and efforts to create interconnection driven by international dynamics as a result of globalization, ASEAN has sought to answer the challenges of integration by formulating the Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC). The document contains the formulation of compilation of priority projects which are considered essential for intra-ASEAN connectivity into a single community. However, in the process of implementation, the priority projects of the Master Plan on ASEAN Connectivity face various obstacles or barriers. The only strategy that can be implemented is the Energy Interconnection strategy that contains the ideas of the Sarawak-West Kalimantan Interconnection project.
This study tries to analyze the causes of why the strategy can achieve its implementation using the approach of actors involved in the idea. Based on the theory of Contested Regionalism by Toby Carroll and Benjamin Sovacool, this thesis attempts to analyze the contestation that occurs between the actors involved in order to achieve their interests so that they can be the answer to the success of a regional cooperation idea.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Hanita
"Tesis ini berupaya menjelaskan bagaimana strategi pertahanan di wilayah perbatasan darat dengan negara tetangga di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Tekanan penelitian ini pada bagaimana kondisi wilayah perbatasan darat dengan negara tetangga dilihat dan aspek-aspek ketahanan nasional. Temuan penting penelitian ini adalah menonjolnya pendekatan militer dalam menjalankan strategi pertahanan di wilayah perbatasan.
Profil wilayah perbatasan dengan negara tetangga menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab permasalahan di wilayah perbatasan demikian banyak meliputi semua aspek ketahanan nasional. Permasalahan seragam dan dominan di semua wilayah perbatasan darat adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap aspek sosial budaya dan ekonomi yang menunjukkan bahwa penduduk di wilayah perbatasan dengan negara tetangga umumnya dalam keadaan miskin.
Untuk mendukung penelitian ini digunakan metode Armlitical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan priotitas pendekatan yang tepat berdasarkan kriteria-kriteria dari aspek-aspek ketahanan nasional. Responden untuk mengisi kuisioner AHP terdiri dari kalangan militer, pejabat pemerintah dan kalangan masyarakat sipil. Hasil yang diperoleh adalah: pendekatan yang tepat untuk menciptakan stabilitas di wilayah perbatasan adalah pendekatan kesejahteraan. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi pertahanan. apa yang seharusnya disusun di wilayah perbatasan.
Penelitian ini meinberi rekomendasi agat penyusunan strategi pertahanan di wilayah perbatasan sebaiknya memperhatikan peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayah perbatasan. Strategi pertahanan yang sebaiknya digelar adalah mix strategies, di mana strategi yang digelar tidak hanya menggunakan pendekatan militer saja melainkan harus memperhatikan pendekatan kesejahteraan dan pendekatan diplomasi yang digunakan secara bersama.-sama dengan prioritas yang disesuaikan dengan kondisi wilayah perbatasan masing-masing. Untuk menciptakan stabilitas di wilayah perbatasan, kerjasama antara Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat harus dioptimalkan melalui koordinasi yang baik antar lembaga."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 2331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>