Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168383 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Lestari
"Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dew point dengan temperature pengeringan minimum dan kinerja pengeringan pada pengering semprot di Lab Perpindahan Kalor dan Massa Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Variasi dew point 9,22 [0C], 16,49 [0C], dan 22,62 [0C] diujicobakan bersama laju aliran udara sebesar 17,1; 17,3; 18,1; 24,2; 24,5; 25,6; 29,6; 30 dan 31,3 [m³/jam], tekanan nozzle pneumatik 1 [bar]; 2 [bar];dan 3 [bar], laju aliran bahan 0,15 [l/jam], kelembaban spesifik 0,00722; 0,01171; dan 0,01732 [kg/kg dry air]. Dari percobaan yang sudah dilakukan terhadap vitamin c murni, ternyata dew point mempengaruhi temperatur minimum pengeringan.
Pada dew point yang lebih rendah maka temperatur pengeringannya semakin rendah pula, pada dew point yang sama, semakin besar laju aliran udara, maka semakin rendah temperature minimum pengeringan, pada dew point yang sama, maka temperatur pengeringan akan lebih rendah seiring dengan lebih besarnya tekanan udara pada noozle. Selain itu, dew point juga berpengaruh pada kinerja pengeringan.

Tests conducted to determine the relationship between the dew point with minimum drying temperature and performance of drying on the spray drying in Laboratory Heat and Mass Transfer Department of Mechanical Engineering, University of Indonesia. Variation of dew point 9,22 [0C], 16,49 [0C], dan 22,62 [0C] tested along with air flow rate of 17,1; 17,3; 18,1; 24,2; 24,5; 25,6; 29,6; 30 and 31,3 [m³/hour] pressure pneumatic nozzle 1 [bar]; 2[bar] and 3 [bar], 0,15 [l/hour] fuel flow rate humidity specific 0,007631; 0,012128; dan 0,017394 [kg/kg dry air].
From the experiments that have been carried out on pure vitamin c, it turns the dew point affects the minimum temperature the lower the dew point, the lower the drying temperature. In the same dew point, the greater air flow rate, the lower the drying temperature. In the same dew point, the greater noozle air pressure, the lower drying temperature. The dew point also influence on performance of drying.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilis Kurniawan
"Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara temperatur pengeringan dengan laju pengeringan pada pengering semprot di Laboratorium Perpindahan Kalor dan Massa Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Variasi laju aliran udara sebesar 17,1; 24,2; dan 29,6 [m³/jam] diujicobakan bersama dengan tekanan nozzle 1 [bar], laju aliran bahan 0,15 [l/jam] , 0,3 [l/jam] dan 0,45 [l/jam] , dewpoint 10 , 17 , dan 23 (ambient) [0C], sebanyak 27 proses untuk vitamin C.
Dari percobaan yang sudah dilakukan, ternyata laju aliran udara mempengaruhi temperatur minimum pengeringan semakin besar laju aliran udara, maka semakin rendah temperatur pengeringan. Pada percobaan vitamin C pun laju aliran udara, dewpoint serta laju aliran bahan masuk mempengaruhi temperatur pengeringan dan kinerja pengeringan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui masalah - masalah apa saja yang timbul.

Tests conducted to determine the relationship between the drying temperature with air flow rate on the spray drying in Laboratory Mass and Heat Transfer Department of Mechanical Engineering, University of Indonesia. Variation of air flow rate of 17,1; 24,2; dan 29,6; [m³/hour] tested along with pressure pneumatic nozzle 1 [bar] 0,15 fuel flow rate [l/hour] 0,3 [l/jam] dan 0,45 [l/jam], dewpoint 10 , 17 , and 23 (ambient) [0C], 27 process for vitamin C.
From the experiments that have been carried out on the water, it turns the air flow rate affects the minimum temperature the greater the drying air flow rate, the lower the drying temperature. Then experiments on vitamin C, intake air flow, dewpoint of air and flow rate of vitamin C, also affects the drying temperature. This test aims to determine any issue that arises.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Win Alfalah
"Eksperimen ini tentang proses pengeringan semprot vitamin C bubuk. Bahan eksperimen ini adalah larutan vitamin C 0,1% berat dengan penambahan maltodextrin sebanyak 14,9% berat dan 85% berat aquades agar menjadi vitamin C yang terenkapsulasi dengan baik, sehingga tidak mudah rusak oleh oksigen, logam, dsb. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah temperatur pengeringan minimum pada kondisi - kondisi tertentu dengan produk yang dapat terbentuk dengan kadar air sisa 3% berat produk. Kondisi yang divariasikan (variabel bebas) adalah tekanan udara kompresor 1 bar, 2 bar dan 3 bar, laju aliran udara pengering, dan laju aliran bahan. Rasio kelembaban udara masuk evaporator menjadi variabel yang tidak bebas (variabel kontrol), yaitu 0.0118 kg/kg da dengan temperatur dew point 26,5oC. Variasi debit pengering yaitu 17,3 m3/jam, 24,5 m3/jam, dan 30,0 m3/jam. Variasi debit bahan yaitu 0.15 L/jam, 0.30 L/jam, dan 0.45 L/jam. Temperatur minimum pengeringan adalah variabel terikat (variabel yang diamati) pada eksperimen ini. Hasil dari percobaan ini adalah debit bahan terhadap perbandingan kinerja pengeringan semprot untuk pembentukan vitamin C bubuk pada kondisi - kondisi tersebut di atas. Tujuan penggunaan dehumidifier adalah vitamin C yang terbentuk tidak rusak disebabkan tingginya temperatur pengeringan karena penurunan RH udara pengeringan oleh dehumidifier menghasilkan penurunan temperatur minimum pengeringan.

This experiment is about the spray drying process of vitamin C powder. The experimental material is a 0.1% weight of vitamin C solution with the addition 14.9% weight maltodextrin and by 85% weight of distilled water in order to produce well encapsulated vitamin C, so it is not easily damaged by oxygen, metals, etc.. Variables observed in this study is the minimum temperature in the certain drying conditions with a product that can be formed with the residual water content by 3% weight of the product. Varied conditions (independent variables) are air pressure compressor pressure 1 bar, 2 bars and 3 bars, dryer air flow rate, and material flow rate. Evaporator inlet air humidity ratio to be independent variables (controlled variables), which is 0.0118 kg/kg da ​​with dew point temperature of 26.5oC. Air flow variation is 17.3 m3/hr, 24.5 m3/hr, and 30.0 m3/hr. Variations in the material flow 0,15 L/hour, 0,30 L/hour, and 0,45 L/hour. Minimum temperature drying is the dependent variable (observed variable) in this experiment. Results of this experiment is the comparison of the performance of the material flow spray drying for the formation of vitamin C powder on the conditions mentioned above. Intended use of a dehumidifier is to form vitamin C that is not damaged due to high temperature drying because drying air RH decreased by dehumidifier produces minimum drying temperature decrease."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachrur Rozi
"Pengeringan beku vakum merupakan metode pengeringan yang terbaik, tetapi tidak hemat energi karena proses pengeringan yang relatif lama. Skripsi ini membahas mengenai efek penambahan udara panas sebagai usaha untuk mempercepat laju pengeringan material dari sistem refrijerasi dengan vacuum freezing pada proses penurunan tekanan material uji pada pengeringan beku vakum. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemanfaatan penambahan udara panas dapat mempercepat laju pengeringan. Selain itu dengan penambahan udara panas, dapat menghemat konsumsi energi listrik. Penambahan udara panas ini hemat biaya karena tidak ada perangkat tambahan pada sistem refrijerasi. Udara panas diambil dari udara lingkungan yang masuk ke dalam reservoir dengan temperatur 35°C yang dipanaskan dengan menggunakan panas buang kondenser.

Freeze Vacuum Drying is the best method of drying, but not energy efficient because of the relatively long drying process. This thesis discusses the effects of the addition of hot air in an effort to accelerate the rate of drying of the material with a vacuum refrijeration system freezing on the pressure drop of test material in a freeze vacuum drying. The research proves that the use of additional heat can accelerate the rate of drying. Additionally, with the addition of hot air, can save electricity consumption. The addition of hot air is cost effective because no additional devices on the refrijeration system. Hot air taken from ambient air into the reservoir with a temperature of 35oC is heated using waste heat condenser."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42320
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muharijal
"Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara laju aliran bahan dengan temperature pengeringan minimum dan daya tambahan pada pengering semprot di laboratorium perpindahan massa Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Adapun variable pengujian adalah aliran bahan, tekanan nozzel, aliran udara dan dew point. Variasi aliran bahan sebesar 0,18; 0,27; 0,36 dan 0,54 [liter/jam], tekanan nozzle 1; 2; dan 3 [bar], laju aliran udara 0,0047; 0,0067; 0,0082; dan 0,0097 [m /det], dew point 10;17;23 [oC].Dari percobaan yang sudah dilakukan, pada aliran bahan yang rendah dengan variable lain konstan aliran udara, tekanan nozzle, dew point maka temperatur pengeringan minimum akan rendah. Untuk daya tambahan, kenaikan aliran bahan sangat mempengaruhi penurunan daya tambahan yang dibutuhkan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui masalah ndash; masalah apa saja yang timbul.

Tests conducted to determine the relationship between the feed flow rate with minimum drying temperature and additional power on the spray drying in laboratory mass transfer department of mechanical engineering, University of Indonesia. The variables of test are feed flow rate, pressure nozzle, air flow rate and dew point. Variation of feed flow rate of 0,18 0,27 0,36 and 0,54 litre hour pressure nozzle 1 2 and 3 bar , air flow rate 0,0047 0,0067 0,0082 dan 0,0097 m3 sec , dew point 10 17 23 oC .From the experiments that have been carried out, the lower feed flow with other variables are constant pressure nozzle, air flow rate and dew point so the lower drying temperature. For additional power, the higher feed flow rate effects lower the additional power needed. This test aims to determine any issue that arises. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Jefrie Ronald
"Pada proses pengeringan semprot apabila temperatur pengeringan terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan sensitif terhadap panas, terutama pada vitamin C dan B1. Meskipun demikian, jika temperatur terlalu rendah dapat menyebabkan laju pengeringan produk sangat lambat. Variasi dari debit bahan , debit udara masuk serta temperatur udara pengering diharapkan mampu mengeringkan bahan secara efisien di mana kerusakan produk paling rendah dengan konsumsi daya paling efisien pada pengering semprot. Debit bahan menentukan banyak produk yang akan dikeringkan namun jika terlalu besar maka pengeringan tidak tercapai, sedangkan debit udara menentukan kapasitas pengeringan dimana banyaknya udara panas yang digunakan untuk mengeringkan produk.
Untuk temperatur pengeringan sangat penting pada laju pengeringan namun dapat menyebabkan kerusakan bahan. Analisa perhitungan dan pengujian yang didapat pengeringan dengan tingkat kerusakan terbesar produk vitamin C dan B1 adalah 14.6% pada temperatur 60°C dan 27.5% pada temperatur 140°C. Hal sangat dipengaruhi waktu kontak dari pengeringan meskipun dengan temperatur rendah sekalipun. Dan energi konsumsi paling rendah adalah yang menggunakan dehumidifier dengan temperatur 10°C, temperatur udara 120°C, dan debit udara 450 lpm.

In the spray drying process when the drying temperature is too high can cause damage to heat-sensitive materials, especially in vitamins C and B1. However, if the temperature is too low can lead to a very slow rate of drying products. Variations of material flow rate, air flow rate and air drying temperature are expected to drying materials efficiently in which the lowest damage to the product with the most efficient of energy consumption in the spray dryer. Material flow rate determines the product to be dried a lot but if it is too high then it can not be achieved by drying process, while the air flow rate drying determines drying capacity which the amount of hot air used to dry the product.
For drying temperature on the drying rate is very important but can cause material damage at high temperature. Analysis of the calculations obtained by drying with the highest product damage level of vitamin C and B1 is 14.6 % at temperature 60°C and 27.5 % at temperature 140°C. It is really affected by drying contact time even with low temperature. And the lowest energy consumption is which use dehumidifier at temperature 10°C, air temperature at 120°C, and air flow rate at 450 lpm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Faqih
"Banyak aplikasi dan proses-proses di industri yang membutuhkan temperatur pendinginan sangat rendah, bahkan bidang biomedis membutuhkan cold storage yang mampu mendinginkan hingga temperatur -80°C. Penggunaan sistem refrigerasi siklus tunggal pada aplikasi temperatur sangat rendah menjadi tidak ekonomis karena tinggi nya rasio tekanan dan juga menghasilkan efek pendinginan yang tidak efektif karena rendah nya tekanan evaporasi, sehingga digunakan sistem refrigerasi cascade. Penggunaan refrigeran alamiah, seperti campuran karbon dioksida dan hidrokarbon merupakan alternatif dari penggunaan refrigeran yang mengandung bahan perusak lapisan ozon dan pemanasan global. Pada penelitian ini, dilakukan analisis termodinamika untuk menentukan komposisi campuran karbon dioksida dan hidrokarbon yang optimum. Selanjutnya, dilakukan optimisasi secara termoekonomi untuk menentukan kondisi operasi yang optimum dari sistem refrigerasi cascade, dimana peningkatan efisiensi exergy merupakan sasaran optimisasi secara termodinamika, sedangkan meminimumkan pengeluaran biaya tahunan merupakan sasaran optimisasi secara ekonomi.

There are many industrial applications and processes in which ultra-low temperature is necessary, even the biomedical preservation that needs cold storage providing temperature about -80°C. The use of single cycle refrigeration system for ultra-low temperature application is economically unacceptable caused by the high pressure ratio and results the ineffective evaporating effect as the low evaporating pressure, hence the cascade refrigeration system is applied. Natural refrigerants, such as carbon dioxide and hydrocarbon will be the alternative solutions of the used of ozon depleting and global warming effect refrigerants. In this research, thermodynamic analysis is applied to decide the optimum composition of the mixtures between carbon dioxide and hydrocarbon. Furthermore, thermoeconomic optimization results the optimum operating conditions of the cascade refrigeration system where the increasing of exergetic efficiency is the thermodynamic objective, while the minimization of the annual cost is the economic objective."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43282
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Pamungkas
"Sebagaimana telah diketahui secara umum, bahwa exhaust system atau lazim disebut knalpot, merupakan bagian vital dari sebuah kendaraan bermotor.Karena hal itulah di bidang otomotif produk ini mengalami perkembangan pesat dan mempunyai pelanggan yang semakin meningkat. Fungsi knalpot adalah menambah kecepatan, memperindah bentuk dan mendapatkan suara yang enak didengar dan yang paling utama untuk menaikan performa mesin. Namun, hingga saat ini penelitian tentang knalpot masih jarang sehingga orang-orang pada umumnya belum mengetahui parameter apa saja yang mempengaruhi baik-buruknya suatu sistem gas buang.
Penelitian ini dilakukan dengan pengujian langsung model knalpot yang sama dengan tipe mesin yang berbeda tujuannya untuk mengetahui hubungan antara tingkat kebisingan, insertion loss, kecepatan suara, tekanan balik dan debit aliran sehingga nantinya bisa menjadi acuan untuk pengembangan lebih lanjut. Hasil penelitian dicapai pengunaan model knalpot standar lebih cocok dipakai pada mesin motor 125cc dibandingkan pada mesin motor 100cc.

As is well known, that the exhaust system or muffler is a vital part of a motor vehicle. Because it's in the field of automotive products have experienced rapid development and increasing customer. Function of the muffler is picking up speed, shape and beautify a pleasant voice and most of all is to increase engine performance. However, up to date research on the muffler is still rare that people do not know what the parameters affecting the merits of an exhaust system.
The research was conducted by direct testing of the same exhaust model with different types of engines aim to determine the relationship between level of noise, insertion loss, speed of sound, backpressure and flow rate so that later can be could be a reference for further development. The results achieved are standard muffler models more suitable for use on a 125cc motorcycle engine than on a 100cc motorcycle engine.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42691
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Raditya Ibnu D.
"Wick atau sumbu kapiler pada heat pipe berfungsi untuk menghantarkan kalor melalui fluida cair dari kondensor menuju evaporator akibat adanya tekanan kapilaritas yang menyebabkan fluida kerja dapat mengalir melalui pori – pori pada wick. Tekanan kapilaritas dipengaruhi oleh sudut kontak yang terbentuk antara fluida cair dengan wick. Semakin tinggi wetability, maka semakin kecil sudut kontak yang terbentuk sehingga tekanan kapilaritas pun akan semakin besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari ukuran butir tembaga, gaya kompaksi dan temperatur sintering pada proses pembuatan wick serta pengaruh paparan udara pada temperatur ruang terhadap sudut kontak yang terbentuk pada permukaan wick dengan air (H2O) sebagai fluidanya. Dengan begitu dapat diketahui parameter pabrikasi yang paling baik untuk menghasilkan wick dengan wetability yang tinggi dengan kata lain sudut kontak terkecil.
Dari percobaan diperoleh dengan meningkatnya ukuran butir tembaga maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin kecil. Sedangkan peningkatan gaya kompaksi dan temperatur sintering menyebabkan kenaikan pada sudut kontak. Sudut kontak terkecil didapatkan dengan menggunakan serbuk tembaga 200 μm dikompaksi pada tekanan 40 kN dan disintering pada temperatur 800°C, yaitu sebesar 32,131°. Semakin lama wick terpapar pada udara bebas, maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin besar, dan setelah hari ke-7 permukaan wick berubah menjadi hidropobik (sudut kontak > 90°).

The wicks in heat pipe are used to transfer the heat with liquid from the condenser to the evaporator due to capillary pressure. Capillary presssure is affected by contact angle between liquid and the wick. The capillary pressure become higher as the increasing contact angle. The aim this study is to investigate the effect of copper powder diameter, forming force and sintering temperature, and the effect of room ambient air on contact angle so that fabrication parameters can be controlled to get the minimum contact angle that used a water as the working fluid.
It is demonstrated that when copper powder diameter become higher, the contact angle become smaller. Moreover, when the forming force and sintering temperature increase, the contact angle become higher. The minimum contact angle value (32,131°) obtained when the diameter of the copper powder 200 μm that formed with 40 kN and sintered at 800°C. In addition, the contact angle get higher in time when exposed to room ambient air. After 7 days, the wick surface become hydrophobic (contact angle >90°).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seto, William W.
Jakarta: Erlangga, 1985
620 SET t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>