Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Meidisa Akhmad
"Pedikulosis kapitis adalah penyakit di rambut dan kulit kepala. Penyakit ini menimbulkan gatal sehingga dapat mengganggu aktivitas dan menurunkan kepercayaan diri. Pada infestasi berat juga dapat terjadi infeksi sekunder. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi pedikulosis kapitis, serta hubungan tingkat infestasi dengan karakteristik individu. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan santri putri Pesantren X, Jakarta Timur sebagai respondennya. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 22 Januari 2011 dengan melakukan pemeriksaan fisik pada 63 santri putri. Data diolah dengan program SPSS versi 11.5 dan dianalisis dengan uji chi square dan Kolmogorov-Smirnov.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh santri terinfestasi pedikulosis kapitis dan mengeluh gatal. Santri yang terinfestasi ringan sebanyak 77,78% dan yang terinfestasi berat sebanyak 22,22%. Uji chi square dan Kolmogorov-Smirnov tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara tingkat infestasi pedikulosis dengan karakteristik santri, yaitu tingkat pendidikan, usia, jenis rambut, panjang rambut, dan frekuensi keramas. Disimpulkan, prevalensi pedikulosis di pesantren X, Jakarta Timur tergolong tinggi, serta tingkat infestasinya tidak berhubungan dengan karakteristik santri.

Pediculosis capitis is a disease of the hair and scalp. The disease can cause itching that can interfere with the activity and also lowers self-esteem. In severe infestations, secondary infection can occur. The study was conducted to determine the prevalence of pediculosis capitis, infestation level and its association with individual characteristics. The study used a cross sectional design with the female students of X Boarding School, East Jakarta as respondents. The data collection was conducted on January 22nd, 2011 by performing physical examination to 63 female students. The data was processed with SPSS 11.5 version and analyzed using chi square test and the Kolmogorov-Smirnov.
The results showed that all students with pediculosis capitis and complain of itch. Students that were infested lightly were 77,78% and 22,22% werre heavily infested. Chi square test and the Kolmogorov-Smirnov test showed no significant differences characteristics of the students, the level of education, age, hair type, hair length, and frequency of hair washing. In conclusion, the prevalence of pediculosis in X Boarding School, East Jakarta was high, and the level of infestation was not associated with the characteristics of the students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahar Salim Saleh Alatas
"Pedikulosis kapitis sering dijumpai di lingkungan padat penghuni seperti di pesantren. Pengobatan pedikulosis mudah dilakukan, tetapi reinfeksi mudah terjadi jika setelah pengobatan tidak diikuti dengan perilaku hidup bersih sehat (PHBS). Agar dapat melakukan PHBS dengan baik dan benar diperlukan survei pengetahuan terlebih dahulu sehingga jika tingkat pengetahuan kurang dapat diberikan penyuluhan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan tingkat pengetahuan santri mengenai pedikulosis kapitis dengan karakteristik demografinya (usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan). Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan metode total populasi berupa pengisian kuesioner yang dilakukan pada tanggal 22 Januari 2011 dengan jumlah sampel 151 santri. Data diolah dengan program SPSS versi 11,5. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 9,9% santri memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 90,1% santri memiliki pengetahuan kurang. Pada uji chi-square, terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan santri dengan jenis kelamin (p=0,019), tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan santri dengan usia (p=0,566) dan tingkat pendidikan (p=0,806). Disimpulkan tingkat pengetahuan santri tergolong kurang dan berhubungan dengan jenis kelamin tetapi tidak berhubungan usia dan tingkat pendidikan.

Pediculosis capitis is often found in a crowded environment such as in boarding school. Eradication of pediculosis capitis is easy, however reinfection easily occurs if treatment is not followed by healthy living habit. A survey to determine the knowledge level is needed; if the level is low, health promotion can be given. This study aims to find the relationship between students? knowledge on pediculosis capitis and their demography characteristic (age, sex, and grade of study). This cross-sectional study with total population method was conducted on January 22nd, 2011 by giving questionnaires to all 151 students of X islamic boarding school, East Jakarta. Data from questionnaires were analyzed using SPSS version 11,5. The result showed that no student had good knowledge, 9,9% had fair knowledge, and 90,1% had poor knowledge. Based on chi-square test, there was significant difference between the knowledge level of characteristics and symptoms of pediculosis capitis and sex (p=0,019), but there were no significant differences between the knowledge level and age (p=0,566) and the knowledge level and grade of study (p=0,806). It was concluded that the students? knowledge about pediculosis capitis was poor, was associated with sex but not associated with age and study grade."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rifda Luthfi Afina
"Pedikulosis kapitis adalah penyakit kulit yang mudah menular dalam lingkungan padat seperti pesantren. Pemberantasan pedikulosis membutuhkan perilaku yang tepat, sehingga dibutuhkan pengetahuan yang baik yang dapat diperoleh melalui penyuluhan. Karakteristik demografi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan sehingga penyuluhan perlu disesuaikan dengan karakteristik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan mengenai penularan dan pemberantasan pedikulosis dengan karakteristik demografi. Penelitian menggunakan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner kepada 151 santri pesantren X yang dipilih dengan metode total populasi. Data diolah dengan program SPSS 11.5.
Hasil penelitian ini menunjukkan responden terbanyak adalah santri berusia 16-18 tahun (47%), laki-laki (58,3%), madrasah Tsanawiyah (50,3%). Tidak ada santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 23,2% santri memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 76,8% santri memiliki tingkat pengetahuan buruk. Dari uji chi-square tidak didapatkan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai penularan dan pemberantasan pedikulosis dengan usia (p=0,587), jenis kelamin (p=0,814) dan tingkat pendidikan (p=0,358). Disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan santri tergolong buruk dan tidak berhubungan dengan karakteristik santri.

Pediculosis capitis is a skin disease that could be transmitted easily in a crowded environment like Islamic boarding school. Eradication of pediculosis needs appropriate behavior which requires good knowledge which can be given through health promotion. Demographic characteristics might influence the knowledge level, therefore health promotion needs to be adjusted according to the characteristic. This study aims to know the relationship between students? knowledge level about transmission and eradication of pediculosis capitis and their demographic characteristic. This study was conducted on January 22 2011 by giving questionnaire to 151 students (total population method). The data was processed using the SPSS 11.5 program.
The result showed that the majority of respondents are students aged 16-18 years old (47%), males (58,3%), Tsanawiyah students (50,3%). No student had good knowledge, 23,2% had fair knowledge, and 76,8% had poor knowledge. Based on chi-square test, there were no significant differences between knowledge level of transmission and eradication of pediculosis and age (p=0,587), sex (p=0,814) and grade of study (p=0,358). It was concluded that the students? knowledge about transmission and eradication of pediculosis was poor and had no association with their characteristics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahresa Hilmy
"Skabies merupakan penyakit kulit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di lingkungan padat penduduk dengan higiene dan sanitasi kurang baik misalnya pesantren. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan karakteristik santri Pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Data diambil tanggal 22 Januari 2011 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi terhadap semua santri (157 orang). Hasilnya menunjukkan prevalensi skabies adalah 51,6% (putra 93,8% dan putri 6,2%), usia 14-16 tahun (42,1%), pendidikan tsanawiyah (58%), lokasi lesi sela jari tangan (19,2%), keluhan gatal malam hari (64,1%), lama menderita 1-3 bulan, riwayat pengobatan pada putra sudah pernah diobati (89,8%) dan pada putri belum pernah diobati (0,8%). Hasil pengobatan santri membaik pada putra (62,3%) sedangkan putri sembuh (100%). Uji chi square menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi skabies berdasarkan jenis kelamin (p=0,001) dan pendidikan (p=0,001). Uji Fisher’s exact menunjukkan perbedaan bermakna pada riwayat pengobatan (p=0,039). Uji Kolmogorov Smirnov tidak didapatkan perbedaan bermakna pada usia (p=0,994), keluhan gatal (p=0,992), lama menderita skabies (p=0,992) namun pada hasil pengobatan (p=0,001) didapatkan perbedaan bermakna. Disimpulkan prevalensi skabies pesantren x adalah 51,6% dan berhubungan dengan jenis kelamin, pendidikan, riwayat pengobatan, dan hasil pengobatan tetapi tidak berhubungan dengan usia, keluhan gatal dan lama menderita skabies.

Skabies is a skin disease that becomes public health problem especially in boarding school because they live in crowded environments with hygiene and poor sanitation. The aim of this study is to know the prevalence of skabies and its association with characteristics of boarding school students X, East Jakarta. This cross sectional study was conducted on January 22, 2011 by performing anamnesis and dermatology examination to all students. The results showed that the prevalence of skabies was 51.6% (male 93.8% and female 6.2%), aged 14-16 years (42.1%), education level tsanawiyah (58%), location of lessions on the sidelines of the fingers (19.2%), complaints of itching at night (64.1%), long suffering in 1-3 months, the treatment history of male students had already treated (89.8%) and the treatment history of female students had not been treated (0.8%), the result of treatment outcomes had improved of male students (62.3%) and the female students of treatment outcomes had cured (100%). Chi square test showed meaningful difference in the prevalence of skabies by sexes (p = 0.001) and education level (p =0.001). Fisher’s exact test showed meaningful difference in history of treatment (p=0.039). Kolmogorov Smirnov test didn’t obtain meaningful difference in age (p=0.994), complaints of itching (= 0.992), long suffering from skabies (p= 0.992) but the outcome of treatment (p=0.001) obtained meaningful difference. But there are some tables that states are not significantly different from that. In conclusion, the prevalence of skabies in boarding school X, is 51.6% and the prevalence of skabies associated with gender, educational level, history of treatment, and outcome of treatment but had not associated with age, complaints of itching and long-suffering skabies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Isnarsandhi Yustisia
"Pedikulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kutu kepala (Pediculus humanus capitis). Pedikulosis dapat bermanifestasi pada anak dengan usia sekolah, terutama yang berada pada populasi yang padat serta kebersihan yang kurang. Penelitian ini dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur untuk mengetahui tingkat pengetahuan santri terhadap pengobatan pedikulosis. Penelitian menggunakan metode cross-sectional dan dilakukan dengan metode total population pada santri perempuan dengan tingkat pendidikan Aaliyah dan Tsanawiyah di pesantren tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 dengan metode wawancara dan pengisian kuesioner. Data yang telah didapatkan, diolah menggunakan SPSS 17 dan dianalisis dengan uji chi square.
Hasil menunjukkan bahwa mayoritas santri memiliki informasi mengenai pengobatan pedikulosis yang cukup (79,6%). Santri paling banyak berasal dari kelompok usia 15-18 tahun (59%) dengan tingkat pendidikan terbanyak dari kelompok Aliyah yaitu 33%. Sebanyak 96,7% orang mengalami pedikulosis, dengan 59,3% berambut lurus. Pada uji chi square tidak didapatkan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan santri perempuan mengenai pengetahuan pengobatan pedikulosis dengan tingkat pendidikan, usia, dan riwayat pedikulosis. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan santri mengenai pengobatan pedikulosis cukup baik dan tidak ada hubungan dengan karakteristik santri.

Pediculosis is the infection which caused by head lice (Pediculus humanus capitis). Pediculosis can be manifested in school childrens, especially whom lived in crowd population and also less hygiene. The research was conducted in Pesantren Tapak Sunan, Jakarta Timur, and the aim of the research is to knowing the level of students knowledge of the treatment of pediculosis. The research used cross sectional method and data were taken by total population method from female students of Tsanawiyah and Aliyah on January 2011 through interview and questionnaire. The data were proceed by SPSS 17 program and analyzed by chi-square.
The overall prevalence of pediculosis was 96,7%. Most of them were from Aaliyah (33%), 96,7% had pediculosis with 59,3% of them had straight hairs. There were no significant correlation between the level of knowledge of pediculosis treatments and educational level, age and pediculosis history. The students knowledge about treatments of pediculosis was average and there is no correlation with the students’ characteristics
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervandy Rangganata
"ABSTRACT
Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varian hominis. Skabies biasanya menginfeksi lingkungan padat penduduktingkat sosial ekonomi dan hygiene rendah, contohnya pesantren. Prevalensi skabies di pesantren di Jakarta tergolong tinggi (78,7%). Gejala skabies dalam tahap lanjut dapat mengganggu kegiatan belajar santri. Tingkat pengetahuan yang baik mengenai pencegahan skabies diharapkan dapat mengubah pola, sikap, dan perilaku santri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mengenai pencegahan skabies dan hubungannya dengan karakteristik demografi santri meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan desain penelitian studi potong lintang. Santri diberikan kuesioner mengenai sebaran karakteristik demografi mereka dan pengetahuan mengenai pencegahan skabies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa santri yang berpengetahuan baik sebanyak 9,29%, sedang sebanyak 8,57%, dan kurang mencapai 82,14%. Pada uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan mengenai pencegahan skabies dengan usia (p=0,181), jenis kelamin (p=0,605), tingkat pendidikan (p=0,186), dan sumber informasi yang paling berkesan (p=0,697). Uji Kolmogorov-Smirnov memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan dengan jumlah sumber informasi (p=0,999).Santri tinggal dalam ligkungan yang sama dan belajar di tempat yang sama pula. Hal tersebut dapat menyebabkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies dengan karakteristik demografi santri yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan.

ABSTRACT
Scabies is a contagious skin disease which is caused by Sarcoptes scabiei mite. Scabies usually infects lower socio-economics group with dense population and people who live in environment with poor hygiene, such as boarding school. Scabies prevalence at boarding school in Jakarta remains high (78,7%). The symptoms occured bother students? learning activities. Good knowledge about scabies prevention may change the behavior of the students. This research aims to know knowledge level of scabies prevention among boarding students and its association to their demographic characteristics in order to be used as a reference for health promotion. Regarding the goals of this research, this research used cross-sectional study by giving a questionnaire consisting demographic characteristics and questions about scabies prevention to the students.This research shows that the percentage of students who have good knowledge about scabies prevention is 9,29%, while the fair is 8,57% and poor reaches 82,14%. Using chi-square analysis, it is known that there is no significant association (p>0,05) between knowledge level of scabies prevention with age (p=0,181), gender (p=0,605), educational level (p=0,186), and the most memorable information source (p=0,697). Kolmogorov-Smirnov analysis shows that there is no significant association (p>0,05) between knowledge level with number of information sources gotten (p=0,999). Students live in the same environment and learn in the same place. It may cause there is no significant association between knowledge level of scabies prevention among boarding school students with their demographic characteristics including age, gender, educational level, number of information sources, and the most memorable information source.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadisa Aulia Pratami
"ABSTRACT
Heksaklorosikloheksan (HCH) adalah pedikulosida yang efektif memberantas pedikulosis, namun bersifat neurotoksik dan akan ditarik dari peredaran sehingga perlu cara lain memberantas pedikulosis. Tujuan penelitian mengetahui efektivitas terapi wet combing dan HCH 0,5%. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan intervensi wet combing dan HCH 0,5%. Pengambilan data dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur pada bulan Mei 2012 dengan memberikan kuesioner kepada 64 santri (total population) yang berisi enam pertanyaan mengenai perilaku kebersihan serta memberikan wet combing dan HCH 0,5% yang dievaluasi satu minggu kemudian. Data diolah dengan SPSS versi 20. Hasilnya menunjukkan terdapat 39 responden Madrasah Tsanawiyah (60,9%) dan 25 Madrasah Aliyah (39,1%), usia 11-18 tahun. Prevalensi pedikulosis 100%. Santri berperilaku baik 59 orang (92,2%), perilaku sedang 2 orang (3,1%), dan perilaku kurang 3 orang (4,7%). Evaluasi 1 minggu setelah terapi, 5 santri (20,8%) dengan wet combing dan 17 santri (51,4%) dengan HCH 0,5% sembuh sedangkan 24 santri (79,2%) dengan wet combing dan 17 santri (48,6%) dengan HCH 0,5% masih positif pedikulosis. Terdapat perbedaan bermakna (chi-square, p=0,005) yang berarti bahwa angka kesembuhan berhubungan dengan jenis terapi. Disimpulkan wet combing tidak lebih efektif dibandingkan HCH terhadap pedikulosis

ABSTRACT
Hexachlorocyclohexane (HCH) is an effective pesticide to combat pediculosis, but it will be withdrawn by FDA because of its neurotoxicity; therefore another therapy is needed. An experimental study with wet combing and HCH 0,5% was designed to determine the effectiveness between those therapy. Data collecting was held on May 2012 by giving a questioner to 64 students and providing wet combing and HCH 0,5% that was evaluated one week later. The results showed that there were 39 students Madrasah Tsanawiyah (60.9%) and 25 Madrasah Aliyah (39.1%), aged 11-18 years. The prevalence of pediculosis was 100%. There were 59 students (92.2%) had good behaviour, 2 (3.1%) had fair behaviour, and 3 (4.7%) had poor behaviour. The evaluation one week after treatment showed 5 students (20.8%) with wet combing and 17 (51.4% ) with HCH 0,5% recovered while 24 (79.2%) with wet combing and 17 (48.6%) with HCH 0,5% still pediculosis positive. There was a significant difference between wet combing and HCH 0,5% (chi-square, p=0.005) means curing rate is associated with kind of therapy. Concluded wet combing was not more effective than HCH to combat pediculosis"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Permatasari
"Pengetahuan mengenai pedikulosis kapitis yaitu penyebab dan gejala yang ditimbulkannya penting untuk diketahui masyarakat supaya kasus pedikulosis bisa dideteksi dan ditangani secara dini Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas penyuluhan dalam meningkatkan pengetahuan responden mengenai pedikulosis kapitis Bentuk penelitian ini adalah studi pre post Data penelitian diambil pada 22 Januari 2011 di Pesantren X Jakarta Timur Seluruh santri diikutsertakan dalam penelitian ini dengan mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai penyebab dan gejala pedikulosis Survei dilakukan sebelum dan sesudah penyuluhan Data diolah menggunakan program SPSS versi 11 5 dan diuji dengan marginal homogeneity Responden terdiri atas 151 orang berusia 11 18 tahun Responden laki laki 88 orang 58 3 dan perempuan 63 orang 41 7 Sebelum penyuluhan 13 orang 8 6 responden memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 138 orang lainnya 91 4 memiliki tingkat pengetahuan kurang Setelah penyuluhan responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik menjadi 3 orang 2 0 sedang 47 orang 31 1 dan tingkat pengetahuan kurang menjadi 101 orang 66 9 Melalui uji marginal homogeneity didapatkan nilai p.

Knowledge about pediculosis capitis especially about the causative agent and the symptoms generated are important for public in order to detect and manage pediculosis early if it happened This research is purposed to observe the effectivity of health promotion in increasing respondents rsquo knowledge about pediculosis capitis This research is a pre post study The data was taken on January 22 2011 at lsquo X rsquo Islamic High School East Jakarta All of the students were included in this study by filling the questionnaire about pediculosis capitis causative agent and symptoms The survey was taken before and after the health promotion The data was processed using SPSS program version 11 5 and checked using marginal homogeneity test There were 151 respondents aged between 11 18 years old The respondents consisted of 88 boys 58 3 and 63 girls 41 7 Before the health promotion 13 respondents 8 6 had fair knowledge and the remaining 138 91 4 had poor knowledge After the health promotion the amount of respondents who had good knowledge increase to 3 respondents 2 0 fair knowledge 47 respondents 31 3 and poor knowledge decreases to 101 respondents 66 9 Using marginal homogeneity test the value of p."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amajida Fadia Ratnasari
"Skabies merupakan penyakit kulit yang banyak ditemukan di lingkungan padat hunian seperti pondok pesantren. Karakteristik santri diduga berperan terhadap kejadian skabies. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan santri Pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada tanggal 10 Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi terhadap semua santri (192 orang). Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi skabies 51,6% (laki-laki 57,4% dan perempuan 42,9%; tsanawiyah 58,1% dan aliyah 41,3%) dengan lokasi lesi skabies terbanyak di bokong (33,8%) dan di sela-sela jari tangan (29,2%). Uji chi square menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi skabies berdasarkan jenis kelamin (p=0,048) dan tingkat pendidikan (p=0,023). Disimpulkan prevalensi skabies di Pesantren X, Jakarta Timur adalah 51,3% dan berhubungan dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

Scabies is a common skin disease, especially in crowded places, like pesantren. Characteristics of the students there are believed to be associated with scabies. The purpose of this study was to determine the prevalence of scabies and its association with gender and education level of students Pesantren X, East Jakarta. This cross sectional study was conducted on June 10, 2012 by performing anamnesis and dermatology examination to all students (192 students). Data are managed with SPSS version 20.0 and analyzed with chi square test.
The results showed that the prevalence of scabies was 51,3% (male 57,4% and female 42,9%; education level tsanawiyah 58,1% and aliyah 41,3%). Most lesions are found in buttocks (33,8%) and interdigital space of the hand (29,2%). Chi square test have shown significant difference between the prevalence of scabies with gender (p=0,048) and educational level (p=0,023) of the students. In conclusion, the prevalence of scabies in Pesantren X, East Jakarta is 51,3% and there is association between the prevalence of scabies with gender and educational level of the students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Sarayar
"Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei, merupakan penyakit kulit ketiga terbanyak di Indonesia. Pada komunitas padat penduduk tanpa kebersihan yang baik, seperti asrama, pesantren, dan barak tentara, skabies hampir menyerang seluruh individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan di sebuah pesantren, di Jakarta Timur.
Desain penelitian berupa cross sectional study dan semua santri dijadikan subyek penelitian. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012 dengan menggunakan kuesioner yang berisi 7 pertanyaan mengenai perilaku kebersihan. Data prevalensi skabies diperoleh berdasarkan pemeriksaan kulit. Data diolah dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji fischer exact.
Hasilnya menunjukkan 149 (79%) dari 188 santri menderita penyakit kulit dan penyakit kulit terbanyak yang diderita adalah skabies (50%). Perilaku kebersihan umumnya buruk dan hanya 8 (6%) santri yang berperilaku baik. Uji fischer exact menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi skabies dengan perilaku santri, nilai p=0,567. Disimpulkan bahwa perilaku kebersihan santri tergolong buruk dengan prevalensi skabies adalah 50%, dan tidak terdapat hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan.

Skabies is a skin disease caused by Sarcoptes scabiei, the third most prevalent skin disease in Indonesia. In densely populated communities without good hygiene, such as dormitories, boarding schools, and military barracks, skabies infests almost all of the individuals. This study aims to determine the prevalence of skabies and its relationship with hygiene behavior in an Islamic boarding school (pesantren), in East Jakarta.
The research is a cross-sectional study and total sampling is used. Data were collected on June 10, 2012 using a questionnaire containing seven questions regarding hygiene behavior of the students. Physical examination is performed to obtain the prevalence of skin disease among the students, in which skabies has the highest prevalence. The data were processed with SPSS version 20 and analyzed by Fischer?s exact test.
The results showed that 149 out of the 188 students (79 %) suffer some form of skin diseases, in which skabies is the majority (50 %). Hygiene behavior is generally poor where only 8 (6 %) students were considered having good hygiene behaviour. Fischer's exact test showed no significant difference between the prevalence of skabies with the hygiene behavior of students, p value=0,567. It is concluded that the hygiene behavior of students is relatively poor as the prevalence of skabies was 50 %,and there was no relationship between the prevalence of skabies with hygiene behavior.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>