Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Novitasari
"Lansoprazol merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsi obat.
Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju pelarutan lansoprazol dengan pembentukan kokristal menggunakan nikotinamid sebagai koformer. Pembuatan kokristal dilakukan dengan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. Kokristal lansoprazol dibuat dengan perbandingan molar 1:1 dan 1:2. Kokristal dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Powder X-Ray Diffraction (PXRD), dan Differential Scanning Calorimetry (DSC) yang dibandingkan dengan lansoprazol murni.
Berdasarkan hasil spektroskopi inframerah memperlihatkan terbentuknya ikatan hidrogen antara lansoprazol dengan nikotinamid. Dari hasil uji termal dan uji difraksi sinar-X memperlihatkan terjadi pembentukan kristal pada kokristal dan penurunan titik lebur dibandingkan dengan lansoprazol murni.
Hasil spektrum inframerah menunjukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara lansoprazol dan nikotinamid. Dari hasil disolusi dalam medium aquabidest terlihat peningkatan laju pelarutan paling tinggi yang diperoleh dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:2 dimana dalam 5 menit terjadi peningkatan sebesar 8,4 kali dibandingkan dengan lansoprazol murni.

Lansoprazole is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that the dissolution rate becomes rate limiting step of drug absorption.
This study is intended to enhance the dissolution rate of lansoprazole by forming cocrystal with nicotinamide as coformer. Cocrystal of lansoprazole was prepared by solvent evaporation and solvent drop grinding method with a molar ratio of 1:1 and 1:2. The prepared cocrystal was further characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Powder X-Ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC) and Dissolution test.
FTIR suggested formation of hydrogen bonding between lansoprazole and nicotinamide. DSC and XRD studies revealed formation of crystal from cocrystal and decreased in melting point of cocrystal when compared to pure lansoprazole.
The result of dissolution in double distilled water medium indicated a highest dissolution rate was obtained from solvent drop grinding method with molar ratio of 1:2 in 5 min dissolution reached 8.4 fold when compared to pure lansoprazole.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47719
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risya Hidayati
"Irbesartan merupakan obat yang termasuk ke dalam sistem klasifikasi biofarmasetika kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga kelarutan obat dan laju disolusi menjadi tahap penentu pada absorpsi obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kolliphor®P 407 dan Gelucire® 44/14 sebagai peningkat disolusi terhadap laju disolusi irbesartan dalam sistem dispersi padat. Dispersi padat irbesartan dan bahan peningkat disolusi dibuat dengan perbandingan 1:1 menggunakan metode peleburan. Dispersi padat dikarakterisasi dengan uji disolusi, difraksi sinar-x (XRD), kalorimetri pemindaian diferensial (DSC), dan spektrofotometer infra merah (FTIR). Hasil uji disolusi dispersi padat dengan Kolliphor®P 407 dapat meningkatkan laju disolusi irbesartan sedangkan dispersi padat dengan Gelucire® 44/14 tidak dapat meningkatkan laju disolusi irbesartan.
Hasil uji XRD dispersi padat irbesartan dengan Kolliphor®P 407 menunjukkan adanya penurunan intensitas kristalinitas dan pengecilan ukuran kristalit, sedangkan pada uji DSC menunjukkan adanya pergeseran puncak peleburan dan penurunan panas peleburan bila dibandingkan dengan irbesartan murni.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pembentukan dispersi padat dengan Kolliphor®P 407 mampu meningkatkan laju disolusi irbesartan. Peningkatan laju disolusi mencapai 3,15 kali dari irbesartan murni dengan efisiensi disolusi (ED)120 sebesar 84,96%.

Irbesartan is a drug that belong to the Biopharmaceutical Classification System (BCS) class II with low solubility and high permeability, so the drug solubility and dissolution rate become the rate limiting step in drug absorption.
The aim of this study was to investigate the effect of Kolliphor®P 407 and Gelucire® 44/14 as a dissolution enhancer on the dissolution rate of irbesartan in solid dispersion system. Solid dispersion of irbesartan and dissolution enhancer were made with a ratio of 1: 1 by fusion method. Solid dispersion characterised with in vitro dissolution study, X-ray diffraction (XRD), differential scanning calorimetric (DSC) and infra red spectrophotometer (FTIR). The result of dissolution study shows that solid dispersion of irbesartan with Kolliphor®P 407 could enhance the dissolution rate of irbesartan, but solid dispersion with Gelucire® 44/14 could not enhance the dissolution rate of irbesartan.
The results XRD test of solid dispersion irbesartan with Kolliphor®P 407 showed a decrease in the intensity of crystallinity and reduction of cystallite size and the DSC test showed a shifting in the melting peak and decrease in heat of fusion when compared with pure irbesartan.
The conclusion of this study is the solid dispersion with with Kolliphor®P 407 could enhance the dissolution rate of irbesartan. Enhancement of the dissolution rate reached 3,15 times from pure irbesartan with dissolution efficiency (DE)120 84,96%.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranggi Nivianti
"Deksametason merupakan salah satu bahan kimia obat yang sering dicampurkan kedalam jamu penambah nafsu makan. Deksametason diindikasikan sebagai obat antihistamin (antialergi). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis deksametason pada sediaan jamu penambah nafsu makan secara Kromatografi cair kinerja tinggi. Metanol digunakan sebagai pelarut, fase gerak terpilih metanol-air (70:30), laju alir 1,0 mL/menit, panjang gelombang analisis 238 nm dan waktu retensi deksametason adalah 5, 028 menit.
Hasil dari validasi metode analisis didapat koefisien korelasi (r) kurva kalibrasi adalah 0,9991 berada pada rentang konsentrasi 1,512 - 4,536 μg/mL, memiliki batas deteksi 0,116μg/mL dan batas kuantitasi 0,387 μg/mL. Nilai koefisien variasi (KV) pada tiga konsentrasi berbeda antara lain 0,675%, 0,881% dan 0,901%. Nilai rata-rata uji perolehan kembali pada tiga konsentrasi yang berbeda antara lain 99,92%, 99,92% dan 98,93%. Hasil validasi metode memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dari kedua sampel yang dianalisis semuanya negatif mengandung deksametason.

Dexamethasone is a chemical drug that is often mixed into herbal appetite enhancer. Dexamethasone is indicated as antihistamines (allergy). This study aims to conduct analysis of dexamethasone on appetite enhancer herbal preparations using high performance liquid chromatography. Methanol is used as a solvent, mobile phase of methanol-water (70:30), flow rate of 1.0 ml/min, analytical wavelength 238 nm and dexamethasone retention time is 5, 028 min.
Results of the validation analytical methods derived calibration curve correlation coefficient 0.9991, concentrations were in the range from 1.512 to 4.536 μg/mL, limit of detection 0.116 μg/mL and the limit of quantitation 0.387 μg/mL. Result from coefficient of variation (CV) at three different concentrations were 0.675%, 0.881% and 0.901%. The average of percent recovery tests at three different concentrations were 99.92%, 99.92% and 98.93%. Method validation results comply the specified criteria. From two samples were analyzed, none of them contain dexamethasone.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S53101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Nathasya
"Tablet cepat hancur (TCH) merupakan tablet yang didesain untuk hancur di rongga mulut dan segera melarut dengan adanya saliva sehingga tidak memerlukan bantuan air. Oleh karena itu dibutuhkan suatu eksipien penghancur yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi tablet cepat hancur famotidin dengan menggunakan eksipien hasil koproses maltodekstrin suksinat (MDS) dan polivinil pirolidon (PVP) sebagai eksipien, serta mengevaluasi tablet cepat hancur yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Koproses MDS-PVP merupakan eksipien hasil modifikasi fisika secara koproses antara maltodekstrin suksinat (MDS) dan polivinil pirolidon (PVP) dalam berbagai perbandingan. Hasil modifikasi dikarakterisasi dan diformulasikan menjadi tablet cepat hancur dengan metode granulasi kering, kemudian dievaluasi. Ko-MDSPVP (3:1) menunjukkan karakteristik yang terbaik sebagai eksipien penghancur ditinjau dari kelarutan yang tinggi dalam aquadest sebesar 94,40 + 0,75% dan daya mengembang sebesar 18,99 + 0,33%. Evaluasi tablet cepat hancur menunjukkan bahwa formula A yang mengandung 25% ko-MDS-PVP 3:1 memiliki kriteria yang terbaik sebagai tablet cepat hancur dengan nilai kekerasan 3,61+ 0,46 Kp, keregasan 0,76 + 0,02%, waktu hancur in vitro 2,66 + 0,38 menit, dan waktu pembasahannya 3,03 + 0,29 menit. Berdasarkan hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa ko-MDS-PVP dapat digunakan sebagai eksipien penghancur pada tablet cepat hancur.

Fast disintegrating tablet (FDT) is tablet which is designed to rapidly dissolve and disintegrate in presence saliva, thus it needs no water. Therefore, disintegrant is needed to folmulate this dosage form.. the aim of this research were to formulate FDT of famotidine using coprocess maltodextrin succinate (MDS) and polyvinyl pyrrolidone (PVP) as disintegrant, and evaluate the FDT in accordance to pharmacopoeia. Coprocess MDS-PVP is physical-modified excipient from MDS and PVP in several ratio. The Co-MDS-PVP are characterized, formulated into FDT by dry-granulation method and evaluated. Co-MDS-PVP (3:1) showed the best characteristic as disintegrant due to its higher solubility in aquadest (94,40 + 0,75%) and swelling index (18,99 + 0,33%). The evaluation of FDT showed that formula A which contain 25% Co-MDS-PVP 3:1 was the best formula due to its hardness of 3,16 + 0,46 Kp, friability 0,76 + 0,02%, in vitro disintegration time 2,66 + 0,38 minutes, and wetting time 3,03 + 0,29 minutes. Based on results above, it can be concluded that Co-MDS-PVP can be used as disintegrant in FDT."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S52512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana
"Pragelatinisasi pati singkong fosfat (PPSF) adalah hasil modifikasi fisik dan kimia dari pati singkong. Pati singkong dimodifikasi menjadi pragelatinisasi pati singkong (PPS). PPS dapat mengalami retrogradasi yang akan menyebabkan terjadinya sineresis sehingga PPS perlu dimodifikasi secara kimia. Pada penelitian ini, PPS dimodifikasi kimia dengan pereaksi natrium tripolifosfat, dengan konsentrasi 5% (b/b) dan pH 9-10, selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer. PPSF yang dihasilkan dikarakterisasi yang meliputi karakterisasi fisika, kimia dan fungsional. Derajat substitusi yang dimiliki PPSF sebesar 0,05% (%P). Gel PPSF yang diletakkan pada suhu ruang masih stabil serta tidak mengalami sineresis sampai hari ke-11.
Indeks mengembang PPSF selama 8 jam menunjukkan hasil terbesar pada medium aquadest yaitu 235,85% dan tekecil pada larutan HCl pH 1,2 yaitu 182,50%. Viskositas PPSF dengan konsentrasi 15% sebesar 2645 cps dan kekuatan gel PPSF dengan konsentrasi 30% sebesar 8,70 gF. Karakteristik film PPSF dengan konsentrasi 15% memiliki elongasi 31,67%, tensile strength 3,56x106 N/m2 dan modulus elastis 0,62x106 N/m2. Berdasarkan karakteristik yang dimiliki, PPSF mungkin dapat dimanfaatkan dalam formulasi tablet sebagai pengikat, matriks dalam sediaan sustained release, bahan penyalut baik salut film maupun salut gula, bahan pembentuk film untuk penutup luka, basis gel, bahan pengental dan bahan pensuspensi.

Pragelatinized cassava starch phosphate (PCSP) is a result of physical and chemical modification from cassava starch. Cassava starch was modified into Pragelatinized cassava starch (PCS). PCS may experience retrogradation that will cause syneresis therefore PCS was modified chemically. In this research, PCS was modified by reacting it with 5% sodium tripolyphosphate (w/w) at pH 9-10, then dried using drum dryer. PCSP produced was then characterized by means of physical, chemical and functional characterizations. Substitution degree of PCSP was 0,05% (%P). PCSP gel which was placed in room temperature was not syneresis until the 11th day.
Swelling index of PCSP during 8 hours showed the highest in aquadest was 235,85% and the lowest in HCl solution pH 1,2 was 182,50%. Viscocity of PPSF with concentration 15% was 2645 cps and gel strength of PPSF with concentration 30% was 8,70 gF. Characterizations of PCSP film with concentration 15% were 31,67% elongation, 3,56x106 N/m2 tensile strength and 0,62x106 N/m2elastic modulus. Based on PCSP characterizations, it may be applied in formulation of pharmaceutical dosage forms, such as tablet binder, matrix in sustained release tablet, tablet coating material either film coating or sugar coating, film forming for wound dressing, gel base, thickening agent and suspending agent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S42399
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Geusan Nariswari Erdianty Puteri
"Tablet cepat hancur merupakan tablet yang ditempatkan di dalam mulut untuk dapat segera melarut dalam saliva tanpa memerlukan air. Penelitian ini bertujuan memformulasi dan mengevaluasi tablet cepat hancur yang dibuat dengan maltodekstrin DE 10-15 sebagai eksipien yang mengandung ekstrak kelopak bunga Rosella sebagai model obat.
Maltodekstrin merupakan pati termodifikasi yang dibuat dengan menghidrolisis pati menggunakkan enzim enzim α-amilase 0,1% v/v yang diinkubasi pada suhu 95oC selama 45 menit. Maltodekstrin DE 10- 15 yang dihasilkan dikarakterisasi dan diformulasikan menjadi tablet cepat hancur dengan metode kempa langsung. Tablet cepat hancur yang dihasilkan dievaluasi dan diuji kesukaan terhadap penampilan, rasa, dan waktu hancur pada 30 panelis.
Hasil karakterisasi maltodekstrin DE 10-15 diperoleh serbuk putih, memiliki kelarutan dalam aquadest sebesar 34,92 mg/ml dibandingkan pati yang memiliki kelarutan 0,48 mg/ml. Evaluasi tablet cepat hancur menunjukkan bahwa formula 5 (maltodekstrin 35%), memiliki kriteria yang paling baik sebagai tablet cepat hancur. Formula 5 memiliki kekerasan 2,44 kp, keregasan 0,78%, waktu hancur in vitro 149,86 detik, dan waktu pembasahan 197,63 detik.
Hasil uji kesukaan menunjukkan 70% suka dengan penampilan tablet cepat hancur, 83,3% responden menyatakan rasa tablet cepat hancur manis, dan rata-rata waktu hancur tablet cepat hancur di rongga mulut selama 164,0 detik. Oleh karena itu, maltodekstrin DE 10-15 dapat digunakan sebagai eksipien penghancur pada tablet cepat hancur.

Fast disintegrating tablet (FDT) is a solid dosage form which is placed in mouth for rapidly dissolves on saliva without water. The aim of this study was to formulate and evaluate FDT using maltodextrin DE 10-15 as an excipient, containing Roselle calyx extract as a drug model.
Maltodextrin is a modified starch through enzymatic hydrolysis using α-amylase 0.1% v/v, incubated at 95oC for 45 minutes. Maltodextrin DE 10-15 was characterized and formulated into FDT using direct compression method. FDT’s were evaluated and tested for hedonic responses to appearance, taste, and disintegration time in oral cavity of 30 responders.
Maltodextrin DE 10-15 characterization results were white powder, has 34.92 mg/ml solubility in aquadest compared to starch which has 0.48 mg/ml solubility. The FDT’s evaluation showed that formula 5 which has 35% of maltodextrin DE 10-15 had the best characteristic as FDT. Formula 5 has 2,44 kp of hardness, 0.78% of friability, 149,86 seconds of in vitro disintegration time and 197.63 seconds of wetting time.
The hedonic test results showed that 70 % and 83.3% responders like the appearance and taste, respectively. FDT’s disintegration time in responders oral cavity was 164.00 seconds. Therefore, maltodextrin DE 10-15 could be used as disintegrant excipient in FDT.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S52511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Sastradi
"Senyawa turunan kuinazolinon mempunyai berbagai aktivitas biologis. Salah satunya adalah 6-amino-3-benzil-4(3H)-kuinazolinon, yang memiliki aktivitas antibakteri berspektrum luas. Dalam rangka memperoleh senyawa turunan 6- amino lainnya dari 4(3H)-kuinazolinon, telah dilakukan nitrasi pada senyawa 3- (4-klorofenil)-2-metil-4(3H)-kuinazolinon. Nitrasi dilakukan dengan berbagai metode nitrasi dengan tujuan memperoleh metode nitrasi terbaik untuk senyawa tersebut. Metode nitrasi tersebut antara lain : nitrasi dengan asam nitrat berasap dan asam sulfat pekat, nitrasi dengan asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat, nitrasi dengan perak nitrat dan N-bromosuksinimid, nitrasi dengan serium amonium nitrat dan silika asam sulfat, dan nitrasi dengan serium amonium nitrat dan asam sulfat pekat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nitrasi dengan asam nitrat berasap dan asam sulfat pekat menghasilkan senyawa 3-(4’-kloro-3’-nitrofenil)-2-metil-6-nitro-4(3H)-kuinazolinon dengan rendemen sebesar 49,74%. Struktur molekul tersebut telah dikonfirmasi dengan spektrum FT-IR dan 1HNMR. Nitrasi juga berhasil dilakukan dengan menggunakan asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat, akan tetapi produk yang dihasilkan jauh lebih sedikit dibandingkan menggunakan asam nitrat berasap dan asam sulfat pekat. Metode nitrasi yang lain tidak memberikan hasil yang diinginkan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode nitrasi terbaik untuk 3-(4-klorofenil)-2-metil-4(3H)-kuinazolinon adalah dengan menggunakan asam nitrat berasap dan asam sulfat pekat.

Some of quinazolinone derivatives have various biological activities. One of them is 6-amino-3-benzyl-quinazolin-4-one reported to have broad-spectrum antibacterial activity. In order to obtain other 6-amino derivatives of quinazolinone, the experiment on the nitration of 3-(4-chlorophenyl)-2-methylquinazolin-4-one with various methods of nitration have been performed to get the best nitration methods for these compounds. Implemented nitration methods were: nitration with fuming nitric acid and concentrated sulfuric acid, nitration with concentrated nitric acid and concentrated sulfuric acid, nitration with silver (I) nitrate and N-bromosuccinimide, nitration with ceric ammonium nitrate and silica supported sulfuric acid, and nitration with ceric ammonium nitrate and concentrated sulfuric acid. The results showed that nitration with fuming nitric acid and concentrated sulfuric acid generating compound 3-(4'-chloro-3'-nitrophenyl)-2-methyl-6-nitro-quinazolin-4-one with yield 49.74%. The structure was confirmed using FT-IR and 1H-NMR. Nitration was also successfully performed using concentrated nitric acid and concentrated sulfuric acid, however the resulting product was less than using fuming nitric acid and concentrated sulfuric acid. The other nitration methods were not give the desired results. From these research, it could be concluded that the best nitration method for 3-(4-chlorophenyl)-2-methyl-quinazolin-4-one is using fuming nitric acid and concentrated sulfuric acid.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S52582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Utami Wibawani
"Transfersom merupakan golongan liposom atau vesikel yang dapat mengalami perubahan bentuk, elastis, dan fleksibel. Hidrokortison Asetat merupakan zat aktif dengan khasiat sebagai antiinflamasi yang paling rendah dibanding glukokortikoid lainnya. Tujuan penelitian ada untuk mengetahui perbandingan Fosfatidilkolin dan Brij O10 untuk menghasilkan transfersom Hidrokortison Asetat yang baik dan mengetahui profil penetrasi transfersom gel Hidrokortison Asetat dibandingkan dengan sediaan gel Hidrokortison Asetat biasa. Perbandingan Fosfatidilkolin dan Brij O10 formula 1 memiliki karateristik yang lebih baik dibandingkan formula 2 dengan ukuran rata-rata 187,04 nm, indeks deformabilitas 2,21 dan efisiensi penjerapan 97,64%. Perbandingan Fosfatidilkolin dan Brij O10 formula 2 memiliki ukuran rata rata 207,87 nm, indeks deformabilitas 0,78 dan efisiensi penjerapan 97,51%. Jumlah kumulatif Hidrokortison Asetat yang terpenetrasi dari gel kontrol adalah 1900,06 ± 408,52 μg/cm2 dengan persentase jumlah kumulatif sebesar 33,50 ± 7,19 % dan fluks 116,11 ± 5,72 μg/cm2 jam -1. Hasil tersebut lebih besar dibandingkan dengan penetrasi gel transfersom Hidrokortison Asetat yang memiliki jumlah kumulatif yang terpenetrasi sebesar 321,42 ± 41,58 μg/cm2 dengan persentase jumlah kumulatif sebesar 5,65 ± 0,75 % dan fluks 9,1882 ± 5,39 μg/cm2 jam -1.

Transfersome is a kind of vesicle carrier which is deformable, elastic, and flexible. Hydrocortisone Acetate is one of glucocorticoid antiinflammatory drug that has lower antiinflammation potency than other glucocorticoid antiinflammatory drug. The purpose of the research is to find an optimum combination of phosphatydilcholine and brij O10 to make transfersome with good chracteristics and to compare the penetration profile between hydrocortisone acetate transfersomal gel and conventional hydrocortisone acetate gel. The combination shown by formula 1 has better characteristics thank formula 2 with average particle size 187,04 nm, deformability index 2,21 and entrapment efficacy 97,64%. The combination of Phosphatydilcholine and Brij O10 shown in formula 2 gives average particle size 207,87 nm, deformability index 0,78 and entrapment efficacy 97,51%. Total cumulative amount that penetrated from Hidrocortisone Acetate gel is 1900,06 ± 408,52 μg/cm2 which is equivalent to 33,50 ± 7,19 % and its flux is 116,11 ± 5,72 μg/cm2 hour -1. Those results give better results than Hidrocortisone Acetate Transfersomal gel which gives total cumulative amount 321,42 ± 41,58 μg/cm2 with percentage of cumulative amount that penetrated 5,65 ± 0,75 % and flux 9,1882 ± 5,39 μg/cm2 hour -1.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Dewanty
"Pelayanan farmasi merupakan salah satu pelayanan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit, sehingga perbekalan farmasi terutama obat memerlukan pengelolaan dengan konsep manajemen logistik yang bermutu.
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai proses pengendalian persediaan obat generik dengan menggunakan metode analisis ABC indeks kritis di Seksi Logistik Perbekalan Kesehatan RSIJ Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan 6 orang informan dan operational research dengan 6 orang user (dokter).
Hasil penelitian menunjukkan kelompok A indeks kritis terdiri atas 7 item (4,19%) dengan nilai investasi Rp615.646.911,-(15,22%) dan jumlah pemakaian 540.374 (20,91%). Kelompok B terdiri atas 101 item (60,48%) dengan nilai investasi Rp3.296.055.432,- (81,48%) dan pemakaian sebanyak 1.852.301 (71,68%). Kelompok C terdiri atas 59 item (35,33%) dengan nilai investasi Rp133.541.081 (3,3%) dan pemakaian 191.416 (7,41%). Pada kelompok A indeks kritis economic order quantity (EOQ) menghasilkan besar bervariasi antara 373 ? 5741 yang terdiri atas jenis tablet, kapsul, dan injeksi. Sementara, reorder point (ROP) bervariasi antara 82 ? 362.
Pharmaceutical services has an important role in determining the quality of health service in the hospital, so that good logistic management concept for pharmaceutical supplies especially drugs, is required.
The objective of this research is to describe an inventory control process of generic drugs using analysis of ABC critical index at Pharmaceutical Logistics of Islamic Jakarta Cempaka Putih Hospital in 2012. This research used qualitative approach with in depth interview with six participants and operational research from six users (doctors).
The results showed that the group A critical index comprised of seven items (4.19%) with an investment of Rp 615.646.911,- (15.22%) and the usage of 540.374 (20.91%). Group B consisted of 101 items (60.48%) with an investment of Rp 3.296.055.432,- (81.48%) and the usage of 1.852.301 (71.68%). Group C consisted of 59 items (35.33%) with an investment of Rp 133.541.081,- (3.3%) and the usage of 191.416 (7.41%). In group A critical index, economic order quantity (EOQ) varied between 337 and 5741 consisting of tablets, capsules, and injections. Meanwhile, reorder point (ROP) varies between 82 and 362
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Oktarina
"Adanya laporan dari Institute of Medicine (IOM) tentang tingginya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan angka tuduhan malpraktik, mendorong dunia untuk memperhatikan keselamatan pasien, termasuk Indonesia. Masalah mengenai keselamatan pasien yang paling banyak terjadi adalah terkait obat. Demikian pula yang terjadi di Rumah Sakit "X" yang memiliki angka laporan insiden mengenai obat, terutama pada proses pelayanan resep di farmasi rawat inap. Hal ini yang mendorong penulis menyusun penelitian berjudul, "Analisis Risiko Keselamatan Pasien pada Pelayanan Resep di Bagian Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit "X" Tahun 2011 (dengan metode Healthcare Failure Mode and Effect Analysis (HFMEA)). Penelitian kualitatif ini menggunakan metode Healthcare Failure Mode and Effect Analysis (HFMEA) yang merupakan metode analisis risiko baku yang digunakan di Rumah Sakit "X".
Penelitian ini menghasilkan gambaran alur proses pelayanan resep, modus kegagalan dalam setiap pelayanan resep, dan potensi penyebabnya. Setelah melakukan identifikasi dan analisis, peneliti mendapatkan hasil berupa 12 jenis modus atau risiko kegagalan dan 14 potensi penyebabnya. Proses pelayanan resep yang paling berisiko bagi keselamatan pasien adalah proses penerimaan resep sedangkan modus kegagalan yang paling berisiko adalah salah membaca nama obat dan potensi penyebab kasus yang paling sering muncul dalam modus kegagalan tersebut adalah kesalahan saat membaca resep dokter dan banyaknya obat-obatan yang mirip dari segi nama dan bentuk.
Dari hasil penelitian ini, saran yang bisa dilakukan pihak rumah sakit untuk mencegah dan mengurangi angka insiden antara lain menerapkan e-prescribing untuk mencegah kesalahan membaca resep, melakukan audit nama obat-obat mirip serta melakukan analisis risiko yang lebih mendalam dengan menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA) setelah terjadi insiden terkait obat.

A report from Institute of Medicine (IOM) contained Adverse Event and malpractice accusation, push the world to recognize about patient safety, include in Indonesia. The most common issues concerning patient safety is drug-related. Likewise happened in "X" Hospital that has high number of incidence report about drug-related, especially in inpatient pharmacy division. It is led the researcher to designed a study about, "Patient Safety Risk Analysis on Prescription Service in the Department of Pharmacy Inpatient Hospital "X" in 2011. This qualitative study used Healthcare Failure Mode and Effect Analysis (HFMEA) which is a standard risk analysis methods used in the Hospital "X".
The result of the study is a description of prescription service, its failure mode and potential causes. After identification and analyses, there are 12 species of failure mode and 14 potential risks of failure causes. The most highly risk in prescription service for patient safety is the process of receiving a prescription whereas the most risky mode of failure is misread the name of the drug and similarly name and forms of drugs.
From these results, suggestions for the hospital is to prevent and reduce the incidence rate among others to implement e-prescribing to prevent errors reading the recipe, conduct audits drugs that has similar name and form, and conduct a more in-depth risk analysis using Root Cause Analysis (RCA) method after drug-related incidents happened.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>