Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astrid Nadia Hartami Putri
"Di tengah meningkatnya konsumsi musik digital dan penurunan penjualan rekaman musik secara umum, produk musik dalam format fisik bertahan sebagai pilihan sarana menyimpan dan mendengarkan musik bagi banyak konsumen. Tujuan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara keterlibatan musik terhadap preferensi untuk format musik dalam bentuk yang nyata. Untuk mencapai hal ini, kami menguji model penelitian berdasarkan pada keterlibatan musik. Temuan menunjukkan bahwa keterlibatan musik yang tinggi berkorelasi positif dengan pengetahuan musik subyektif, preferensi tangibility, dan penggunaan pemutar alat musik portable (MP3 player). Ditemukan bahwa keterlibatan musik meningkatkan konsumsi musik dalam semua format, termasuk bentuk digital, namun keterlibatan tinggi muncul terhubung ke persepsi bahwa memiliki produk musik dalam bentuk nyata adalah lebih berharga. Perilaku konsumen sangat terlibat menunjukkan bahwa musik digital belum tentu memberantas format fisik tapi mungkin memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya, sampling dan melengkapi vs mengumpulkan dan menampilkan.

Amid the increasing consumption of digital music and generally declining sales of recorded music, physical formats persist as the preferred means of storing and listening to music for many consumers. The purpose of this paper is to increase the understanding of the relationship between music involvement and preference for tangible music formats. To achieve this, we test a research model based on music involvement. Findings indicate that high music involvement is positively correlated with subjective music knowledge, tangibility preference, and portable player use. Quite naturally, involvement increases music consumption in all formats, including digitized forms, but high involvement appears connected to a perception of tangible records as more valuable. The behavior of highly involved consumers suggests that digital music is not necessarily eradicating physical formats but possibly fulfilling different needs; for example, sampling and complementing vs. collecting and displaying."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wayan Gede Yogananda Kesawa
"Pada penelitian ini kemampuan regulasi diri dalam berlatih musik dijelaskan melalui konsep regulasi diri dalam belajar. Regulasi diri dalam belajar adalah suatu usaha dari individu yang melibatkan aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku, aktif dalam proses pembelajaran (Zimmerman, 1986). Kemudian, yang dimaksud dengan keterlibatan orang tua adalah suatu dedikasi yang diberikan oleh orang tua kepada anak dalam suatu domain tertentu (Grolnick & Slowiaczek, 1994).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan orang tua dan regulasi diri dalam berlatih musik. Responden penelitian ini berjumlah 103 orang pelajar SMK Musik dengan rentang usia 15-18 tahun. Pengambilan data dilakukan di dua sekolah yaitu SMK Musik X dan SMKN Y. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yaitu Parent Involvement Measure (Zdzinski, 1996) dan Self-Regulated Practice Behavior Scale (Ersozlu & Miksza, 2014) yang sudah teruji valid dan reliabel dalam mengukur variabel tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan orang tua dan regulasi diri dalam berlatih musik (r = 0.279, p < 0,01). Analisis lebih mendalam menemukan bahwa dimensi behavior involvement (r = 0.342, p < 0,01) dari keterlibatan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan regulasi diri dalam berlatih musik.

The ability of self-regulated practice in music was explained through self-regulated learning concept. Self-regulated learning is metacognitively, motivationally, and behaviorally active participants in their own learning process (Zimmerman, 1986). Then, parent involvement is the dedication of resources by the parent to the child within a given domain (Grolnick & Slowiaczek, 1994).
This research aimed to know the relationship between parent involvement and self-regulated in music practice. Total respondents that involved in this study consisted of 103 students of two music senior high school such as SMK Musik X and SMKN Y. Data were collected using questionnaire Parent Involvement Measure (Zdzinski, 1996) and Self-Regulated Practice Behavior Scale (Ersozlu & Miksza, 2014) which was valid and reliable in measuring those variables.
The result showed that there was significant relationship between parent involvement and self-regulated in music practice (r = 0.279, p < 0,01). Further, data analysis assumed that dimension of behavior involvement (r = 0,342, p < 0,01) from parent involvement had significant relationship with self-regulated in music practice.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2016
S65264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Emanuella
"Mahasiswa generasi millennial menghadapi tantangan krisis empati di dalam lingkungan dimana teknologi berkembang pesat, ketersediaan informasi begitu kaya, dan berbagai media digital mengelilingi generasi ini. Hal ini menjadikan generasi ini rentan terhadap berbagai tekanan psikologis yang muncul dari pertarungan eksistensi diri intragenerasi dan prasangka dari generasi sebelumnya. Tekanan tersebut dapat dihindarkan dengan membangun individu yang memiliki empati yang baik. Musik memiliki kapasitas untuk memaparkan pendengarnya dengan berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Individu dengan preferensi musik eklektik mdash; mereka yang tidak memiliki preferensi yang kuat pada jenis musik manapun, melainkan, menunjukkan fleksibilitas dalam mendengarkan musik mdash;merupakan jenis pendengar yang empatik.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara preferensi musik eklektik dan empati pada mahasiswa generasi millennial. Penelitian ini dilakukan pada 356 partisipan. Preferensi musik diukur menggunakan Short Test of Music Preferences STOMP oleh Rentfrow dan Gosling 2013 yang dimodifikasi, sedangkan Interpersonal Reactivity Index IRI milik Davis 1980 digunakan untuk mengukur empati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara preferensi musik eklektik dan empati r= 0,164; p= 0.002, signifikan pada L.o.S 0.01 . Penelitian selanjutnya diharapkan memerhatikan karakteristik seperti pengalaman dan kemampuan bermusik responden, metode pengambilan data yang digunakan, serta melakukan elisitasi yang lebih mendalam mengenai budaya musik yang sedang berkembang pada masanya.

College students of millennial generation are challenged with empathy crisis in an environment with vast development of technology, rich availableness of information, and digital medias surrounding this generation. This circumstances make this generation prone to many psychological pressures which emerge from the battle of self existance among millennials themselves and prejudice from the previous generations. This pressure can be escaped by equipping each individual with empathy. Music has a capacity to expose its listeners with diverse pespectives. The ones who has an eclectic music preference mdash whom does not have strong preference to any music cathegory, but showing the flexibility in listening to diverse kind of musics mdash are the empathetic individuals.
This research aims to find the correlation between eclectic music preference and empathy in college students of millennial generation. This research was conducted to 356 participants. Respondents rsquo music preference was measured by a modified version of Short Test of Music Preferences STOMP from Rentfrow and Gosling 2013, and Interpersonal Reactivity Index IRI by Davis 1980 was used to measure respondents rsquo empathy. The result of this research showed that there is a significant correlation between eclectic music preference and empathy r 0,164 p 0.002, significant at L.o.S 0.01. Suggestions for further research is to notice respondents rsquo characteristics, such as respondents rsquo background at music education or performing, consider other measurement method, and carry out deeper elicitation about the developing music culture at the current time.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Nindya
"Skripsi ini membahas tentang proses berarsitektur yang dilihat dari sudut pandang musik. Topik ini dapat dikatakan jarang dibahas oleh peneliti yang ada. Musik dan arsitektur masing-masing memiliki elemen yang menjadi dasar dalam penyusunannya sehingga menjadi suatu lagu atau bangunan. Elemen-elemen dasar musik yang utama, yaitu melodi, harmoni, tempo, dan ritme; setara dengan elemen bentuk bangunan, fungsi, program ruang, dan pola pada arsitektur. Elemen-elemen ini yang menjadikan arsitektur dapat dilihat dan diteliti melalui musik.
Musik (music) merupakan suatu wujud atau cara melakukan kegiatan seni, dengan hasilnya berupa lagu (song). Begitu pula dengan arsitektur (architecture) dengan bangunan fisik (building). Dalam mengaji bangunan fisik, studi kasus skripsi ini menelaah tiap bagian bangunan yang dilihat dari elemen penyusun musik. Elemen penyusun musik merupakan dasar pembuatan lagu. Lagu yang indah dan enak didengar memiliki elemen penyusun yang relatif sama. Elemen-elemen penyusun musik antara lain adalah pembukaan (opening) yang biasa disebut intro lagu dimana bagian ini menarik perhatian orang untuk mendengar lebih lanjut. Hal ini terlihat pada bait lagu (atau verse 1, verse 2, dst) sebagai nyanyian, chorus yang merupakan inti dari lagu, bridge dan interlude yang berfungsi sebagai jembatan untuk menyambungkan bagian lagu, dan penutup lagu (ending).
Sama seperti musik, bangunan terdiri dari elemen penyusun yang mirip dengan musik. Entry-pintu masuk, Second space?ruang yang lebih kecil, transit space?ruang perpindahan, transportasi vertikal dan horizontal, major space? ruang utama, dan exit-pintu keluar. Proses berarsitektur mempunyai kaitan yang cukup erat dengan proses bermusik. Hal ini dapat dilihat dari elemen-elemen dasar dan elemen-elemen penyusun yang dimiliki oleh musik ternyata dimiliki pula oleh arsitektur. Ternyata, proses berkarya dalam arsitektur dapat dilakukan melalui pendekatan musik dan sangat berhubungan dengan kegiatan manusia.

This thesis discusses about the process of architecture from the perspective of music. This topic is rarely discussed by previous researchers, so that I take this topic for thesis. Each music and architecture have elements that are the basis for the formulation so that it becomes a song or a building. The basic elements of music namely melody, harmony, tempo, and rhythm. The equivalent of elements of building form namely function, program space, and the pattern on the architecture. These elements that makes the architecture can be seen and studied through music.
Music is a form or way of doing art activities, with the result is song. Similarly, the architecture with the physical structure (building). In studying the building, this paper examines case studies of each part of the building seen from the constituent elements of music. Constituent elements of music are the basis of making the song. The song is beautiful and pleasant to hear, have relatively the same constituent elements. Constituent elements of music ?opening, is commonly called the intro song where part of this interests man's ear to hear more, the temple of the song (or verse 1, verse 2, etc.) as a song, the chorus which is the core of the song, bridge and interlude that serves as a bridge to connect the songs, and a cover song (ending).
Just like the music, the building consists of constituent elements that are similar to music. Entry, Second space, transit space (vertical and horizontal transportation), major space, and exit. Architecting has a fairly close relationship with the music. It can be seen from the basic elements and constituent elements that are owned by the music was also owned by the architecture. The architecture can be done through a musical approach and related to human activities.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42866
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pritta Miranda
"

Penelitian ini menjelaskan terkait bagaimana sebuah merek menjadi pilihan bagi konsumennya diantara banyaknya merek lainnya yang dijelaskan melalui konsep preferensi merek. Preferensi merek dapat dipengaruhi dari berbagai faktor lainnya dari sebuah merek seperti asosiasi merek, pengalaman merek, dan kepribadian merek. Penelitian ini difokuskan dengan menguji sebuah merek dengan kategori produk keterlibatan rendah sebagai objek penelitian. Adapun produk keterlibatan rendah yang diuji dalam penelitian ini adalah minuman kopi dari sebuah merek kopi lokal, yaitu Kopi Kenangan. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei online kepada konsumen Kopi Kenangan sebanyak 175 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asosiasi merek, pengalaman merek, dan kepribadian merek berpengaruh secara signifikan terhadap preferensi merek pada produk keterlibatan rendah (dalam hal ini produk Kopi Kenangan)  sebesar 49,8% dan sisanya sebesar 50,2% dijelaskan oleh faktor lain diluar yang diuji dalam penelitian ini.

 

 


This study explains how a brand is a choice for consumers among the many other brands that are explained through the concept of brand preference. Brand preference can be influenced by various other factors of a brand such as brand association, brand experience, and brand personality. This research is focused on a brand with a low involvement product category as the object of research. The low involvement product  in this study is a coffee drink from a local coffee brand, namely Kopi Kenangan. The data collection in this study was conducted by conducting an online survey to 175 consumers of Kopi Kenangan. The results showed that brand association, brand experience, and brand personality significantly influence to brand preference on low involvement products (in this case Kopi Kenangan product) by 49.8% and the remaining 50.2% is explained by other factors outside of this research.

 

 

"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Defashah
"Sejak awal waktu, sudah menjadi sifat manusia untuk menemukan hiburan yang merangsang sistem indera manusia untuk mengisi kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu bentuk hiburan yang paling umum adalah hiburan yang merangsang kesenangan pendengaran. Ada banyak catatan yang membuktikan keberadaan musik sejak peradaban manusia awal, bahkan sejak masyarakat Sumeria (c. 4500 – c. 1900 SM) (Farmer, H., 1939). Hal ini menunjukkan bahwa musik adalah bagian penting dari kehidupan. Di dunia modern, beberapa individu paling terkenal berasal dari industri musik, semakin menunjukkan seberapa besar industri ini. Dengan perkembangan teknologi, muncul perkembangan media melalui mana musik dinikmati. Akhir abad ke-19 melihat manifestasi pertama musik dalam bentuk fisik dengan lahirnya vinyl (Osborne, 2012). Sejak saat itu bentuk fisik musik berkembang menjadi berbagai jenis medium. Vinyl mencapai puncaknya pada 1950-an, kaset diperkenalkan pada 1960-an, dan CD mengambil alih pasar musik fisik pada 1990-an. Datang milenium baru dan digitalisasi massal barang-barang konsumen, media baru untuk konsumsi musik juga diperkenalkan. Napster adalah platform pertama yang memungkinkan konsumen mengunduh musik ke komputer pribadi mereka (Lee et al., 2020), memelopori digitalisasi musik . Berkaitan dengan itu, mengikuti gelombang perkembangan musik digital yang menjadikan layanan online streaming sebagai cara paling efisien untuk menikmati musik saat ini (Aguiar, 2017). Pada 2017 pendapatan industri musik digital adalah US$17,10 Miliar (Brand Essence Market Research, 2021).
Ada beberapa cara di mana musik digital dapat dikonsumsi. Salah satu parameter dalam mengkategorikan konsumsi musik digital adalah kepemilikan. Ada platform yang memungkinkan kepemilikan musik digital melalui konten yang dapat diunduh, ini dapat dianggap sebagai konsumsi berbasis kepemilikan. Perusahaan seperti Napster menyediakan layanan ini. Saat ini, Bandcamp adalah platform paling terkenal yang memungkinkan konsumsi musik digital berbasis kepemilikan. Ini dimulai sebagai bentuk perintis konsumsi musik digital. Namun, kategori kedua yang tumbuh pada akhir 2000-an telah mengambil alih pasar musik digital, yang didefinisikan sebagai konsumsi berbasis akses. Platform ini memungkinkan konsumen membayar biaya berlangganan untuk mendapatkan akses ke perpustakaan musik online. Dengan cara ini, konsumen tidak memiliki kepemilikan atas musik, yang juga dikenal sebagai konsumsi berbasis akses (Lee et al., 2020). Perusahaan terbesar yang menawarkan layanan ini adalah Spotify dan Apple.
Konsumsi musik telah berkembang dan mengambil banyak bentuk. Sebelum musik mengambil bentuk fisik apa pun, musik hanya dapat dinikmati melalui pertunjukan langsung. Pada abad ke-20 bentuk fisik musik mengambil alih industri, dan cara paling umum untuk mengkonsumsi musik adalah melalui berbagai platform digital online yang, seperti disebutkan sebelumnya, memiliki dua jenis kategori. Sebagai perbandingan, pada 2017 pendapatan Bandcamp adalah US$318 Juta (Diamond, 2018), dibandingkan Spotify yang menutup tahun dengan pendapatan US$4,9 Miliar. Perbedaan pendapatan sangat mengejutkan. Orang mungkin mempertanyakan alasan di balik perbedaan pendapatan tersebut. Meskipun sangat besar, konsumsi musik digital adalah industri yang relatif baru. Oleh karena itu, tidak ada banyak penelitian seputar dimensi dalam industri. Perbedaan antara pendapatan Bandcamp dan Spotify mungkin disebabkan oleh motivasi niat beli terhadap berbagai bentuk konsumsi musik digital. Tesis ini diharapkan dapat mengisi kesenjangan pengetahuan dalam industri. Untuk itu, tesis ini akan melakukan penelitian yang akan membedah berbagai aspek yang mempengaruhi konsumsi dalam musik digital.
Fenomena ini terjadi di seluruh dunia, dan di Indonesia ada beberapa entitas yang berupaya keras untuk berkiprah di industri musik digital, salah satunya adalah The Store Front. Sebuah website berbasis di Jakarta yang berfokus pada konsumsi musik digital berbasis kepemilikan. The Store Front merupakan platform terdepan di Indonesia yang menyediakan layanan ini bagi konsumen (Singh, 2021). Penciptaan Store Front juga dilatarbelakangi oleh dorongan untuk mendukung musisi independen dari Indonesia dan negara tetangga lainnya. Arahan utama situs web ini adalah untuk menyediakan platform bagi musisi independen dan label rekaman dan membantu mereka mendistribusikan musik mereka secara digital dan fisik dalam skala besar, di mana artis kemudian akan menerima 90% dari pendapatan. Tidak seperti perusahaan besar yang menyediakan layanan streaming, di mana metode share mereka dikritik oleh komunitas musik. Sebagai sebuah entitas, The Store Front dapat didefinisikan sebagai toko musik online sederhana, tetapi bagi musisi lokal, ini adalah platform di mana musik dibagikan secara adil dan legal. Dengan lahirnya The Store Front, hadir pasar baru bagi konsumen untuk membeli musik, dan dengan itu muncul pula perilaku baru dalam mengonsumsi musik digital untuk pasar Indonesia.
Alasan penulis memilih topik ini karena penulis melihat hal ini sebagai fenomena baru di Indonesia yang memiliki potensi pertumbuhan, baik bagi industri musik maupun bagi perekonomian. Dengan munculnya platform musik digital berbasis kepemilikan, pasar kini memiliki platform baru untuk mengakses musik, di mana mereka juga dapat secara langsung mendukung para musisi. Pendekatan ini telah menarik banyak musisi dan penggemar, untuk terus mendukung musisi lokal secara langsung daripada menggunakan platform musik digital berbasis akses yang, seperti yang telah dibahas sebelumnya, telah dikritik karena skema keuntungannya. Dengan fenomena baru muncul perilaku konsumen baru (Chandel et al., 2016). Dengan memahami perilaku konsumen, proses dimana konsumen membeli dan menggunakan barang dan jasa untuk memuaskan keinginan, keinginan, dan kebutuhan (Chandel et al., 2016), melalui niat beli dan bagaimana nilai yang dirasakan berpengaruh terhadapnya. Untuk lebih memahami fenomena platform musik berbasis kepemilikan pada perilaku konsumennya, variabel-variabel yang secara teori berpengaruh pada nilai nilai yang dirasakan yaitu kenikmatan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, teknis dan biaya yang dirasakan dapat dipelajari dengan cermat dengan mengkorelasikan setiap nilai variabel. pengukuran dan penerapannya pada perilaku konsumen dalam mengkonsumsi musik online (Wang et al., 2013). Ini karena keputusan pembelian konsumen didasarkan pada beberapa faktor yang, dalam banyak kasus, menyangkut evaluasi konsumen atas kepuasan yang akan mereka terima dengan membeli barang tertentu. Evaluasi tentang bagaimana hal itu dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka, melalui layanan yang diberikan secara efisien dan seberapa mudah bagi mereka untuk mencapai barang-barang tertentu. Karena penulis menggunakan toko musik online sebagai subjek utamanya, penting untuk diingat bahwa penelitian harus dilakukan dengan sudut pandang toko musik online untuk lebih memahami bagaimana berbagai aspek yang ditemukan pada toko online pada akhirnya dapat menjadi perhatian konsumen. keputusan untuk membeli di toko tersebut. Dengan memahami bagaimana masing-masing variabel dapat mendefinisikan nilai kepuasan yang berbeda bagi konsumen penulis berharap dapat memberikan data dan saran yang dapat lebih mengembangkan pertumbuhan musik digitalnya di Indonesia.

Ever since the beginning of time, it is within the nature of human beings to find entertainment that stimulates the human sensory system to fill their everyday lives. One of the most common forms of entertainment is one that stimulates the hearing pleasure. There are numerous records that prove the existence of music since early human civilization, even dating back to the Sumerian society (c. 4500 – c. 1900 BC) (Farmer, H., 1939). This demonstrates that music is a salient part of life. In the modern world, some of the most famous individuals are from the music industry, further evincing how big the industry is. With the development of technology, comes the development of the medium through which music is enjoyed. The late 19th century saw the first manifestation of music in a physical form with the birth of vinyl (Osborne, 2012). Since then the physical form of music has evolved into various types of mediums. Vinyl peaked in the 1950s, cassette tapes were introduced in the 1960s , and CDs took over the physical music market in the 1990s. Come the new millennium and the mass digitalization of consumer goods, a new medium for music consumption was also introduced. Napster was the first platform that allowed consumers to download music to their personal computers (Lee et al., 2020), pioneering the digitalization of music . Pertaining to that, a wave of development within digital music followed which led to online streaming services as the most efficient way to consume music today (Aguiar, 2017). As of 2017 the digital music industry’s revenue is US$17.10 Billion (Brand Essence Market Research, 2021).
There are several ways in which digital music can be consumed. One of the parameters in categorizing digital music consumption is ownership. There are platforms that allow for ownership of digital music through downloadable content, this can be considered as ownership-based consumption. Companies like Napster provide this service. Nowadays, Bandcamp is the most renowned platform that allows for ownership- based digital music consumption. This started out as the pioneering form of digital music consumption. However, the second category that sprouted in late 2000s has taken over the digital music market, defined as access-based consumption. These platforms allow consumers to pay a subscription fee in order to gain access to an online music library. This way, consumers do not have ownership over the music, also known as access-based consumption(Lee et al., 2020). The biggest companies that offer this service are Spotify and Apple.
Music consumption has evolved and taken many forms. Before music took any physical form it could only be enjoyed through live performances. In the 20th century the physical form of music took over the industry, and the most common way to consume music is through various online digital platforms that, as mentioned before, have two types of categories. For comparison, in 2017 Bandcamp’s revenue was US$318 Million (Diamond, 2018), compared to Spotify who closed the year with a revenue of US$4.9 Billion. The difference in revenue is astounding. One might question the reason behind such difference in revenue. Albeit gigantic, digital music consumption is a relatively new industry. Hence, there is not an abundance of research surrounding the dimensions within the industry. The difference between Bandcamp and Spotify’s revenues might be attributable to the motivation of purchase intention towards the different forms of digital music consumption. This thesis hopes to fill in the gaps of knowledge within the industry. In doing so, this thesis will conduct a research that will dissect the various aspects affecting the consumption in digital music.
This phenomenon is happening worldwide, and in Indonesia there are several entities that has made great efforts to take part in the digital music industry, one of which is The Store Front. A website based in Jakarta that focuses on ownership-based digital music consumption. The Store Front is the leading platform in Indonesia that provides this service for consumers (Singh, 2021). The Store Front’s creation is also motivated by the urge to support independent musicians from Indonesia and other neighbouring countries. The website’s prime directive is to provide a platform for independent musicians and record labels and help them distribute their music digitally and physically on a large scale, where the artist will then receive 90% of the revenue. Unlike large companies that provide streaming services, where their share method has been criticized by the music community. As an entity, The Store Front can be defined as a simple online music store, but for local musicians alike, it is a platform where music is shared fairly and legally. With the birth of The Store Front, comes a new marketplace for consumers to purchase music, and with that comes a new behaviour towards consuming digital music for the Indonesian market.
The reason the author chose this topic is because the author sees this as a new phenomenon in Indonesia that has potential growth, both for the music industry and for the economy. With the rise of ownership-based digital music platforms the market now has a new platform to access music, where they can directly support the musicians as well. This approach has attracted many musicians and fans alike, to keep supporting local musicians directly instead of using access-based digital music platforms that, as discussed before, has been criticised for its profit schematics. With a new phenomenon comes a new consumer behaviour (Chandel et al., 2016). By understanding the consumer behaviour, the process of which consumers purchases and use goods and services to satisfy desires, wants, and needs (Chandel et al., 2016), through purchase intention and how perceived value has an effect on it. To better understand the phenomenon of ownership-based music platforms on its consumers behaviour, variables that on theory have an effect on the value of perceived value which are perceived enjoyment, perceived usefulness, technicality and perceived fee can be studied carefully by correlating each variables value of measurement and applying it to the consumers behaviour on consuming online music (Wang et al., 2013). This is because a consumer’s’ purchase decision is based on several factors which, on most cases, concerns the consumer’s evaluation on the satisfaction they will receive by purchasing a specific good. An evaluation on how it can satisfy their needs and wants, through efficient services provided and how easily it is for them to attain specific goods. As the author uses an online music store as its main subject, it is important to remember that the research must be done with the point of view of the online music store to better understand how different aspects found on an online store can ultimately be a consumer’s decision to purchase on said store. By understanding the how each variable can define different values of satisfaction for consumer’s the author hopes to provide data and suggestion that could further develop the growth of digital music her in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Daniel
"Keberadaan musik di Amerika Serikat sepanjang perjalanan sejarahnya setelah berakhirnya masa Perang Dunia II telah berkembang menjadi sebuah budaya bagi kalangan muda di negara tersebut. Musik yang berkembang menjadi sebuah industri di Amerika Serikat di dalam perjalanannya tidak dapat lepas dari peran serta media sebagai sarana promosi kepada masyarakat sebagai konsumennya. Tulisan yang berjudul Pengaruh Kemunculan MTV Terhadap Perkembangan Musik Di Amerika Serikat pada 1981-84 mencoba untuk menjelaskan peran media di dalam perkembangan musik dan juga sebagai sarana hiburan bagi masyarakat di Amerika Serikat. MTV yang muncul pada 1 Agustus 1981 telah memberikan inovasi bare terhadap perkembangan musik dari segi bisnis dan hiburan dengan menjadikan video musik sebagai sarana hiburan dan promosi. Hal ini disebabkan pada masa sebelumnya hanya media radio yang dikenal oleh masyarakat luas dan juga kalangan pengusaha bisnis rekaman sebagai sebuah sarana bisnis dan hiburan. Di dalam tulisan ini akan dibahas mengenai awal pendirian MTV, tokoh pendirinya serta video-video musik yang ada ditayangkan. Selain itu juga akan dibahas mengenai pengaruhnya terhadap perkembangan musik dan masyarakat khususnya kaum remaja di Amerika Serikat pada 1981-84. Perkembangan saturan MTV juga akan dibahas dan juga kontlik yang terjadi di dalamnya baik dari perspektif kalangan dunia musik maupun dari perspektif masyarakat pemirsanya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faisal Khaeri Yuwono
"Penelitian replikasi dari penelitian Djikic (2011) ini merupakan penelitian eksperimen dengan sampel 90 partisipan mahasiswa sarjana Universitas Indonesia (rata-rata usia = 23,8 tahun) yang menguji kemampuan musik untuk menghasilkan perubahan yang signifikan pada penilaian kepribadian. Setelah mengisi serangkaian kuesioner, termasuk didalamnya NEO-FFI, partisipan dialokasikan ke dalam 3 kelompok; kelompok Musik dan Lirik mendengarkan lagu berbahasa Perancis sambil membaca terjemahannya, kelompok Musik mendengarkan lagu sambil membaca teks lirik bahasa Perancis, dan kelompok Lirik mendengarkan rekaman terjemahan lirik secara lisan sambil membaca terjemahannya. Partisipan mengisi kembali kuesioner NEO-FFI. Hasil menunjukkan bahwa musik meningkatkan variabilitas dalam penilaian kepribadian secara tidak signifikan, sedangkan lirik menurunkan variabilitas secara tidak signifikan.

The present replication experiment of the experiment conducted by Djikic (2011) tested whether music can produce significant changes in the experience of one’s own personality traits under laboratory conditions. Participants were 90 Universitas Indonesia undergraduates (M = 23.8 years). After completing a set of questionnaires including the NEO-FFI, they were divided into 3 groups: the Music-and-Lyrics group listened to a French song while reading the Indonesian translation of lyrics, the Music group listened to a French song while following the text of lyrics in French, and the Lyrics group listened to the Indonesian translation of the lyrics, while following its text. Participants were then readministered the NEO-FFI within another set of questionnaires. The results show that music insignificantly produced increases, and lyrics insignificantly produced decreases, in the short-term self-reported experience of change of one’s personality traits."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S54396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Khalifa
"Penelitian ini meneliti tentang efek mendengarkan musik terhadap performa kognitif yang menuntut atensi. Sebanyak 69 partisipan (19 laki-laki dan 50 perempuan, dengan umur berkisar 18-34 tahun, dan latar belakang pendidikan sedang atau telah menyelesaikan program sarjana) dibagi ke dalam dua kelompok eksperimen (KE). Kedua kelompok eksperimen sama-sama diminta mengerjakan tugas kognitif yang menuntut atensi sambil mendengarkan musik. Data diambil secara individual dengan setiap partisipan KE 1 mendengar musik yang pernah mereka dengar sebelumnya. KE 1 kemudian dibandingkan dengan KE 2 yang mendengar musik yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Hasilnya, analisis t-test menunjukkan adanya perbedaan performa yang signifikan (p < 0,05) antara kedua kelompok. Dengan KE 1 memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi daripada KE 2.

This research studies the effect of music listening on cognitive performance that requires attention. By using an experimental design, 69 participants (19 male and 50 female, with age ranged between 18-34 years old) were assigned into two experiment groups (EG). Both EG were assigned to perform a cognitive task that requires attention while listening to a piece of music. The data was taken individually with each participant in EG 1 listened to a piece of music that he/she had heard before. As a comparison, EG 2 listened to a piece of music that he/she had never heard before. The performance of the two groups was compared by using a t-test analysis. The result shows a significant difference (p < 0.05) between the two groups with EG 1 having a higher mean then EG 2."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>