Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208217 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ririn Oktarina
"Penelitian deskripsi jenis dan analisis jumlah kromosom beberapa tumbuhan suku Asteraceae di Kampus UI Depok telah dilakukan pada bulan September 2012 hingga Maret 2013. Sampel diambil secara purposive sampling dan diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi menggunakan kunci determinasi buku Flora of Java. Diperoleh 21 jenis Asteraceae yang tersebar di Kampus UI Depok yang berhasil diidentifikasi, 8 jenis di antaranya berhasil diketahui jumlah kromosomnya, satu jenis Asteraceae yaitu Tridax procumbens dapat digunakan dalam pembuatan kariotipe. Lima jenis Asteraceae yang memiliki variasi jumlah kromosom yaitu Elephantopus scaber (2n=x=9, 2n=x+2=11, 2n=2x-4=14, 2n=2x=18, 2n=2x+1=19, 2n=2x+2=20, 2n=2x+4=22), Tridax procumbens (2n=x= 9, 2n=2x=18, 2n=4x=36), Bidens pilosa (2n=2x+8, 2n=32, 2n=3x=36, 2n=4x =48), Mikania micrantha (2n=x=18, 2n=x+6=24, 2n=2x-4 =32, 2n=2x=36) dan Sphagneticola trilobata (2n=2x=28, 2n =2x-4=32, 2n=2n-8=36). Tiga jenis Asteraceae tidak memiliki variasi jumlah kromosom adalah Cosmos sulphureus (2n=24), Emilia sonchifolia (2n=10), dan Sonchus arvensis (2n=18).

Species description and analysis of chromosomes number on the several plant belongs to Asteraceae that located in University of Indonesia was conducted during September 2012 to March 2013. The study was held using purposive sampling method and samples were identified based on morphological characters using determination keys in Flora of Java book. Twenty one species of Asteraceae scattered in University of Indonesia, Depok were successfully identified. Chromosomes number of eight species were known and one species can be used in karyotyping. The research also suggested that five species of Asteraceae have variation in chromosomes number. They are Elephantopus scaber (2n=x=9, 2n=x+2=11, 2n=2x-4=14, 2n=2x=18, 2n=2x+1=19, 2n=2x+2 = 20, 2n=2x+4=22), Tridax procumbens (2n=x=9, 2n=2x=18, 2n=4x=36), Bidens pilosa (2n=2x+8, 2n=32, 2n=3x=36, 2n=4x=48), Mikania micrantha (2n=x=18, 2n=x+6=24, 2n=2x-4=32, 2n=2x=36) and Sphagneticola trilobata (2n=2x=28, 2n=2x-4=32, 2n=2n-8=36). On the contrary, three species of Asteraceae does not have variation in chromosomes number. They are Cosmos sulphureus (2n=24), Emilia sonchifolia (2n=10), and Sonchus arvensis (2n=18). "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aria Miranda
"Penelitian analisis jumlah kromosom dan perbandingannya dengan ukuran polen pada sembilan variasi bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis, L.) di Kampus UI Depok dan Citayam, Bogor telah dilakukan sejak bulan September 2012 hingga Maret 2013. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah kromosom dan pola ploidi sembilan variasi bunga Hibiscus rosa-sinensis, serta mengetahui perbandingannya dengan ukuran polen. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling pada beberapa lokasi di Kampus UI Depok sebanyak delapan variasi dan satu variasi dari Citayam, Bogor. Sediaan kromosom dibuat dengan menggunakan metode squash Aceto-orcein, dan sediaan polen dibuat dengan menggunakan asetolisis.
Hasil penghitungan kromosom menunjukkan jumlah kromosom yang beragam, dari n=ca. 15 sampai n=ca/ 56, dengan jumlah kromosom paling sedikit ditemukan pada bunga single merah pudar kecil dan paling banyak apda bunga double oranye. Dari perhitungan jumlah kromosom, perbandingannya dengan ukuran polen menunjukkan korelasi yang positif. Ukuran polen yang paling besar dimiliki oleh variasi dengan perkiraan jumlah kromosom yang paling banyak, yaitu bunga double oranye dari Citayam, sementara ukuran polen yang paling kecil dimiliki oleh variasi dengan perkiraan jumlah kromosom yang paling sedikit, yaitu bunga single pink kecil. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mendapatkan jumlah kromosom yang pasti dari Hibiscus rosa-sinensis agar pola ploidi dapat ditentukan.

The analysis of chromosome count and its comparison to pollen grain size in nine variation of shoe-flower (Hibiscus rosa-sinensis, L.) in Universitas Indonesia, Depok and Citayam, Bogor, has been carried on since September 2012 to March 2013. The study is done to gain knowledge on the chromosome count and ploidy level in nine variation of Hibiscus rosa-sinensis, and to know its comparison to the pollen grain size. Purposive sampling was done to collect the samples, eight variation was collected from Universitas Indonesia, Depok, and one variation from Citayam, Bogor. Chromosome slides were prepared using the squash Acetoorcein method, and pollen slides using acetolysis.
Results shows a variety of the chromosome numbers from n=ca. 15 to n=ca. 56, with the smallest number found in the small single petaled pink flower, and the largest number in the double petaled orange flower. The comparison of the chromosome count to the pollen grain size shows a positive correlation. The double petaled orange is the variation with the largest pollen grain size, while the small single petaled pink has the smallest pollen grain size. Further studies are needed to gain the exact chromosome count of Hibiscus rosa-sinensis and to determine the level of ploidy.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
"Hasil dan Pembahasan: Dari hasil eksperimen diperoleh hasil kultur sebagai berikut: Dengan menggunakan teknik kultur konvensional, dari 7 metafase, diperoleh 1 kultur yang menunjukkan kromosom dengan kenampakan pita yang optimal. Sedangkan dengan menggunakan teknik kultur resolusi tinggi dengan menggunakan blocking agent pada fase metafase kemudian dilanjutkan dengan releasing agent, dari 13 metafase diperoleh 3 kultur kromosom dengan jumlah pita yang optimal.
Ketiga kultur kromosom ini menunjukkan struktur kromosom yang lebih panjang jika dibanding dengan teknik kultur yang konvensional. Jika dilihat dari prosentase keberhasilan mendapatkan pita-pita yang jelas terlihat, tampak bahwa tidak banyak perbedaan antara teknik kultur konvensional dengan teknik kultur revolusi tinggi, namun jika dilihat dari hasil kulturnya tampak bahwa kultur kromosom resolusi tinggi (Foto 1) menghasilkan kromosom yang lebih panjang dibanding teknik konvensional. (Foto 2). Struktur kromosom yang panjang ini merupakan hasil yang cukup menggembirakan karena dengan struktur yang terentang akan lebih banyak pita yang akan terlihat. Pada Foto 3 dan 4 diperlihatkan kariogram dari kultur kromosom resolusi tinggi dan teknik kultur konvensional.
Masalah yang masih menjadi kendala dalam penelitian ini adalah hasil fotografi yang kurang bagus sehingga meskipun kromosomnya panjang namun pita-pita kurang jelas terlihat. Hal ini disebabkan oleh kaca obyektif yang kurang fokus. Perlu dilakukan penggantian lensa obyektif plan akromat untuk mendapatkan hasil yang optimal. Disamping lensa obyektif, variasi lama inkubasi setelah diberikan releasing agent juga sangat menentukan panjang pendeknya kromosom yang didapat.
Penelitian ini selain mencoba teknik kultur dengan menggunakan blocking agent juga berusaha memodifikasi prosedur agar didapatkan hasil kultur yang paling bagus, karena teknik kultur yang bisa diteruskan pada salah satu laboratorium belum tentu bisa bagus jika diterapkan laboratorium yang lain. Dengan demikian masing-masing laboratorium akan mempunyai kiat-kiat tersendiri untuk mendapatkan hasil yang bagus meskipun prinsipnya tidak jauh berbeda?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Marvella Nethania
"Penelitian pemotongan partial kromosom Xanthomonas campestris (X.c) dengan menggunakan enzim restriksi EcoR1 telah dilakukan. DNA kromosom diisolasi dengan metoda CTAB. DNA dengan konsentrasi sekitar 66 Mg/ml dipotong enzim restriksi EcoR1(100 unit/Ml) dengan variasi waktu 0,10,20,30,40,50 dan 60 detik, diinkubasi pada suhu 37°C. Setelah dipotong dilarikan pada elektroforesis dengan konsentrasi agarosa 0,8%, tegangan 60 miliampere, selama 45 menit.
Pola pita diskret dihasilkan mulai pada Inkubasi 30,40,50 dan 60 detik. Inkubasi 30 detik ternyata sudah memberikan hasil pola pita diskret dari DNA kromosom. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pelacakan gen protease dengan menggunakan pelacak yang sudah diketahui mengandung gen protease."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S38456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Ayu Ambarwati
"Penelitian jumlah kromosom Asteraceae di lingkungan Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok telah dilakukan sebelumnya pada tahun 2013. Dilaporkan bahwa jumlah kromosom 8 dari 21 spesies Asteraceae yang ada di lingkungan tersebut telah berhasil dihitung, dan 5 di antaranya memiliki variasi jumlah kromosom. Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi data jumlah kromosom Asteraceae yang ada di lingkungan Kampus UI Depok. Telah dilakukan penghitungan jumlah kromosom ujung akar Porophyllum ruderale, Youngia japonica, Cosmos caudatus, Synedrella nodiflora, Ageratum conyzoides, Cyanthillium cinereum, dan Chromolaena odorata pada bulan April hingga Juni 2015. Jumlah kromosom 5 spesies Asteraceae yang berhasil ditentukan adalah Cosmos caudatus (2n=ca.22, 2n=ca.26, 2n=ca.32, 2n=ca.36, 2n=ca.38, 2n=ca.40, dan 2n=ca.44), Synedrella nodiflora (2n=ca.18, 2n=ca.26, 2n=ca.29, 2n=ca.34, 2n=ca.36, 2n=37, 2n=39, dan 2n=40), Ageratum conyzoides (2n=37 dan 2n=ca.42), Cyanthillium cinereum (2n=9, 2n=16, dan 2n=18), dan Chromolaena odorata (2n=ca.40, 2n=ca.44, 2n=57, dan 2n=60). Cosmos caudatus, Synedrella nodiflora, Cyanthillium cinereum, dan Chromolaena odorata bersifat mixoploid. Mixoploidi tidak dapat ditentukan pada spesies Ageratum conyzoides.

Study of chromosome number of Asteraceae at Universitas Indonesia (UI) Campus Depok has been conducted previously in 2013. Result has been reported on chromosome numbers of 8 from 21 Asteraceae species at Universitas Indonesia, and 5 of them have variation in chromosome number. This study was addressed to complete chromosome number data of Asteraceae at Universitas Indonesia Campus Depok. Root tips chromosome counting of Porophyllum ruderale, Youngia japonica, Cosmos caudatus, Synedrella nodiflora, Ageratum conyzoides, Cyanthillium cinereum, dan Chromolaena odorata has been done from April to June 2015. Result shows that 5 species chromosome numbers are Cosmos caudatus (2n=ca.22, 2n=ca.26, 2n=ca.32, 2n=ca.36, 2n=ca.38, 2n=ca.40, and 2n=ca.44), Synedrella nodiflora (2n=ca.18, 2n=ca.26, 2n=ca.29, 2n=ca.34, 2n=ca.36, 2n=37, 2n=39, and 2n=40), Ageratum conyzoides (2n=37 and 2n=ca.42), Cyanthillium cinereum (2n=9, 2n=16, and 2n=18), and Chromolaena odorata (2n=ca.40, 2n=ca.44, 2n=57, and 2n=60). Cosmos caudatus, Synedrella nodiflora, Cyanthillium cinereum, and Chromolaena odorata are mixoploid. Mixoploidy cannot be determined on Ageratum conyzoides."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Fauziyah Putri
"Penelitian jumlah kromosom famili Asteraceae di lingkungan kampus Universitas Indonesia Depok telah dilakukan pada 13 dari total 21 spesies pada tahun 2013 dan 2015. Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi data jumlah kromosom pada 8 spesies lainnya, namun hanya 4 spesies yang berhasil diperoleh. Metode yang dilakukan adalah modifikasi orcein-squash. Empat spesies Asteraceae yamg diperoleh yaitu Blumea balsamifera (tribe Inuleae). Eclipta prostrata (tribe Heliantheae), Porophyllum ruderale (tribe Tageteae), dan Youngia japonica (tribe Cichorieae). Jumlah kromosom keempat spesies tersebut telah diketahui, yaitu Blumea balsamifera (2n=12, 16, dan 18), Eclipta prostrata (2n=10, ca.11, 12, 14, ca.15, 16, ca.17, 18, 20, dan 22), Porophyllum ruderale (2n=ca.18, 20, ca.22, 24, 26, 28, 0, 32, 34, ca.36, dan 38), dan Youngia japonica (2n= 8, 10, 12, 14, ca.14, 16 ca.16, 18, ca.18, 20, dan 22).

Study of chromosome number on Asteraceae family that located in Universitas Indonesia has been conducted previously on 13 spesies from total 21 species in 2013 and 2015. This research was addressed to complete the data of chromosome number on 8 species of Asteraceae that located in Universitas Indonesia, but only 4 species of Asteraceae were successfully found. The study was held using orcein-squash modification method. The species that successfully found are Blumea balsamifera (tribe Inuleae). Eclipta prostrata (tribe Heliantheae), Porophyllum ruderale (tribe Tageteae), and Youngia japonica (tribe Cichorieae). Chromosome numbers of those species were known. They are Blumea balsamifera (2n=12, 16, and 18), Eclipta prostrata (2n=10, ca.11, 12, 14, ca.15, 16, ca.17, 18, 20, and 22), Porophyllum ruderale (2n=ca.18, 20, ca.22, 24, 26, 28, 0, 32, 34, ca.36, and 38), and Youngia japonica (2n= 8, 10, 12, 14, ca.14, 16 ca.16, 18, ca.18, 20, and 22).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vycka Fikriyani Fairuz
"Kondensasi kromosom pada tahap metafase memiliki peranan penting dalam keberlangsungan siklus sel. Sejauh ini masih terus dilakukan penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi kondensasi kromosom. Kation divalen, terutama kalsium (Ca2+) diketahui memiliki peranan penting dalam kondensasi kromosom manusia. Akan tetapi, peranan Ca2+ terhadap kromosom tumbuhan belum diketahui. Gandum merupakan salah satu organisme model dalam sitogenetika. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai efek Ca2+ kalsium terhadap kondensasi kromsosom gandum (Triticum spp.). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian 1 mM BAPTA (1, 2-bis(2-aminophenoxy) ethane-N, N, N′, N′-tetraacetic acid), 1 mM EDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid), sebagai pelekat Ca2+, terhadap struktur kromosom gandum menggunakan mikroskop cahaya dan Scanning Electron Microscope (SEM). Kecambah gandum dipotong bagian ujung akar dan diinkubasi di dalam larutan PFA (Paraformaldehyde) 2%. Sampel diinkubasi dengan enzim selulase 2,5 % dan pectoliase 2,5%. Setelah itu sampel diberi perlakuan masing-masing dengan 1 mM BAPTA, 1 mM EDTA, dan kontrol dengan PBS. Kromosom kemudian diwarnai dengan aceto orcein sedangkan yang diamati SEM dipreparasi melalui tahap fiksasi, post-fiksasi, staining, dehidrasi, dan dikeringkan dengan HMDS (hexamethyldisilazane) sebelum diamati menggunakan SEM. Hasil yang diperoleh pada pengamatan kuantitatif menunjukkan panjang rata-rata untuk kromosom kontrol 12,5±3,4 µm sedangkan pada perlakuan 1 mM BAPTA dan 1 mM EDTA panjang rata-rata yang diperoleh adalah 17,7±6,6 µm dan 41,9±16,3 µm. Struktur kromosom kontrol secara kualitatif lebih padat dan lebih terkondensasi. Akan tetapi kromosom yang diberi perlakuan 1 mM BAPTA dan 1 mM EDTA menunjukkan hasil yang lebih panjang, tersebar, dan terjadi dekondensasi kromosom sehingga serat-serat kromatin lebih terlihat jelas. Hal tersebut menunjukkan Ca2+ memiliki peranan penting dalam kondensasi kromosom gandum.

Chromosome condensation at metaphase has an important role in the continuation of the cell cycle. Researches on the investigation of the major factors affecting chromosome condensation has been conducted so far. Divalent cations, especially Ca2+ has been reported to have an important role in human chromosome condensation. Nevertheless, its effect on the plant chromosome has yet to be evaluated. Wheat (Triticum spp.) is one of the model organisms in cytogenetics.Therefore, study to evaluate the effect of Ca2+ on wheat chromsosomes is required. The purpose of this study was to determine the effect of 1 mM BAPTA and 1 mM EDTA as the Ca2+ chelating agent on the wheat chromosomes using light microscope and SEM (Scanning Electron Microscope). The root tips of wheat sprouts was cut off and incubated in a 2% PFA (Paraformaldehyde)  solution. The sample was incubated with 2.5% cellulase and 2.5% pectoliase enzyme. After that, the samples were treated with 1 mM BAPTA, 1 mM EDTA, and PBS as control. Chromosome were then stained with aceto orcein, while sample for SEM were subjected to SEM preparation including fixation, post-fixtaion, staining, dehydration, and HMDS (hexamethyldisilazane)  drying. The results showed that the average length of the control chromosome was 12.5±3.4 µm, while those treated with 1 mM BAPTA and 1 mM EDTA showed the average length of 17.7 ± 6.6 µm and 41. 9 ± 16.3 µm, respectively. The qualitative observation of the control chromosomes showed the more compact and condensed structure. However, chromosomes treated with 1 mM BAPTA and 1 mM EDTA showed a longer, dispered, and decondensed chromosome showing the chromatin fibers. This result indicated that Ca2+ play an important role in wheat chromosome condensation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Aldi Yazri
"Kromosom merupakan substansi genetik pada makhluk hidup yang diwariskan ke generasi selanjutnya. Kromosom terbentuk melalui proses kondensasi selama siklus sel. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondensasi kromosom adalah protein scaffold dan kation divalen, terutama ion kalsium (Ca2+). Peran ion kalsium terhadap kromosom masih terbatas pada kromosom manusia dan belum pernah dilaporkan pada kromosom tumbuhan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran ion kalsium terhadap struktur kromosom barley menggunakan mikroskop fluoresens dan scanning electron microscope. Kromosom barley diisolasi kemudian diberi perlakuan 1 mM BAPTA sebagai agen pengikat ion kalsium dan PBS sebagai kontrol. Terdapat perbedaan panjang dan struktur kromosom barley setelah diberikan perlakuan 1 mM BAPTA dibandingkan dengan kromosom kontrol. Kromosom kontrol memiliki panjang rata-rata 5,3 μm dengan struktur kromosom yang padat, sedangkan kromosom dengan perlakuan BAPTA memiliki panjang rata-rata 10,7 μm dengan struktur kromosom lebih renggang dan kurang padat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ion kalsium memiliki peranan penting dalam menjaga struktur kromosom barley.

Chromosomes are genetic substances in living organisms that are passed on to the next generation. Chromosomes are formed through the process of condensation during the cell cycle. Factors that influence chromosome condensation are scaffold proteins and divalent cations, especially calcium ions (Ca2+). The role of calcium ions on chromosomes is still limited to human chromosomes and has never been reported on plant chromosomes. The purpose of this study was to determine the role of calcium ions on the structure of barley chromosomes using a fluorescence microscope and scanning electron microscope. The barley chromosome was isolated and then treated with 1 mM BAPTA as a calcium ion chelating agent and PBS as a control. According to the data obtained, there are differences in length and structure of barley chromosomes after being treated with 1 mM BAPTA compared to control chromosomes. The control chromosome has an average length of 5.3 μm with a compact chromosome structure and chromosomes with BAPTA treatment have an average length of 10.7 μm with a less condense chromosome structure. These results indicated that calcium ions have an important role on maintaining the structure of barley chromosomes."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia Hanna Maria Aundi
"ABSTRACT
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman ikan yang tinggi. Salah satu ikan air tawar yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia adalah ikan mas Majalaya. Penelitian mengenai analisis kromosom ikan mas Majalaya telah dilakukan dari bulan Mei hingga Desember 2018. Penelitian bertujuan untuk melakukan optimasi metode preparasi kromosom dan menganalisis kromosom ikan mas Majalaya (Cyprinus carpio) dari insang. Pada penelitian ini dilakukan optimasi lama waktu inkubasi kolsemid untuk menahan kromosom pada tahap metafase; inkubasi sel dengan KCl sebagai larutan hipotonik; serta pengulangan pengunaan fiksatif. Data kromosom diolah dengan menggunakan. Hasil penelitian menunjukkan lama waktu inkubasi kolsemid yang optimal adalah 2 jam, sedangkan waktu inkubasi KCl yang optimal adalah 8 menit. Jumlah pengulangan fiksatif yang optimal adalah 1 kali dengan waktu perendaman 10 menit. Jumlah kromosom ikan mas Majalaya yang diperoleh adalah ca.100--102. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa panjang rata-rata kromosom ikan mas Majalaya (Cyprinus carpio) adalah 0,725m dan lebar rata-ratanya adalah 0,756 ±0,297 1¼m. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian kromosom selanjutnya.

ABSTRACT
Indonesia is an archipelago country that has a high diversity of fish. One of the most sought after freshwater fish by the people of Indonesia is the Majalaya carp (Cyprinus carpio). The purpose of this research are to optimize of chromosome preparation method and to analyze Majalaya carp (Cyprinus carpio L.) chromosome from gills. The research of chromosome analysis of Majalaya carp has been carried out from May to December 2018. The study optimized the time of incubation of colsemide to trap the chromosomes in metaphase; cell incubation with KCl as hypotonic solution; and the repetition of fixative use. After the carp chromosome has been obtained, the number was calculated using ImageJ. The results showed that the optimum cholcemid and KCl incubation were 2 hours and 8 minutes respectively, while the optimum fixation was 1 time in 10 minutes. The number of chromsome of Majalaya carp obtained in this study was 2n=ca.100--102. The results of the research showed that the average length of the Majalaya carp chromosome (Cyprinus carpio) was 0,725±0,287 1¼m and the average width was 0,756±0,297 1¼m. The results of this study would give an insight into further chromosomal analysis."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>