Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39313 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sela Agsriyanti S.O.
"Penelitian mengenai LD50 serai wangi telah dilakukan, namun pengaruh dosis serai wangi yang biasa digunakan dalam pengobatan belum banyak diketahui. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infus serai wangi (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) terhadap organ hati mencit. Penelitian dilakukan dengan cara memberikan infus serai wangi secara oral terhadap 28 ekor mencit jantan (Mus musculus L.) yang dibagi ke dalam 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 7 ulangan. Kelompok perlakuan masing-masing diberi infus serai wangi dengan dosis 2% (b/v), 4% (b/v), dan 8% (b/v), sedangkan untuk kelompok kontrol diberi akuades. Pemberian infus serai wangi dilakukan selama 5 hari, dan 2 jam setelah pemberian infus terakhir mencit dikorbankan. Organ hati mencit diisolasi untuk dibuat preparat dengan metode parafin dan pewarnaan Haematoksilin Eosin (HE).
Pengamatan organ hati dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik. Berdasarkan data makroskopik berupa warna organ hati dan berat basah tidak ditemukan adanya perbedaan nyata antara kelompok perlakuan. Data mikroskopik terdiri dari data kuantitatif dan semikuantitatif. Hasil analisis data kuantitatif berupa diameter vena sentralis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh perlakuan diameter vena sentralis antara kelompok perlakuan. Data semikuantitatif berupa derajat kerusakan organ menunjukkan bahwa pada pemberian dosis 8% ditemukan adanya kerusakan ringan berupa penimbunan limfosit dan pembendungan darah pada vena sentralis.

The research about LD50 of Citronella has been done, but the effect of citronella doses that commonly used as medical treatment not much known yet. The aims of this research were to know the effect of using citronella (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) infuse to mice?s liver organ.The research was conducted by giving citronella infuse orally to 28 male mice (Mus musculus L.) which divided into 1 control group and 3 experimental groups with 7 repeated for each group. Tree of experimental groups were given citronella infusion in doses 2% (w/v), 4% (w/v), and 8% (w/v), while the control group was given akuades.Citronellainfusion were given for 5 days, and 2 hours after the last infusion was given mices were sacrificed. Liver organ of mices were isolated and histopathology slides were made with parrafin method and using Haematoksilin Eosin (HE) for staining.
Observation liver organ were done macroscopic and microscopic. Based on macroscopic analysis with organ color and wet weight data showed that the treatment has no significant impact to organ color and wet weight among the groups. Microscopic data which divided to quantitative and semiquantitative data showed that quantitatively the treatment has no effect tovena central diamater among the groups, but semiquantitative data which is damaged degree showed that at the doses 8% that was found mild damaged including lymphocytes stuck and blood dammed in central vein.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Hanifah
"Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian infus serai wangi (Cymbopogon nardus (L.) Rendle.) terhadap gambaran histologi ginjal mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY. Sebanyak 28 ekor mencit dibagi secara acak dalam 4 kelompok yang terdiri atas satu kelompok kontrol (KK) dan tiga kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3). Kelompok kontrol diberi akuades dan kelompok perlakuan diberi infus serai wangi dengan dosis 2%, 4%, dan 8% (b/v). Masing-masing kelompok perlakuan terdiri atas 7 ekor mencit. Pemberian bahan uji dilakukan selama 5 hari berturut-turut secara oral. Mencit dikorbankan 2 jam setelah pemberian infus terakhir. Organ ginjal diamati secara makroskopik dan mikroskopik. Sediaan histologi diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dan diamati dengan menggunakan mikroskop. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian infus serai wangi pada dosis 2% dan 4% (b/v) tidak berpengaruh terhadap rata-rata diameter kapsula Bowman, glomerulus, jarak ruang Bowman, serta berat basah organ ginjal, sedangkan pada dosis 8% (b/v) terlihat pengaruh yang nyata terhadap diameter kapsula Bowman dan glomerulus, namun tidak berpengaruh terhadap jarak ruang Bowman.

This research was designed to study the effect of citronella grass (Cymbopogon nardus (L.) Rendle.) infusion on renal histology of DDY male mice (Mus musculus L.). The animals were randomly devided into four groups, consisted of one control group (KK) and three treatment groups (KP1, KP2, and KP3). Control group were given distilled water and the other groups were given doses of citronella grass infusion 2%, 4%, and 8% (w/v) . Each group consisted of 7 mice. The test materials were administered for 5 consecutive days orally. The mice were sacrified at two hours after the last infusion. Kidneys were observed in macroscopic and microscopic. Histology slides stained with Haematoxyline Eosin (HE) and observed with microscope. Statistic study showed that there was no effect of citronella grass infusion at dose of 2% and 4% (w/v) against the average diameter of Bowman?s capsula, glomeruli, diamater of Bowman?s space, and kidneys weight, but there was a significant effect on the average diameter of Bowman?s capsula and glomeruli at a dose of 8% (w/v)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Sari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
S31263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arina Findo Sari
"Serai wangi Cymbopogon nardus L. merupakan tanaman penghasil minyak atsiri di Indonesia. Proses penyulingan akan menghasilkan residu yang berpotensi dijadikan sebagai pengganti hijauan untuk pakan ternak. Proses kecernaan pakan pada rumen kerbau atau cairan rumen perlu diteliti lebih lanjut. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai degradasi pakan serai wangi segar dan residu serai wangi secara in sacco, serta perbedaan karakteristik fermentasi pakan dengan cairan rumen kerbau secara in sacco dan in vitro. Uji metode in sacco dengan sampel residu dan serai wangi segar, dilakukan di dalam fistula kerbau pada jam ke-0, 2, 4, 6, 12, 24 dan 48 jam, sedangkan in vitro dilakukan di dalam syringe dengan 5 perlakuan, yaitu A 0,4 g residu serai wangi, B 0,4 g residu serai wangi 0,01 g konsentrat, C 0,4 g residu serai wangi 0,02 g konsentrat, D 0,01 g konsentrat dan E 0,02 g konsentrat.
Hasil penelitian in sacco menunjukkan bahwa residu dan serai wangi segar memiliki perbedaan bahan kering 95,56 dan 94,52, bahan organik 89,57 dan 88,1, serat kasar 35,03 dan 36,00, lemak kasar 2,79 dan 1,96, protein kasar 5,82 dan 7,15, neutral detergent fiber NDF 73,67 dan 70,17, tanin 1,18 dan 1,21mg/g, sedangkan DBK, DBO dan DNDF mengalami kenaikan tingkat degradasi sampai dengan pengamatan 48 jam. Hasil uji in vitro menunjukkan, bahwa produksi metana tertinggi adalah perlakuan D, sebesar 98,2, kemudian E 92,06, C 17,71, A 15,33 and B 13,54. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, diketahui bahwa kemungkinan residu serai wangi dapat digunakan untuk pakan ternak ruminansia dan metana dapat direduksi oleh residu serai wangi.

Citronella Cymbopogon nardus L. is an essential oil producing plant in Indonesia. The refining process will produce a residue that has a potential forage for animal feed. However, the process of digestibility on buffalo rumen or fluid rumen should be studied further. Therefore, research should be done to study citronella degradation and fresh citronella residue using in sacco, As well as the differences concentration of methane affected by the different forage concentration given by in vitro. Residue sample and citronella analysis was done using in sacco method, inside buffalo fistula on 0,2,4,6,12,24, and 48 hours observations. Whereas in vitro method was carried out in syringe with 5 treatments, ie a 0.4 g the residue of citronella, B 0.4 g the residue of citronella 0.01 g of concentrate, C 0.4 g the residue of citronella 0.02 g of concentrate, D 0,01 g of concentrate and E 0.02 g concentrate.
The study using in sacco method showed that residues and fresh citronella has dried material difference 95.56 and 94.52, organic material 89.57 and 88.1, crude fiber 35.03 and 36.00, crude fat 2.79 and 1.96, crude protein 5.82 and 7.15, neutral detergent fiber NDF 73.67 and 70.17, tannins 1.18 And 1.21mg g, while DBK, DBO and DNDF had increased rate of degradation on 48 hour observation. The results of in vitro study showed that the highest methane production is treatment D, it was 98.2, followed by E 92.06, C 17.71, A 15.33, B 13.54. Based on these two studies, we can see that residue citronella can be potentially used as animal feed and methane can be reduced by residues of citronella.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T46955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nadila Amalia
"Minyak serai wangi merupakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman serai wangi (Cymbopoghon nardus) yang memiliki aktivitas repelensi terhadap nyamuk Anopheles. Sifat minyak serai wangi yang mudah menguap dan berminyak dalam pengaplikasian menimbulkan masalah dalam formulasi repelan nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak serai wangi dalam bentuk nanoemulsi gel, mengevaluasi sediaan dan menguji stabilitas fisik nanoemulsi gel. Nanoemulsi gel dibuat dengan berbagai konsentrasi minyak serai wangi yaitu 2,5%, 5% dan 6,5% menggunakan berbagai konsentrasi tween 80 dan sukrosa palmitat sebagai surfaktan dan propilenglikol sebagai kosurfaktan. Sediaan nanoemulsi gel minyak serai wangi menunjukkan penampilan fisik yang cukup stabil selama penyimpanan 4 minggu pada suhu rendah (4°C ± 2°C), cycling test serta uji sentrifugasi. Formulasi terbaik dari ketiga formulasi adalah nanoemulsi gel F2 yang mengandung minyak serai wangi 5% karena memiliki stabilitas yang cukup baik, ukuran globul yang lebih kecil dan viskositas yang lebih kental.

Citronella oil is an essential oil of Lemongrass (Cymbopoghon nardus) which has a repellent activity against Anopheles mosquitoes. The volatile and oily nature of citronella oil in application creates problems in the mosquito repellant formulation. This study aims to formulate citronella oil into nanoemulsion gel form, evaluate the preparation and test the physical stability of the nanoemulsion gel. Nanoemulsion gel was formulated in various concentrations of citronella oil, which were 2.5%, 5% and 6.5% using various concentrations of Tween 80 and sucrose palmitate as surfactant and propylenglycol as a cosurfactant. The citronella oil nanoemulsion gel preparation showed a fairly stable physical appearance during 4 weeks of storage at low temperature (4 ° C ± 2 ° C), cycling test and centrifugation test. The best formulation of the three formulations is nanoemulsion gel F2 containing 5% citronella oil because it has fairly stable stability, smaller globule size and more viscous."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meylida Ichsyani
"Infeksi Dengue merupakan penyakit endemik di daerah tropis dan subtropis yang disebabkan oleh virus dengue DENV . Hingga saat ini belum ada antivirus spesifik untuk infeksi DENV. Diketahui bahwa derajat viral load berkaitan dengan keparahan penyakit. Curcuma longa L. kunyit dengan senyawa aktif utama kurkumin diketahui memiliki aktivitas antivirus terhadap DENV secara in vitro. Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengetahui efek antivirus ekstrak C. longa terhadap DENV-2 dan toksisitas akut di organ hati dan ginjal pada mencit ddY. Tahap pertama dilakukan uji toksisitas akut oral ekstrak C. longa pada mencit ddY untuk mengetahui LD50. Dosis aman yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas organ hati dan ginjal mencit dengan pengamatan histopatologi serta biokimia SGPT, SGOT, ureum, kreatinin . Kedua dilakukan uji potensi ekstrak C. longa terhadap sel Huh7it-1 terinfeksi DENV-2 pada mencit ddY. Ekstrak C. longa diberikan peroral dosis 0.147 mg untuk tiap mencit dua jam setelah inokulasi sel terinfeksi secara intraperitonial. Serum dikoleksi dari intraorbital pada jam ke-6 dan jam ke-24 setelah inokulasi. Titer virus dinilai dengan metode focus assay. Berdasarkan hasil uji toksisitas akut oral ekstrak C. longa hingga dosis 7500 mg/kgBB tidak ada kematian. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan tidak ada kelainan spesifik pada organ hati dan ginjal. Tidak ada peningkatan nyata kadar SGPT, SGOT, ureum, dan kreatinin. Ekstrak C. longa menurunkan titer virus dibandingkan kontrol. Hasil penelitian ini membuktikan ekstrak C. longa tidak toksik terhadap ginjal dan hati mencit serta memiliki efek antivirus terhadap DENV-2.

Dengue infection, caused by Dengue Virus DENV , is one of endemic diseases in tropical and subtropical region. Until now, there is no specific antiviral for dengue infection. It is known that the degree of viral load is related to disease severity. Curcuma longa L. tumeric with curcumin as major active compound has been identified for its antiviral effect for dengue in vitro. This study was a preliminary study to determine antiviral effect of C. longa extract on DENV 2 and its acute toxicity in ddY mice liver and kidney. The acute oral toxicity of C. longa extract was observated to determine LD50. The safe doses obtained were used for toxicity tests of liver and kidney with histopathological and biochemical observations SGPT, SGOT, urea, creatinine . The antiviral effect of C. longa exstract was tested using ddY mice inoculated intraperitoneally with Huh7it 1 cells infected by DENV 2. The C. longa extract was given orally dose 147 mg for each mice two hours after infection. Serum was collected from intraorbital at 6 hours and 24 hours after infection.Viral load was assessed by focus assay method. Based on acute oral toxicity test results C. longa extract up to dose 7500 mg kgbw there was no demise. Histopathological examination showed no specific abnormalities in liver and kidney organ. There was no significant increase in levels of SGPT, SGOT, urea, and creatinine. Extract C. longa lowered the viral titer compared to controls. The results of this study prove that C. longa extract was not toxic mice liver and kidney as well as had antiviral effect against DENV 2."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Asih Widiastuti
"Penelitian ml dilakukari untuk mengetahul pengaruh pencekokan jus lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap organ hati mencit (Mus musculus L.) galur Swiss. Dua puluh empat ekor mencit dibagi dalam 4 kelompok pérlakuan, yaitu 1 kelompok yang dicekok akuabides (ketompok kontrol) dan 3 kelompok yang dicekok jus lidah buaya dengan konsentrasi pengenceran (jus lidah buaya : akuabides) = (14), (1: 2), clan (1:0) selama 36 hari berturut-turut clan pada han ke-37 seluruh mencit percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebrae servikalis. Hasil pengamatan makroskopik, tidak ditemukan adanya perubahan morfologi baik warna maupun berat organ hati. Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan diameter vena sentralis sangat nyata (a = 0,01) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yang dicekok jus lidah buaya. Hasil pengamatan struktur histologi hati menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi terus meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi jus yang dicekokan. Jenis kerusakan yang diamati yaitu: penluasan clan pembendungan vena sentralis, intl piknotik, clan lisis pada sel hati. NUal degenerasi derajat 2 vena sentralis tertinggi terlihat pada pencekokan jus Iidah buaya dengan konsentrasi 1 : 4 sebesar 33,3% dan degenerasi derajat 2 hepatosit sebesar 63,3% pada pencekokan jus dengan konsentrasi 1 : 0. .Sedangkan degenerasi derajat 3 vena sentralis tertinggi sebesar 80% dan degenerasi derajat 3 hepatosit sebesar 6,7% terlihat pada encekokan jus lidah buaya konsentrasi 1 :0."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafifah Frawita
"Ketombe merupakan gangguan kulit kepala yang diakibatkan oleh salah satu jenis khamir yaitu Malassezia furfur. Gangguan kulit kepala ini dapat dikendalikan dengan menggunakan sediaan farmasetika kosmetik, seperti sampo. Berbagai agen antijmur baik sintetis maupun alami digunakan dalam formulasi sediaan antiketombe tersebut. Serai wangi (Cymbopogon winterianus J.) umum digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat-obatan tradisional. Kandungan utama dari minyak atsiri tanaman ini, sitronelal, terbukti memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur.
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak serai wangi ke dalam tiga formula sampo yang berbeda konsentrasinya yaitu F1 (1,0%); F2 (1,5%); dan F3 (2,0%). Uji stabilitas dilakukan terhadap sampo, yaitu penyimpanan pada tiga suhu yang berbeda; suhu rendah (4±2°C), suhu kamar (27±2°C), dan suhu tinggi (40±2°C); uji sentrifugasi, dan cycling test. Parameter yang digunakan untuk uji kestabilan, antara lain penampilan fisik, viskositas atau konsistensi, diameter globul, dan pH. Dari hasil penelitian, sampo mengandung minyak serai wangi dapat disimpulkan stabil selama penyimpanan 8 minggu.

Dandruff is a scalp disorder caused by a type of yeast, Malassezia furfur. Scalp disorders can be controlled using medicated-cosmetic preparations, such as shampoo. Various antifungal agents, either synthetic or herbal compounds have been used in the formulation of the anti-dandruff shampoo. Citronella (Cymbopogon winterianus J.) is commonly used by Indonesian people as traditional medicines. The main compound of the essential oil of this plant, citronella, is shown to have antibacterial and antifungal activity.
The aims of this study were to formulate citronella oil into three different shampoo formulas with various concentration of F1 (1.0%); F2 (1.5%); and F3 (2.0%). Stability tests performed on shampoos consist of storage at different temperatures; low temperature (4±2°C), room temperature (27±2°C), and high temperature (40±2°C); centrifugation test, and cycling test. Parameters used on this test are physical appearance, viscosity or consistency, globul size, and pH. This formulated shampoo are stable in storage for 8 weeks based on the test above."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Hernawati Purwaningsih
"Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis distribusi liposomal-metilprednisolon palmitat (L-MPLP) di beberapa organ pada mencit C3H setelah pemberian secara intra-peritoneal. Sebagai formula baru, L-MPLP pada membran liposom meningkat dari 70% menjadi 95% setelah digunakan tetra eter lipid dalam komposisi liposom sebagai penstabil membran. Atas dasar penelitian tersebut, L-MPLP akan terdistribusi dengan lebih baik di beberapa organ pada mencit dibandingkan control yaitu MPLP sebagai obat bebas, metilprednisolon (MPL) sebagai standar dan liposom tanpa obat. Empat puluh dua mencit C3H dibagi ke dalam 5 grup penelitian. Setiap grup dibagi ke dalam 6 waktu penelitian. Setiap obat disuntikkan intra-peritoneal. Darah diambil dari vena ekor (menit ke 10; 30; 60; 90; 180 dan jam ke 48) dan dilakukan ekstirpasi organ (hepar, limpa, timus, ginjal dan sumsum tulang) pada menit ke setalah mencit dimatikan dengan eter. Distribusi L-MPLP dalam organ tampak jelas pada menit ke 180 dan menurun setelah 48 jam. Distribusi obat atau metabolitnya tampak menonjol pada hepar, diikuti secara berurutan oleh limpa, timus, ginjal dan sumsum tulang.

The Distribution of Liposomal-Methylprednisolone Palmitate (L-MPLP) in Several Organs in Mice after Intra-Peritoneal Injection. This study was to analyze the distribution of liposomal-methylprednisolone palmitate (L-MPLP) as a new drug formulation, in several organs of mice after intra-peritoneal injection. In a previous study, in vitro, the stability and the incorporation of methylprednisolone palmitate into liposome membranes were increased, from 70% to approximately 95% using tetra-ether lipid as a stabilizer of the liposome membrane. Based on this result, the stability of L-MPLP should also be proved, in vivo, that the drug, methylprednisolone palmitate, could be distributed into several organs more effective than in a control group (methylprednisolone palmitate and methylprednisolone as a standard of drug and liposome). Forty-two mice of C3H were divided into 5 study groups. Each group of animals was divided into 6 sub-groups of time from 10 minutes to 48 hours. Each drug was injected intra-peritoneal, blood was drawn from the vein of the tail and the organs i.e. liver, kidneys, spleen, thymus, and bone marrow were extirpated after sacrificing the mice using ether. The distribution of the drug or their metabolites was higher at the minute of 180 and tended to decrease at the time of 48 hours after injection. The higher distribution was shown in the liver and rather high in the spleen, thymus, kidney, and bone-marrow respectively."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; STK Yarsi ; Guru Besar Tamu FKUI, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sumitro Sunityoso
"Telah dilakukan penelitian laboratorium untuk melihat pengaruh pencekokan ekstrak daun Lamtoro (Leucaena leucocephala) terhadap gejala klinik dan perubahan histologi organ hati dan ginjal mencit (Mus musculus L). Masing-masing kelompok mencit dicekoki pelet yang telah dicampur dengan ekstrak daun lamtoro pada dosis : 0 % (kontrol), 20 %, 40 % dan 60 % b/b setiap hari.
Pengamatan harian menunjukkan tidak ditemukan adanya gejala klinik pada semua mencit kontrol dan yang diberi perlakuan ekstrak daun lamtoro. Semua mencit mengalami kenaikan berat badan yang hampir sama selama masa percobaan.
Hasil uji ANAVA (a = 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pencekokan ekstrak daun lamtoro terhadap rata-rata diameter vena sentralis organ hati dan rata-rata kerusakan glomerulus organ ginjal antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dosis 20% dan 40%, akan tetapi ada perbedaan nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok periakuan dosis 60%.
Pengamatan mikroskopik terhadap organ hati dan ginjal mencit dilakukan pada hari ke 36 setelah perlakuan. Pemberian ekstrak daun lamtoro dengan dosis 20 % pada mencit memperlihatkan gambaran histologi organ hati dan ginjal yang tidak berbeda dengan kontrol. Sedangkan pada dosis 40 % mulai tampak kerusakan ringan, dan dengan dosis 60 % kerusakan yang terjadi semakin meningkat yaitu pada organ hati kerusakan berupa perluasan vena sentralis dan vena porta, perlemakan, piknosis serta nekrosis. Kemudian berlanjut dengan peradangan di daerah vena porta. Sedangkan organ ginjal menampakkan kerusakan berupa penyusutan glomerulus dan pelebaran jarak antara kedua dinding kapsula Bowman. Kerusekan organ hati dan ginjal tampak jelas meningkat seiring dengan kenaikan dosis ekstrak daun lamtoro yang diberikan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>