Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163675 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Oktorio
"Isu lingkungan mengenai pembatasan penggunaan refrijeran R-22 mulai diberlakukan. Untuk itu dibutuhkan refrijeran alternatif yang lebih baik untuk menggantikannya. Ciri dari refrijeran yang baik yaitu refrijeran yang memiliki nilai perpindahan kalor yang tinggi karena berpengaruh terhadap jumlah panas yang ditransfer dalam proses pendinginan. Dengan heat transfer yang tinggi, maka dapat membuat evaporator menjadi lebih kecil untuk menyerap besar kalor yang sama, sehingga ukuran dimensi sistem pendingin dapat dibuat lebih compact dan dapat menghemat ruang dalam kapal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena didih alir dan karakteristik Koefisien perpindahan kalor dari refrigeran R-290 dan R-22 pada pipa konvensional. Penelitian ini juga menjelaskan pengaruh dari mass flux, heat flux dan temperature saturasi terhadap nilai koefisien perpindahan kalor. Hasil dari eksperimen kemudian dibandingkan dengan persamaan yang telah diberikan peneliti sebelumnya yaitu Gungor-Winterton, Shah, Kwang-il Choi, Tran dan Kandlikar.

Environmental issues concerning usage restrictions R-22 came into effect. That requires refrijeran better alternative to replace it. Characteristic of the good is refrijeran refrijeran which has a high value of heat transfer due to an effect on the amount of heat transferred in the cooling process. With the high heat transfer, it can make a smaller evaporator to absorb the heat of the same, so the size dimension cooling system can be made more compact and can save space in the ship.
The purpose of this study was to determine the characteristics of the phenomenon of boiling flow and heat transfer coefficient of R-290 and R-22 in the conventional pipeline. The study also describes the effect of mass flux, heat flux and saturation temperature of the heat transfer coefficient. The results of the experiment were compared with the equation given previous research Gungor-Winterton, Shah, Kwang-il Choi, Tran and Kandlikar.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Peter Lewis Hamonangan
"Penelitian ini membahas tentang karakteristik perpindahan kalor aliran dua fasa yang didapat berdasarkan pengujian dan dibandingkan dengan prediksi korelasi yang terdapat pada literatur. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan refrijeran R-22 dan R-290 yang dilakukan dalam pipa konvesional berdiameter 7,6 mm dengan bahan stainless steel (SS 316) dan panjang 1,07 m. Pengujian dilakukan dengan variasi fluks kalor (q), fluks massa (G), dan temperatur saturasi.
Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah nilai fluks massa yang tinggi cenderung memiliki nilai koefisien perpindahan kalor yang tinggi pada awal evaporasi dan jika diberikan fluks kalor yang tinggi maka nilai koefisien perpindahan kalor juga akan naik, dan sistem dengan nilai temperatur saturasi yang tinggi maka akan dipengaruhi oleh koefisien perpindahan panas nucleat boiling. Perbandingan refrijeran mengindikasikan bahwa nilai koefisien perpindahan kalor R-290 lebih tinggi daripada R-22.

This study discusses about the characteristics of two-phase flow which obtained by experiment and the data is compared with predictions data of correlations in the literature. This experiment was conducted using refrijeran R-22 and R-290 in a conventional 7,6 mm pipe with stainless steel (SS 316) material and length of 1,07 m. Tests carried out with variations of heat flux (q), mass flux (G), and the saturation temperature.
The result of this study is high value of the mass flux values tend to have a high coefficient of heat transfer at the beginning of evaporation and high heat flux will increase the heat transfer coefficient value. Systems with a high value of the saturation temperature will be influenced by nucleat boiling heat transfer coefficient. Refrijeran comparison indicates that the value of heat transfer coefficient of R-290 is higher than R-22.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Dadang Ardiansyah
"ABSTRAK
Karaketeristik didih alir R-290 menjadi hal yang penting untuk diteliti setelah R-22 mulai dibatasi, karakteristik ini pertukaran kalor, penurunan tekanan, dan pola aliran yang diharapkan dapat menggantikan posisi R-22 dengan R-290 sebagai media pendingin berbahan refrijeran alami. Dalam percobaan aliran didih R-290 dan R-22 sebagai pembanding dilakukan dalam pipa konvensional yang masih banyak digunakan dalam industri dan sistem pendingin rumah tangga. Variasi fluks kalor dari 5.09 kW/m2 sampai 19.03 kW/m2, fluks massa dari 339.74 kg/m2.s sampai 751.74 kg/m2.s dan temperatur saturasi 5.59 oC sampai 18.12 oC untuk R-22 dan sedangkan R-290 dari 114.91 kg/m2.s sampai 637.63 kg/m2.s dan temperatur saturasi dari 4.77 oC sampai 16.45 oC dengan fluks kalor yang sama dengan R-22. Hasil yang didapat adalah penurunan tekanan dipengaruhi oleh fluks kalor, fluks massa dan temperatur saturasi serta R-290 mempunyai penurunan tekanan lebih rendah dibanding R-22. Sedangkan untuk perpindahan kalor, variasi fluks massa menunjukkan tidak ada perubahan baik untuk R-22 dan R-290. Persamaan prediksi Lokhart-Martinelli (1949) hasil yang paling baik untuk penurunan tekanan eksperimen. Kandlikar (1990) mempunyai prediksi paling baik untuk R-22. Untuk pola aliran dibandingkan antara observasi langsung dengan prediksi pola aliran dari Wojtan et al (2005) dan Wang et al (1997).

ABSTRACT
The characteristic of flow boiling R-290 is very important immediately to observeinstead of R-22 was limited, there are such as heat transfer, pressure drop flow boiling and flow pattern that are hoped can change R-22 into R-290 as natular refrigeration. The experiment of flow boiling R-290 and R-22 as comparable was conducted in conventional channel which was used industry. Variation of heat flux was strarted from 5.09 kW/m2to 19.03 kW/m2, Mass flux was 339.74 kg/m2.s to 751.74 kg/m2.s and saturation temperature was 5.59 oC to 18.12 oC for R-22 and R-290 was 114.91 kg/m2.s to 637.63 kg/m2.s and saturation temperatur was4.77 oC to 16.45 oC within heat flux sas big as R-22. The result given interesting value to deeply observation later. Pressure drop was depended by heat flux, mass flux and saturation temperatur and The experiment admitted that R-290 has pressure drop lower than R-22. Mass flux lower slightly changed on heat transfer coefficient for R-22 and R-290. Lokhart-Martinelli (1949) given good prediction on pressure drop data experiment and Kandlikar (1990) has smaller error for prediction of heat transfer flow boiling. This paper presented comparation of flow pattern form Wojtan et al (2005) and Wang et al (1997)."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kisna Dewangga
"Studi ini membahas tentang koefisien perpindahan kalor pada kanal mini dengan refrigeran R-22. Tujuannya adalah untuk mengetahui karakteristik koefisien perpindahan kalor pada kanal mini dan deviasi nilai koefisien perpindahan kalor antara hasil perhitungan data eksperimen terhadap hasil perhitungan korelasi dan hasil simulasi.
Pengujian dilakukan dengan kondisi operasi : heat flux yang diberikan antara 5 kW/m² s/d 80 kW/m², mass flux divariasikan 50 s/d 600 kg/m².s, dan temperatur saturasi antara -5°C, 0°C, 5°C dan 10°C. Sedangkan untuk bagian test section terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter dalam 3 mm, diameter luar 5 mm dan panjang 1000 mm.
Dalam studi ini digunakan tiga metode untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan kalor. Sehingga akan didapat tiga hasil yaitu hasil perhitungan data eksperimen, perhitungan korelasi, dan hasil simulasi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program MATLAB dan simulasi dengan program FLUENT.
Analisa dari hasil perhitungan didapatkan bahwa semakin besar heat flux dan mass flux yang diberikan maka nilai koefisien perpindahan kalor akan semakin besar pula. Deviasi terkecil diperoleh pada penggunaan perhitungan korelasi dibandingkan dengan penggunaan simulasi.

This study discusses the heat transfer coefficient in minichannel with refrigerant R-22. The aim is to investigate the characteristics of heat transfer coefficient on minichannel and the deviation coefficient of heat transfer between the calculation results of experimental data on the results of the correlation calculation and simulation results.
The experiment was running based on the following conditions : heat flux given between 5 kW/m² to 80 kW/m2, mass flux was varied 50 to 600 kW/m²s, and saturation temperature between -5°C, 0°C, 5°C and 10°C. As for the test section is made of stainless steel pipe with inner diameter 3 mm, outer diameter 5 mm and length 1000 mm.
In this study we used three methods to get the value of the coefficient of heat transfer. So that will be obtained three results, those are the calculation results of experimental data, the correlation calculation, and simulation results. The calculation is accomplished by using the MATLAB program and the simulation with FLUENT program.
Analysis of the calculation result is obtained that the greater the heat flux and mass flux is given, the greater value of the heat transfer coefficient. The smallest deviation was obtained at the use of correlation calculation compared with the use of simulation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50920
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Giant Hermawan
"Skripsi ini membahas mengenai koefisien perpindahan kalor aliran evaporasi dua fasa refrigrant propan (R-290) pada kanal mini horizontal. Dimana flux kalor yang diberikan pada test section besarnya dapat divariasikan mulai dari 5 kW/m² s/d 40 kW/m². Untuk bagian test section terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter dalam 3 mm, diameter luar 5 mm dan panjang 1000 mm yang diberikan flux kalor yang seragam disepanjang pipa tersebut dengan mengalirkan arus listirk dan memberikan insulasi pada bagian luar test section untuk meminimalisasi kalor yang terbuang kelingkungan. Begitu pula dengan besarnya mass flux refrigeran yang dialirkan pada kanal horizontal tersebut divariasikan mulai dari 50 s/d 600 kg/m².s dan temperatur saturasi divariasikan -5°C, 0°C, 5°C dan 10°C.
Untuk memperoleh besarnya nilai koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa dilakukan dengan menggunakan simulasi perhitungan dengan program MATLAB dan simulsai dengan program FLUENT, dimana nantinya diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor hasil pengukuran, perhitungan baik menggunakan korelasi chen dan Gungor-Winterton dan juga nilai koefisien perpindahan kalor aliran dua fasa hasil dari simulasi Fluent. Pada aliran dua fasa, kualitas massa uap memiliki pengaruh yang tidak signifikan pada koefisien perpindahan kalor pada daerah kualitas rendah akan tetapi memiliki pengaruh yang signifikan pada daerah kualitas yang tinggi.
Koefisien perpindahan kalor yang didapat dengan menggunakan korelasi Chen memiliki mean dan average deviasi yang lebih rendah dibandingkan dengan korelasi Gungor-Winterton dan hasil simulasi fluent terhadap nilai pengukuran. Kenaikan koefisien perpindahan kalor dipengaruhi oleh heat flux dan mass flux yang diberikan.Dimana semakin besar heat flux dan mass flux yang diberikan maka koefisien perpindahan kalornya akan semakin besar pula.

This minithesis discuss about heat transfer coefficient of evaporation two phase flow in horizontal mini channel with refrigerant propane (R-290), Heat flux given to the test section can be varied from 5 kW/m² up to 40 kW/m². The test section was made of stainless steel tube with inner diameter of 3 mm, outer diameter of 5 mm and a length 1000 mm which was heated uniformly along the tube by applying an electric current, and outside of the test section was insulated well to prevent heat loss to surrounding environment. And also, mass flux of refrigerant were varied from 50 up to 600 kg/m²s with variation of saturation temperature from -5°C, 0°C, 5°C and 10°C.
To obtain two phase flow heat transfer coefficients were used simulation of calculation using MATLAB program and simulation using FLUENT program, which later, the value of heat transfer coefficient obtained were measurement, calculation which used Chen or Gungor-Winterton correlation, and simulation of FLUENT. Mass vapour quality had insignificant effect in the lower quality region and had significant effect in the higher quality region to heat transfer coefficient.
Heat transfer coefficients obtained using Chen correlation had lower mean and average deviation than Gungor Winterton correlation and from FLUENT simulation toward the value of heat transfer coefficient from measurement. Incrasing or decreasing of heat transfer coefficient were effected by addition of heat flux and mass flux given in certain value. Higher heat flux or mass flux given will result in higher value of heat transfer coefficient.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50894
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fikar Maulana
"Penurunan Tekanan dalam sistem pendingin merupakan salah satu faktor yang penting. Penurunan tekanan yang rendah dalam sistem pendingin dapat mengurangi space dari sistem pendingin. Pada penurunan tekanan rendah, koefisien perpindahan kalor akan meningkat dan membutuhkan luas penampang pada evaporator lebih kecil untuk menyerap besar kalor yang sama, sehingga ukuran dimensi sistem pendingin dapat dibuat lebih compact dan dapat menghemat ruang dalam kapal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena didih alir dari refrijeran R-290 dan R-22 dengan menganalisa penurunan tekanan serta penggambaran pola aliran pada pipa konvensional. Kemudian dibandingkan dengan persamaan yang telah diberikan peneliti sebelumnya.
Hasilnya adalah refrijeran kenvensional R-22 memiliki nilai penurunan tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan refrijeran alami R-290. Sedangkan perbandingan nilai penurunan tekanan eksperimen dengan nilai penurunan tekanan prediksi pada fluida kerja R-22 yang paling mendekati nilainya adalah korelasi Lockhart dan Martinelli (1949). Sedangkan pada fluida kerja R-290, nilai penurunan tekanan prediksi yang paling mendekati adalah Lockhart dan Martinelli (1949).

Pressure drop in the cooling system is one of the important factors. Low pressure drop in the cooling system can reduce the size of the cooling system. At low pressure drop, heat transfer coefficient will increase and require cross-sectional area at the evaporator to absorb less of the same heat, so that the volume of the cooling system can be made more compact and can save space in the ship.
The purpose of this study is to investigate the phenomenon of flow boiling refrigerant R-290 and R-22 by analyzing the pressure drop and flow patterns in the portrayal of the conventional pipe. The result will be compared with the equation given earlier researchers.
The result is conventional refrigerant R-22 has a higher pressure drop compared with the natural refrigerant R-290. The comparison of experimental pressure drop with pressure drop’s correlation prediction in refrigerant R-22 closest valie is correlation Lockhart and Martinelli (1949). While the working fluid R-290, the value of the pressure drop is predicted that most closely Lockhart and Martinelli (1949).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Syafei Agustian
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang perbandingan koefisien perpindahan kalor aliran
dua fasa dari hasil percobaan dengan hasil prediksi dari korelasi yang terdapat
pada literatur. Percobaan dilakukan pada kondisi perpindahan panas konveksi
didih pada kanal mini horizontal dengan refrigeran R-22. Test section terbuat dari
pipa stainless steel dengan diameter dalam 3 mm, panjang 1000 mm dan
dipanaskan secara merata di sepanjang pipa tersebut dengan heat flux divariasikan
antara 5 kW/m2 sampai dengan 15 kW/m2. Dalam penelitian ini menggunakan
korelasi Chen (1963), korelasi Gungor-Winterton (1986) dan korelsi Zhang et al.
(2004). Selanjutnya koefisien perpindahan kalor dari tiap korelasi dihitung dan
dibandingkan mean deviation dan average deviation-nya terhadap hasil percobaan
untuk mengetahui penyimpangan pada setiap korelasi. Koefisien perpindahan
kalor yang diperoleh dengan menggunakan korelasi Chen memiliki mean dan
average deviaion lebih rendah dibandingkan dengan korelasi lain. Nilai koefisien
perpindahan kalor dipengaruhi oleh heat flux yang diberikan, dimana semakin
besar heat flux yang diberikan maka semakin besar pula nilai koefisien
perpindahan kalornya.

ABSTRACT
This study discusses the comparison of two phase flow heat transfer coefficient of
the experimental results with predicted results from the correlation found in the
literature. Experiments were performed on the convective boiling heat transfer in
horizontal minichannel with R-22. The test section was made of stainless steel
tube with inner diameter of 3 mm, length of 1000 mm and it is uniformly heated
along the tube with heat flux was varied from 5 kW/m2 up to 15 kW/m2. In this
studi using Chen?s correlation (1963), Gungor-Winterton?s correlation (1986) and
Zhang?s correlation (2004). Furthermore, the heat transfer coefficient from each
correlation was calculated and compared with the mean deviation and average
deviation of the experimental results to determine deviations in each correlations.
Heat transfer coefficients obtained by using Chen?s correlation has a mean and
average deviation lower than other correlations. The value of heat transfer
coefficient is affected by the heat flux was given, where the higher value of heat
flux given will result the higher value of heat transfer coefficient."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1798
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sambas Prasetya
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai koefisien perpindahan kalor aliran evaporasi dua
fasa refrigrant R-22 pada kanal mini horizontal. Dimana flux kalor yang diberikan
pada test section besarnya dapat divariasikan mulai dari 5 kW/m2 s/d 15 kW/m2.
Untuk bagian test section terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter dalam 3
mm, diameter luar 5 mm dan panjang 1000 mm yang diberikan flux kalor yang
seragam disepanjang pipa tersebut dengan mengalirkan arus listirk dan
memberikan insulasi pada bagian luar test section untuk meminimalisasi kalor
yang terbuang kelingkungan. Begitu pula dengan t emperatur saturasi divariasikan
-5°C,0°C,5°C dan 10°C. Untuk memperoleh besarnya nilai koefisien perpindahan
kalor aliran dua fasa dilakukan dengan melakukan percobaan dan
membandingkan hasilnya dengan menggunakan simulasi perhitungan dengan
program MATLAB, dimana nantinya diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor
hasil pengukuran, perhitungan dengan menggunakan korelasi Chen. Pada aliran
dua fasa, kualitas massa uap memiliki pengaruh yang tidak signifikan pada
koefisien perpindahan kalor pada daerah kualitas rendah akan tetapi memiliki
pengaruh yang signifikan pada daerah kualitas yang tinggi. Kenaikan koefisien
perpindahan kalor dipengaruhi oleh heat flux yang diberikan. Dimana semakin
besar heat flux yang diberikan maka koef isien perpindahan kalornya akan semakin
besar pula.

ABSTRACT
This minithesis discuss about heat transfer coefficient of evaporation two phase
flow in horizontal minichannel with refrigerant R -22. Heat flux given to the test
section can be varied from 5 kW/m2 up to 15 kW/m2. The test section was made of
stainless steel tuve with inner diameter of 3 mm, outer diameter of 5 mm and
length 1000 mm which was heated uniformly along the tuve by applying an
electric current and outside of the test section was insulated well to prevent heat
loss to surrounding environment. And also with saturation temperature from
0°C,5°C dan 10°C. To obtain two phase flow heat transfer coefficients were used
simulation of calculation using MATLAB, which later, the value of heat transfer
coefficient obtained were measurent and calculation were used Chen correlation.
In Two-phase flow, mass vapour quality had insignificant effect in the lower
quality región, but had significant effect in the higher quality región to heat
transfer coefficient.. Increasing of heat transfer coefficient ere effected by
addition of heat flux given in certain value. Higher heat flux given will result in
higher value of heat transfer coefficient.."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1789
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Indra Siswantara
"Penelitian yang dilakukan terhadap vortex tube ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variasi diameter dengan panjang yang tetap pada pipa hot tube dari vortex tube Proto X-1 yang dimiliki oleh Jurusan Mesin FT-UI terhadap tingkat efisiensinya, sehingga akan didapatkan performa yang mampu menghasilkan kerja maksimal vortex tube dari perbandingan antara panjang pipa panas dengan diameter pipa panas.
Pengujian ini menggunakan tiga buah variasi diameter pipa panas, dengan diameter dalam masing-masing pipa 6 mm, 8 mm, dan 10 mm dengan panjang pipa 400 mm. Untuk besar tekanan udara masuk dipakai empat variasi tekanan yaitu 5 bar, 6 bar, 7 bar, 8 bar. Metode yang digunakan pada eksperimen ini sama dengan yang dilakukan pada eksperimen helical vortex generator pada vortex tube X-1, dengan dimensi vortex chamber yang digunakan adalah 45 x 50 mm, tebal 10 mm, inlet tangensial dua buah dengan diameter inlet 1 mm, tipe Ranque-Hilsch dengan diameter eksentrik spiral 6 dan 7 mm.
Dari pengujian yang dilakukan, temperatur udara dingin dicapai pada tekanan 8 bar dengan diameter pipa panas sebesar 6 mm dengan panjang 400 mm. Temperatur udara dingin yang dicapai sebesar T(cold) = 11,9°C pada nilai fraksi massa dingin aktual M(cold) (akt) = 0,350. Sedangkan besar kapasitas pendinginan yang dicapai adalah 38,548 J/s, yang berada pada nilai fraksi massa dingin aktual 0,827. Kapasitas pendinginan maksimum ini terjadi pada pipa panas yang memiliki diameter 8 mm dengan panjang pipa 400 mm, pada tekanan udara masuk sebesar 8 bar. Sehingga akan didapatkan nilai perbandingan yang optimal antara panjang pipa panas dan diameter pipa panas untuk karakteristik geometri vortex tube adalah L/D > 40"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sidra Ahmed Muntaha
"Channel Coding merupakan bagian penting dalam teknologi komunikasi wireless. Pada bagian tersebut fungsi error correction dilakukan. Error yang terjadi pada kanal transmisi dapat diperbaiki oleh fungsi error correction ini. Namun, umumnya sistem error correction yang ditampilkan tidak dapat mengatasi error yang disebabkan oleh burst error. Penggunaan error correction bersama interleaver akan dapat mengatasi permasalahan ini. Prinsip interleaver secara sederhana adalah melakukan permutasi terhadap sinyal coded. Standar IEEE 802.16-2004 pada section 8.3.3.3 mendefinisikan proses interleaving untuk WirelessMAN OFDM PHY atau biasa yang dikenal dengan nama WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
Pada skripsi ini dilakukan simulasi penggunaan beberapa jenis interleaver yang berbeda dari standar. Jenis interleaver yang disimulasikan yaitu, helical scan interleaver, random interleaver, dan convolutional interleaver. Pemodelan pada skripsi ini merujuk kepada model IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link yang terdapat di dalam program MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modifikasi interleaver dilakukan di dalam tiap-tiap modulation & coding block. Simulasi dilakukan dengan kondisi tanpa burst error dan dengan burst error.
Hasil yang didapatkan dari simulasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa convolutional interleaver menampilkan kinerja BER (Bit Error Rate) yang lebih baik dibanding interleaver standar maupun helical scan interleaver dan random interleaver, baik pada kondisi tanpa burst error maupun dengan burst error.

Channel coding is one of important in wireless communication technology, which is error correction is performed. Errors occured in transmission channel can be repaired by error correction. However, most error correction not able to repair errors caused by burst errors. Using error correction together with interleaver can overcome this problem. Simple idea behind interleaver is doing permutation to the coded signal. The IEEE 802.16-2004 Std. in section 8.3.3.3 defines interleaving for WirelessMAN OFDM PHY or commonly known as WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
In this thesis, several types of interleaver different from standard were simulated. They are helical scan interleaver, random interleaver, and convolutional interleaver. Model used in this thesis refer to IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link model on MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modification of interleaver occur on modulation & coding block. Simulation performed with and without burst errors.
The results obtained from simulation then showed that convolutional interleaver have better BER (bit error rate) performance than others interleaver in condition with and without burst errors.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>